5. HASIL PENELITIAN 5.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Batimetri Perairan

dokumen-dokumen yang mirip
6. PEMBAHASAN 6.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Batimetri

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perairan Laut Arafura di lokasi penelitian termasuk ke dalam kategori

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise

KOMPOSISI BUTIRAN PASIR SEDIMEN PERMUKAAN SELAT BENGKALIS PROPINSI RIAU

4. BAHAN DAN METODA. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HUBUNGAN ANTARA DISTRIBUSI KEPADATAN IKAN DAN PARAMETER OSEANOGRAFI

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL PEMBAHASAN. Sta Latitude Longitude Spesies Keterangan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

Lampiran 1. Tampilan EP-500 versi 5.3 dan tampilan utama Echo View 3.5

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HUBUNGAN TIPE DASAR PERAIRAN DENGAN DISTRIBUSI IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANGKAJENE SULAWESI SELATAN 2011

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA

Gambar 1. Diagram TS

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada koordinat 5º - 8 º LS dan 133 º º BT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3,15 Very Fine Sand 1,24 Poorlysorted -0,21 Coarse-Skewed. 4,97 Coarse Silt 1,66 Poorlysorted -1,89 Very Coarse-Skewed

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PERBEDAAN KETEBALAN INTEGRASI DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY-60 DI PERAIRAN KEPULAUAN PARI

Gambar 10. Peta Jakarta dan Teluk Jakarta

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

Gambar 8. Lokasi penelitian

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Keberadaan sumber daya ikan sangat tergantung pada faktor-faktor. yang sangat berfluktuasi dari tahun ke tahun. Kemungkinan ini disebabkan karena

5. ESTIMASI STOK SUMBERDAYA IKAN BERDASARKAN METODE HIDROAKUSTIK

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISA PENENTUAN LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT DENGAN PARAMETER FISIKA MAUPUN KIMIA MENGGUNAKAN CITRA TERRA MODIS DI DAERAH SELAT MADURA

STUDI SEBARAN SEDIMEN SECARA VERTIKAL DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDEKATAN METODE HIDROAKUSTIK UNTUK ANALISIS KETERKAITAN ANTARA TIPE SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DENGAN KOMUNITAS IKAN DEMERSAL SRI PUJIYATI

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun.

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

3. METODE PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. Oleh : Indra Ambalika Syari C

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Oleh : HARDHANI EKO SAPUTRO C SKRIPSI

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320

PENDUGAAN KELIMPAHAN DAN SEBARAN IKAN DEMERSAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK DI PERAIRAN BELITUNG

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

Oleh Satria Yudha Asmara Perdana Pembimbing Eko Minarto, M.Si Drs. Helfinalis M.Sc

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa

KAJIAN POLA SEBARAN PADATAN TERSUSPENSI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI TELUK UJUNG BATU, JEPARA

ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

SEBARAN TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) DI PERAIRAN SEPANJANG JEMBATAN SURAMADU KABUPATEN BANGKALAN

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel.

BAB III METODE PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Oleh: HAZMI C SKRlPSl Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Perikanan Dan llmu Kelautan

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS TRANSPORT SEDIMEN DI MUARA SUNGAI SERUT KOTA BENGKULU ANALYSIS OF SEDIMENT TRANSPORT AT SERUT ESTUARY IN BENGKULU CITY

KEADAAN UMUM. 4.1 Letak Geografis

5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KUALITAS SEDIMEN PERMUKAAN SELAT BENGKALIS PROPINSI RIAU. oleh: Hardi Sandro Situmeang 1) dan Rifardi 2) Abstrak

GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI. KL 4099 Tugas Akhir. Bab 2

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei

Transkripsi:

5. HASIL PENELITIAN 5.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian 5.1.1 Batimetri Perairan Hasil pemetaan batimetri dari data echogram di seluruh perairan Laut Jawa khususnya pada Laut Jawa bagian timur dan utara Jawa Tengah menunjukkan bahwa perairan tersebut memiliki kedalaman yang relatif dangkal, yaitu berkisar antara 15 76 m, dengan rata-rata kedalaman 25,28 m. Selain data echogram, juga dilakukan pemetaan batimetri menggunakan data kedalaman perairan yang diambil dari situs http://topex.ucsd.edu/cgi-bin/getdata.cgi untuk menggambarkan peta batimetri pada lokasi survei tahun 22 maupun 25. Hasil dari dua peta batimetri perairan Laut Jawa memberikan informasi tidak jauh berbeda, yaitu kedalaman berkisar 4 m pada bagian tengah dan ke arah pantai semakin dangkal. Batimetri di perairan Kepulauan Seribu menunjukkan kisaran dari 12 m hingga 86 m. Hal ini menunjukkan bahwa perairan Kepulauan Seribu sangat bervariasi. Perairan Pulau Belitung termasuk perairan Laut Jawa. Perairan Belitung berhubungan langsung dengan Laut Cina Selatan, dan berada dekat dengan Pulau Bangka yang terletak di timur Sumatera Selatan. Peta batimetri hasil pemetaan data topex memiliki kedalaman perairan yang lebih dangkal dibandingkan Laut Jawa bagian timur yaitu berkisar 2 m 4 m. Perairan Kalimantan Timur termasuk perairan Selat Makasar, yang dibatasi oleh dua pulau besar yaitu Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi. ketersediaan air berasal dari Laut Sulawesi yang mengalir memasuki Selat Makasar menunju ke selatan. Pada bagian selatan bertemu dengan Laut Flores yang ikut mempengaruhi kondisi oseanografi pada bagian selatan selat. Selat Makasar meskipun merupakan Paparan Sunda namun tidak seperti daerah lain yang memiliki dasar perairan yang dangkal. Selat Makasar diindikasikan merupakan bagian dari Palung sulawesi, yang memiliki batimetri yang cukup dalam. Hasil pemetaan data topex menunjukkan kedalaman perairan hingga kedalaman >2 m pada lokasi tengah-tengah perairan. Lampiran 4 menggambarkan batimetri di setiap lokasi survei.

52 5.1.2 Substrat Dasar Perairan Tipe substrat dasar perairan Laut Jawa berdasarkan komposisi ukuran partikel yang terambil pada saat survei dengan mempergunakan alat grab, umumnya adalah lumpur. Survei Desember 25 dengan pengambilan 17 stasiun grab menunjukkan 15 stasiun dari contoh substrat yang diambil adalah lumpur dan 5 stasiun adalah lumpur berpasir. Hasil survei Mei 26 masih dalam area survei Laut Jawa 22 dan 25 menunujukkan 5 stasiun grab menunjukkan 45 stasiun contoh substrat memiliki jenis substrat lumpur dan 5 stasiun contoh substrat memiliki jenis substrat lumpur berpasir dan pasir berlumpur. Hasil analisis di laboratorium tanah IPB menunjukkan contoh lumpur tersebut memiliki kisaran bulk density 1,2-1,37 g/m 3, dengan rata-rata1,14 g/m 3. Hasil analisis komposisi ukuran partikel pada contoh substrat di perairan Belitung dan sekitarnya pada survei September 25 dengan mempergunakan grab menunjukkan bahwa dari 46 stasiun ditemukan 16 stasiun bersubstrat pasir, 13 stasiun bersubstrat pasir berlumpur, 4 stasiun bersubstrat lumpur dan 13 stasiun bersubstrat lumpur berpasir. Hasil komposit kanal 3-2-1 citra Landsat 7 ETM tahun 22, hasil akhir ditemukan 7 kelas utama, yaitu pasir terbuka, karang, lamun, substrat campuran dengan dominasi pasir, karang, lamun, dan lumpur (Gambar 2). Komponen terbesar penyusun ekosistem pesisir Belitung zona A adalah pasir terbuka dan substrat campuran dominan lumpur dengan luasan masing-masing sebesar 1454,749 ha dan 1124,336 ha. Berdasarkan tampilan citra Landsat, pasir terbuka diwakili oleh warna kuning terletak di sepanjang Tanjung Batu sampai Tanjung Lingka, dan di sekitar Teluk Pring, sedangkan daerah lumpur terlihat di Teluk Buding, Tanjung Manggar dan Tanjung Asem sebagai warna coklat pada tampilan citra. Lokasi terumbu karang yang potensial di zona ini berada di sekitar perairan Pulau Bukau dan Pulau Mempirak di Kecamatan Manggar, juga di seklitar perairan Pulau Pemulut di Kecamatan Sijuk dengan total luasan daerah terumbu karang itu sebesar 121,82 ha. Kondisi terumbu karang di sekitar Pulau Bukau dan Pulau Mempirak termasuk kedalam kriteria memuaskan dengan persentase penutupan karang sebesar 81,8% - 83,6%. Wilayah pesisir Belitung Zona B didominasi oleh pasir terbuka (3923,74 ha) dan substrat campuran dominasi lumpur (1118, 428 ha). Daerah pasir dan

