PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP STRATEGI BERTAHAN HIDUP RUMAH TANGGA BURUH TANI MISKIN DI DESA CIKARAWANG

dokumen-dokumen yang mirip
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI

PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP STRATEGI BERTAHAN HIDUP PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI

BAB I PENDAHULUAN. keterbukaan sosial dan ruang bagi debat publik yang jauh lebih besar. Untuk

PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP STRATEGI BERTAHAN HIDUP RUMAH TANGGA BURUH TANI MISKIN DI DESA CIKARAWANG MUHAMMAD SEPTIADI

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang.

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu dan Lokasi Penelitian

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN BANYUWANGI

REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

BAB III PENDEKATAN LAPANG

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. sekitar 4 Km dari Kabupaten Gunungkidul dan berjarak 43 km, dari ibu kota

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH. tenggara dari pusat pemerintahan kabupaten. Kecamatan Berbah berjarak 22 km

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2012 TATA CARA PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN JEMBRANA

BAB IV PROFIL DESA 4.1. Aspek Geografis

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL TERHADAP CURAHAN WAKTU KERJA KELOMPOK WANITA TANI PADI DI DESA BANJARAN KECAMATAN BANGSRI KABUPATEN JEPARA

BAB 4 METODE PENELITIAN

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. merupakan hak asasi, tidak dapat ditunda, dan tidak dapat disubtitusi dengan bahan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Bangun Rejo merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Keluarga : Besar Keluarga Pendidikan Suami Pekerjaan Suami Pendapatan Keluarga Pengeluaran Keluarga. Persepsi Contoh terhadap LPG

Identifikasi Potensi Agribisnis Bawang Merah di Kabupaten Nganjuk Untuk Meningkatkan Ekonomi Wilayah

METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian. Kabupaten Wonosobo, terletak lintang selatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Negeri Sakti merupakan salah satu desa di Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era teknologi tinggi, penggunaan alat-alat pertanian dengan mesin-mesin

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEMISKINAN OLEH HERIEN PUSPITAWATI

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana penyelesaian masalah tersebut. Peran itu dapat dilihat dari sikap

Kontribusi Pendapatan Buruh (Lisna Listiani)

BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN

BAB IV PROFIL DESA BANJARWARU

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara

V. KEMISKINAN 5.1 Kemiskinan di Desa Sitemu

Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PALANGKA RAYA

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan

1 Universitas Indonesia

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang

STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013

BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG. melakukan berbagai bidang termasuk bidang sosial.

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT.

Gambar 2 Metode Penarikan Contoh

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2015

METODE PENELITIAN Desain Penelitian Teknik Penarikan Contoh

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. mendukung statusnya sebagai negara agraris, dengan sebagian besar masyarakat

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PETUNJUK PELAKSANAAN BANTUAN SOSIAL PEMBANGUNAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DI KABUPATEN KARAWANG

V. GAMBARAN UMUM POTENSI WILAYAH

BAB III PENYITAAN BARANG AKIBAT HUTANG PIUTANG YANG TIDAK DITULISKAN DI DESA BERAN KECAMATAN NGAWI KABUPATEN NGAWI

Structural Equation Modelling untuk Mengetahui Keterkaitan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan di Kabupaten Jombang

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1. Gambaran Umum Desa

BAB III METODOLOGI 3.1 UMUM 3.2 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO. A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo

BAB I PENDAHULUAN. program darurat bagian dari jaring pengaman sosial (social safety net), namun

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang

I. PENDAHULUAN. Potensi sumber daya alam yang dimiliki setiap wilayah berbeda-beda, tiap daerah mempunyai

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan (palawija), merupakan makanan pokok bagi masyarakat. total pendapatan domestik bruto (id.wikipedia.org).

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian

BAB V PROFIL RUMAHTANGGA MISKIN DI DESA BANJARWARU

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN. lapangan untuk mengetahui lokasi dari Dusun Klegung, Desa Ngoro-oro, baik

BAB IV PERUBAHAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Transkripsi:

PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP STRATEGI BERTAHAN HIDUP RUMAH TANGGA BURUH TANI MISKIN DI DESA CIKARAWANG The Effect of Gender Inequality on Household Survival Strategies of Poor Agricultural Labourer in Cikarawang Muhammad Septiadi*) dan Winati Wigna Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB *)Email : muhammadseptiadi91@yahoo.com ISSN : 2302-7517, Vol. 01, No. 02 ABSTRACT This research aims to analyze the role of gender inequality on survival strategies in poor agricultural labourer households in Cikarawang. This research also analyzes the effect of gender inequality on poverty level, the effect of poverty level on survival strategy, and the effect of gender inequality on survival strategy. Subjects to be researched is poor agricultural labourer households in Cikarawang. This research used quantitative data and supported by qualitative data. The research sample is any individual who is considered as the head of household and worked as an agricultural labourer in Cikarawang. The results showed that gender inequality significantly influence survival strategy, gender inequality significantly influence poverty level, and the poverty level significantly influence survival strategy. Keywords: agricultural labourer, gender, household, inequality, poverty, strategy, survival ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh ketimpangan gender terhadap strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang. Penelitian ini juga menganalis pengaruh ketimpangan gender terhadap tingkat kemiskinan, pengaruh tingkat kemiskinan terhadap strategi, dan pengaruh ketimpangan gender terhadap strategi bertahan hidup. Pengamatan dilakukan pada rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketimpangan gender berhubungan dan berpengaruh dengan jumlah strategi bertahan hidup, ketimpangan gender berhubungan dan berpengaruh dengan tingkat kemiskinan, dan tingkat kemiskinan berhubungan dan berpengaruh dengan strategi bertahan hidup. Kata kunci : bertahan, buruh tani, gender, kemiskinan, ketimpangan, rumah tangga, strategi PENDAHULUAN Masalah kemiskinan di Indonesia merupakan persoalan yang hingga saat ini menyita perhatian banyak pihak. Menurut laporan World Bank yang dikemukakan oleh Sylva dan Bysouth (1992) mayoritas penduduk miskin tinggal di pedesaan dan hidup dari pertanian. Pertanian yang sedianya merupakan salah satu sektor andalan perekonomian Indonesia ternyata tidak mampu mengatasi permasalahan kemiskinan ini. Kemampuan sektor pertanian dalam menyerap banyak tenaga kerja tidak diimbangi dengan pertambahan luas tanah garapan untuk usaha pertanian, sehingga terjadi kenaikan jumlah buruh tani yang sangat cepat dan memberikan tekanan-tekanan yang semakin besar bagi masalah pengangguran. Problem buruh tani Indonesia di masa modernisasi ini menjadi semakin kompleks. Di satu sisi kebutuhan dan konsumsi akan pangan meningkat tapi di sisi lain, petani tidak dapat memanfaatkan peningkatan konsumsi pangan tersebut. Penerapan sistem pertanian modern pada prosesproses produksi membutuhkan biaya yang tinggi, terlebih lagi hal ini tidak diimbangi dengan peningkatan harga hasil produksi yang layak di pasar primer pada tingkat petani. Penyebab utamanya adalah keadaan posisi tawar petani yang kurang baik sehingga tidak mampu mengubah kehidupan mereka menjadi lebih sejahtera. Tantangan-tantangan yang dihadapi buruh tani mendorong mereka untuk menerapkan perilaku strategis yang khusus dan dimaksudkan untuk menghadapi krisis pada rumah tangga mereka. Perilaku strategis adalah tindakan aktif yang terwujud dalam kegiatan khusus yang direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu dan memerlukan sumber daya (Rappaport, 1971; Bennet, 1976). Secara umum, pembagian kerja (division of labour) merupakan salah satu bentuk perilaku strategis yang sering diterapkan dalam lingkungan rumah tangga petani. Boserup (1965) mengungkapkan bahwa pembagian kerja ini ditimbulkan oleh adanya perbedaan jenis kelamin itu sendiri. Begitupun Mead (1949) menggambarkan secara Sodality : Jurnal Sosiologi Pedesaan Agustus 2013, hlm: 100-111

