HUBUNGAN PAPARAN ASAP ROKOK DAN RUMAH TIDAK SEHAT DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA ANAK BALITA DI PUSKESMAS WIROBRAJAN YOGYAKARTA TAHUN 2015

dokumen-dokumen yang mirip
NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh: Penta Hidayatussidiqah Ardin

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

The Effect of House Environment on Pneumonia Incidence in Tambakrejo Health Center in Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

BAB I PENDAHULUAN. di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia.United Nations International Children s Emergency Fund (UNICEF)

Program Studi D III Kesehatan Lingkungan STIKes Muhammadiyah Palembang 2

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BAYI. Nurlia Savitri

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado **Fakultas Perikanan Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

Salah satu upaya pencegahan pneumonia yang berhubungan dengan lingkungan adalah dengan menciptakan lingkungan hidup yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

Castanea Cintya Dewi. Universitas Diponegoro. Universitas Diponegoro

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam ABSTRAK

KARAKTERISTIK FAKTOR RESIKO ISPA PADA ANAK USIA BALITA DI PUSKESMAS PEMBANTU KRAKITAN, BAYAT, KLATEN. Suyami, Sunyoto 1

BAB I LATAR BELAKANG

ANALISA DETERMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT TUBERKULOSIS (TBC) DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO

STUDI TENTANG DIARE DAN FAKTOR RESIKONYA PADA BALITA UMUR 1-5 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KALASAN SLEMAN NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

PERBEDAAN FAKTOR PERILAKU PADA KELUARGA BALITA PNEUMONIA DAN NON PNEUMONIA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. penyebab kematian bayi terbanyak adalah diare (31,4%) dan pneumonia

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara yang menandatangani Millenium

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare. Bad Hygienic and Healthy Behavior Increasing Occurrence of Diarrhea

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan yang cepat dan sangat penting atau sering disebut masa kritis anak

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DAN PENGGUNAAN ANTI NYAMUK BAKAR DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS KOLONGAN

Puskesmas Bilalang Kota Kotamobagu

PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN SIKUMANA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. mencanangkan TB sebagai kegawatan dunia (Global Emergency), terutama

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT ( ISPA) PADA BALITADI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK (RSIA) HARAPAN BUNDATAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. selama ini masih banyak permasalahan kesehatan, salah satunya seperti kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batuk pilek merupakan gangguan saluran pernafasan atas yang paling

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan pendekatan case control yaitu membandingkan antara

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS PIYUNGAN BANTUL TAHUN 2010 NASKAH PUBLIKASI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas)

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia sering ditemukan pada anak balita,tetapi juga pada orang dewasa

Kata Kunci: Kejadian ISPA, Tingkat Pendidikan Ibu, ASI Eksklusif, Status Imunisasi

HUBUNGAN ANTARA KRITERIA PEROKOK DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA KECAMATAN PRAMBANAN YOGYAKARTA

POLA SEBARAN KEJADIAN PENYAKIT PNEUMONIA PADA BALITA DI KECAMATAN BERGAS, KABUPATEN SEMARANG

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

Kode. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

Jurnal Husada Mahakam Volume IV No.4, November 2017, hal

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS PEMBANTU (PUSTU) TOMPEYAN TEGALREJO DI KOTA YOGYAKARTA

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

JUMAKiA Vol 3. No 1 Agustus 2106 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

Faktor-Faktor Risiko Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu Kota Semarang Tahun

HUBUNGAN PEMBERIAN IMUNISASI DPT DAN CAMPAK TERHADAP KEJADIAN PNEUMONIA PADA ANAK USIA 10 BULAN - 5 TAHUN DI PUSKESMAS SANGURARA KOTA PALU TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak yang diderita oleh anak-anak, baik di negara berkembang maupun di

FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKOHARJO

Eko Heryanto Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

Ernawati 1 dan Achmad Farich 2 ABSTRAK

Oleh : Tintin Purnamasari ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA PAPARAN ROKOK DAN TERJADINYA ISPA PADA BALITA DI DUSUN PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING SLEMAN YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pandemik yang terlupakan atau the forgotten pandemic. Tidak

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menimbulkan gejala penyakit (Gunawan, 2010). ISPA merupakan

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan kematian yang sering menyerang anak-anak. Salah satu penyakit saluran

