Gambar Scan gel SDS PAGE protein sel galur HSC-3

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN

PERAN ISOFORM TAp73 DAN STATUS GEN p53 TERHADAP AKTIFITAS htert PADA KARSINOMA SEL SKUAMOSA RISBIN IPTEKDOK 2007

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat

BAB 5 HASIL PENELITIAN

HASIL. Tabel 1 Perbandingan berat abomasum, fundus, dan mukosa fundus dari domba di atas dan di bawah satu tahun

BAB 5 HASIL PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB V KESIMPULAN, SARAN & RINGKASAN

BAB I PENDAHULUAN. Endometriosis adalah kelainan ginekologi dengan karakteristik. adanya implantasi jaringan endometrium di lokasi ektopik, misal:

III. METODOLOGI PENELITIAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. pembedahan, radioterapi dan sitostatika. Pembedahan dan radioterapi

BAB 1 PENDAHULUAN. mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis,

UNIVERSITAS INDONESIA EFEK KITOSAN TERHADAP VIABILITAS KULTUR GALUR SEL HSC-4 DAN A549 SECARA IN VITRO SKRIPSI

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keparahannya berbanding lurus dengan dosis dan memiliki ambang batas. Jika

BAB 5 HASIL PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada umumnya berkaitan dengan kebersihan gigi dan mulut. Faktor penyebab dari

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering

4 Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel

BAB V HASIL. Studi ini melibatkan 46 sampel yang terbagi dalam dua kelompok, kelompok

LAPORAN PRAKTIKUM ISOLASI DNA, ISOLASI PROTEIN DARAH, PCR, DAN ELEKTROFORESIS AGAROSE DAN SDS PAGE

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma sel skuamosa di laring (KSSL) menempati. urutan kedua dariseluruhkarsinomadi saluran

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia BAB 5 PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyebab yang kompleks. Angka kejadian KNF tidak sering ditemukan di dunia barat

ANALISIS PROFIL PROTEIN EKSTRAK BIJI MIMBA (Azadirachta indica A. Juzz) DENGAN PEMANASAN BASAH SEBELUM EKSTRAKSI MELALUI METODE SDS-PAGE

LAPORAN PRAKTIKUM ISOLASI DNA, ISOLASI PROTEIN DARAH, PCR, DAN ELEKTROFORESIS AGAROSE DAN SDS PAGE

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

ANALISIS PROTEIN DARAH KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DI WILAYAH MALANG DAN BANGKALAN SEBAGAI STUDI AWAL PENINGKATAN MUTU GENETIK

4 Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Kanker payudara merupakan salah satu keganasan. yang paling sering terjadi pada wanita.

PROTEIN IMUNOGENIK PENYUSUN KELENJAR SALIVA VEKTOR DEMAM BERDARAH DENGUE Aedes aegypti L. SKRIPSI. Oleh Rofiatul Laila NIM

I. PENDAHULUAN. dengan insiden dan mortalitas yang tinggi (Carlos et al., 2014). Sampai saat ini telah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II DASAR TEORI. 2.1 DNA (Deoxy-Ribonucleic Acid)

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

I. PENDAHULUAN. wanita di dunia. Berdasarkan data dari WHO/ICOInformation Centre on. jumlah kasus sebanyak kasus dan jumlah kematian sebanyak

HEMANGIOMA KAVERNOSA PADA BIBIR DAN MUKOSA BUKAL PASIEN BERUSIA 40 TAHUN (LAPORAN KASUS)

Fraksinasi merupakan langkah awal untuk melakukan proses purifikasi. Prinsip fraksinasi menggunakan liquid IEF BioRad Rotofor yakni memisahkan enzim

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. I.A Latar Belakang. Kanker paru merupakan penyebab tertinggi kematian. akibat kanker di dunia, baik negara-negara maju maupun

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis

BAB I PENDAHULUAN. kita. Salah satu komplikasi awal dari fraktur yang terjadi pada tulang adalah nyeri. Nyeri ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik.

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

BAB I PENDAHULUAN. ganas hidung dan sinus paranasal (18 %), laring (16%), dan tumor ganas. rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah.