ringkas peranan kedua jenis kelamin antara perempuan dan laki-laki dalam pemenuhan bahan makanan. Peranan perempuan dalam pembagian kerja pada rumah tangga selama ini kurang diperhitungkan. Mereka hanya diandalkan pada kegiatan-kegiatan domestik saja dan terkadang tidak dilibatkan dalam proses-proses pengambilan keputusan rumah tangga. Strategi-strategi buruh tani tidak terbatas hanya pada pembagian peran dan kerja pada rumah tangga saja, tetapi mereka juga melakukan usaha-usaha diversifikasi aktivitas ekonomi pada sektor non-pertanian. Para buruh tani di desa melakukan migrasi temporer, ketika musim paceklik mereka pergi ke kota, mencari uang dan menabung yang nantinya uang tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dan penelitian-penelitian sebelumnya, maka peranan gender merupakan hal yang sangat menarik untuk dikaji karena berpengaruh dalam menentukan strategi bertahan hidup yang ditempuh rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang. Desa Cikarawang merupakan sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27 km2. Sebagian besar wilayah Desa Cikarawang merupakan areal persawahan dan perkebunan. Areal persawahan di Desa Cikarawang meliputi lahan seluas 1.95 km2 atau lebih kurang 70 persen. Areal persawahan ini ditanami dengan tanaman padi dan palawija. Data monografi Desa Cikarawang pada tahun 2009 menunjukkan bahwa terdapat 20.1 persen penduduk yang bekerja sebagai petani dan buruh tani. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penduduk perempuan di desa ini memiliki peranan yang lebih sedikit dalam pekerjaan publik dibandingkan dengan penduduk laki-laki di semua sektor mata pencaharian khususnya pertanian. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengaruh ketimpangan gender terhadap tingkat kemiskinan pada rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang? 2. Bagaimana pengaruh tingkat kemiskinan terhadap strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang? 3. Bagaimana pengaruh ketimpangan gender terhadap strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang? Tujuan Penelitian 1. Menganalisis pengaruh ketimpangan gender terhadap tingkat kemiskinan pada rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang 2. Menganalisis pengaruh tingkat kemiskinan terhadap strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang 3. Menganalisis pengaruh ketimpangan gender terhadap strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pengaruh ketimpangan gender dalam penerapan strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang. Penelitian ini juga berguna untuk menambah wawasan serta ilmu pengetahuan bagi peneliti dalam mengkaji secara ilmiah mengenai pengaruh gender dalam penerapan strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani miskin Desa Cikarawang, menambah literatur bagi kalangan akademisi dalam mengkaji pengaruh gender dalam penerapan strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang, serta acuan dalam pelaksanaan pemberdayaan gender pada rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang bagi kalangan non akademisi, seperti masyarakat, swasta, dan pemerintah. PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum tertentu baik laki-laki maupun perempuan sebagai hasil dari konstruksi sosial dan budaya. Perbedaan sifat pada kaum laki-laki dan perempuan tersebut menimbulkan perbedaan fungsi, peran, dan kedudukan dalam berbagai bidang kehidupan. Perbedaan gender yang dikonstruksikan secara turun temurun menjadikan perempuan memiliki fungsi, peran, dan kedudukan yang berbeda dengan laki-laki. Hal ini berkaitan dengan faktor-faktor sosial, geografis dan kebudayaan pada masyarakat. Perbedaan gender ini berhubungan dengan sifat fisik yang dimiliki oleh masingmasing (Handayani dan Sugiarti, 2008). Pengertian gender berbeda dengan seks (jenis kelamin). Fakih dalam Hasanudin (2009) mengemukakan bahwa pembagian jenis kelamin (seks) ditentukan oleh organ biologis yang melekat secara permanen dan fungsinya tidak dapat dipertukarkan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perbedaan pada bagian anatomi dan genital eksternal antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran gender antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat yang mengarah pada praktik ketimpangan gender dapat diidentifikasi dengan melihat keterlibatan peran antara laki-laki dan perempuan dalam aktivitas, akses dan kontrol dalam rumah tangga. Gender framework analysis technic atau yang lebih dikenal dengan teknik analisis Harvard merupakan salah satu teknik analisis gender dengan melihat profil gender suatu kelompok sosial melalui interrelasi antara tiga komponen, yaitu profil aktivitas, profil akses dan profil kontrol (Overholt et al. dalam Handayani dan Sugiarti, 2008). Pengertian akses menunjuk pada kesempatan atau peluang yang bisa diraih oleh individu untuk memperoleh beragam sumber daya, seperti memperoleh informasi, pendidikan, modal (kredit), teknologi dan kesempatan berusaha, bekerja dan lain-lain. Pengertian kontrol menunjuk pada aspek kekuasaan (pengaruh) yang dimiliki seseorang untuk menentukan segala sesuatu yang menyangkut berbagai kepentingan termasuk memperoleh beragam sumber daya bagi dirinya (Nuraeni dalam Meliala, 2006). Sajogyo (1981) mendefinisikan petani kecil sebagai rumah tangga yang mengusahakan lahan pertanian kurang dari 0.50 ha. Data Survei Pertanian tahun 2003 menyebutkan bahwa 57 persen petani kecil di Indonesia memiliki lahan seluas kurang dari 0.50 ha atau tanpa lahan. Petani kecil dapat dikelompokkan menjadi dua tipe yaitu: 101 Septiadi, Muhammad. et. al. Pengaruh Ketimpangan Gender terhadap Strategi Bertahan Hidup Rumah Tangga Buruh Tani Miskin di Desa Cikarawang