HUBUNGAN ANTARA KONDISI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MELONGUANE KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD

HUBUNGAN KEPATUHAN KUNJUNGAN ULANG DENGAN KESEMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS PIYUNGAN BANTUL NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN KEPADATAN HUNIAN DENGAN KEJADIAN ISPA NON PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGAI PINANG

PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Hubungan Paparan Asap Rumah Tangga dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut Bagian Atas pada Balita di Puskesmas Tegal Sari-Medan Tahun 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. balita/hari (Rahman dkk, 2014). Kematian balita sebagian besar. pneumonia sebagian besar diakibatkan oleh pneumonia berat berkisar

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG ISPA DI PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN

GAMBARAN PRAKTIK/KEBIASAAN KELUARGA TERKAIT DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI UPT PUSKESMAS SIGALUH 2 BANJARNEGARA

Transkripsi:

HUBUNGAN PAPARAN ASAP ROKOK DAN RUMAH TIDAK SEHAT DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA ANAK BALITA DI PUSKESMAS WIROBRAJAN YOGYAKARTA TAHUN 2015 NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh: Oktaviani Supriyatin 201410104126 PROGRAM STUDIBIDAN PENDIDIK JENJANG DIPLOMA IV SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AISYIYAH YOGYAKARTA

HUBUNGAN PAPARAN ASAP ROKOK DAN RUMAH TIDAK SEHAT DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA ANAK BALITA DI PUSKESMAS WIROBRAJAN YOGYAKARTA TAHUN 2015 NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Mendapat Gelar Sarjana Sains Terapan Program Studi Bidan Pendidik Jenjang Diploma IV Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah Yogyakarta Disusun Oleh: Oktaviani Supriyatin 201410104126 PROGRAM STUDIBIDAN PENDIDIK JENJANG DIPLOMA IV SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AISYIYAH YOGYAKARTA

HUBUNGAN PAPARAN ASAP ROKOK DAN RUMAH TIDAK SEHAT DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA ANAK BALITA DI PUSKESMAS WIROBRAJAN YOGYAKARTA TAHUN 2015 1 Oktaviani Supriyatin 2, Sulistyaningsih 3 ABSTRACT Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada bronkus. Gejala penyakit ini berupa napas cepat dan napas sesak, karena paru meradang secara mendadak. Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian pneumonia antara lain yaitu paparan asap rokok dan rumah tidak sehat. Tujuan penelitian ini adalah diketahui hubungan paparan asap rokok dan rumah sehat dengan kejadian pneumonia pada anak balita di Puskesmas WirobrajanYogyakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah survei kasus kontrol. Cara pengambilan sampel menggunakan total sampling pada kelompok kasus yaitu sebanyak 38 sampel dan quota sample pada kelompok kasus yaitu 38 sampel, dengan total sampel 76 sampel. Analisis data dengan uji Chi Square dan Odds Ratio. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan paparan asap rokok dengan kejadian pneumonia anak, balita (p value = 0,00 dan nilai Odds Ratio 18,480). Ada hubungan rumah tidak sehat dengan kejadian pneumonia anak balita (p value= 0,00 Odds Ratio 21,267). One of the efforts to decrease the infant mortality rate is the reduction in child mortality due to pneumonia. The risk factor correlating to incidents of pneumoniia are such as exposure to tobacco smoke, house unhealthy. Research purpose Unknown relationship smoke exposure and healthy home with the incidence of pneumonia in children under five in Puskesmas Wirobrajan Yogyakarta. Research methods the design / research design used in the surveys iniadalah case-control study (Case Control), which is an analytic survey research concerning how the risk factors studied ussing retrospective approach. Results the results showed that exposure to secondhand smoke is no relationship with the incidence of pneumonia toddlers with significant p value value0,00 (<0.05) with a value of 18.480 Odds Ratio. There is a relationship unhealthy home with pneumonia toddlers with significant value of p value 0.00 (> 0.05) with Odds Ratio 21.267. Kata kunci : Rokok, Rumah Sehat, Pneumonia A. Pendahuluan Pneumonia masih menjadi penyakit terbesar penyebab kematian anak dan juga penyebab kematian pada banyak kaum lanjut usia di dunia. Pneumonia pada balita paling sering disebabkan oleh virus pernafasan dan puncaknya terjadi pada umur 2-3 tahun. Pada bayi dan anak anak penyebab yang paling sering adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV), adenovirus, virus parainfluenza, virus influenza, sedangkan pada anak umur sekolah paling sering disebabkan bakteri