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. infeksi dan juga merupakan patogen utama pada manusia. Bakteri S. aureus juga

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya

Lampiran 1. Pembuatan Larutan Buffer untuk Dialisa Larutan buffer yang digunakan pada proses dialisa adalah larutan buffer Asetat 10 mm ph 5,4 dan

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi Gigi Tiruan Sebagian Lepasan. satu atau lebih gigi asli, tetapi tidak seluruh gigi asli dan atau struktur

I. PENGANTAR. A. Latar Belakang Permasalahan. sinar X dalam bidang medis, yang dalam pelaksanaannya berkaitan dengan

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratotik.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Nitric oxide (NO) adalah molekul radikal yang sangat reaktif, memainkan

Tehnik yang digunakan untuk mengetahui posisi DNA-binding protein terikat pada molekul DNA. K32-PIT-01. Disusun oleh: Lutfi Hadi Gunawan B1J006189

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan rongga mulut yang sering ditemukan pada masyarakat adalah kasus

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pola Pita DNA Monomorfis Beberapa Tanaman dari Klon yang Sama

BAB 2 TUMOR. semua jaringan tubuh manusia pada berbagai keadaan sel untuk berkembang biak.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawatan orthodonti cekat pada periode gigi bercampur bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari. 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi

BAB I PENDAHULUAN. penyebab intrakorpuskuler (Abdoerrachman et al., 2007). dibutuhkan untuk fungsi hemoglobin yang normal. Pada Thalassemia α terjadi

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii I. Pendahuluan...1 II. Tinjauan Pustaka...4 III. Kesimpulan...10 DAFTAR PUSTAKA...

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Era globalisasi yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia pada saat ini

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom

ABSTRAK. Kata kunci : karsinoma sel skuamosa, rongga mulut, prevalensi.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Peluang Asal Protein yang Ada di Dalam Inti Sel

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup Embrio dan Derajat Penetasan Berdasarkan hasil pengamatan terhadap derajat kelangsungan hidup

Transkripsi:

34 BAB 5 HASIL PENELITIAN Sampel yang digunakan dalam penelitian ini, berupa sel galur karsinoma sel skuamosa rongga mulut tipe HSC-3 dan HSC-4 serta jaringan mukosa mulut normal. Penelitian diawali dengan pengumpulan sampel mukosa mulut normal berupa gingiva normal yang terbuang dari pasien yang menjalani tindakan odontektomi di Klinik Bedah Mulut RSGM-P FKG UI dan mengkultur sel galur KSSRM HSC-3 dan HSC-4. Sampel yang dipakai didasarkan pada nilai normal yang didapat dari hasil Bradford Protein Assay..Protein dengan nilai kuantitas yang tidak masuk kategori normal dalam Bradford protein assay tidak disertakan dalam tahap SDS PAGE. Sampel yang sudah dimasukkan ke gel SDS PAGE dilarikan pada 100 V pada 30 menit kemudian dilanjutkan dengan tegangan 200 V. Gel yang didapatkan memiliki standar protein 188 KDa-14 KDa. Protein p73 terletak di antara protein standar dengan berat molekul 70-80 KDa. Penentuan berat molekul dari profil protein pada gel SDS PAGE dilihat lebih spesifik menggunakan Gel Doc 2000, program BioRad Quantity One (tabel 5.1). 5.1 Profil protein p73 pada Sel Galur HSC-3 Gambar 5.1.1 Scan gel SDS PAGE protein sel galur HSC-3. Fakultas Kedokteran Gigi

35 Keterangan: dari kiri ke kanan lajur 1- lajur 8 Lajur 1 = Standar Protein SeeBlue Plus2 (Invitrogen) Lajur 2-8 = HSC-3* *Lajur 2 dan 3 serta Lajur 7 dan 8 merupakan 1 sampel protein yang terbagi menjadi dua saat proses memasukkan sampel protein ke stacking gel, sehingga masing-masing konsentrasi pada lajur tersebut menjadi setengah dari yang seharusnya. Protein p73 (70-80 KDa) Gambar 5.1.2. Berat Molekul dari Tiap Pita Protein HSC-3 (BioRad Quantity One) Pada lajur ke 3, 4, 5, 6, 7 dan 8 (HSC-3), nampak jelas bahwa protein p73 diekspresikan dengan intensitas yang cukup tinggi, atau memiliki pita yang tebal hingga dapat dilihat secara kasat mata. Pada lajur ke 2, protein p73 diidentifikasi memiliki berat molekul 75, 67 oleh Quantity One. Tidak seperti pita protein p73 pada lajur lain, pita protein p73 tersebut memiliki intensitas yang kurang. Kemungkinan besar hal ini dipengaruhi oleh posisi lajur ke dua yang lebih rendah daripada lajur lainnya. Fakultas Kedokteran Gigi