1. Petani kecil dalam pengertian petani dengan luas tanah garapan kurang dari 0.50 ha, yang memanfaatkan lahan kosong di pinggiran atau tanah tepian sekitar kawasan perumahan yang terletak di wilayah tertentu, baik melalui sewa atau sekedar izin dari pemilik tanah, atau pun memanfaatkan lahan kosong tanpa izin dari pemilik tanah. 2. Buruh tani yang diupah oleh petani untuk mengusahakan lahan kosong petani pemilik lahan yang terletak di wilayah tertentu. Kemiskinan merupakan suatu masalah sosial yang ditandai dengan ketidakmampuan masyarakat untuk mencapai suatu taraf kecukupan hidup. Lebih lanjut kemiskinan dipahami sebagai kekurangan materi untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan. Tidak hanya mencakup hal tersebut, kemiskinan juga dimaknai sebagai ketidakmampuan suatu masyarakat untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat yang layak. Dalam mengukur tingkat kemiskinan suatu kelompok masyarakat diperlukan indikator-indikator tertentu yang telah teruji validitasnya. Indikator yang sering digunakan dalam mengukur suatu tingkat kemiskinan biasanya didasarkan pada (a) konsep produksi yang didasarkan pada perkiraan hasil-hasil produksi usaha tani, (b) konsep pendapatan yang didasarkan pada penerimaan masyarakat berupa upah, gaji maupun sewa, (c) konsep pengeluaran yang didasarkan pada inventarisasi pengeluaran pada rumah tangga, (d) konsep alokasi merujuk pada alokasi produk pada suatu rumah tangga berupa proporsi secara keseluruhan. Berdasarkan survey BPS, terdapat 14 kriteria untuk menentukan suatu keluarga atau rumah tangga tergolong miskin, yaitu: 1. Luas bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang. 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah atau bambu atau kayu murahan. 3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu atau rumbia atau kayu berkualitas rendah atau tembok tanpa diplester. 4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar atau bersamasama dengan rumah tangga lain. 5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik. 6. Sumber air minum berasal dari sumur atau mata air tidak terlindung atau sungai atau air hujan. 7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar atau arang atau minyak tanah. 8. Hanya mengkonsumsi daging atau susu atau ayam satu kali dalam seminggu. 9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun. 10. Hanya sanggup makan hanya satu atau dua kali dalam sehari. 11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas atau poliklinik. 12. Sumber penghasilan kepala keluarga adalah petani dengan luas lahan 500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp600 000 (enam ratus ribu rupiah) per bulan. 13. Pendidikan tertinggi kepala keluarga yaitu tidak bersekolah atau tidak tamat SD atau hanya SD. 14. Tidak memiliki tabungan atau barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp500 000 (lima ratus ribu rupiah), seperti sepeda motor kredit atau non-kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya. Tingkat kemiskinan pada rumah tangga buruh tani ini berkorelasi secara positif dengan faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan pada rumah tangga buruh tani. Sumber daya nafkah (livelihood capital) dapat berarti anugerah atau sokongan dari berbagai macam sumber daya seperti sumber daya alam (natural capital) yang ada untuk dapat hidup. Sumber daya nafkah juga dapat berupa kemampuan material (physical capital), kemampuan finansial (financial capital), kemampuan dari tiap anggota keluarga atau pengalaman (human capital), dan relasi atau hubungan dengan komunitas yang ada disekitarnya (social capital) (Fine dalam Muta ali 2012). Darwis (2004) mengemukakan bahwa ketika rumah tangga tidak mampu mengakses dan memperoleh manfaat dari sumber daya nafkah (livelihood assets) maka hal ini dapat menjadi faktor-faktor penyebab munculnya kemiskinan pada rumah tangga buruh tani. Faktor internal yang menyebabkan munculnya kemiskinan pada rumah tangga buruh tani adalah sebagai berikut: 1. Sumber daya manusia (karakteristik umur dan pendidikan formal, dan keterampilan individu dalam rumah tangga). 2. Sumber daya fisik (status kepemilikan lahan pertanian dan rumah tinggal). Faktor eksternal yang menyebabakan munculnya kemiskinan pada rumah tangga buruh tani adalah sebagai berikut: 1. Potensi atau keadaan wilayah (karakteristik alam). 2. Sarana atau prasarana (fasilitas-fasilitas). 3. Kelembagaan (kelompok, instansi dan lembaga pemerintah desa). 4. Aksesibilitas terhadap faktor produksi (lahan, tenaga kerja, teknologi). 5. Aksesibilitas terhadap faktor ekonomi lain, (iklim, musim). 6. Aksesibilitas terhadap sumber daya modal (peminjaman modal). 7. Aksesibilitas terhadap pasar (lokasi pasar). Mankiw (2002) mengemukakan bahwa dalam menghadapi perubahan pendapatan yang terjadi secara tiba-tiba dan bersifat sementara, rumah tangga melakukan suatu penyesuaian untuk mempertahankan utilitas marginal dari konsumsi. Berdasarkan konsep yang dikemukakan oleh Benjamin White (1980) seperti yang dikutip dalam Dharmawan (2001), dalam konteks rumah tangga dan komunitas, strategi penghidupan yang dilakukan dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu strategi bertahan hidup (survival strategies), mempertahankan kondisi mata pencaharian yang dimiliki dengan derajat hidup yang sangat adaptif yang biasanya dipakai pada petani kecil dan buruh tani, strategi konsolidasi (consolidation strategies), Sodality : Jurnal Sosiologi Pedesaan Agustus 2013 102

