BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kontrol Diri

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI & SARAN

BAB II TINJAUAN TEORI. ini, akan dijelaskan mengenai parasosial, dan penjelasan mengenai remaja

PSIKOLOGI REMAJA. Sumber buku : Psikologi Remaja karangan Prof. Dr. Sarlito WS. Oleh : Saktiyono B. Purwoko, S.Psi

BAB II LANDASAN TEORI DAN RUMUSAN MASALAH. Menurut Branden (dalam Esri, 2004) perilaku seseorang mempengaruhi dan

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN. Individu yang memasuki sekolah menengah pertama pada umumnya berada

BAB 3 METODE PENELITIAN Variabel Penelitian, Definisi Operasional, dan Hipotesis

BAB 2 LANDASAN TEORI. terjadi ketika seseorang atau organisme mencoba untuk mengubah cara

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena pengidolaan Korean pop belakangan ini sedang banyak terjadi, Kpop atau

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Valentina, 2013). Menurut Papalia dan Olds (dalam Liem, 2013) yang dimaksud

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. UKM Olahraga merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

Perkembangan Individu

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbatas pada siswa baru saja. Penyesuaian diri diperlukan remaja dalam menjalani

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Konsumtif

BAB 3 METODE PENELITIAN Variabel Penelitian & Definisi Operasional. seseorang dalam melakukan tugas.

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

Bab I Pendahuluan. di Indonesia ialah budaya korea. Budaya korea disebut juga Hallyu atau "Korean

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan

TINJAUAN PUSTAKA Remaja

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan. Dari tahun ketahun menikah memiliki mode, misal saja di zaman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. atau mengarahkan diri ke arah yang lebih baik ketika di hadapkan dengan godaangodaan

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja. Menurut Havighurst (dalam Syaodih : 161) mengatakan bahwa:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak

golongan ekonomi menengah. Pendapatan keluarga rata-rata berada pada kisaran lima jutaan rupiah perbulan dengan sebagian besar ayah bekerja sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas. perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN. beradaptasi di tengah kehidupan masyarakat yang lebih luas.

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pembentukan kepribadian akan sangat ditentukan pada masa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN oleh: Dr. Lismadiana,M.Pd

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki hak untuk dapat hidup sehat. Karena kesehatan

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS

BAB II KAJIAN TEORI. dengan disciple yaitu individu yang belajar dari atau secara suka rela

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sekolah, mengontrol diri dan bertanggungjawab serta berperilaku sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan. Semakin dini stimulus yang diberikan, semakin banyak peluang

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Self-Control 2. 1. 1. Definisi Self-Control Self-control adalah tenaga kontrol atas diri, oleh dirinya sendiri. Delisi dan Berg (2006) mengungkapkan bahwa self-control berkaitan dengan tindakan seseorang untuk mengendalikan atau menghambat secara otomatis kebiasaan, dorongan, emosi, atau keinginan dengan tujuan untuk mengarahkan perilakunya. Self-control merupakan kenderungan individu untuk mempertimbangkan berbagai konsekuensi untuk perilaku tertentu (Wolfe, Higgins & Marcuum, 2008). Menurut Berk (dalam Gunarsa, 2009), self-control adalah kemampuan individu untuk menahan keinginan atau dorongan sesaat yang bertentangan dengan tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma sosial. Selfcontrol terjadi ketika seseorang atau organisme mencoba untuk mengubah cara bagaimana seharusnya individu tersebut berpikir, merasa, atau berperilaku (Muraven & Baumeister, 2000). Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa self-control berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan dari dalam dirinya sehingga mampu membuat keputusan dan mengambil tindakan yang efektif sesuai dengan standar ideal, nilai-nilai moral dan harapan sosial. 2.1.2. Faktor Self-Control Tangney, Baumeister, dan Boone (2004), mengatakan self controlmerupakan kemampuan seseorang untuk menahan suatu respon yang dianggap negatif dan mengarahkannya kepada respon lain yang lebih baik dalam 5 faktor yaitu self discipline, deliberate/nonimpulsive, healthy habits, work ethic, dan reliability. Self- Discipline adalah kemampuan diri untuk melakukan apa yang dipikirnya sebagai sesuatu yang benar. Deliberate/Non-impulsive berkaitan dengan kecenderungan terhadap tindakan yang bukan hanya tiba-tiba tetapi juga gegabah. Healthy Habits merupakan tingkat disiplin yang tinggidan pengendalian diri, berkaitan dengan perilakuyang bermanfaat bagikesehatan fisik dan mentalseseorang. Work Ethic merupakan pengendalian diri yang berkaitan dengan seperangkat nilai-nilai berdasarkan 7