Mycoplasma pneumoniae. Bakteri penyebab pneumonia yang paling sering adalah Streptococcus pneumoniae (pneumokokus), Hemophilus influenzae tipe b (Hib) dan Staphylococcus aureus(saureus) (WHO, 2010). World Health Organization (WHO) memperkirakan di negara berkembang kejadian pneumonia anak-balita sebesar 151,8 juta kasus pneumonia per tahun, sekitar 8,7% (13,1 juta) diantaranya pneumonia berat. Di dunia terdapat 15 negara dengan prediksi kasus baru dan kejadian pneumonia paling tinggi anak-balita sebesar 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus diseluruh dunia. Lebih dari separo terjadi pada 6 negara, yaitu: India 43 juta, China 21 juta, Pakistan 10 juta, Bangladesh, Indonesia, dan Nigeria sebesar 6 juta kasus, mencakup 44% populasi anak balita di dunia pertahun (Depkes.R.I, 2010). Di negara berkembang termasuk Indonesia dari tahun ketahun pneumonia selalu menduduki peringkat atas penyebab kematian bayi dan anak balita. Dari 2 data profil kesehatan Indonesia tahun 2011 jumlah kematian balita karena pneumonia sebanyak 609 balita dari 480.033 kasus. Angka tersebut sangat besar, sehingga perlu menjadi perhatian semua pihak. Pneumonia juga selalu beradapada daftar 10 penyakit terbesar setiap tahunnya di fasilitas kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat utama dan berkontribusi tinggi terhadap angka kematian balita di Indonesia (Depkes.R.I, 2010). Kematian yang disebabkan pneumonia merupakan peringkat teratas kematian pasien di fasilitas kesehatan (Depkes.R.I,2010). Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas pneumonia pada anak balita dinegara berkembang. Faktor resiko tersebut adalah pneumonia yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalensi kolonisasi bakteri pathogen di nasofaring, dan tingginya polusi udara sepeti paparan asap rokok (Rahajoe, 2010). Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian pneumonia terbagi atas faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik meliputi umur, jenis kelamin, status gizi, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), status imunisasi, pemberian Air Susu Ibu (ASI), dan pemberian vitamin A. Faktor ekstrinsik meliputi kepadatan tempat tinggal, polusi udara, tipe rumah, ventilasi, asap rokok, penggunaan bahan bakar, penggunaan obat nyamuk bakar, serta faktor ibu baik pendidikan, umur, maupun pengetahuan ibu (Nurjazuli, 2011). Menurut WHO pada tahun 2008, Indonesia berada di urutan ketiga dengan jumlah perokok terbesar di dunia, setelah Cina dan India. Prevalensi perokok usia di atas 15 tahun di Indonesia pada tahun 2010 mencapai 34,7%, dan diperkirakan 190.260 orang meninggal dunia akibat penyakit terkait rokok.