memantapkan kondisi mata pencaharian yang dimiliki dengan derajat hidup yang responsif biasanya dipakai pada petani menengah (pemilik lahan kecil), dan strategi akumulasi (accumulation strategies), melipatgandakan surplus kondisi penghidupan yang dimiliki dengan derajat hidup yang ekspansif yang biasanya dipakai pada petani kelas atas (pemilik lahan yang luas). Scott (1990) dan Clark (1986) menjelaskan upaya-upaya yang dilakukan kelompok miskin guna mempertahankan hidupnya: (a) mereka dapat mengikat sabuk lebih kencang dengan mengurangi frekuensi makan dan beralih ke makanan yang mutunya lebih rendah; (b) diversifikasi sumber pendapatan untuk mengatasi kesulitan ekonomi ataupun krisis yang dihadapi rumah tangga yang mencakup kegiatan-kegiatan seperti berjualan kecil-kecilan, bekerja sebagai tukang, buruh lepas atau berimigrasi; (c) menggunakan jaringan sosial yang berfungsi sebagai peredam kejut selama masa krisis ekonomi; (d) memberdayakan anggota rumah tangga dalam bekerja; (e) menggunakan alternatif subsistensi. Tujuan penggunaan beragam strategi bertahan hidup ini berhubungan erat dengan adanya ketimpangan gender yang terwujud pada faktor-faktor penyebab munculnya kemiskinan pada rumah tangga buruh tani. Munculnya perilaku strategis dalam menghadapi krisis pada rumah tangga buruh tani dilatarbelakangi oleh kemiskinan yang memaksa mereka untuk keluar dari keadaan tersebut. Faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan dan karakteristik sosial ekonomi rumah tangga buruh tani merupakan hal-hal yang mendorong suatu rumah tangga melakukan survival strategies. Kerangka Pemikiran Adanya ketimpangan gender terutama dalam hal akses dan kontrol terhadap berbagai sumber daya nafkah pada rumah tangga buruh tani mendorong mereka berada pada kondisi miskin. Ketidakmampuan rumah tangga dalam memanfaatkan sumber daya nafkah (livelihood assets) tersebut menjadi faktor penyebab kemiskinan pada rumah tangga buruh tani. Faktor-faktor penyebab kemiskinan pada rumah tangga buruh tani diantaranya adalah sumber daya manusia, sumber daya fisik, sarana atau prasarana umum, kelembagaan, aksesibilitas terhadap faktor produksi, ekonomi, sumber daya modal, dan pasar. Faktor sumber daya manusia meliputi karakteristik umur anggota rumah tangga, apabila terdapat banyak anggota rumah tangga berusia muda maka beban tanggungan rumah tangga akan semakin besar. Rumah tangga akan memiliki kebutuhan hidup yang jauh lebih besar, apabila penghasilan yang mereka peroleh tidak mampu mencukupi kebutuhan hidup seluruh anggota rumah tangga maka mereka berada dalam keadaan miskin. Selain itu, karakteristik pendidikan formal dan keterampilan yang dimiliki oleh masing-masing anggota rumah tangga juga berpengaruh pada kemampuan menjangkau lapangan pekerjaan yang saat ini memerlukan spesifikasi pendidikan dan keterampilan yang khusus, sehingga kebanyakan rumah tangga buruh tani tidak dapat mengakses lapangan pekerjaan karena ketidakmampuan mereka menjangkau jenjang pendidikan yang layak. Faktor pekerjaan utama anggota rumah tangga turut berperan dalam memunculkan fenomena kemiskinan pada rumah tangga buruh tani, ketidakmampuan mereka mengakses sumber daya pendidikan mengakibatkan ketidakmampuan mereka dalam memperoleh pekerjaan yang layak. Faktor sumber daya fisik meliputi status kepemilikan lahan dan rumah tinggal anggota rumah tangga, ketidakmampuan mereka dalam memperoleh pekerjaan yang layak dan sempitnya lahan pertanian yang dapat mereka garap menyebabkan sedikitnya sumber pendapatan yang dapat mereka usahakan sehingga rumah tangga berada dalam kondisi miskin. Potensi atau keadaan wilayah diduga turut menyebabkan munculnya kemiskinan pada rumah tangga buruh tani, ketika rumah tangga berada di wilayah yang memiliki sumber daya alam terbatas maka mereka tidak dapat mengusahakan kegiatan perekonomian lain guna mencukupi kebutuhan hidup anggota rumah tangganya. Faktor sarana atau prasarana, kelembagaan meliputi sarana irigasi untuk areal persawahan dan lembaga-lembaga yang mendukung berkembangnya usaha tani. Aksesibilitas terhadap faktor produksi, ekonomi, modal dan pasar juga diduga turut berperan serta dalam mendorong rumah tangga buruh tani berada dalam keadaan miskin, seperti penggunaan teknologi yang masih tradisional, iklim dan musim yang tidak menentu, susahnya memperoleh pinjaman modal dan jauhnya lokasi pasar. Faktor-faktor di atas menyebabkan munculnya ketimpangan pendapatan yang sangat besar antara petani kaya dengan petani miskin yang kebanyakan adalah buruh tani. Faktor-faktor penyebab kemiskinan mendorong rumah tangga buruh tani berada pada tingkat kemiskinan tertentu yang dapat diidentifikasi melalui karakteristik sosial ekonomi rumah tangga miskin, seperti jumlah penghasilan, jumlah tanggungan rumah tangga, jumlah pengeluaran pangan, dan status kepemilikan dan kualitas rumah tinggal. Menghadapi kondisi rumah tangga yang miskin, anggota rumah tangga buruh tani melakukuan penyesuaianpenyesuaian melalui usaha-usaha bertahan hidup (survival strategies) atau yang lebih dikenal dengan strategi bertahan hidup. Survival strategies atau strategi bertahan hidup meliputi pemanfaatan modal sosial berupa pembentukan dan pemanfaatan jaringan sosial informal bagi sokongan ekonomi rumah tangga (meminjam uang kepada tetangga, berhutang ke warung), alokasi sumber daya manusia berupa pemberdayaan tenaga kerja rumah tangga (anggota rumah tangga ikut bekerja, penambahan jam kerja), basis produksi berupa usaha diversifikasi sumber pendapatan (ekstensifikasi dan intensifikasi usaha pertanian), spasial yang meliputi migrasi temporer (usaha non-pertanian), finansial yang meliputi penghematan (pengurangan kuantitas maupun kualitas bahan makanan, menjual barang). Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran yang diajukan, maka dapat ditarik beberapa hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Diduga ketimpangan gender berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan pada rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang; 2. Diduga tingkat kemiskinan rumah tangga buruh tani berpengaruh terhadap penerapan (jumlah) strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang; dan 103 Septiadi, Muhammad. et. al. Pengaruh Ketimpangan Gender terhadap Strategi Bertahan Hidup Rumah Tangga Buruh Tani Miskin di Desa Cikarawang

3. Diduga ketimpangan gender berpengaruh terhadap penerapan (jumlah) strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani miskin di Desa Cikarawang. PENDEKATAN LAPANG Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif yang didukung dengan pendekatan kualitatif. Metode kuantitatif dilakukan dengan pendekatan penelitian survai, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan kemudian peneliti menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Singarimbun, 1989). Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi ditetapkan secara sengaja (purposive). Wilayah yang dipilih merupakan salah satu desa yang memiliki area persawahan yang cukup luas dan terdapat anggota rumah tangga yang bekerja sebagai buruh tani. Pemilihan lokasi ini dianggap sesuai dan dapat menjawab tujuan dari penelitian karena lokasi ini ditempati oleh penduduk yang sebagian besar berprofesi sebagai buruh tani dan berada dalam kondisi miskin. Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai dengan bulan November 2012. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan berdasarkan metode penelitian yang digunakan peneliti. Pendekatan kuantitatif menghasilkan data primer yang diperoleh dari kuesioner yang ditanyakan langsung oleh peneliti kepada responden. Teknik pengumpulan data melalui kuesioner ini digunakan untuk memperoleh data terkait pengaruh gender dalam penerapan survival strategies pada rumah tangga buruh tani seperti: 1) pengaruh ketimpangan gender dalam berbagai sumber daya nafkah dengan tingkat kemiskinan pada rumah tangga buruh tani; 2) pengaruh tingkat kemiskinan dengan penerapan survival strategies pada rumah tangga buruh tani; 3) pengaruh ketimpangan gender dalam berbagai sumber daya nafkah dengan penerapan survival strategies pada rumah tangga buruh tani. Teknik kuesioner juga dikombinasi dengan teknik wawancara. Penggunaan teknik wawancara, selain dapat memberikan informasiinformasi tak terduga terkait penelitian yang berada di luar kuesioner juga dapat membantu responden dalam proses pengisian kuesioner. Pendekatan kualitatif menghasilkan data primer dari hasil wawancara mendalam dengan beberapa informan yang dianggap memiliki peran penting dalam masyarakat, seperti tokoh-tokoh masyarakat di desa, petani pemilik lahan dan penggarap. Data ini juga diperoleh melalui pengamatan langsung, serta bahan tertulis. Data-data tersebut meliputi data luas area persawahan beserta produksi pertanian di wilayah tersebut. Sementara data sekunder diperoleh dari data profil desa serta data-data penunjang dari berbagai instansi yang dibutuhkan dalam proses penelitian. Berbagai kombinasi metode penelitian seperti yang telah dijelaskan sebelumnya menghasilkan dua jenis data yang akan digunakan dalam proses pengolahan data nantinya, kedua jenis data tersebut yaitu primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung, kuesioner dan wawancara mendalam, sedangkan data sekunder diperoleh dari literatur pustaka dan data-data dari berbagai instansi yang terkait. Teknik Sampling Populasi sampling dari penelitian ini yaitu seluruh masyarakat atau penduduk di Desa Cikarawang baik lakilaki maupun perempuan, sedangkan kerangka sampling dari populasi tersebut yaitu setiap rumah tangga di Desa Cikarawang yang minimal salah satu dari anggota rumah tangganya baik laki-laki maupun perempuan bekerja sebagai buruh tani. Unit analisis dari penelitian ini yaitu rumah tangga dan individu. Pemilihan responden ini dilakukan dengan metode pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling). Pemilihan sampel dilakukan dengan memilih salah satu dari tujuh RW di desa Cikarawang kemudian dari populasi sampling (RW) dibuat kerangka sampling yang unsurnya adalah rumah tangga yang salah satu anggotanya bekerja sebagai buruh tani. Jumlah kerangka sampling yang ada sebanyak 58 rumah tangga. Responden yang dipilih sebanyak 90 orang dengan proporsi 45 orang laki-laki dan 45 orang perempuan yang berasal dari 45 rumah tangga terpilih (dua orang untuk setiap rumah tangga, satu laki-laki dan satu perempuan), karena tidak mencukupi 90 orang dari satu RW maka dipilih dari RW lain yang mempunyai kondisi sosial ekonomi yang sama. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Data yang telah diperoleh melalui berbagai metode pengumpulan data, baik itu data kuantitatif maupun kualitatif, selanjutnya diproses guna mendapat jawaban atas tujuan dari penelitian ini. Tipe data yang digunakan yaitu data nominal, ordinal dan interval. Sementara itu, untuk pengujian tiap-tiap hipotesis menggunakan tabel frekuensi, tabulasi silang (crosstab) dan uji regresi linear berganda. Analisis data dengan uji regresi linear berganda selanjutnya memberikan gambaran umum mengenai pengaruh antar variabel yang diteliti. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Desa Cikarawang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27 km2. Desa Cikarawang memiliki 3 dusun atau kampung (Kampung Cangkrang, Kampung Carang Pulang dan Dusun Cangkurawok), 7 rukun warga dan 32 rukun tetangga. Letak desa Cikarawang berada pada 193 di atas permukaan laut (dpl) dengan suhu udara antara 250C sampai dengan 300C. Desa Cikarawang mempunyai total luas lahan sebesar 263 ha yang terdiri dari lahan persawahan, pekarangan dan perumahan, perkebunan, perkantoran, gedung sekolah, dan pemakaman. Hampir 80 persen dari total luas lahan di Desa Cikarawang merupakan lahan yang dimanfaatkan sebagai areal pertanian, baik pertanian sawah maupun perkebunan. Potensi pertanian utama yang dimiliki Desa Cikarawang diantaranya adalah komoditas padi sawah dan palawija seperti ubi jalar, jagung, ubi kayu dan kacang tanah. Musim tanam di Desa Cikarawang terbagi menjadi dua musim tanam, yaitu penanaman di musim hujan dan musim kering. Pola tanam ini dilakukan terkait dengan pemenuhan kebutuhan air untuk irigasi di lahan pertanian. Pada musim kering, petani memanfaatkan air dari aliran Sodality : Jurnal Sosiologi Pedesaan Agustus 2013 104