53 lumpur berada di sepanjang pantai Tanjung Medong sampai di dekat muara Sungai Linggang. Luasan daerah terumbu karang adalah 111,78 ha, sebagian besar berada di sekitar Pulau Tapok, Pulau Linding, Pulau Tepi dan di Gosong Batu Gajah yang termasuk dalam kriteria sedang sampai memuaskan dengan persentase penutupan karangnya sebesar 42,88%-78,5%. Pada zona C, luasan pasir sebesar 6153,618 ha dan substrat campuran dominasi pasir sebesar 3756,843 ha, tersebar dari Tanjung Ular sampai di sekitar Pulau Batang dan di daerah Tembelan sampai Gerisik di Kecamatan Membalong. Luasan daerah karang adalah 253,162 ha, tersebar di sekitar Pulau Seliu, Gosong Pulau Roe, Gosong Pulau Mendulu, di pesisir Mentigi sampai Jepun, dan pulau-pulau kecil lainnya. Persen penutupan karang hidup sebesar 35,5%-83,6%. Zona D, Luasan terbesar adalah pasir terbuka (3583,839 ha) namun sebanding dengan luasan karang (3472,158 ha). Daerah pasir tersebar di sepanjang pesisir barat dari Tanjung Pandan sampai Tanjung Binga. Daerah karang yang berpotensi adalah di sekitar perairan dekat Batu Penyu, Pulau Mendulu, Tanjung Kubu, Tanjung Jemang dan Pulau Babi, Pulau Langkuas, Pulau Kepayang, di Selat Nasik sampai utara Pulau Hoorn, Pulau Langir, Pulau Batudinding, dan di sekitar Tanjung Kelayang dan Pantai Bilik. Kondisi karangnya termasuk dalam ketegori baik dengan persentase penutupan sebesar 65,16%. Analisis komposisi ukuran partikel dari hasil survei di perairan Kalimantan Timur pada bulan Juli 25, pada 2 stasiun grab menunjukkan 6 stasiun memiliki substrat berpasir, 5 stasiun memiliki substrat lumpur, 4 stasiun bersubstrat pasir berlumpur, 3 stasiun bersubstrat lumpur berpasir dan 2 stasiun bersubstrat lumpur berpasir. Perbedaan jenis substrat ini diakibatkan adanya sedimentasi yang berasal dari sungai-sungai yang bermuara di pantai Kalimantan Timur juga adanya arus yang kuat di tengah perairan yang sanggup membawa partikel pasir hingga jauh ke tengah perairan. Analisis ukuran partikel dari data pengambilan substrat di Kepulauan Seribu di 2 stasiun, menunjukkan 12 stasiun berupa pasir berlumpur, 3 stasiun bersubstrat karang, 3 stasiun dengan substrat berpasir dan 1 stasiun masingmasing bersubstrat pasir berliat dan 1 stasiun bersubstrat lumpur berpasir.

54 Gambar 2. Sebaran substrat di perairan Belitung berdasarkan citra Landsat 7 ETM (22) 5.1.3 Kondisi Oseanografi Kisaran suhu dan salinitas hasil survei Laut Jawa pada tahun 22 bertepatan dengan Musim Peralihan II ditampilkan pada Tabel 6. Kondisi suhu perairan cenderung lebih dingin dibandingkan hasil survei tahun 25 yang bertepatan dengan Musim Barat. Parameter Tabel 6. Kisaran suhu dan salinitas di Laut Jawa 22 25 Oceanografi Permukaan Dekat dasar Permukaan Dekat dasar Kisaran suhu ( o C) 29,61-27,26 27,74 29,58 28,77 29,93 28,85 29,7 Rata-rata Suhu ( o C) 28,53 ±,62 28,47 ±,46 29,34 ±,34 29,36 ±,27 Kisaran Salinitas (psu) 33,39 34,83 33,74 34,81 3,47 33, 75 32,43 33, 88 Salinitas rata-rata (psu) 34,4 ±,32 34,47 ±,19 32,73 ±,8 33,27 ±,47

55 Kisaran suhu dan salinitas hasil survei di perairan Belitung tahun 22 bertepatan dengan Musim Peralihan I dan data tahun 25 bertepatan Musim Peralihan II dapat dilihat pada Tabel 7. Musim Peralihan I (22) menunjukkan suhu yang lebih hangat dibandingkan pada Musim Peralihan II (25). Namun untuk Musim Peralihan I memiliki salinitas lebih sedikit pekat dibanding Musim Peralihan II (25). Arus permukaan yang terukur pada Musim Peralihan II (25) adalah 19,67-21,48 m/dtk, dengan rata-rata arus adalah 2,55 m/dtk ±,43, dan arus dekat dasar 2,1 m/dtk - 21,49 m/dtk dan rata-rata arus dasar adalah 2,62 m/dtk ±,41. Tabel 7. Kisaran suhu dan salinitas di perairan Belitung Parameter 22 25 Oceanografi Permukaan Dekat dasar Permukaan Dekat dasar Kisaran suhu ( o C) 29,48-3,33 29,37-29,61 28,86 3,63 28,83-3,11 Rata-rata Suhu ( o C) 3,2 ±,28 29,51 ±,8 29,5 ±,37 29,41 ±,3 Kisaran Salinitas (psu) 32,87-32,98 32,87 32,93 32,54 34,16 32,8-34,18 Salinitas rata-rata (psu) 32,96 ±,4 32,9 ±,2 33,21 ±,46 33,25 ±,44 Saat pengambilan data tahun 22 juga dilakukan pengolahan citra satelit Landsat-7. Ini dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai sebaran suhu lebih luas. Citra satelit Landsat-7 ETM band 6a dan band 6b (Lampiran 5- g) Berdasarkan hasil pengolahan citra diketahui suhu perairan berkisar dari 21-31 C. Pada perairan sebelah timur suhu perairan berkisar 27-31 C dan suhu dominan pada 28 C. Penyebaran suhu ke arah lepas pantai didominasi suhu 29 C. Pada perairan sebelah barat suhu perairan berkisar 24-29 C dan suhu dominan pada 27 C. Survei di perairan Kalimantan Timur bertepatan dengan Musim Peralihan II. Kisaran suhu permukaan menyebar dari 25,3 32,81 C, salinitas permukaan menyebar dari 33,78 psu 37.89 psu. Suhu dasar berkisar dari 16,78 C 28,97 C dan salinitas dasar berkisar 34,12 psu 35,55 psu. Sebaran suhu dan salinitas di seluruh lokasi survei dapat dilihat pada Lampiran 5. Berdasarkan selang kelas kedalaman perairan baik untuk rata-rata suhu dan salinitas di perairan Laut Jawa maupun perairan Belitung menunjukkan nilai yang tidak berbeda kecuali di perairan Kalimantan Timur yang mengalami perubahan suhu cukup besar (Tabel 8).

Tabel 8. Nilai rata-rata suhu dan salinitas di perairan Laut Jawa, Belitung dan Kalimantan Timur berdasarkan selang kelas kedalaman perairan Selang Kelas Kedalaman Suhu Dasar (o) Laut Jawa 22 Salinitas Dasar (psu) Suhu Dasar (o) Laut Jawa 25 Salinitas Dasar (psu) Suhu Dasar (o) Belitung 22 Salinitas Dasar (psu) Suhu Dasar (o) Belitung 25 Salinitas Dasar (psu) Kalimantan Timur 24 Suhu Dasar (o) Salinitas Dasar (psu) <29,5 28,56 34,57 29,45 33,5 29,54 32,89 29,58 33,11 28,27 34,43 29,6-36,5 28,22 34,7 29,56 33,8 29,51 32,91 29,21 33,37 28,32 34,45 36,6-43,5 28,38 34,52 29,52 33,28 29,47 32,9 29,29 33,12 28,46 34,38 43,6-5,5 28,29 34,5 29,26 33,6 - - 29,6 33,62 28,87 34,89 5,6-57,5 27,99 34,51 - - - - 29,1 34,6 28,17 34,49 57,6-64,5 28,8 34,55 - - - - - - 25,51 35, 64,6-71,5 - - - - - - 29,22 33,19 24,17 35,18 71,6-78,5 27,99 34,58 - - - - - - 22,69 35,18 >78,6 27,67 34,7 - - - - - - 19,73 35,3 Ket : - tidak ada data