Riset Kesehatan Dasar (2013) Kementerian Kesehatan RI menyatakan perilaku merokok penduduk usia 15 tahun ke atas masih belum terjadi penurunan dari 2007-2013, bahkan cenderung mengalami peningkatan dari 34,2% pada 2007 menjadi 36,2% pada 2013. Selain itu, data riset tersebut juga menunjukkan bahwa pada 2013, sebanyak 64,9% warga yang masih menghisap rokok adalah berjenis kelamin laki-laki dan sisanya sebesar 2,1% adalahperempuan. Disamping itu, juga ditemukan bahwa 1,4% perokok masih berumur 10-14 tahun, dan sebanyak 9,9% perokok pada kelompok tidak bekerja. Pentingnya lingkungan yang sehat ini telah dibuktikan WHO dengan penyelidikan-penyelidikan di seluruh dunia dimana didapatkan hasil bahwa : angka kematian (mortality), angka perbandingan orang sakit (morbidity) yang tinggi serta seringnya terjadi epidemi. Terdapat di tempat-tempat dimana hygienedan sanitasi lingkungannya buruk yaitu tempat-tempat dimana yaitu terdapat banyak lalat nyamuk pembuangan kotoran dan sampah yang tidak teratur, air rumah tangga yang kurang baik, perumahan yang terlalu sesak dan keadaan social ekonomi yang kurang baik. Ternyata pula bahwa ditempat-tempat dimana hygiene dan sanitasi lingkungan di mortality, morbidity menurun dan wabah berkurangdengan sendirinya (WHO, 2010). Peran bidan dalam menanggulangi penyakit pneumonia dengan menggunakan Management Terpadu Balita Sakit (MTBS). Program ini mulai dilaksanakan di Indonesia pada tahun 2002, program yang bersifat menyeluruh dalam menangani balita sakit yang datang kepelayanan kesehatan. Hal ini sesuai dengan kompetensi bidan ke 6 yaitu bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi dan komprehensif pada bayi baru lahir sehat sampai usia 1 bulan dan kompetensi ke 7 yaitu bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi dan komprehensif pada bayi dan balita 1 bulan sampai dengan 5 tahun (Depkes RI,2010). Sakit dan penyakit adalah ujian yang tidak lepas dari kehidupan seorang hamba. Selain berobat secara medis, Islam juga mengajarkan beberapa doa yang berguna bagi kesembuhan seorang hamba dari sebuah penyakit, sekaligus perlindungan diri kemungkinan terkena penyakit. Hal ini yang seyogyanya diketahui oleh seorang muslim adalah tidaklah Allah menciptakan suatu penyakit kecuali Dia juga menciptakan penawarnya. Hal ini sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia juga menurunkan penawarnya. (HR Bukhari). Pada tahun 2014 jumlah penderita pneumonia anak balita yang ditemukan dan ditangani oleh petugas kesehatan di Kota Yogyakarta memiliki presentase 29,6 %. Angka ini lebih tinggi dibandingkan jumlah penderita pneumonia anak balita yang terdapat didalam kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta yang berkisar antara 6,2 % sampai 17% (Dinas Kesehatan DIY, 2014).

Kota Yogyakarta terdiri dari 14 kecamatan, jumlah puskesmas terdapat 18 puskesmas. Berdasarkan rekapitulasi data di wilayah Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta pada tahun 2014, didapatkan jumlah perkiraan penderita pneumonia pada balita sebesar 2.770 balita, namun jumlah penderita yang ditemukan dan ditangani oleh tenaga kesehatan berjumlah 130 balita(19,6%). Dari 18 puskesmas sekota Yogyakarta, puskesmas Wirobrajan, menduduki peringkat pertama yaitu sebesar 202 balita (24,6%)(Dinas Kesehatan DIY, 2014). Tujuan penelitian ini yaitu diketahui hubungan paparan asap rokok dan rumah tidak sehat dengan kejadian pneumonia pada anak balita di Puskesmas WirobrajanYogyakarta. Diketahui hubungan paparan asap rokok dengan kejadian pneumonia. Diketahui hubungan rumah tidak sehat terhadap kejadian pneumonia. B. Metode Penelitian Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei kasus kontrol (Case Control). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak balita yang mengalami pneumonia sebagai kasus yaitu sebanyak 38 dan anak balita sehat sebagai kontrol sebanyak 272. Cara pengambilan sampel menggunakan total sampling pada kelompok kasus yaitu 38 sampel, dengan total sampel 76 sampel. Perbandingan kasus dan kontrol 1:1. Analisis dengan uji Chi Square san uji Odds Ratio. Instrumen atau alat yang digunakan pada penelitian ini berupa lembar kuesioner dan lembar observasi format yang dibuat dalam bentuk kolom-kolom berisi nomor, nomor rekam medis, tepapar asap rokok, rumah tidak sehat dan pneumonia untuk mempermudah dalam mengklasifikasikan variabel yang diteliti. C. Hasil dan Pembahasan Tabel 1. Menunjukan bahwa mayoritas ibu berumur 20 tahun. Karakeristik sampel berdasarkan pendidikan ibu pada kelompok kasus dan kontrol mayoritas adalah ibu dengan pendidikan terakhir Perguruan Tinggi. Karakeristik sampel berdasarkan pekerjaan ibu pada kelompok kasus dan kontrol mayoritas adalah swasta. Mayoritas umur anak balita pada kelompok kasus dan kontrol yaitu pada balita berusia <24 bulan. Berdasarkan berat badan lahir mayoritas sampel pada kelompok kasus dan kelompok kontrol anak balita lahir pada kisaran berat badan normal yaitu 2500-4000 gram. Berdasarkan status gizi mayoritas sampel pada kelompok kasus dan kelompok kontrol memiliki status gizi normal. Jenis kelamin anak balita