Situ Gede. Tanaman padi ditanam untuk konsumsi pribadi selama satu tahun. Setelah menanam padi, petani menanam singkong, ubi maupun kacang tanah. Penanaman komoditas pertanian dilakukan dengan bebas. Penanaman singkong membutuhkan waktu sekitar sembilan bulan sedangkan ubi membutuhkan waktu selama lima bulan. Hasil panen singkong yang diperoleh dapat mencapai lima kuwintal per 250 m2 setiap musimnya. Data tahun 2012 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Desa Cikarawang mencapai 8347 jiwa yang terdiri atas 4310 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 4037 jiwa berjenis kelamin perempuan. Sebaran penduduk Desa Cikarawang paling banyak terdapat pada kelompok umur produktif yaitu 15 64 tahun sebanyak 5437 jiwa (65%). Tingkat pendidikan penduduk Desa Cikarawang masih tergolong rendah. Dapat dilihat dari proporsi penduduk yang tidak tamat Sekolah Dasar (SD) mencapai 12 persen. Mata pencaharian sebagian besar penduduk di Desa Cikarawang adalah bertani. Penduduk yang bekerja pada sektor pertanian meliputi petani pemilik sekaligus penggarap sebanyak 310 orang (17%) dan buruh tani sebanyak 225 orang (12.8%). Selain di sektor pertanian, sebagian penduduk di desa Cikarawang bekerja pada bidang perdagangan, indsutri rumah tangga, bidan, buruh swasta, PNS dan montir. Terdapat beberapa kelembagaan sosial, ekonomi, budaya dan politik yang ada di Desa Cikarawang. Salah satu diantaranya adalah kelembagaan di bidang pertanian yaitu Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Mandiri Jaya. Gapoktan Mandiri Jaya terletak di Kampung Carang Pulang. Gapoktan Mandiri Jaya membawahi sembilan kelompok tani yang ada di Desa Cikarawang, yaitu Kelompok Tani Hurip, Kelompok Tani Setia, Kelompok Tani Subur Jaya, Kelompok Tani Mekar, Kelompok Tani Andalan, Kelompok Tani Melati, Kelompok TOGA As syifa, Kelompok Ternak Harapan Makmur, Kelompok Kelinci. Gapoktan ini dibentuk bertujuan untuk mengembangkan kemampuan anggota gapoktan dalam mengelola usaha tani agribisnis untuk menjadi lembaga perekonomian pedesaan. KETIMPANGAN GENDER PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI MISKIN DI DESA CIKARAWANG Ketimpangan gender diartikan sebagai perbedaan peran dan posisi antara laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun budaya. Ketimpangan gender dapat diidentifikasi dengan mengidentifikasi ketimpangan dalam akses dan kontrol terhadap berbagai sumber daya nafkah pada setiap anggota rumah tangga buruh tani. Tabel 1. Jumlah dan persentase responden menurut ketimpangan gender di Desa Cikarawang, 2012 Ketimpangan Gender Jumlah Persentase (%) Rumah Tangga Tidak Timpang 8 17.7 Rumah Tangga Timpang 37 82.3 Total 45 100.0 Hasil survei (Tabel 1) menunjukkan bahwa terdapat 37 rumah tangga responden (82.3%) yang mengalami ketimpangan gender atau dengan kata lain terdapat perbedaan akses dan kontrol terhadap sumber daya nafkah antara anggota rumah tangga buruh tani laki-laki dan perempuan di Desa Cikarawang. Sementara itu, hanya terdapat 8 rumah tangga responden (17.7%) yang tidak mengalami ketimpangan gender atau bisa dikatakan akses dan kontrol terhadap sumber daya nafkah diantara antara anggota rumah tangga buruh tani laki-laki dan perempuan di Desa Cikarawang relatif setara. Hal ini dapat menggambarkan bahwa sebagian besar rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang mengalami ketimpangan gender terutama pada kontrol terhadap berbagai sumber daya nafkah pada rumah tangga. Sebagian besar anggota rumah tangga responden yang mendapatkan akses relatif setara ternyata tidak mendapatkan peran kontrol yang setara pula pada berbagai sumber daya nafkah. Sebagian besar responden yang mengalami ketimpangan gender pada rumah tangganya adalah responden perempuan. Hal ini terjadi karena pengaruh stigma di masyarakat yang menyatakan bahwa perempuan adalah orang kedua dalam rumah tangga setelah laki-laki. Lakilaki seringkali dianggap lebih kuat dan memiliki daya fikir yang lebih objektif daripada perempuan karena tampilan fisiknya sehingga peran kontrol dalam satu rumah tangga lebih banyak dimainkan oleh laki-laki daripada perempuan. Akses dan kontrol terhadap sumber daya nafkah pada rumah tangga buruh tani meliputi akses dan kontrol pada sumber daya manusia, sumber daya fisik, sarana atau prasarana, kelembagaan, faktor produksi seperti modal, lahan, tenaga kerja, pasar, dan teknologi. Tabel 2. Jumlah dan persentase responden menurut akses, kontrol pada sumber daya nafkah di Desa Cikarawang, 2012 Sumber nafkah daya Sumber daya manusia Sumber daya fisik Sarana/Prasarana Kelembagaan Modal Lahan Tenaga kerja Pasar Teknologi Akses Timpang 3 0 (66.7%) 3 2 (71.1%) 3 3 (73.3%) 2 7 (60.0%) 2 9 (64.4%) 2 6 (57.8%) 2 8 (62.2%) 2 2 (48.9%) 2 5 (55.5%) Tidak timpang 1 5 (33.3%) 1 3 (28.9%) 1 2 (26.7%) 1 8 (40.0%) 1 6 (35.6%) 1 9 (42.2%) 1 7 (37.8%) 2 3 (51.1%) 2 0 (44.5%) Kontrol Timpang Tidak timpang 3 1 (68.9%) 3 4 (75.6%) 3 4 (75.6%) 3 0 (66.7%) 3 1 (68.9%) 2 7 (60.0%) 2 8 (62.2%) 2 4 (53.3%) 2 5 (55.5%) 1 4 (31.1%) 1 1 (24.4%) 1 1 (24.4%) 1 5 (33.3%) 1 4 (31.1%) 1 8 (40.0%) 1 7 (37.8%) 2 1 (46.7%) 2 0 (44.5%) Hasil survei (Tabel 2) menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga responden mendapatkan ketimpangan akses dan kontrol pada semua sumber daya nafkah rumah tangga. Persentase ketimpangan akses dan kontrol pada sumber daya nafkah tertinggi berada pada sumber daya fisik dan sarana atau prasarana. Hasil survei juga menunjukkan 105 Septiadi, Muhammad. et. al. Pengaruh Ketimpangan Gender terhadap Strategi Bertahan Hidup Rumah Tangga Buruh Tani Miskin di Desa Cikarawang