57 5.2 Nilai hidroakustik Hambur Balik Dasar Perairan Analisis hambur balik dasar perairan meliputi lima kali survei yaitu Laut Jawa 22,25 perairan Belitung 22, 25 dan Kepulauan Seribu 27. Analisis data ini menggunakan dua metode yang berbeda yaitu data tahun 22 diolah dengan Program EP-5 dan data 25-27 dengan menggunakan Program EchoView. 5.2.1. Nilai Hambur Balik Dasar Perairan Hasil Olahan Program EP-5 5.2.1.1 Perairan Jawa (22) Hasil pengolahan data hambur balik dasar perairan Laut Jawa 22 sepanjang lintasan penelitian menunjukkan Nilai hambur balik dasar menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang cukup besar antara lapisan-1 hingga lapisan-4 (Tabel 9). Hal ini terjadi karena setiap lapisan substrat memiliki kepadatan yang berbeda, juga tersusun dari jenis yang berbeda. Semakin ke dalam dasar perairan maka sedimen akan semakin padat. Pada studi ini, lapisan -1 diduga merupakan partikel-partikel lumpur yang sudah diendapkan namun belum solid. Wibisono (25) menjelaskan bahwa sedimen pada lapisan - 1 bersifat tidak kompak (unconsolidated) yaitu sedimen yang selalu dalam keadaan siap terurai sehingga dengan kekuatan arus yang lemah sekalipun berakibat partikel mudah lepas. Lapisan-2 adalah lapisan lumpur semi kompak (semi consolidated) hingga lapisan 4 akan semakin kompak (consolidated). Hal ini yang menjelaskan mengapa pada lapisan-1 memiliki nilai hambur balik dasar perairan sangat kecil dan semakin menuju lapisan-4 nilai hambur balik semakin besar. Tabel 9. Nilai hambur balik dasar perairan di Laut Jawa 22 Lapisan Nilai Kisaran Hambur Balik Dasar Perairan (db) Rata-rata Nilai Hambur Balik Dasar Perairan (db) Lapisan -1 51,7 db hingga -57,5-54,94 ±.98 Lapisan -2-31,4 db hingga -43,6-37,74 ± 2,38 Lapisan -3-18,2 db sampai -36,6-26,29 ± 3,37 Lapisan -4-16,2 db sampai -34,9-24,33 ± 3,41 Partikel-partikel lumpur yang terdapat di Perairan Laut Jawa, merupakan hasil transportasi sedimen lithogenous ( jenis sedimen yang berasal dari pelapukan maupun kegiatan vulkanik) yang diangkut dari daratan ke laut oleh sungai-sungai, begitu sedimen ini sampai di laut maka penyebarannya

58 ditentukan oleh sifat-sifat fisik dari partikel itu sendiri. Lumpur umumnya akan mengendap membutuhkan waktu 185 hari dan semakin besar ukuran partikel maka akan lebih cepat mengendap (Wibisono, 25). Gambar 21 terlihat bahwa lapisan-2 hingga lapisan-4 memiliki bentuk grafik yang sama, hal ini sangat berbeda dengan lapisan-1, dimana kenaikan maupun penurunan nilai hambur balik pada nilai lapisan-2 akan diikuti juga oleh turun naiknya nilai rata-rata lapisan-3 dan 4. Bentuk ini dapat dijelaskan bahwa berat jenis setiap lapisan berbeda. Semakin tinggi berat jenis suatu lapisan akan memberikan nilai hambur balik dasar perairan yang lebih besar. Berat jenis ini juga menjadi suatu faktor penting yang mempengaruhi perubahan impedansi akustik kekompakan (consolidated) atau litifikasi (litification) dari sedimen yang kompak yang merupakan hasil dari beban berlebih sediment-sedimen lain diatasnya, pengeringan dari sedimen saat surut maupun proses diagenetik karena ketidaksamaan kimia dari butiran-butiran memproduksi mineral-mineral baru yang menambah koherensi sedimen. Nilai Rerata Hambur Balik Dasar Perairan (db) -2-23 -26-29 -32-35 -38-41 -44-47 -5-53 -56-59 < 29.5 29.6-36.5 36.6-43.5 43.6-5.5 5.6-57.5 57.6-64.5 64.6-71.5 71.6-78.5 > 78.6 Lapisan-1 Lapisan-2 Lapisan-3 Lapisan-4 Rata-rata Lapisan 1-4 Gambar 21. Rata-rata nilai hambur balik dasar perairan di selang kelas kedalaman Sebaran nilai hambur balik dasar perairan sepanjang lintasan survei digambarkan berdasarkan nilai rata-rata dari nilai hambur balik Lapisan-1 hingga lapisan-4. Nilai hambur balik dasar perairan ini berkisar antara -2,2 db hingga -38,29 db, dengan rata-rata -28,9 db dan simpangan baku 3,35. Pada lokasi mendekati Pulau Kalimantan nilai hambur balik dasar perairan cukup besar hingga -25 db, namun semakin ke arah selatan mendekati pantai utara Jawa nilai hambur balik semakin kecil. (Gambar 22). Nilai hambur balik dasar perairan dikelompokkan untuk mengetahui sebaran kedalaman perairan. Ditemukan pada kisaran -38, db sampai -35,1

59 db pada kedalaman perairan 62, 75, m, diikuti kisaran hambur balik dasar perairan -35, db sampai -32,1 db yaitu terdeteksi pada perairan 32 66 m. - 32, db sampai -29,1 db menyebar pada kedalaman 25, 65, m, kisaran -29, sampai -26,1 pada kisaran kedalaman 25, 65, m. Kisaran -26, db sampai -23,1 db menyebar pada kedalaman 23, 6, m dan terakhir kedalaman 28, 4, m memiliki selang hambur balik dasar perairan terbesar yaitu -23, db sampai -2, db (Gambar 23). -3-4 Lintang -5-6 Laut Jawa Kep. Karimunjawa -7 Semarang 11 111 112 113 114 115 116 Bujur Gambar 22. Sebaran nilai rata-rata hambur balik dasar perairan Laut Jawa Kedalaman (m) -2-4 -6-8 -5-4 -3-2 -1 Nilai Hambur Balik Dasar Perairan (db) Gambar 23. Sebaran nilai hambur balik dasar perairan (db) pada kedalaman perairan di Laut Jawa

6 5.2.1.2 Perairan Belitung (22) Hasil pengolahan data di perairan Belitung menunjukkan penyebaran nilai hambur balik dasar perairan yang sama dengan Laut Jawa yaitu lapisan-1 lebih kecil dibandingkan lapisan lainnya, hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. Hal ini terjadi karena jenis substrat yang berada pada setiap lapisan berbeda, dimana lapisan-1 adalah lapisan unconsolidated, sedangkan lapisan-2 hingga lapisan-4 adalah lapisan consolidated. Tabel 1. Kisaran nilai hambur balik dasar perairan di perairan Belitung Lapisan Nilai Kisaran Hambur Balik Dasar Perairan (db) Rata-rata Nilai Hambur Balik Dasar Perairan (db) Lapisan -1-54,4 hingga -59,7-57,43 ± 1,51 Lapisan -2-31,3 hingga -46,8-37,65 ± 5,1 Lapisan -3-15,8 hingga -38,3-23,47 ± 7,41 Lapisan -4-11,1 hingga -33,9-18,77 ± 7,27 Berdasarkan selang kelas kedalaman (Gambar 24), lapisan-1 memiliki nilai terendah pada selang kelas kedalaman 29,6-36,5 m dan tertinggi pada selang kelas kedalaman 1. Lapisan-2 sampai lapisan- 4 menunjukkan nilai ratarata paling tinggi pada selang kelas kedalaman 29,6-36,5 m, dibawahnya selang kelas kedalaman 36,6-43,5 m dan paling kecil adalah selang kelas kedalaman kurang dar 29,5 m. -16 Nilai Rata-rata Hambur Balik Dasar Perairan(dB) -22-28 -34-4 -46-52 -58-64 Data tidak ada -7 < 29.5 29.6-36.5 36.6-43.5 43.6-5.5 5.6-57.5 57.6-64.5 64.6-71.5 71.6-78.5 > 78.6 (m) Lapisan-1 Lapisan-2 Lapisan-3 Lapisan-4 rata-rata Gambar 24. Nilai rata-rata hambur balik dasar perairan pada setiap selang kelas kedalaman Gambaran mengenai hambur balik dasar perairan sepanjang lintasan survei diperoleh berdasarkan nilai rata-rata dari 4 lapisan berkisar -15 sampai -36