mayoritas pada kelompok kasus berjenis kelamin laki laki sejumlah 24 sampel (63.2%) dan kelompok kontrol mayoritas berjenis kelamin perempuan sejumlah 23 sampel (60.5%). Mayoritas sampel pada kelompok kasus dan kontrol sudah diberi vitamin A. Karakteristik 1. Umur Ibu a. <20tahun b. 20tahun 2. Pendidikan Ibu a. Tidak Sekolah b. SD c. SMP d. SMA e. PT 3. Pekerjaan Ibu a. IRT b. Swasta c. PNS d. Wiraswasta Tabel 1. Karakteristik Sampel Kasus (n=38) Kontrol (n=38) f % f % 16 42.1 22 57.9 2 5.3 2 5.3 11 28.9 4 10.5 19 50.0 7 18.4 15 39.5 8 21.1 8 21.1 16 42.1 22 57.9 0 0 12 31.6 4 10.5 4 10.5 18 47.4 12 31.6 13 34.2 7 18.4 6 15.8 Total (n=76) f % 32 42.1 44 57.9 2 2.6 14 18.4 15 19.7 8 10.5 37 48.7 19 25.0 28 36.8 15 19.7 14 18.4 4. Umur Anak Balita a. < 24 bulan b. 25-36 bulan c. 36-59 bulan 2. Berat Badan Lahir a. < 2500 gram b. 2500-4000 gram c. >4000 gram 3. Status Gizi a. Kurang b. Normal c. Lebih 22 57.9 10 26.3 6 15.8 9 23.7 29 76.3 0 0 5 13.2 24 63.2 9 23.7 23 60.5 13 34.2 2 5.3 5 13.2 29 76.3 4 10.5 11 28.9 23 60.5 4 10.5 45 59.2 23 20.3 8 10.5 14 18.4 58 76.3 4 5.3 16 21.1 47 61.8 13 17.1 4. Jenis Kelamin a. Laki-laki b. Perempuan 24 63.2 14 36.8 15 39.5 23 60.5 39 51.3 37 48.7 5. Pemberian Vitamin A a. Ya b. Tidak 28 73.7 10 26.3 20 52.6 18 47.4 48 63.2 28 36.8 6. Riwayat Pemberian ASI Eksklusif a. ASI Eksklusif b. Tidak ASI Eksklusif 36 94.7 2 5.3 29 76.3 9 23.7 65 85.5 11 14.5 7. Status imunisasi DPT a. Lengkap b. Tidak lengkap 35 92.3 3 7.9 27 71.1 11 28.9 62 81.6 14 18.4

Tabel 2. Analisis Bivariat Hubungan Paparan Asap Rokok dengan kejadian Pneumonia di Puskesmas Wirobrajan Paparan Asap Rokok Pneumonia Kasus Kontrol Total N f% N f% n f% P value Terpapar 28 73,7 5 13,2 33 43,4 Tidak 0,000 18,840 10 26,3 33 86,8 43 56,6 Terpapar Total 38 100 38 100 76 100 Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa anak balita yang mengalami pneumonia dan terpapar asap rokok jumlahnya lebih banyak yaitu 73,7% dibandingkan anak balita yang tidak terkena pneumonia dan terpapar asap rokok yaitu sejumlah 13,2%. Hal ini menunjukkan bahwa paparan asap rokok merupakan salah satu faktor terjadinya pneumonia. Paparan asap rokok adalah suatu penyebab utama penyakit pneumonia dan peningkatan risiko infeksi paru-paru pada orang dewasa dan anak-anak. Asap rokok mengandung sekitar 3.000-an bahan kimia beracun, 43 di antaranya bersifat karsinogen (penyebab kanker). Pengaruh asap rokok pada perokok pasif itu tiga kali lebih buruk daripada debu batu bara. Berbagai penelitian membuktikan asap rokok yang ditebarkan orang lain, imbasnya bisa menyebabkan berbagai penyakit, terutama pada bayi dan anak-anak. Mulai dari aneka gangguan pernapasan pada bayi, infeksi paru dan telinga, gangguan pertumbuhan, sampai kolik (Meta, 2010). Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dengan menggunakan uji chi square dengan SPSS didapatkan ada hubungan yang signifikan antara paparan asap rokok dengan pneumonia, hal ini terlihat dari nilai P value sebesar 0.000 < 0.05 dengan nilai Odds Ratio (OR) 18.480, artinya anak balita yang terpapar asap rokok beresiko sebanyak 18.480 kali lebih besar mengalami pneumonia. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Diana (2010). Penelitian tersebut menemukan bahwa ada hubungan antara kondisi lingkungan rumah dan kebiasaan merokok anggota keluarga dengan kejadian ISPA pada balita. OR