bahwa terdapat peningkatan yang signifikan antara persentase rumah tangga responden yang mengalami ketimpangan akses dengan rumah tangga responden yang mengalami ketimpangan kontrol. Ketimpangan dalam hal akses dan kontrol terhadap sumber daya fisik berhubungan dengan lahan pertanian yang dapat dimiliki, diperoleh, digunakan dan diatur oleh setiap anggota rumah tangga buruh tani sedangkan ketimpangan dalam hal akses dan kontrol terhadap sarana/prasarana berhubungan dengan sarana /prasarana penunjang aktivitas ekonomi seperti sarana irigasi yang dapat dimiliki, diperoleh, digunakan dan diatur oleh setiap anggota rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang. Pada rumah tangga responden yang mengalami ketimpangan akses, aset-aset fisik seperti lahan lebih banyak dikuasai oleh anggota rumah tangga laki-laki. Status kepemilikan lahan lebih banyak berada atas nama kepala rumah tangga laki-laki. Hal ini berpengaruh pada kontrol atas penggunaan lahan tersebut. Sebagian besar pengambilan keputusan terkait penggunaan lahan pada rumah tangga lebih banyak ditentukan oleh laki-laki sekalipun lahan tersebut merupakan hasil warisan yang dibawa oleh anggota rumah tangga perempuan, tetapi kendali terhadap penggunaan lahan tersebut sebagian besar tetap berada pada anggota rumah tangga laki-laki. Selanjutnya, rumah tangga responden yang mengalami ketimpangan akses dan kontrol pada sarana/prasarana berhubungan dengan sarana/prasarana penunjang aktivitas ekonomi khususnya bidang pertanian seperti irigasi yang lebih banyak dikuasai oleh anggota rumah tangga lakilaki. Hal ini karena peran mereka yang lebih banyak terlibat secara langsung pada aktivitas usaha pertanian. Kepemilikan sarana irigasi di Desa Cikarawang lebih bersifat individual. Sebagian besar sarana irigasi yang ada di Desa Cikarawang dikuasai oleh petani pemilik lahan (golongan atas). Buruh tani biasanya menggunakan sarana irigasi yang berasal dari petani pemilik lahan dimana dia bekerja. Peran kelembagaan pengairan yang mengatur aktivitas pengairan bagi lahan pertanian yang ada di Desa Cikarawang juga dirasakan belum maksimal. Ketika musim kemarau, sebagian besar petani anggota cenderung berebut untuk mengairi lahan pertanian masingmasing dan ketika saluran irigasi rusak, mereka tidak mau ikut bergotong royong maupun membayar iuran untuk perbaikan saluran irigasi. Sebagian besar buruh tani di Desa Cikarawang menggunakan sarana irigasi milik petani dimana dia bekerja (pemilik lahan). Kegiatan pengairan lahan pertanian lebih banyak dikerjakan oleh buruh tani laki-laki sementara buruh tani perempuan lebih banyak dipekerjakan pada kegiatan pemanenan. Berbeda dengan akses rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang terhadap pasar, hasil survei (Tabel 2) menunjukkan bahwa setiap anggota rumah tangga responden memperoleh akses yang relatif setara, dapat dilihat dari proporsi rumah tangga responden yang mengalami ketimpangan akses terhadap pasar yang relatif sama. Setiap anggota rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang baik laki-laki maupun perempuan memiliki kesempatan dan kemampuan yang sama untuk menjangkau lokasi maupun informasi mengenai pasar. Kecenderungan di lapangan memperlihatkan bahwa adanya kerja sama antara anggota rumah tangga buruh tani baik laki-laki maupun perempuan untuk mengakses pasar secara bersama-sama. TINGKAT KEMISKINAN RUMAH TANGGA BURUH TANI MISKIN DI DESA CIKARAWANG Tingkat kemiskinan diartikan sebagai kondisi seberapa miskin suatu rumah tangga buruh tani yang dapat diidentifikasi melalui karakteristik rumah tangga yaitu jumlah penghasilan, jumlah tanggungan rumah tangga, pengeluaran pangan, dan status kepemilikan dan kualitas rumah tinggal. Hasil survei (Tabel 3) menunjukkan bahwa terdapat 35 rumah tangga responden (82.3%) yang dikategorikan sebagai rumah tangga sangat miskin atau dengan kata lain ekonomi rumah tangga responden memenuhi karakteristik atau kriteria rumah tangga miskin. Sementara itu, hanya terdapat 10 rumah tangga responden (22.2%) yang dikategorikan sebagai rumah tangga miskin atau dengan kata lain ekonomi rumah tangga responden berada pada taraf minimal kemiskinan rumah tangga yang ditentukan. Tabel 3. Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kemiskinan di Desa Cikarawang, 2012 Tingkat kemiskinan Jumlah Persentase (%) Miskin 10 22.2 Sangat Miskin 35 77.8 Total 45 100 Hasil survei menunjukkan bahwa terdapat 32 rumah tangga responden (71.1%) yang memiliki jumlah penghasilan <Rp600 000. Hal ini dapat menggambarkan bahwa sebagian besar rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang memiliki jumlah penghasilan yang rendah dan cenderung tidak mampu mencukupi kebutuhan rumah tangganya. Penghasilan rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang sebagian besar diperoleh dari kegiatan ekonomi pada bidang pertanian yang dilakukan anggota rumah tangga. Kegiatan ekonomi pada bidang non-pertanian memberikan kontribusi yang lebih kecil daripada bidang pertanian. Hal ini karena sulitnya mencari pekerjaan pada bidang non-pertanian karena membutuhkan tingkat kualifikasi kemampuan pada bidang tertentu yang tidak bisa dicapai oleh sebagian besar anggota rumah tangga buruh tani karena terbatasnya akses pada pusat pendidikan dan pelatihan. Sebagian besar anggota rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang tidak memperoleh bangku pendidikan yang tinggi karena terbatasnya pusat pendidikan yang tersedia di Desa Cikarawang dan minimnya biaya sehingga mereka tidak dapat memperoleh pekerjaan yang layak. Buruh tani yang ada di Desa Cikarawang dibagi ke dalam dua golongan yaitu buruh tani bebas dan buruh tani terikat. Buruh tani bebas adalah buruh tani yang hanya dipekerjakan pada waktu tertentu ataupun pekerjaan tertentu dalam kontrak jangka pendek. Sementara itu, buruh tani terikat adalah buruh tani yang hanya dipekerjakan dalam kontrak jangka panjang dengan perjanjian kerja. Upah yang diberikan sebagian besar berupa uang dan terkadang menggunakan sistem bagi hasil produksi usaha tani. Hasil survei menunjukkan bahwa terdapat 30 rumah tangga responden (66.7%) yang memiliki jumlah beban tanggungan >3 orang. Hal ini dapat menggambarkan Sodality : Jurnal Sosiologi Pedesaan Agustus 2013 106