61 db. Lokasi di timur laut Pulau Belitung memiliki nilai rata-rata hambur balik lebih besar dibandingan dengan lokasi barat laut Pulau Belitung (Gambar 25). Nilai hambur balik dasar perairan dikelompokkan untuk mengetahui sebaran kedalaman perairan. Ditemukan pada kisaran -38, db sampai -35,1 db pada kedalaman perairan 25,6 32,8 m, diikuti kisaran hambur balik dasar perairan -35, db sampai -32,1 db yaitu terdeteksi pada kedalaman perairan 26,4-33,6 m, kisaran -32, db sampai -29,1 db menyebar pada kedalaman 25,8 26, m, kisaran -29, sampai -26,1 tidak ditemukan. Kisaran -26, db sampai -23,1 db menyebar pada kedalaman 23, 39,8 m, diikuti -23, db sampai -2,1 db pada kisaran kedalaman 23,2 39,6 m, kisaran -2, db sampai -17,1 db berada pada kisaran kedalaman 23,2 sampai 35,2 m dan yang memiliki kisaran hambur balik dasar perairan terbesar yaitu -17, db sampai -14,1 db pada kisaran 3 32,8 m (Gambar 26) -2.5 Lintang Tanjungpandan Belitung -3 17.4 18.4 Bujur Gambar 25. Sebaran hambur balik dasar perairan di perairan Belitung -1 Kedalaman (m) -2-3 -4-5 -4-3 -2-1 Nilai Hambur Balik Dasar Perairan (db) Gambar 26. Sebaran nilai hambur balik dasar perairan pada kedalaman perairan di perairan Belitung

62 5.2.2 Nilai Hambur Balik Dasar Perairan dengan Program Echoview 3.5 5.2.2.1 Perairan Laut Jawa (25) Hasil pengolahan data menunjukkan nilai hambur balik dasar perairan di Laut Jawa memiliki nilai maksimum yang diperoleh -35,91 db, nilai minimal - 38,57 db dan nilai rata-rata -37,1 db dengan simpangan baku,46 db. Penyebaran nilai hambur balik dasar sepanjang lintasan survei menunjukkan nilai yang sama (Gambar 27). Hal ini menjelaskan bahwa substrat pada lokasi survei di Laut Jawa 25 memiliki substrat yang sama. Hasil data in-situ pengambilan contoh di lokasi ini diperoleh data yang menunjukkan bahwa substrat yang ada berupa lumpur, hasil analisis di laboratorium menunjukkan bahwa berat jenis lumpur tersebut kurang dari 1 gram/m 3. -5.5 Kep. Karimunjawa Lintang -6.5 Semarang -7.5 19 11 111 Bujur Gambar 27. Penyebaran nilai hambur balik dasar perairan Laut Jawa Sebaran Nilai rata-rata hambur balik dasar perairan berdasarkan selang kelas kedalaman diperoleh hasil nilai rata-rata pada selang kelas 1 sampai 5 sama yaitu berkisar dari -37,41 hingga -36,87 db. Ini menunjukkan bahwa pada selang kedalaman perairan ini memiliki tipe substrat yang sama atau merupakan kelompok yang sama pada selang kedalaman 6-9 tidak diperoleh data (Tabel 1). 5.2.2.2 Perairan Belitung (25) Hasil deteksi hidroakustik dasar perairan Belitung pada bulan September 25 menunjukkan nilai hambur balik dasar perairan beragam yaitu dengan nilai

63 maksimum -2,93 db, nilai minimum -41,5 db dan nilai rata-rata -32,65 db dengan simpangan baku 6,83. Nilai hambur balik sepanjang survei pemberangkatan dari Semarang menunjukkan nilai hambur balik berkisar -35 db. Menuju perairan Belitung, nilai hambur balik semakin besar bahkan mencapai -23,1 db, dan di sebelah timur Pantai Sumatera nilai hambur balik mulai menurun kembali hingga -31 db. Ini menunjukkan di lintasan survei pemberangkatan dari Semarang, memiliki substrat lumpur hal ini ditunjukkan berdasarkan data pengambilan contoh substrat dengan menggunakan grab. Di sekitar perairan Belitung substrat sudah mulai berbeda, yaitu berupa substrat pasir yang banyak mendominasi di lokasi ini. Di timur Pantai Sumatera memiliki substrat yang berbeda juga dan diduga merupakan campuran lumpur dan pasir (Gambar 28). -2 Pangkalpinang Bangka -3 P. Lepar Tanjungpandan P. Liat Belitung Lintang -4 Laut Jawa -5 Kep. Karimunjawa -6 J A K A R T A 16 17 18 19 11 111 Gambar 28. Penyebaran nilai hambur balik dasar perairan Belitung Nilai hambur balik pada setiap selang kelas kedalaman dapat menunjukkan bahwa memliki rata-rata nilai habur balik yang berkisar -34,6 hingga -3,1 db. Nilai ini tidak menunjukkan tipe substrat yang berbeda antar selang kelas kedalaman (Tabel 11). Bujur

64 Tabel 11. Nilai rata-rata hambur balik dasar di perairan Laut Jawa dan perairan Belitung Selang kelas kedalaman Laut Jawa (25) Perairan Belitung (25) <29.5-42,77-32,73 29.6-36.5-42,34-33,27 36.6-43.5-42,23-32,57 43.6-5.5-42,46-31,1 5.6-57.5-42,63-3,51 67.6-64.5 - - 64.6-71.5 - -33,51 71.6-78.5 - -34,6 >78.6 - -3,51 Keterangan : - data tidak ada 5.2.2.3 Perairan Kepulauan Seribu (27) Perairan Kepulauan seribu memiliki data hambur balik yang berasal dari pantulan pertama (E-1) yang berksar -36,66 sampai -11,85 db dengan rata-rata -24,14 db dan pantulan kedua (E-2) yang berkisar -7, sampai -36,46 db dengan rata-rata -58,75 db. Hasil pemetaan terhadap nilai hambur balik pantulan pertama digambarkan sebagai berikut (Gambar 29): -5.5-5.7 Lintang -5.9-6.1 J A K A R T A -6.3 16.3 16.5 16.7 16.9 Bujur Gambar 29. Penyebaran nilai hambur balik dasar pertama di perairan Kepulauan Seribu

65 5.3 Estmasi Stok Ikan Demersal Secara Hidroakustik Hasil dari penelitian ini meberikan informasi mengenai sebaran nilai pantulan ikan tunggal (target strength) maupun densitas ikan berdasarkan lima kali survei, yaitu Laut Jawa 22 25, perairan Belitung 22-25 dan perairan Kalimantan Timur (24). 5.3.1 Perairan Laut Jawa (Musim Peralihan II - 22) Nilai target strength menggambarkan besarnya pantulan yang diberikan oleh ikan tunggal yang terdeteksi oleh alat hidroakustik. Kisaran nilai target strength menyebar dari 51, db hingga 24,1 db, dengan jumlah ikan tunggal yang terdeteksi sebanyak 4.372 ekor. Jumlah ikan tunggal terbanyak pada kisaran nilai target strength 48, sampai -45,1 db yaitu 1.883 ekor, disusul kisaran target strength 51, hingga -48,1 db sebanyak 1.4 ekor dan urutan ke tiga kisaran nilai 45, sampai -42,1 db sebanyak 831 ekor, dengan ratarata target strength di seluruh perairan sebesar 41,11 db, dan standar deviasi sebesar 14,68 db. Penyebaran nilai rata-rata target strength ikan demersal sepanjang lintasan survei di seluruh perairan Laut Jawa sangat bervariasi, hal ini dapat dilihat pada Gambar 3. -3-4 Lintang -5-6 Laut Jawa Kep. Karimunjawa -7 Semarang 11 111 112 113 114 115 116 Bujur Gambar 3. Penyebaran rata-rata target strength ikan demersal di perairan Laut Jawa pada Musim Peralihan II

66 Gambar 31 yang menggambarkan histogram frekuensi jumlah ikan tunggal pada setiap nilai target strength. Kisaran nilai target strength yang terdeteksi adalah -48, hiungga -45,1 db memiliki jumlah yang lebih banyak dibandingkan yang lainnya. Semakin besar ukuran target strength jumlah ikan semakin kecil, atau dengan kata lain di perairan Laut Jawa banyak ditemukan ikan-ikan tunggal berukuran kecil. Jumlah ikan tunggal dengan ukuran besar terdapat,88% atau 38 ekor dengan kisaran ukuran target strength 33, sampai -24,1 db. Jumlah Ikan Tunggal (ekor) 2 15 1 5 14-51, s/d - 48,1 1883-48, s/d - 45,1 831-45, s/d - 42,1 379-42, s/d - 39,1 151-39, s/d - 36,1 66 22 13 3-36, s/d - 33,1-33, s/d - 3,1-3, s/d - 27,1-27, s/d - 24,1 Nilai Target strength (db) Gambar 31. Jumlah ikan tunggal pada kisaran nilai target strength saat Musim Peralihan II di Laut Jawa Rata-rata jumlah ikan tunggal berdasarkan kisaran kelas kedalaman perairan berturut-turut dari kelas 1 sampai kelas 9 dapat dilihat pada Gambar 52. Hal ini menunjukkan bahwa pada selang kelas kedalaman 71,6-78,5 m memiliki ukuran ikan paling besar, diikuti selang kelas kedalaman lebih besar dari 78,6 m. Ini menjelaskan bahwa ikan-ikan besar menyukai perairan dengan kedalaman lebih dari 72 m, sedang ikan-ikan kecil menyukai perairan dangkal yaitu pada kedalaman kurang dari 29,5 m. Berdasarkan Gambar 32 ditemukan tiga kelompok yaitu : kelompok I adalah kelompok ikan yang memiliki nilai target strength kurang dari -47, db yang berada pada kedalaman kurang dari 29,5 m. Kelompok II yaitu ikan-ikan yang memiliki selang nilai rata-rata target strength antara -47, hingga -44, db pada kedalaman antara 29,6 hingga 71,5 m, dan kelompok III adalah ikan yang berada pada kedalaman lebih dari 71,6 m dengan nilai target strength lebih dari -44, db.