Tabel 3. Analisis Bivariat Hubungan Rumah Sehat dengan kejadian Pneumonia di Puskesmas Wirobrajan Katagori Pneumonia Kasus Kontrol Total P value N f% n f% n f% Rumah 9 23,7 33 86,8 42 55,3 Sehat Rumah Tidak 29 76,3 5 13,2 34 44,7 0,000 21,267 Sehat Total 38 100 38 100 76 100 Berdasarkan hasil tabulasi silang antara kriteria rumah sehatdengan pneumonia menunjukan bahwa anak balita yang mengalami pneumonia dan bertempat tinggal di rumah sehat secara lengkap sejumlah 9 anak (76,3%) sedangkan anak balita yang mengalami pneumonia dan tinggal dirumah tidak sehat secara lengkap sejumlah 29 anak (23,7%). Dari sample kasus sebanyak 38 responden, yang menunjukkan rumah tidak sehat ada pada perilaku penghuni yang kadang-kadang membuka jendela kamar tidur dan ruang keluarga sebanyak 19 sampel. Menurut WHO, rumah adalah struktur fisik atau bangunan untuk tempat berlindung, dimana lingkungan berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosialnya baik untuk kesehatan keluarga dan individu (Komisi WHO Mengenai Kesehatan dan Lingkungan, 2010). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa rumah sehat adalah bangunan tempat berlindung dan beristirahat serta sebagai sarana pembinaan keluarga yang menumbuhkan kehidupan sehat secara fisik, mental dan sosial, sehingga seluruh anggota keluarga dapat bekerja secara produktif. OR Rumah tidak sehat dapat memudahkan penularan penyakit, terutama pernafasan. Karena rumah yang lembab dan tidak adanya ventilasi serta pencahayaan dirumah yang tidak baik dapat menimbulkan kuman-kuman yang akan cepat berkembang biak jika rumah dibiarkan lembab dan tidak terawat. Penelitian Yuliani

menemukan ada pengaruh antara dinding rumah dan jenis lantai dengan kejadian pneumonia (Tantry, 2008). Berdasarkan uji statistic bivariate antara rumah sehat dengan kejadian pneumonia didapatkan hasil adanya hubungan yang signifikan.hal ini terlihat dari nilai P value sebesar 0,00< 0,05 dengan nilai Odds Ratio (OR) 21.267, artinya anak balita yang tinggal di rumah tidak sehat lebih berresiko mengalami pneumonia. Tabel 4. Hubungan Paparan Asap Rokok dan Rumah Tidak Sehat dengan Pneumonia di Puskesmas Wirobrajan interval convidence 95% Katagori PValue EXP (B) Bawah Atas Paparan 28,463 Asap 0,000 5,646 60,489 Rokok Rumah Tidak 0,000 32,311 6,395 70,725 Sehat Tabel 3. dapat diketahui bahwa Paparan asap rokok nilai EXP (B) sebesar 28,463 menunjukkan bahwa responden yang terpapar asap rokok memiliki risiko 28,463 kali lebih besar terkena pneumonia. Sedangkan nilai EXP (B) pada rumah tidak sehat sebesar 32,311 kali lebih besar terkena pneumonia. Paparan asap rokok lebih berisiko terhadap kejadian pneumonia dibandingkan dengan rumah tidak sehat. Berdasarkan tabel 3 dapat disimpulkan bahwa anak balita yang terpapar asap rokok lebih berisiko terhadap kejadian pneumonia dibandingkan dengan anak balita yang tinggal dirumah tidak sehat. Namun demikian, ada beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi kejadian pneumonia antara lain umur ibu, pendisikan ibu, pekerjaan ibu, umur anak balita, berat badan lahir, status gizi, jenis kelamin, pemberian vitamin A, pemberian ASI yang tidak eksklusif, dan status imunisasi DPT yang tidak lengkap. Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian pneumonia terbagi atas faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik meliputi umur, jenis kelamin, status gizi, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), status Imunisasi Difteri Pertusis Tetanus (DPT), pemberian Air Susu Ibu (ASI), dan pemberian vitamin A. Faktor ekstrinsik meliputi kepadatan tempat tinggal, polusi udara, tipe rumah, ventilasi, asap rokok, penggunaan bahan bakar, penggunaan obat nyamuk bakar, serta faktor ibu baik pendidikan, umur, maupun pengetahuan ibu (Nurjazuli, 2011).