bahwa sebagian besar rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang memiliki jumlah beban tanggungan yang tinggi. Semakin banyaknya jumlah beban tanggungan dalam satu rumah tangga maka akan berpengaruh pada semakin besarnya jumlah pengeluaran yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan setiap anggota rumah tangga. Hasil survei juga menunjukkan bahwa terdapat 41 rumah tangga responden (91.1%) yang memiliki akumulasi pengeluaran pangan yang lebih besar daripada pengeluaran non-pangan. Hal ini dapat menggambarkan bahwa sebagian besar rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang memiliki akumulasi pengeluaran yang lebih tinggi daripada pengeluaran non-pangan. Akumulasi pengeluaran pangan pada rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang lebih tinggi daripada pengeluaran non-pangan karena sebagian besar rumah tangga buruh tani cenderung untuk memenuhi kebutuhan pangan terlebih dahulu daripada kebutuhan non-pangan karena dianggap menjadi kebutuhan paling penting dalam menunjang kelangsungan hidup rumah tangga. Kebutuhan pangan meliputi kebutuhan makan dan minum seharihari bagi setiap anggota rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang. Mereka beranggapan bahwa mereka tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari termasuk kegiatan ekonomi apabila kebutuhan makan (pangan) tidak terpenuhi. Kebutuhan non-pangan yang cenderung tidak dipenuhi rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang meliputi kebutuhan akan perawatan diri dan kosmetik, rekreasi dan hiburan. Kebutuhan non-pangan seperti kesehatan, pendidikan, pakaian dan perlengkapan dapur cenderung untuk dipenuhi karena dianggap memegang peranan penting bagi kelangsungan hidup rumah tangga. Hasil survei juga menunjukkan bahwa terdapat 35 rumah tangga responden (77.8%) yang memiliki status kepemilikan dan kualitas rumah tinggal yang rendah. Sebagian besar rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang memiliki rumah tinggal dengan status kepemilikan sendiri, walaupun masih terdapat beberapa rumah tangga buruh tani yang status kepemilikan rumah tinggalnya sewa. Apabila dilihat dari tampilan fisik bangunan, sebagian besar rumah tinggal rumah tangga buruh tani menggunakan dinding yang terbuat dari kayu, papan, semen, dan batako. Sementara itu, semua atap yang digunakan terbuat dari genting, asbes maupun seng dan lantai yang digunakan sebagian besar terbuat dari ubin, keramik, dan semen. Apabila dilihat dari fasilitas yang tersedia seperti fasilitas air, MCK, serta penerangan dan listrik, sebagian besar rumah tangga responden menggunakan fasilitas air sumur, MCK pribadi serta memiliki penerangan dan listrik. Secara keseluruhan keadaan bangunan rumah tinggal responden dapat menggambarkan keadaan rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang. Ketersediaan fasilitas pendukung rumah tinggal dan tampilan fisik bangunan yang baik menunjukkan kemampuan daya beli rumah tangga buruh tani terhadap kebutuhan non-pangan yang biasanya memerlukan biaya yang lebih besar. Hal ini dapat menunjukkan keadaan ekonomi suatu rumah tangga. STRATEGI BERTAHAN HIDUP RUMAH TANGGA BURUH TANI MISKIN DI DESA CIKARAWANG Strategi bertahan hidup dapat diidentifikasi dengan melihat berbagai upaya-upaya yang dilakukan suatu rumah tangga buruh tani untuk mempertahankan kondisi perekonomian rumah tangga yang diklasifikasikan menjadi lima bentuk strategi yaitu strategi modal sosial, strategi alokasi sumber daya manusia, strategi basis produksi, strategi spasial, dan strategi finansial. Hasil survei (Tabel 4) menunjukkan bahwa terdapat 38 rumah tangga responden (84.4%) yang berada pada strategi bertahan hidup dengan kategori tinggi atau dengan kata lain jumlah strategi bertahan hidup yang diterapkan oleh rumah tangga responden tersebut banyak. Sementara itu, hanya terdapat 7 rumah tangga responden (15.6%) yang berada pada strategi bertahan hidup dengan kategori rendah atau dengan kata lain jumlah strategi bertahan hidup yang diterapkan oleh rumah tangga responden tersebut lebih sedikit. Hal ini dapat menggambarkan bahwa sebagian besar rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang menerapkan strategi bertahan hidup dengan jumlah strategi yang banyak. Penerapan berbagai macam strategi bertahan hidup pada rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang bertujuan untuk mempertahankan kondisi ekonomi rumah tangga mereka. Tabel 4. Jumlah dan persentase responden menurut strategi bertahan hidup di Desa Cikarawang, 2012 Strategi bertahan hidup Jumlah Persentase (%) Tinggi 38 84.4 Rendah 7 15.6 Total 45 100 Tabel 5. Jumlah dan persentase responden menurut bentuk-bentuk strategi bertahan hidup di Desa Cikarawang, 2012 Strategi bertahan hidup Rendah Tinggi Total Modal sosial Alokasi sumber daya manusia 1 3 (28.9%) 1 1 (24.4%) 32 (71.1%) 34 (75.6%) Basis produksi 7 (15.6%) 38 (84.4%) Spasial Finansial 1 4 (31.1%) 1 6 31 (68.9%) 29 (64.4%) 4 5 (100%) 4 5 (100%) 4 5 (100%) 4 5 (100%) 4 5 (100%) (35.6%) Hasil survei (Tabel 5) menunjukkan bahwa bentuk strategi bertahan hidup yang paling banyak diterapkan pada rumah tangga responden adalah strategi basis produksi yaitu sebanyak 38 rumah tangga (84.4%). Hasil survei juga menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga responden menerapkan strategi modal sosial dengan berhutang kepada majikan atau pemilik lahan yaitu sebanyak 17 rumah tangga (37.9%). Sementara itu, rumah tangga responden lainnya menerapkan strategi modal sosial dengan berhutang kepada tetangga sekitar dan kerabat keluarga, serta berhutang ke warung. Bentuk perhutangan yang dipakai sebagian besar rumah tangga responden adalah dalam bentuk uang yaitu sebanyak 33 107 Septiadi, Muhammad. et. al. Pengaruh Ketimpangan Gender terhadap Strategi Bertahan Hidup Rumah Tangga Buruh Tani Miskin di Desa Cikarawang