67 Nilai Rerata Target Strength (db) -38-41 -44-47 -5-48.24-45.75 <29.5 29.6-36.5-46.17 36.6-43.5-44.39 43.6-5.5-44.93 5.6-57.5-44.66 57.6-64.5-45.82 64.6-71.5-41.43 71.6-78.5-42.34 >78.6 Gambar 32. Rata-rata nilai target strength pada setiap selang kelas kedalaman perairan Adapun jumlah ikan tunggal pada setiap kelas selang kedalaman juga sangat bervariasi. Jumlah terbanyak rata-rata ikan tunggal yaitu pada kelas selang kedalaman 6 yaitu pada kedalaman 57,6-64.5 m yaitu 27,5 ekor ikan, disusul pada kelas selang kedalaman 4 (43,6-5,5 m) dan 7 (64,6-71,5 m) yaitu sebanyak 21,65 ekor dan 2,84 ekor ikan (Gambar 33). Jumlah Rata-rata Ikan Tunggal (ekor) 3 2 1 3.22 14.91 <29.5 29.6-36.5 12.16 36.6-43.5 21.65 43.6-5.5 13.81 5.6-57.5 27.5 57.6-64.5 21.95 64.6-71.5 2.85 71.6-78.5 15.17 >78.6 Gambar 33. Rata-rata jumlah ikan tunggal ikan demersal pada setiap selang kelas kedalaman perairan Berdasarkan data densitas yang ada untuk setiap integrasi dikalikan berat ikan rata-rata yang mendominasi dari sapuan tangkapan trawl yaitu 29,17 gram, diperoleh informasi bahwa densitas berkisar dari, gram/m 3 hingga 1,64 gram/m 3 dengan rata-rata,33 gram/m 3 dan simpangan baku,33. (Gambar 34). Densitas ikan lebih dari,5 gram/m 3 di lokasi perairan dangkal dan mendekati pantai. Lokasi yang dalam seperti di lokasi Laut Jawa bagian timur di utara Pulau Kangean memiliki densitas relatif rendah. Hal ini bisa disebabkan karena

68 daerah dangkal dan mendekati pantai merupakan daerah yang subur, akibat nutrien yang terbawa oleh arus sungai yang mampu mencapai daerah tersebut sehingga terdapat persediaan makanan bagi detritus. -3-4 Lintang -5-6 Laut Jawa Kep. Karimunjawa -7 Semarang 11 111 112 113 114 115 116 Bujur Gambar 34. Penyebaran nilai rata-rata densitas ikan demersal pada Musim Peralihan II di perairan Laut Jawa Perhitungan densitas ikan (gram/m 3 ) berdasarkan selang kelas kedalaman di gambarkan pada Gambar 35. Data menunjukkan bahwa pada selang kelas 2 (29,6-36,5 m) memiliki densitas ikan yang paling besar yaitu,6 gram/m 3, diikuti selang kelas kedalaman 5 (5,6-57,5 m) yaitu,36 gram/m 3, dan paling rendah pada selang kedalaman lebih dari 78,6 m, dan cenderung semakin bertambahnya kedalaman densitas ikan menurun. Nilai Rata-rata Densitas Ikan Demersal (g/m 3 ) 1.5.36.6 <29.5 29.6-36.5.32.31 36.6-43.5 43.6-5.5.36 5.6-57.5.31 57.6-64.5.24 64.6-71.5. 71.6-78.5.16 >78.6 Gambar 35. Nilai densitas ikan demersal pada selang kelas kedalaman di perairan Laut Jawa saat Musim Peralihan II

69 5.3.2 Perairan Laut Jawa (Musim Barat - 25) Penyebaran nilai target strength pada Musim Barat 25 menunjukkan kisaran nilai target strength -24,21 hingga -59,98 db, dengan rata-rata -44,86 db. Gambar 36 menggambarkan sebaran nilai rata-rata target strength di sepanjang lintasan survei, dengan nilai yang beragam. Rata-rata nilai target strength menyebar merata, namun demikian bila diamati secara cermat nilai rata-rata target strength berkisar -42, hingga -48, db yang terdapat di lokasi mendekati pantai, bahkan mendekati Pantai Karimun Jawa yang terdeteksi hingga -54, db. Namun di beberapa lokasi terlihat ikan tunggal berukuran besar hingga -3, db. Sebaran nilai rata-rata target strength di setiap selang kelas kedalaman menunjukkan ikan-ikan yang berukuran besar terdapat di perairan dalam sedang ikan-ikan kecil terdapat di perairan dangkal. Berdasarkan Gambar 37, penyebaran ikan pada selang kelas kedalaman I (<29,5 m) memiliki ukuran sendiri yaitu -42,15 db. Pada selang kelas kedalaman 2 dan 3 (29,6-43,5 m) memiliki ukuran ikan tunggal yang sama. Demikian juga untuk kelas kedalaman 4-5 ( 43,6-57,5 m) memiliki ukuran yang lebih besar. Kep. Karimunjawa -6 Lintang -7 Semarang 19 11 111 Bujur Gambar 36. Sebaran nilai target strength pada Musim Barat di Laut Jawa

7 Nilai Rerata Target Strength (db) -38-41 -44-47 -5-4.26-39.98-42.15-44.46-44.42 <29.5 29.6-36.5 36.6-43.5 43.6-5.5 5.6-57.5 57.6-64.5 64.6-71.5 71.6-78.5 >78.6 Gambar 37. Nilai rata-rata target strength di setiap selang kelas pada Musim Barat di Laut Jawa Total jumlah ikan tunggal adalah 28.479 ekor, sebaran jumlah ikan tunggal pada setiap nilai target strength menunjukan bahwa ikan-ikan berukuran kecil (-6, hingga -57,1 db) berjumlah 6.612 ekor atau 23,22% dari jumlah ikan tunggal yang terdeteksi, diikuti ikan-ikan dengan nilai -57, - -54,1 db sebanyak 6.19 ekor (21,74%). Ikan-ikan berukuran besar yaitu lebih dari -33, db ditemukan sebanyak 155 ekor atau hanya,54% saja dari seluruh ikan tunggal (Gambar 38). Jumlah Ikan Tunggal (ekor) 7 6 5 4 3 2 1 6612 619-6, s/d -57,1-57, s/d -54,1 5354-54, s/d -51,1 4324-51, s/d -48,1 2832-48, s/d -45,1 1631-45, s/d -42,1 858-42, s/d -39,1 384-39, s/d -36, Nilai Target Strength (db) 139 79 3 46-36, s/d -33,1-33, s/d -3,1-3, s/d -27,1-27, s/d -24,1 Gambar 38. Jumlah ikan tunggal pada kisaran nilai target strength saat Musim Barat di Laut Jawa Sebaran densitas ikan berkisar dari sampai 2,1 gram/m 3, dengan ratarata,53 gram/m3. Penyebaran densitas ikan sepanjang lintasan survei dapat dilihat pada Gambar 39. Kecenderungan mendekati pantai jumlah densitas lebih besar dibandingkan lokasi yang menjauhi pantai.