36 5.2 Profil Protein p73 pada Sel Galur HSC-4 dan mukosa normal Gambar 5.2.1 scan gel SDS PAGE protein sel galur HSC-4 dan gingiva normal Keterangan:dari kiri ke kanan lajur 1- lajur 8 Lajur 1 = Standar Protein SeeBlue Plus2 (Invitrogen) Lajur 2-5 = HSC-4 Lajur 6-8 = sampel gingiva no 21, 25 dan 27 Protein p73 (70-80 KDa) Gambar 5.2.2. Berat Molekul Dari Tiap Pita Protein HSC-4 dan Mukosa Normal (Biorad Quantity One) Fakultas Kedokteran Gigi

37 Pada lajur ke 2, 3, 4, dan 5 (HSC-4) nampak bahwa ekspresi protein p73 relatif rendah pada HSC-4 dikarenakan pita protein yang ada relatif tipis. Pada lajur ke 6, 7, dan 8 (gingiva no.21, 25 dan 27), protein p73 terletak pada pita ke 2 dari standar protein 98 KDa dan memiliki level ekspresi yang cukup tinggi dibandingkan dengan HSC-4 ditinjau dari ketebalan pita proteinnya. 5.3 Profil Protein p73 pada Mukosa Normal Gambar 5.3.1. Scan Gel SDS PAGE Protein Gingiva Normal Keterangan: dari kiri ke kanan lajur 1- lajur 8 Lajur 1 = Standar Protein SeeBlue Plus2 (Invitrogen) Lajur 2-8 = sampel gingiva no 2, 3, 4, 5, 8, 9, 10 Protein p73 (70-80 KDa) Gambar 5.3.2. Berat Molekul daritiappita Protein Mukosa Normal(BioRad Quantity One) Fakultas Kedokteran Gigi

38 Pada lajur ke 3 (gingiva no.3), protein p73 tidak terlihat secara kasat mata, namun terdeteksi oleh Quantity One dengan berat molekul 74,08 KDa. Protein p73 tidak terdeteksi pada lajur ke 5 (gingiva no.5). Pita protein p73 menunjukkan intensitas ketebalan yang tinggi pada lajur ke 6 (gingiva no. 8), sementara pada Pada lajur ke 2, 4, 7, dan 8 (gingiva no.2, 4, 9, dan 10) pita protein p73 menunjukkan ketebalan yang sedang Sedangkan pada lajur ke 5 ketebalan pita protein p73 tidak mencukupi untuk dilihat secara kasat mata. 5.4 Profil Protein p73 pada Mukosa Normal Gambar 5.4.1 Scan Gel SDS PAGE Protein Mukosa Normal Keterangan: dari kiri ke kanan lajur 1- lajur 8 Lajur 1 = Standar Protein SeeBlue Plus2 (Invitrogen) Lajur 2-8 = sampel gingiva no 11, 12, 16, 17, 18, 19, 20 Fakultas Kedokteran Gigi

39 Protein p73 (70-80 KDa) 5.4.2. Berat Molekul dari Tiap Pita Protein Gingiva (Biorad Quantity One) Pada lajur ke 2, 4, 5, 6, dan 7 (gingiva no.11, 17,18,19) protein p73 terllihat sebagai pita yang tebal. Sementara, tidak terlihat protein p73 pada lajur ke 3 dan 8 (gingiva no.12 dan 20). Berdasarkan ketebalan pita protein p73 secara kasat mata, nampak bahwa protein p73 pada sampel gingiva ini diekspresikan dalam level yang cukup tinggi. Fakultas Kedokteran Gigi

