berikutnya, Silu menengok ke kiri dan daerah Selatan, maka daerah itupun panen. Sedangkan ketiga gunung tersebut hingga kini masih ada berada di sepanjang sungai dimana Silu menaiki perahunya menuju laut. BAB IV KONSEP VISUAL DAN KONSEP KOMUNIKASI 4.1 Pembabakan cerita Panel 1 Panel 2 Panel 3 Panel 4 : Perkenalan lima orang bersaudara, yaitu Ayus, Sentang, Songo, Setu, dan Silu : Silu meminta Ayus menjaga kéncéng dan Ayus tidak boleh membuka kéncéngnya, Ayus menyanggupinya : Ayus menunggu lama : Ayus penasaran dan membuka kéncéng dan terkejut melihat isinya yang hanya setangkai padi 38
Panel 5 Panel 6 Panel 7 Panel 8 Panel 9 Panel 10 Panel 11 : Silu kembali dan kecewa melihat isi kéncéng yang masih berupa setangkai padi, tahulah Silu bahwa Ayus telah melanggar janjinya : Silu bersikeras pergi menghilir karena janjinya dilanggar : Kakak-kakaknya memohon agar Silu tidak pergi : Kakak-kakaknya memberikan rintangan batu pertama, Silu berhasil lolos : Kakak-kakaknya memberikan rintangan batu kedua, Silu berhasil lolos lagi : Kakak-kakaknya memberikan rintangan batu ketiga, Silu berhasil lolos lagi : Akhirnya Silu dibiarkan pergi menghilir Panel 12 : Silu kemudian menikah dengan Penguasa Laut Sangkulirang Panel 13 Panel 14 : Silu muncul dan menengok ke kiri, daerah Selatan panen : Silu muncul dan menengok ke kanan, daerah Utara panen 4.2 Konsep Visual Secara umum, buku ilustrasi ini berbentuk portrait dengan ukuran 200 mm x 282 mm. Visualisasinya menggunakan gaya gambar anak-anak, seperti pada tokoh Ayus dan Silu di bawah ini. Gambar tokoh-tokoh pada folklor ini dibuat sesederhana mungkin agar sebagian besar informasi-informasi visual yang penting tertangkap/tercerna mata anak-anak tanpa mengesampingkan citra budaya Dayak. 39
Gambar 4.1 Tokoh Ayus dan Silu Setiap halaman memiliki dekorasi ukiran Dayak di bagian atas dan bawahnya. Sedangkan ceritanya sendiri diletakkan di tengah halaman. Dekorasi ini bertujuan untuk mempertahankan suasana Dayak dari sejak awal sampai akhir cerita. Warna-warna yang digunakan merupakan warna-warna khas Dayak seperti hitam, putih, hijau, dan oranye. Gambar 4.2 Dekorasi Ukiran Dayak Tekstur dan bayangan digunakan pada tiap karakter dan ornamen-ormamen lainnyaagar tercipta kesan ruang dari gambar dua dimensi tersebut. Selain untuk estetika, tekstur dan bayangan juga membantu memudahkan mengidentifikasi gambar. Visualisasi ornamen karakter dan benda-benda lainnya dibuat semirip mungkin dengan ulir-ulir pada ukiran Dayak walaupun karakternya sendiri lebih terlihat kartun agar tidak kaku seperti bentuk manusia dalam ukiran Dayak. 40
(a) (b) Gambar 4.3 Benda-benda Pelengkap (a) Api (b) Pohon Gambar 4.4 Contoh Ornamen Pelengkap Karakter 4.2.1 Karakter dan Kostum Setiap tokoh dalam cerita ini memiliki kostum yang memperlihatkan detail dari ulir-ulir Dayak. Kostum setiap tokoh berbeda agar memudahkan pembacanya. Silu, sebagai tokoh utama dalam cerita ini mengenakan pakaian adat Dayak yang biasa digunakan untuk menari. Pakaian ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian atas dan rok. Silu juga mengenakan topi yang biasa dipakai ketika menari. 41