71 Sebaran nilai rata-rata densitas di setiap selang kelas kedalaman menunjukkan ikan-ikan banyak ditemukan di perairan dangkal, dan semakin dalam perairan densitas ikan semakin berkurang. Berdasarkan Gambar 4, penyebaran ikan pada selang kelas kedalaman I (<29,5 m) memiliki rata-rata densitas 1,95 g/m 3. Pada selang kelas kedalaman 2 (29,6 43,5 m) mengalami kenaikan yang signifikan yaitu 3,2 g/m 3 dan cenderung menurun jumlah densitas ikan dengan bertambahnya selang kelas kedalaman. Kep. Karimunjawa -6 Lintang -7 Semarang 19 11 111 Bujur Gambar 39. Sebaran densitas ikan sepanjang lintasan pada Musim Barat di Laut Jawa Nilai Rata-rata Densitas Ikan Demersal (g/m 3 ) 3.5 3 2.5 2 1.5 1.5 1.95 3.2 <29.5 29.6-36.5 1.76 36.6-43.5 2.29 43.6-5.5 1.12 5.6-57.5 57.6-64.5 64.6-71.5 71.6-78.5 >78.6 Gambar 4. Rata-rata densitas ikan demersal di setiap selang kelas Kedalaman pada Musim Barat di Laut Jawa

Belitung Tanjungpandan 72 5.3.3 Perairan Belitung (Musim Peralihan I - 22) Hasil survei Musim Peralihan I di perairan Belitung, memiliki data ikan tunggal yang relatif sedikit dibandingkan hasil survei di lokasi lain. Nilai target strength pada Musim Peralihan I berkisar -47, db hingga 59, db, dengan nilai rata-rata -55,73 db. Penyebaran nilai rata-rata target strength di lintasan survei dapat dilihat pada Gambar 41. -2.5 Lintang -3.5 17.25 17.75 18.25 Bujur Gambar 41. Penyebaran nilai rata-rata target strength ikan tunggal di perairan Belitung pada Musim Peralihan I Hasil deteksi hidroakustiik di perairan Belitung menunjukkan jumlah ikan tunggal yang terdeteksi sangat sedikit yaitu 48 ekor. Hal ini diduga disebabkan oleh perairan yang umumnya bersubstrat karang dimana banyak dihuni oleh ikan-ikan yang bergerombol. Sebaran jumlah ikan pada setiap nilai target strength dapat di lihat pada Gambar 42. Nilai target strength berkisar -6, hingga -57,1 db memiliki jumlah individu terbanyak yaitu 18 ekor, dan semakin besar nilai target strength terlihat jumlah ikan tunggal semakin sedikit. Jumlah Target Tunggal (ekor) 2 1 18-6, s/d - 57,1 14-57, s/d - 54,1 13-54, s/d - 51,1 1-51, s/d - 48,1 2-48, s/d - 45,1 Nilai Target Strength (db) Gambar 42. Jumlah ikan demersal tunggal pada setiap nilai target strength di perairan Belitung pada Musim Peralihan I

Belitung Tanjungpandan 73 Sebaran nilai rata-rata target strength menurut selang kelas kedalaman hanya ditemukan pada dua kelas kedalaman yaitu selang kelas kurang dari 29 m dan selang kelas 29,6-36,5 m (Gambar 43). Ikan tunggal pada selang kelas kedalaman 2 memiliki nilai target strength lebih besar dibandingkan nilai target strength pada selang kelas kedalaman 1. Bila dilihat dari nilai target strength ini merupakan kelompok yang berbeda. Nilai Rata-rata Target Strength (db) -5-53 -56-59 -62-56.79-54.33 <29.5 29.6-36.5 36.6-43.5 43.6-5.5 Data tidak ada 5.6-57.5 57.6-64.5 64.6-71.5 71.6-78.5 >78.6 Gambar 43. Nilai rata-rata target strength ikan demersal di perairan Belitung pada Musim Peralihan I Nilai rata-rata densitas ikan adalah,47 g/m 3 dengan simpangan baku,28 dan nilai densitas berkisar antara 1,24 g/m 3. Penyebaran nilai densitas di sebelah barat Pulau Belitung lebih besar dibandingkan di sebelah utara maupun sebelah timur Pulau Belitung (Gambar 44). -2.5 Lintang -3.5 17.25 17.75 18.25 Bujur Gambar 44. Nilai rata-rata densitas ikan demersal di perairan Belitung pada Musim Peralihan I

74 Densitas berdasarkan selang kelas kedalaman ditemukan pada selang kelas kedalaman kurang dari 29 m sebesar,67 g/m 3 dan pada selang kelas kedalaman 29,6-36,5 m memiliki densitas,44 g/m 3 (Gambar 45). 1 Nilai Rata-Rata Densitas Ikan Demersal (g/m3).5.67.44 Data tidak ada <29.5 29.6-36.5 36.6-43.5 43.6-5.5 5.6-57.5 57.6-64.5 64.6-71.5 71.6-78.5 >78.6 Gambar 45. Rata-rata densitas ikan di setiap selang kelas kedalaman pada Musim Peralihan I di perairan Belitung 5.3.4 Perairan Belitung (Musim Peralihan II-25) Survei Belitung tahun 25 bertepatan dengan Musim Peralihan II. Hasil deteksi ikan tunggal dengan menggunakan alat hidroakustik menunjukkan ikan demersal tunggal memiliki nilai target strength antara -42, hingga -59,98 db dengan rata-rata 51,53 db dan simpangan baku 4,43. Berdasarkan nilai ratarata target strength, ikan-ikan tunggal yang berukuran besar umumnya di sekitar pulau-pulau kecil yang terletak di barat Pulau Belitung. Ikan-ikan kecil menyebar di timur pantai Sumatera hingga ke tengah perairan (Gambar 46). Penghitungan jumlah ikan tunggal pada lokasi penelitian masih didominasi oleh ikan-ikan yang memiliki nilai target strength antara -6, hingga -57,1 db yaitu sebanyak 3.323 ekor, dan semakin bertambah besar ukuran nilai target strength, jumlah ikan tunggal semakin berkurang (Gambar 47). Berdasarkan selang kelas kedalaman, diperoleh informasi bahwa ikanikan yang berukuran besar nilai rata-rata target strength-nya berada di perairan dalam (64,6 78,5 m), sedangkan pada perairan dangkal nilai rata-rata target strength semakin kecil yaitu di bawah -4, db (Gambar 48).

75-2 Pangkalpinang Bangka -3 P. Liat P. Lepar Lintang -4-5 -6 J A K A R T A 16 17 Bujur Gambar 46. Penyebaran nilai rata-rata target strength di perairan Belitung pada Musim Peralihan II 4 Jumlah Ikan Tunggal (ekor) 3 2 1 3323-6, s/d -57,1 2636-57, s/d -54,1 1672-54, s/d -51,1 1173-51, s/d -48,1 82-48, s/d -45,1 418-45, s/d -42,1 Nilai Target Strength (db) Gambar 47. Jumlah ikan demersal tunggal pada setiap kisaran nilai target strength di perairan Belitung pada Musim Peralihan II Nilai Rata-rata Target Strength (db) -36-39 -42-45 -48-37.87-37.88-39.84-42.41-45.33-46.54-46.17 <29.5 29.6-36.5 36.6-43.5 43.6-5.5 5.6-57.5 57.6-64.5 64.6-71.5 71.6-78.5 >78.6 Gambar 48. Nilai rata-rata target strength ikan demersal di perairan Belitung pada Musim Peralihan II

76 Densitas ikan demersal pada Musim Peralihan II di perairan Belitung menunjukkan kisaran nilai densitas hingga 1.82 gram/m 3. Densitas rata-rata yang ditemukan adalah.5 g/m 3 dengan simpangan baku 1,52. Densitas ikan demersal di perairan Belitung menunjukkan di lokasi di sekitar Pulau Belitung sangat sedikit namun di timur Pantai Sumatera lebih banyak (Gambar 49). Lokasi yang memiliki densitas sebesar 1,82 g/m 3 hanya pada posisi 16 o 33 3 BT; 5 o 5 3 LS. -2 Pangkalpinang Bangka -3 P. Liat P. Lepar Lintang -4-5 -6 J A K A R T A 16 17 Bujur Gambar 49. Penyebaran densitas di perairan Belitung pada Musim Peralihan II Rata-rata densitas ikan paling banyak terdapat di kedalaman kurang dari 29,5 m dan semakin bertambah kedalaman jumlah densitas ikan semakin kurang (Gambar 5). 1 Nilai Rata-rata Densitas Ikan Demersal (g/m3).5.78.1252.547.154.139.2.25 <29.5 29.6-36.5 36.6-43.5 43.6-5.5 5.6-57.5 57.6-64.5 64.6-71.5 71.6-78.5 >78.6 Gambar 5. Rata-rata densitas ikan di setiap selang kelas kedalaman pada Musim Peralihan I di perairan Belitung