40 Tabel 5.1 Nilai Protein P73 dari Masing-Masing Sampel Protein Lajur pada SDS PAGE Berat Molekul protein p73 Tingkat Ekspresi Protein p73** nilai Tebal No Keberadaan Sampel Protein p73 (KDa)* 1 2 + 75.665 3 HSC-3 + 72.614 2 4 HSC-3 + 72.07 Tebal 3 5 HSC-3 + 77.069 Tebal 4 6 HSC-3 + 78.103 Tebal 5 7 + 78.242 8 HSC-3 + 77.633 Tebal 6 2 HSC-4 + 71.686 Sedang 7 3 HSC-4 + 70.103 Tidak terlihat 8 4 HSC-4 + 70.103 sedang 9 5 HSC-4 - - - 10 2 GGV 2 + 72.222 Sedang 11 3 GGV 3 + 74.083 Tidak terlihat 12 4 GGV 4 + 79.957 Sedang 13 5 GGV 5 - - - 14 6 GGV 8 + 75.031 Tebal 15 7 GGV 9 + 76.964 Sedang 16 8 GGV 10 + 73.146 Sedang 17 2 GGV 11 + 79.957 Tebal 18 3 GGV 12 - - - 19 4 GGV 16 + 74.083 Tebal 20 5 GGV 17 + 77.949 Tebal 21 6 GGV 18 + 74.083 Tebal 22 7 GGV 19 + 74.083 Tebal 23 8 GGV 20 - - - 24 6 GGV 21 + 77.515 Sedang 25 7 GGV 25 + 74.129 Tebal 26 8 GGV 27 + 74.961 Tebal * berat molekul yang terdeteksi oleh Gel Doc 2000 ** tingkat ekspresi ditentukan berdasarkan ketebalan pita protein yang terlihat secara kasat mata. Profil protein p73 pada HSC-3: Berdasarkan ketebalan pita protein, seluruh protein p73 pada HSC-3 diekspresikan dengan cukup tinggi. Terlihat pita protein tebal pada daerah 70-80 KDa. Fakultas Kedokteran Gigi

41 Profil protein p73 pada HSC-4: Berdasarkan ketebalan pita protein, protein p73 diekspresikan relatif rendah pada HSC-4, sesuai dengan pita protein yang terlihat kurang tebal (sedang). Adanya variasi pada hasil visualisasi gel dengan Gel Doc kemungkinan disebabkan oleh posisi sampel pada lajur SDS PAGE, sehingga variasi tersebut tidak berarti karena sampel yang digunakan berasal dari sel galur yang sama. Profil protein p73 pada Jaringan Mukosa Normal (n=17): Terdapat variasi berdasarkan ketebalan pita protein yang terlihat, yakni n pita protein tebal= 8; n pita protein sedang =5; n pita protein terdeteksi Gel Doc 2000, namun tidak terlihat: 1; n pita protein tidak terlihat dan tidak terdeteksi: 3 Fakultas Kedokteran Gigi

42 BAB 6 PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil protein p73 pada sel galur karsinoma sel skuamosa rongga mulut HSC-3 dan HSC-4 serta mukosa normal.menurut literatur, setiap protein dan isoform dari p73 diekspresikan pada level yang berbeda tergantung pada jenis jaringan dan tahap perkembangannya 11, ekspresi p73 pada kanker sangat bervariasi dan beberapa sel galur dan sel tumor primer mengekspresikan p73 pada level yang mudah dideteksi. (Stiewie dan Putzer, tidak dipublikasikan) [31]. Gen p73 juga diekspresikan pada seluruh jaringan normal, meskipun pada level yang sangat rendah 11. Berdasarkan data yang diperoleh, protein p73 terdeteksi pada seluruh sel galur HSC-3 dan sel galur HSC-4 Selain itu, Protein p73 juga terdeteksi pada sebagian besar jaringan mukosa normal yang diamati (14/17). Intensitas protein p73 yang diekspresikan pada sampel ditentukan berdasarkan ketebalan pita protein pada daerah dengan berat molekul antara 70-80 KDa yang nampak pada gel SDS PAGE. Pada sel galur HSC-3, kebanyakan pita protein p73 nampak jelas sebagai garis tebal di daerah standar protein 70-80 KDa. Sementara pada sel galur HSC-4, pita protein yang menunjukkan keberadaan protein p73 terlihat sebagai garis dengan ketebalan sedang pada daerah standar protein 70-80 KDa. Dengan demikian, ekspresi protein p73 tampak lebih rendah pada HSC- 4 dinilai dari ketebalan pita protein p73 pada gel SDS PAGE. Pada sampel protein jaringan mukosa normal berupa gingiva (n=17), ekspresi protein p73 menunjukkan adanya variasi berdasarkan ketebalan pita yang nampak. Delapan buah sampel gingiva normal menunjukkan pita protein p73 yang tebal, lima buah menunjukkan ketebalan yang cukup, satu sampel dengan protein p73 tak terdeteksi secara kasat mata namun mampu dideteksi oleh Gel Doc 2000, Quantity One. Dari seluruh sampel gingiva yang diperiksa (n=17) hanya 3 buah sampel yang tidak memiliki protein p73 baik secara kasat mata maupun dengan Gel Doc 2000. Fakultas Kedokteran Gigi