rumah tangga (73.3%) dan sisanya dalam bentuk barang atau benda berharga. Sebagian besar rumah tangga responden menerapkan strategi alokasi sumber daya manusia dengan mengikutsertakan anggota rumah tangga untuk membantu bekerja dan melakukan pekerjaan lain yaitu dengan mengikutsertakan anggota rumah tangga untuk bekerja pada sektor publik seperti ikut membantu menggarap sawah maupun sektor domestik seperti ikut membantu memasak di dapur yaitu sebanyak 16 rumah tangga (35.5%), sedangkan rumah tangga responden lainnya menerapkan strategi alokasi sumber daya manusia dengan melakukan penambahan jam kerja (lembur). Sebagian besar rumah tangga responden juga menerapkan strategi basis produksi dengan melakukan penganekaragaman jenis komoditi usaha pertanian yaitu sebanyak 11 rumah tangga (24.5%), selain itu rumah tangga responden melakukan pemilihan bibit unggul, pemupukan dan strategi basis produksi lainnya. Penggunaan strategi basis produksi dikarenakan mereka beranggapan bahwa strategi ini merupakan strategi paling ampuh untuk menambah pendapatan rumah tangga. Usaha ekstensifikasi yang banyak digunakan oleh buruh tani di Desa Cikarawang adalah dengan melakukan penganekaragaman jenis komoditi. Ketika memasuki musim kemarau, buruh tani di Desa Cikarawang cenderung untuk menanami lahan pertanian dengan tanaman ubi jalar dan singkong karena ketersedian air yang kurang sedangkan pada musim hujan, buruh tani cenderung untuk menanami lahan pertanian dengan tanaman padi karena ketersedian air untuk mengairi lahan pertanian tercukupi. Usaha intensifikasi yang banyak digunakan oleh buruh tani di Desa Cikarawang adalah dengan menggunakan bibit unggul. Bibit unggul yang digunakan adalah bibit hibrida yang diperoleh dengan melakukan persilangan antara bibit padi dengan sejenis gandum karena rasanya dianggap lebih enak dan dapat meningkatkan produktifitas usaha tani. Strategi spasial yang digunakan oleh sebagian besar rumah tangga responden adalah dengan melakukan mobilitas harian yaitu sebanyak 16 rumah tangga (64.4%), sedangkan rumah tangga responden lainnya melakukan migrasi temporer. Migrasi temporer yang dilakukan anggota rumah tangga responden yaitu bekerja sebagai pegawai swasta di daerah di luar Desa Cikarawang. Sebagian besar anggota rumah tangga responden bekerja di Kota Jakarta karena dianggap menawarkan lapangan pekerjaan yang lebih luas. Mobilitas harian yang dilakukan anggota rumah tangga responden yaitu bekerja sebagai buruh pabrik, pedagang di pasar, maupun pegawai honorer di sekitar Desa Cikarawang. Strategi finansial yang digunakan oleh sebagian besar rumah tangga responden adalah dengan melakukan pengurangan kualitas bahan makan yaitu sebanyak 19 rumah tangga (42.2%), pengurangan frekuensi makan, dan penjualan barang berharga. Sebagian besar anggota rumah tangga responden melakukan pengurangan frekuensi makan dari tiga kali menjadi dua kali dalam sehari. Pengurangan kualitas bahan makan yang dilakukan rumah tangga responden meliputi penggantian bahan makan berupa zat protein hewani ke nabati dan penggunaan kompor tungku sebagai pengganti kompor minyak untuk memasak. Penjualan barang berharga yang dilakukan rumah tangga responden meliputi penjualan alat transportasi, petak sawah maupun hewan ternak. KETIMPANGAN PADA GENDER, TINGKAT KEMISKINAN, DAN PENGARUHNYA TERHADAP STRATEGI BERTAHAN HIDUP RUMAH TANGGA BURUH TANI MISKIN DI DESA CIKARAWANG Tabel 6. Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kemiskinan dan ketimpangan gender di Desa Cikarawang, 2012 Ketimpangan gender Rumah tangga tidak timpang Rumah tangga timpang Total Tingkat kemiskinan Miskin 7 (87.5%) 3 (8.1%) 10 (22.2%) Sangat miskin 1 (12.5%) 34 (91.9%) 35 (77.8%) Total 8 (100%) 37 (100%) 45 (100%) Uji tabulasi silang digunakan untuk memperlihatkan hubungan antara ketimpangan gender dengan tingkat kemiskinan pada rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang. Hal ini ditunjukkan dengan sebagian besar rumah tangga timpang masuk ke dalam tingkat kemiskinan dengan kategori sangat miskin sedangkan sebagian besar rumah tangga tidak timpang masuk ke dalam tingkat kemiskinan dengan kategori miskin. Hal ini memperlihatkan bahwa sebagian besar rumah tangga yang mengalami ketimpangan gender cenderung berada pada kondisi perekonomian yang lemah atau miskin daripada rumah tangga yang tidak mengalami ketimpangan gender. Hasil pengujian statistik dengan menggunakan analisis regresi linear berganda digunakan untuk melihat pengaruh ketimpangan gender terhadap tingkat kemiskinan pada rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang. Dihasilkan nilai signifikansi sebesar 0.045 untuk variabel ketimpangan gender dalam akses dan 0.006 untuk variabel ketimpangan gender dalam kontrol, nilai signifikansi tersebut kurang dari (α) = 0.05 maka hipotesis kerja (Hk) diterima yaitu ketimpangan gender (akses dan kontrol) berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan rumah tangga buruh tani di Desa Cikarawang. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan sebab akibat diantara variabel ketimpangan gender (akses dan kontrol) dan tingkat kemiskinan. Nilai koefisien untuk variabel ketimpangan gender dalam akses pada persamaan regresi di atas menunjukkan angka positif (+0.452) begitu juga dengan nilai koefisien untuk variabel ketimpangan gender dalam kontrol (+0.863). Nilai positif ini menunjukkan pengaruh satu arah antara variabel ketimpangan gender (akses dan kontrol) terhadap tingkat kemiskinan yaitu menolak Ho dan menerima hipotesis kerja (Hk) bahwa ketimpangan gender berpengaruh signifikan positif terhadap tingkat kemiskinan dengan asumsi bahwa semakin tinggi ketimpangan gender maka akan berpengaruh pada semakin miskinnya rumah tangga buruh tani. Selanjutnya dari pengujian terhadap model regresi diperoleh nilai R Square (R2) menunjukkan angka 0.395 atau kontribusi pengaruh variabel ketimpangan gender terhadap tingkat kemiskinan adalah sebesar 39.5% dan sisanya 60.5% merupakan kontribusi pengaruh dari variabel lain. Sebagian besar responden menyatakan bahwa apabila anggota rumah tangga buruh tani baik laki-laki maupun perempuan tidak memiliki kesempatan dan kemampuan yang sama untuk menggunakan maupun mengendalikan Sodality : Jurnal Sosiologi Pedesaan Agustus 2013 108