77 5.3.5 Perairan Kalimantan Timur (Musim Peralihan II-24) Hasil survei di perairan Kalimantan Timur meliputi perairan dangkal hingga perairan dalam. Perairan dangkal umumnya terletak di dekat pantai dan perairan dalam menjauhi pantai. Umumnya hasil deteksi akustik yang jauh dari pantai sudah tidak dapat mendeteksi dasar perairan, sehingga tidak dapat dilakukan analisis untuk mendapatkan informasi mengenai ikan-ikan yang dekat dasar perairan. Target strength yang terdeteksi di perairan Kalimantan Timur berjumlah 4.687 ekor ikan tunggal dengan nilai target strength menyebar dari 61, db hingga 34, db, dan rata-rata Target strength adalah 51,1 db dengan simpangan baku,3 db. Total ikan tunggal terbanyak ditemukan pada target strength ukuran 61, - -58,1 db yaitu 1.893 ekor ikan tunggal, diikuti oleh Target strength ukuran 58, - -55,1 db sebanyak 947 ekor ikan tunggal, dan semakin besar nilai target strength jumlah ikan tunggal yang terdeteksi semakin sedikit (Gambar 51). Jumlah Ikan Tunggal (ekor) 2 1 1893-61, s/d - 58,1 947-58, s/d - 55,1 684-55, s/d - 52,1 454-52, s/d - 49,1 35-49, s/d - 46,1 194-46, s/d - 43,1 Nilai Target Strength (db) 98 69 43-43, s/d - 4,1-4, s/d - 37, -37, s/d - 34,1 Gambar 51. Jumlah target tunggal pada setiap kisaran nilai target strength di perairan Kalimantan Timur Penyebaran nilai target strength sepanjang lintasan survei yang teramati dapat dilihat pada Gambar 52. Ikan tunggal yang memiliki rata-rata target strength yang kecil (-52, db) terdapat perairan dangkal di dekat pantai, dan daerah yang lebih dalam dan menjorok ke tengah Selat Makasar (menjauhi pantai) umumnya memiliki ikan tunggal berukuran besar yaitu dengan nilai target strength hingga -37, db. Kedalaman perairan yang terdeteksi oleh alat hidroakustik di perairan Kalimantan Timur ini sangat bervariasi yaitu mulai dari 6 hingga 1 m. Gambar

78 53 adalah penyebaran nilai Target strength untuk masing-masing kelas kedalaman. Kelas kedalaman 9 (>78,6 m) memiliki rata-rata target strength paling besar (-4,1 db) dibandingkan delapan kelas kedalaman lainnya. Nilai Target strength paling rendah (-51,72 db) ditemukan pada selang kelas kedalaman 3. Hal ini memberikan gambaran bahwa secara hidroakustik ikanikan tunggal yang berukuran besar di perairan Kalimantan Timur banyak menghuni perairan dalam dan ikan-ikan kecil menjadi penghuni perairan dangkal. Melihat grafik di bawah ini di duga bahwa berdasarkan selang kelas kedalaman ditemukan tiga kelompok ikan yang berbeda yaitu : kelompok I yang merupakan penghuni selang kelas kedalaman 1-3 yang memiliki ukuran ikan tunggal yang sama berkisar (-49,71 sampai -51,72 db), demikian juga pada selang kelas kedalaman 4 8 memiliki ukuran ikan yang sama juga (-45,97 sampai -49, db), dan kelompok terakhir adalah selang kelas kedalaman 9 yang memiliki ikan tunggal berukuran -4, db. 4 3 Lintang 2 1 117 118 119 Bujur Gambar 52. Sebaran nilai rata-rata target strength di perairan Kalimantan Timur pada Musim Peralihan II Nilai Rata-rata Target Strength -4-43 -46-49 -52-55 -49.71-5.23 <29.5 29.6-36.5-51.72 36.6-43.5-49.18 43.6-5.5-47.31 5.6-57.5-49.38 57.6-64.5-46.52 64.6-71.5-45.97 71.6-78.5-4.1 >78.6 Gambar 53. Nilai rata-rata target strength di setiap selang kelas kedalaman di perairan Kalimantan Timur pada Musim Peralihan II

79 Densitas ikan di perairan Kalimantan Timur ini berkisar sampai 8,47 gram/m 3, dengan rata-rata,45 gram/m 3 dan simpangan baku,97 dimana perhitungan densitas berdasarkan berat ikan yang mendominasi perairan yaitu jenis Leioqnathus bindus dengan berat 13,9 gram (Gambar 54). Densitas tertinggi terletak pada posisi 117 o 51 3 BT; 2 o 56 25 LU. Semakin ke tengah Selat Makasar densitas semakin rendah. Berdasarkan selang kelas kedalaman penyebaran densitas ikan demersal di perairan Kalimantan Timur sangat menonjol pada selang kelas kedalaman I (<29,5m) yaitu 4,74 g/m 3, selang kelas kedalaman lainnya memiliki densitas rendah (Gambar 55). 4 3 Lintang 2 1 117 118 119 Bujur Gambar 54. Sebaran nilai densitas di perairan Kalimantan Timur pada Musim Peralihan II Nilai Rata-rata Densitas Ikan Demersal (g/m 3 ) 5 2.5 4.74 <29.5 29.6-36.5.9.7.4.4.6.4.1.3 36.6-43.5 43.6-5.5 5.6-57.5 57.6-64.5 64.6-71.5 71.6-78.5 >78.6 Gambar 55. Nilai densitas di setiap selang kelas kedalaman di perairan Kalimantan Timur pada Musim Peralihan II

8 5.4 Estimasi Stok Ikan Demersal Hasil Sapuan Trawl 5.4.1 Perairan Laut Jawa (Musim Peralihan II-22) Total hasil sapuan area yang diperoleh dengan menggunakan alat tangkap trawl dasar (Bottom trawl) di 2 stasiun penelitian dengan kedalaman perairan yang beragam ditemukan 39 famili, dengan 91 spesies ikan demersal dan total hasil sapuan 953,81 kg. Stasiun-stasiun yang memiliki hasil sapuan terbesar yaitu Stasiun 5 merupakan stasiun yang memiliki total sapuan ikan demersal paling banyak yaitu 24,15 kg. Diikuti Stasiun 6 yang memiliki total sapuan 13,6 kg, Stasiun 14 dengan hasil sapuan 87,55 kg (Gambar 56). Berdasarkan jumlah spesies terlihat terjadi fluktuasi yang sangat besar. Stasiun dengan hasil sapuan tinggi tidak selalu diikuti dengan jumlah spesies yang tinggi pula. Di lihat dari jumlah spesies pada Stasiun 5 dan 6 memiliki spesies yang sedang yaitu 24 spesies (26,9%) dan 19 spesies (2,65%). Namun untuk Stasiun 14 memiliki jumlah spesies yang cukup tinggi yaitu 37 spesies (4,22%) dari seluruh spesies yang ada yaitu 92 spesies. Berdasarkan jumlah spesies yang mendominasi perairan, maka di perairan Laut Jawa ada 9 spesies yang memiliki jumlah tangkapan yang paling besar. Di mana Leiognathus splendens menduduki posisi teratas dengan total tangkapan 9,7 kg diikuti Nemipterus hexodon dengan total tangkapan 85,9 kg dan D.kuhli dengan 7 kg. 83 dan spesies lainnya memiliki jumlah yang sangat bervariasi antara 4,5 kg (Gambar 57). Bila dicermati penyebarannya, ternyata Leiognathus splendens ini hanya tertangkap di 3 stasiun dengan jumlah yang besar yaitu pada Stasiun 14,15 dan 18. Nemipterus hexodon hampir menyebar di seluruh stasiun yang ada (15 stasiun) namun untuk D.kuhli hanya tertangkap di 1 stasiun yaitu Stasiun 5. Hal ini cukup menarik di analisa lebih lanjut, sebab hasil sapuan besar namun tidak menyebar di seluruh perairan. Hal ini diduga bahwa Leiognathus splendens dan D.kuhli membutuhkan suatu kondisi perairan tertentu sebagai tempat hidupnya. Stasiun dimana Leiognathus splendens berada merupakan stasiun di utara Jawa dengan kedalaman berkisar 4 m, dan stasiun dimana D.kuhli berada pada perairan dangkal yaitu 24 m.