43 Ekpsresi protein menunjukkan aktivitas gen yang aktif. Hasil pengamatan melalui SDS PAGE menunjukkan ekspresi protein p73 yang lebih tinggi pada HSC-3 dibandingkan dengan HSC-4. Kemungkinan hal ini berkaitan dengan teori bahwa protein p53 pada HSC-3 berada pada level yang sangat rendah sehingga protein p73 yang memiliki sifat proapoptosis pada isoform TAp73 dapat lebih terekspresikan. Sementara pada HSC-4, protein p53 diketahui diekspresikan pada level yang cukup tinggi sehingga p73 yang juga memiliki sifat tumor suppresor tidak begitu terekpresikan. Hal ini juga sejalan dengan teori bahwa HSC-4 memiliki polimorfisme nukleotida tunggal pada kodon 72(R) yang mengkode arginine sehingga mutan p53 berikatan lebih kuat dengan p73 dan menginaktivasinya. (24) Namun, berdasarkan hasil tersebut, perlu dipertimbangkan juga mengenai kompleksitas dari gen p73 yang memiliki beberapa isoform protein melalui mekanisme alternative splicing yang salah satu produk proteinnya merupakan molekul anti apoptosis. [31] Gen p73 mengkode protein pro dan anti apoptosis sekaligus, yakni TAp73 dan ΔNp73. [7] Dalam menilai tingkat ekspresi gen p73 pada level protein sebaiknya juga memperhatikan ekspresi relatif dari kedua isoform tersebut, sebab ada tumor yang memperlihatkan ekspresi p73 yang tinggi dan ada pula yang memperlihatkan ekspresi p73 yang rendah, hal ini dimungkinkan oleh efek dari masing-masing isoform yang berbeda. pada penelitian ini, tidak dilakukan pemeriksaan protein p73 dengan reagent yang dapat memisahkan bentuk TA dan bentuk N, sehingga perlu diteliti lebih lanjut mengenai level ekspresi isoform TAp73 dan ΔNp73 pada kedua sel galur karsinoma sel skuamosa rongga mulut. Berdasarkan literatur, pola ekspresi protein p73 lebih tinggi pada jaringan epitel dibandingkan jaringan lain dikarenakan p73 memiliki spesifikasi peran pada jaringan tersebut (11) (5). Hal ini juga terlihat pada epitel rongga mulut yang diperoleh dari spesimen gingiva normal pada penelitian ini, dimana 82% spesimen (14/17) yang diteliti menampakkan ekspresi protein p73 yang mudah dideteksi. Dari jumlah tersebut, mayoritas ekpresi p73 berada pada tingkat yang cukup tinggi. Namun perlu diperhatikan bahwa sampel Fakultas Kedokteran Gigi

44 yang digunakan pada penelitian ini tidak dalam populasi epitel yang homogen karena berasal dari gingiva yang memiliki berbagai jenis sel. Sehingga diperlukan evaluasi lebih lanjut menggunakan sampel dengan populasi epitel mulut yang homogen untuk memastikan kebenaran tingkat ekpresi p73 dari hasil penellitian ini. Fakultas Kedokteran Gigi