Gambar 4.5 Silu Ayus sebagai anak tertua juga sekaligus pemimpin menggunakan celana pendek dengan ulir-ulir Dayak. Ayus mengenakan topi yang dihiasi dengan bulu-bulu burung enggang yang menyatakan bahwa Ayus adalah pemimpin dari adik-adiknya. Gambar 4.6 Ayus Ketiga saudara yang lain, yaitu Sentang, Songo, dan Setu mengenakan kostum yang relatif mirip, hanya berbeda warna di topinya 42
saja. Hal ini dilakukan sebab ketiga tokoh tersebut tidak terlalu menonjol, namun tetap menjadi bagian penting dari cerita. Gambar 4.7 Sentang (merah), Songo (biru), dan Setu (hijau) Penguasa Laut Sangkulirang merupakan seseorang yang memiliki kekuatan. Gunung Batu Aji merupakan batas dari wilayah Dayak dengan Kutai, sehingga Penguasa Laut Sangkulirang tidak mengenakan topi dengan bulu-bulu burung enggang untuk menunjukkan kepemimpinan, melainkan dengan mahkota yang terbuat dari emas dengan ukiran di dalamnya. 43
Gambar 4.8 Penguasa Laut Sangkulirang 4.2.2 Tipografi Buku cerita ini tidak menempatkan teks di dalam gambar, tetapi terpisah dari gambar. Teks berupa panduan membaca gambar, moral cerita, dan tips membaca disimpan di akhir halaman. Jenis huruf yang diambil yaitu Euphorigenic dan Arno Pro Caption. Font Euphorigenic digunakan untuk judul, sedangkan Arno Pro Caption untuk body copy. Font Euphorigenic diambil sebab memiliki karakter yang cukup tradisional dengan huruf yang langsing dan berulir di ujung ekor atau terminalnya. Selain itu, ketipis-tebalan stroke-nya cukup kontras. 44
Gambar 4.9 Font Euphorigenic Sedangkan font Arno Pro Caption diambil karena font tersebut termasuk ke dalam kategori font old-style. Ketipis-tebalan huruf cukup terasa dan penggunaan serif memudahkan mata mengikuti alur teks. Gambar 4.10 Font Arno Pro Caption 45
4.3 Konsep Komunikasi Buku ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama yaitu bagian yang diperuntukkan bagi anak dan bagian kedua untuk si penutur. Bagian pertama hanya berupa gambar-gambar dengan urutan kejadian dengan konsep Ruang-Waktu-Datar (RWD). Konsep RWD ini dipilih agar anak bebas mengimajinasikan gambar-gambar ada pada bagian pertama buku ini. Buku ini dibuat dengan konsep akordeon, yaitu buku dengan halaman panjang yang tidak terputus. Konsep buku akordeon ini digunakan agar anak-anak lebih tertarik dengan bentuk buku yang lain dari biasanya. Lagipula, penggunaan buku akordeon ini memudahkan bagi penutur sebab gambar yang tidak terputus akan lebih membantu pembaca (anak-anak) dalam memahami cerita. Gambar 4.11 Buku Akordeon Setiap halaman bergambar dari buku ini tidak dilengkapi dengan teks, sebab tujuan dari buku ini dibuat adalah untuk menginformasikan kepada anak-anak di Sengatta tentang legenda di lingkungan sekitarnya dengan mempertahankan budaya tutur (mendongeng). Teks diberikan dalam bentuk poin-poin yang bisa diimprovisasi sesuai dengan keinginan penutur. Budaya tutur sendiri diangkat dalam tugas akhir ini sebab budaya tutur sudah mulai menghilang dari kehidupan kita. Anak-anak dan pembaca dewasa terbiasa membaca tulisan. Dalam buku ini, pembaca 46