81 8. 7 8 7. Kedalaman (m) 6. 5. 4. 2 12 16 2 11 18 1 13 9 19 1 14 6 17 3. 3 4 5 2.. 5. 1. 15. 2. 25. Hasil Sapuan (kg) Gambar 56. Total sapuan ikan demersal di perairan Laut Jawa pada Musim Peralihan II (22) 4.74kg 41.23kg 41.6kg 43.12kg 47.91kg 68.7kg 9.7kg 7.kg 85.9kg Leioqnathus splendens Nemipterus hexodon D.kuhli Surida undosquamis Pentaprion longimanus Dasyiatis sp. Nemipterus marginathus Priacanthus tayenus Abalistes stellaris Gambar 57. Spesies ikan demersal yang mendominasi sapuan di Laut Jawa pada Musim Peralihan II (22) Pengamatan terhadap spesies ikan yang muncul di setiap stasiun diperoleh hasil yaitu 18 spesies yang muncul di 1 stasiun atau lebih. Saurida undosquamis merupakan spesies yang muncul pada 19 stasiun, dilanjutkan dengan Pentaprion longimanus dan Psetodes erumai yang muncul pada 17 stasiun. Saurida undosquamis meskipun tertangkap pada 19 stasiun tetapi tidak

82 memiliki jumlah tangkapan paling banyak. Spesies lainnya sangat bervariasi dari 1 stasiun sampai 15 stasiun. Tabel 12 adalah frekuensi kemunculan spesies di 2 stasiun yang ada. Tabel 12. Frekuensi kemunculan spesies pada Musim Peralihan II di Laut Jawa Nama Spesies Jumlah Frekuensi Kemunculan Nama Spesies Jumlah Frekuensi Kemunculan Saurida undosquamis 19 Nemipterus marginathus 13 Pentaprion longimanus 17 Saurida micropectoralis 12 Psetodes erumai 17 Abalistes stellaris 11 Nemipterus japonicus 15 Nemipterus japonicus 11 Ephinephellus sp. 15 Nemiptorus nematophorus 1 Leiognathus bindus 14 Nemipterus mesoprion 1 Saurida longimanus 14 Dasyiatis sp. 1 Priacanthus macracanthus 14 Pseudorhombus sp 1 Priacanthus tayenus 14 Upenus sulphureus 1 Kedalaman perairan dimana trawl dioperasikan berkisar 23, m hingga 74,4 m. Namun bila diklasifikasikan berdasarkan selang kelas kedalaman di seluruh perairan maka dapat dilihat jumlah rata-rata hasil sapuan ikan pada setiap selang kelas kedalaman (Gambar 58). 2 Rata-rata Densitas Ikan Demersal (g/m 3 ) 1 1.13.89 <29.5 29.6-36.5.46 36.6-43.5.39 43.6-5.5.28 5.6-57.5.39 57.6-64.5 data tidak ada 64.6-71.5.36 71.6-78.5 data tidak ada >78.6 Gambar 58. Rata-rata densitas ikan demersal di setiap selang kelas kedalaman Pada selang kelas kedalaman 1 yaitu < 29,5 m memiliki rata-rata densitas ikan demersal paling tinggi yaitu 1,13 g/m 3, diikuti selang kelas kedalaman 2 yaitu,89 g/m 3. Pada selang kelas 7 dan 9 tidak ada data sehingga kosong.

83 Gambar 59 menggambarkan jumlah rata-rata spesies ikan demersal pada setiap selang kelas kedalaman. Dimana pada selang kelas kedalaman 2 memiliki jumlah rata-rata spesies ikan tertinggi yaitu 3 spesies disusul selang kelas kedalaman 6 yang berjumlah 27 spesies. Jumlah rata-rata famili juga beragaman, stasiun 2 memiliki jumlah rata-rata famili paling besar yaitu 17 famili (Gambar 6). 4 Rerata Jumlah Spesies 3 2 1 18.75 3. <29.5 29.6-36.5 26. 25.5 36.6-43.5 43.6-5.5 18.33 5.6-57.5 27. 57.6-64.5 data tidak ada 64.6-71.5 15.5 71.6-78.5 data tidak ada 78.6-85.5 Gambar 59. Rata-rata jumlah spesies di setiap selang kelas kedalaman Rerata Jumlah Famili 2 1 12.75 17. <29.5 29.6-36.5 15.33 36.6-43.5 14. 43.6-5.5 11.67 5.6-57.5 15.67 57.6-64.5 data tidak ada. 64.6-71.5 1.5 71.6-78.5 data tidak ada. 78.6-85.5 Gambar 6. Rata-rata jumlah famili di setiap selang kelas kedalaman Hasil pengamatan terhadap spesies yang dominan pada setiap selang kelas kedalaman terlihat sangat beragam, seperti yang terlihat pada Tabel 13 di bawah ini. Terdapat 5 spesies yang dominan yaitu Nemipterus hexodon, Leiognathus splendens, Nemipterus japonicus, Nemiptorus nematophorus dan Priacanthus tayenus.

84 Tabel 13. Spesies yang dominan di setiap selang kelas kedalaman Spesies dominan 1 Nemipterus hexodon 2 Leiognathus splendens 3 Leiognathus splendens 4 Nemipterus japonicus 5 Nemiptorus nematophorus 6 Nemipterus japonicus 7-8 Priacanthus tayenus 9 - Keterangan : (-) = tidak ada data 5.4.2 Perairan Laut Jawa (Musim Barat-25) Hasil survei di perairan Laut Jawa pada bulan Desember 25 di 31 stasiun sapuan area, diperoleh total tangkapan sebanyak 1.383,28 kg, yang terdiri 46 famili dan 99 spesies. Spesies yang dominan adalah pepetek (Leiognathus splendens) sebanyak 349,53 kg (25,27%) dan spesies ini hanya ditemukan pada 19 stasiun. Total sapuan terbanyak ditemukan di Stasiun 9 yaitu sebanyak 257,44 kg dan terendah adalah Stasiun 27 sebanyak 2,38 kg. Stasiun 6 adalah stasiun yang tidak diperoleh tangkapan (Gambar 61). Banyaknya spesies yang tertangkap untuk setiap stasiun sangat bervariasi. Stasiun 14 dan 16 merupakan stasiun dengan jumlah spesies terbanyak yaitu 5 spesies, Stasiun 24 dan 27 merupakan stasiun terendah dalam jumlah spesies yaitu 15 spesies. Berdasarkan total sapuan ikan demersal untuk setiap spesiesnya, diperoleh hasil terbanyak yaitu Leiognathus splendens (349,53 kg) diurutan pertama disusul Upeneus sulphureus (99,63 kg) dan Nemipterus japonicus (75,77kg) pada urutan dua dan tiga (Gambar 62). Pengamatan terhadap 31 stasiun sapuan trawl, diperoleh data bahwa terdapat 19 spesies yang memiliki frekuensi kemunculan lebih dari 2 kali antara lain spesies Upeneus sulphureus yang ditemukan pada 29 stasiun dan Saurida longimanus, dan Leiognathus bindus ditemukan pada 28 stasiun. Informasi lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 14 di bawah ini.

85 5. 25 21 18 22 2 23 11 19 12 2 Kedalaman (m) 45. 17 1 27 26 29 4 16 3 13 1 9 4. 8 5 3 7 15 31 14 35. 6. 5. 1. 15. 2. 25. 3. Hasil Sapuan (kg) Gambar 61. Total sapuan ikan demersal di perairan Jawa Musim Barat 25 48,94 kg 5,9 kg 51,89 kg 53,19 kg 42,2 kg 349.53 kg Leiognathus splendens Upeneus sulphureus Nemipterus japonicus Leiognathus dacorus Saurida longimanus Saurida micropectoralis Pentaprion longimanus Dasyiatis sp. Saurida undusquamis 65,59 kg 75,77 kg 99,63 kg Gambar 62. Spesies ikan demersal yang mendominasi hasil sapuan di perairan Laut Jawa pada Musim Barat 25

86 Tabel 14. Frekuensi kemunculan spesies pada Musim Barat di Laut Jawa Spesies Ikan Demersal Frekuensi kemunculan Upeneus sulphureus 29 Leiognathus bindus 28 Saurida longimanus 28 Nemipterus japonicus 27 Pentaprion longimanus 25 Saurida undusquamis 24 Siganus canaliculatus 23 Diodon sp 23 Leiognathus equulus 22 Priacanthus tayenus 22 Nemipterus hexodon 21 Priacanthus macracanthus 21 Uranuscopis sp. 21 Nemipterus nemurus 2 Psettodes erumei 2 Saurida micropectoralis 2 Berdasarkan pembagian kelas kedalaman hanya ditemukan empat kelas yang memiliki hasil sapuan yaitu selang kelas kedalaman 1 sampai 4, sedangkan selang kelas kedalaman 5-9 tidak ditemukan. Selang kelas kedalaman 3 (36,6 43,5 m) memiliki rata-rata densitas ikan demersal tertinggi yaitu 8,71 g/m 3 disusul selang kelas kedalaman 4 (43,6-5,5 m) dengan rata-rata hasil sapuan sebanyak 5,84 g/m 3 menduduki urutan ke dua (Gambar 63). Rata-rata Densitas Ikan Demersal (g/m 3 ) 1 5 1.9.41 <29.5 29.6-36.5 8.71 36.6-43.5 5.84 43.6-5.5 5.6-57.5 data tidak ada 57.6-64.5 64.6-71.5 71.6-78.5 >78.6 Gambar 63. Rata-rata densitas ikan demersal di setiap selang kelas kedalaman Berdasarkan jumlah spesies pada setiap selang kelas kedalaman menunjukkan bahwa selang kelas kedalaman ke 4 memiliki jumlah spesies yang tertangkap paling banyak yaitu 93 spesies disusul selang kelas kedalaman 3