D. Simpulan dan Saran Simpulan penelitian ini adalah anak balita yang terpapar asap rokok lebih banyak mengalami pneumonia, anak balita yang tinggal di rumah tidak sehat lebih banyak mengalami pneumonia, anak balita yang terpapar asap rokok berisiko 18,840 kali terkena pneumonia, anak balita yang tinggal di rumah tidak sehat berisiko 21,267 kali lebih terkena pneumonia, paparan asap rokok dan rumah tidak sehat meningkatkan resiko kejadian pneumonia pada anak balita di Puskesmas Wirobrajan. Saran yang dapat penulis sampaikan bagi masyarakat khususnya para orang tua untuk tidak merokok di dalam ruangan atau berdekatan dengan balita, dan untuk memperbaiki pola perilaku sehat dan menjaga rumahnya agar menjadi rumah sehat yang memenuhi syarat. DAFTAR PUSTAKA Daru, D. 2001. Hubungan Perawatan di Rumah terhadap Perubahan Status ISPA Bukan Pneumonia Menjadi Pneumonia di Kabupaten Kotabaru. Yogyakarta: FK UGM. Departemen Kesehatan RI. 2002. Pedoman pemberantasan penyakit infeksi saluran pernafasan akut untuk penanggulangan pneumonia pada balita. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 2009. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita. Jakarta: Depkes RI. Depkes RI, 2009 Pedoman Program Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita, Ditjen PPM dan PLP, Jakarta, 2000 : 4 20. Azwar, A, Pengantar KesehatanLingkungan, Penerbit Mutiara, Jakarta. Dinas Kesehatan Provinsi DIY.2012. Profil Kesehatan Propinsi DIY tahun 2012. Yogyakarta: Dinas Kesehatan Propinsi DIY. Dinas Kesehatan Provinsi DIY.2014. Profil Kesehatan Propinsi DIY tahun 2014. Yogyakarta: Dinas Kesehatan Propinsi DIY. Djojodibroto, D., 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta : EGC. Kartasasmita C.B. 2011, Morbiditas Dan Faktor Resiko Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita di Cikutra Suatu Daerah Urban di Kotamadya Bandung, Majalah Kesehatan Bandung. Kementrian Kesehatan RI. 2010. Pedoman program pemberantasan penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta: Depkes RI. Laskmi A. 2006. Pneumonia pediatric. http://www.emedicine.com (diakses tanggal 10 maret 2014). Maulana, Heri D.J. 2009. Promosi Kesehatan. Penerbit: Buku Kedokteran. Jakarta.

Mihrshahi S., Oddy W.H., Peat J.K., Kabir I. 2008. Association between infant feeding patterns and diarrhoeal and respiratory illness: A cohort study in Chittagong, Bangladesh. International Breastfeeding Journal. 3:28 Notoatmodjo. S. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta Nurjazuli, Widyaningtyas, Retno. Faktor Risiko Dominan Kejadian Pnumonia Pada Balita (Dominant risk factors on the occurrence of pneumonia on children under five years). Nursalam, 2009. Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian IlmuKeperawatan Pedoman Skripsi, Thesis, dan Instrumen Penelitia Keperawatan. Jakarta. Penerbit Salemba Medika. Nursalam. 2008. Konsep dan penerapan metodologi penelitian keperawatan