dewasa (penutur) dituntut untuk lebih aktif dalam mendongengkan cerita sehingga terjalin komunikasi antara penutur dengan anak-anak. Sedangkan pada bagian kedua buku ini berisi tulisan yang dapat menjadi panduan bagi si penutur dalam bercerita kepada si anak. Selain itu, metode ini juga dipilih agar terciptanya komunikasi aktif antara penutur dan si anak. Dari komunikasi aktif diharapkan terjalin ikatan emosional yang dapat memudahkan penutur memahami si anak. Gambar 4.12 Panduan Bagi Orang Tua dan Guru 4.4 Urutan Penggambaran Urutan menggambar buku akordeon ini diperlukan sebuah cara menggambar yang memungkinkan mata menyapu gambar dengan enak. Pertama-tama bidang gambar dibagi menjadi tujuh bagian sama lebar. Tujuh bagian ini merupakan hasil dari jumlah pembabakan cerita yang kemudian dibagai dua karena buku dapat digunakan bagian depan dan belakangnya (bolak-balik). 47
Gambar 4.13 Membagi Bidang Menjadi Beberapa Bagian Kemudian adegan paling awal disimpan di bagian paling kiri dari bidang. Lalu gambar berikutnya disimpan di sebelah kanannya. Gambar berikutnya selalu disimpan di sebelah kanan gambar sehingga mata menyapu gambar dari kiri ke kanan. Gambar 4.14 Cara Menggambar Dari cara menggambar di atas, mata kita diarahkan untuk selalu bergerak dari kiri ke kanan. Bagian kiri adalah masa lalu dan semakin ke kanan waktunya semakin maju. 48
4.5 Klasifikasi Cerita Cerita rakyat ini memiliki klasifikasi cerita tersendiri. Dari satu cerita yang ada, terdapat beberapa tema cerita. Mulai dari hubungan persaudaraan, moral, hingga asal-usul sebuah tempat. Klasifikasi mengenai cerita ini dapat dilihat di tabel berikut: Jenis Cerita Tema Cerita Dongeng Manusia sakti Persaudaraan Kepercayaan Pelanggaran sebuah janji Perbatasan wilayah Dayak dan Kutai Asal-usul sebuah wilayah Tabel 4.1 Tabel Klasifikasi Jenis Cerita Selain klasifikasi cerita, terdapat juga klasifikasi mengenai cara gambar gambar pada bidang. Setiap gambar memiliki ciri khas tersendiri yang memudahkan pembaca mengidentifikasi karakter atau benda. Gambar bersifat representatif, artinya setiap gambar mewakili aslinya sehingga ia bisa dikenali oleh pembaca. Isi Wimba Cara Wimba Tata Ungkapan Dalam Menyatakan Gerak Manusia Stilasi Ekspresif Aneka tampak Naturalis Stilasi Ciri gerak Imaji jamak Pohon Stilasi Naturalis Stilasi 49
Distorsi Perahu Stilasi Distorsi Aneka tampak Imaji jamak Kéncéng Stilasi Aneka tampak Api unggun Stilasi Aneka tampak Garis-garis ekspresif Air Garis Stilasi Aneka tampak Garis-garis ekspresif Gunung Stilasi Tabel 4.2 Tabel Klasifikasi Cara Gambar 4.6 Hasil Karya 50
Gambar 4.15 Halaman 1 51
Gambar 4.16 Halaman 2 4.7 Estimasi Biaya Bagian Ukuran Ukuran Harga Jumlah Total Buku Kertas Cover 420x280 420x297 Rp 2.000 1 Rp 2.000 Cover dalam 200x280 297x210 Rp 1.000 2 Rp 2.000 Isi buku 200x280 420x297 Rp 2.000 7 Rp 2.000 52
Kotak map 200x272 420x297 Rp 2.000 1 Rp 2.000 Karton 2mm 1400x280 800x600 Rp 3.500 1 Rp 3.500 Jilid Rp 15.000 1 Rp 15.000 TOTAL BIAYA Rp 26.500 Tabel 4.3 Estimasi Biaya Produksi 53