8 kerja keras dan ketekunan, juga merupakan keyakinan akan manfaat moral kerja. Reliabilityadalah kemampuan seseorang atau sistem untuk melakukan dan mempertahankan fungsinya dalam keadaan rutin. Kelima aspek ini yang digunakan untuk menyusun alat ukur self-control yang disebut dengan self-control scale oleh Tangney, Baumeister, dan Boone (2004) yang akan diadaptasi untuk mengukur self-control di dalam penelitian ini. 2.1.3 Perkembangan Self-Control Logue (dalam Sriyanti, 2011) mengatakan bahwa salah satu faktor pembentukan self control adalah faktor genetik. Anak-anak keturunan orang yang impulsif akan mempunyai kecenderungan berperilaku impulsif. Sriyanti (2011) juga mempertegas bahwapembentukan self control sudah diawali sejak masa kanak-kanak, ketika anak masih dalam buaian orang tuanya. Dalam hal ini orang tua menjadi pembentuk pertama self control. Cara orang tua menegakkan disiplin, cara orang tua merespon kegagalan anak, gaya berkomunikasi, cara orang tua mengekspresikan kemarahan (penuh emosi atau mampu menahan diri) merupakan awal anak belajar tentang kontrol diri. Sejalan dengan bertambahnya usia individu, bertambah luas pula komunitas sosial yang mempengaruhi individu sehingga bertambah banyak pengalaman-pengalaman sosial yang dialami. Individu belajar dari lingkungan bagaimana cara orang merespon terhadap suatu keadaan, belajar bagaimana merespon ketidaksukaan atau kekecewaan, bagaimana merespon kegagalan, bagaimana orangorang mengekspresikan keinginan atau pandangannya yang menuntut kemampuan kontrol diri. Dari berbagai kejadian, ada orang yang dapat mengendalikan diri secara baik, ada pula orang yang pengendalian dirinya rendah, setiap perilaku akan memberikan efek tertentu dan individu bisa belajar dari semua itu termasuk dari efek yang ditimbulkan dari suatu perilaku. Sebagaimana Bandura (dalam Sriyanti, 2011) nyatakan bahwa seseorang tidak hanya belajar dari mengamati perilaku orang lain, tetapi juga belajar dari efek yang ditimbulkan oleh suatu perilaku. 2.1.4 Fungsi dan Peran Self-Control Messina dan Messina (dalam Gunarsa, 2009), menyatakan bahwa pengendalian diri memiliki beberapa fungsi:

9 a) Mengatasi perhatian individu kepada orang lain. Dengan adanya self-control, individu akan memberikan perhatian pada kebutuhan pribadinya, tidak sekedar berfokus pada kebutuhan, kepentingan atau keinginan orang lain dilingkungannya. Perhatian yang terlalu banyak pada kebutuhan, kepentingan dan keinginan orang lain akan menyebabkan individu mengabaikan bahkan melupakan kebutuhan pribadinya. b) Membatasi individu untuk bertingkah laku negatif. Individu yang memiliki self-control akan terhindar dari berbagai tingkah laku negatif. Self-control memiliki arti sebagai kemampuan individu untuk menahan dorongan atau keinginan untuk bertingkah laku (negative) yang tidak sesuai dengan norma sosial. c) Membantu individu untuk memenuhi kebutuhan hidup secara seimbang. Individu yang memiliki self-control yang baik, akan berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya dalam takaran yang sesuai dengan kebutuhan yang ingin dipenuhi. Dalam hal ini, self-control membantu individu untuk menyeimbangkan pemenuhan kebutuhan hidup. d) Membatasi keinginan individu untuk mengendalikan orang lain dilingkungannya. Dengan adanya self-control, individu akan membatasi ruang bagi aspirasinya dan memberikan ruang bagi aspirasi orang lain. Self control memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia, terdapat dua alasan mengapa self control penting (Calhoun dan Acocclla dalam Zulkarnain, 2002), yaitu : a) Faktor sosial Karena manusia hidup berkelompok dalam suatu masyarakat, maka setiap orang harus dapat mengontrol tingkah laku yang bertentangan dengan norma masyarakat. Setiap manusia menpunyai dorongan-dorongan dalam diri yang menuntut pemuasan, misalnya saja dorongan-dorongan seksual dan agresif. Oleh karena harus memuaskan kebutuhan dari dorongan-dorongan tersebut, maka manusia tersebut harus dapat mengontrol dorongan yang dimilikinya agar tidak muncul menjadi tampilan tingkah laku yang tidak dapat diterima oleh masyarakat disekelilingnya, sehingga tidak mengganggu kenyamanan dan keamanan orang lain.

10 b) Faktor personal Setiap manusia memperoleh pencapaian tujuannya melalui keiginan. Dalam mencapai tujuan tersebut diperlukan self control. Seseorang akan membuat standar-standar untuk mencapai tujuan, dan ketika pencapaiannya diperlukan proses belajar mengontrol dorongan untuk memuaskan kebutuhan dengan segera demi tercapainya tujuan jangka panjang yang diharapkan. 2.2 Celebrity Worship 2.2.1 Definisi Celebrity Celebrity adalah individu yang memiliki profil yang menonjol, daya tarik dan pengaruh dalam sehari-hari media. Istilah ini identik dengan kekayaan (umumnya dilambangkan sebagai orang dengan ketenaran dan kekayaan), tersirat dengan daya tarik populer besar menonjol dalam bidang tertentu, dan dapat dengan mudah dikenali oleh masyarakat umum. Berbagai karir dalam bidang olahraga dan hiburan sering dikaitkan dengan status celebrity (Brockes, 2010). Dari penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa celebrity merupakan individu yang memiliki ketenaran atau dikenal oleh masyarakat umum atas pekerjaan atau perilaku apa yang sudah dilakukan oleh individu tersebut. 2.2.2 Definisi Celebrity Worship Celebrity worship menurut Maltby et al., (2006) adalahidentitas struktur yang terdapat di dalam diri individu yang membantu penyerapan psikologis terhadap celebrity idola dalam upaya untuk membangun sebuah identitas diri dan rasa pemenuhan dalam diri individu tersebut. McCutcheon et al., (dalam Sheridan, 2007) berspekulasi bahwa sifat yang dimiliki celebrity worshipper (fans) mirip dengan sifat kecanduan. Semakin tinggi kecanduan terhadap celebrity idolanya, maka semakin tinggi pula tingkat keterlibatannya dengan sosok idola tersebut (celebrity involvement). Dijelaskan oleh (Darfiyanti & Putra, 2012), bahwa bila intensitas keterlibatan dengan celebrity meningkat, fans akan menggangap bahwa celebrity idolanya adalah orang yang dekat dan fans akan terus mengembangkan hubungan parasosial. Hubungan parasosial adalah hubungan yang diimajinasikan antara fans dengan sosok yang diidolakan yang bersifat satu arah, dari fans kepada idola (celebrity)

11 Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa celebrity worship adalah segala bentuk perilaku atau perasaan yang timbul dari dalam diri untuk memuja sosok idola sebagai suatu pemuasan, hiburan ataupun mengisi kekosongan. 2.2.2.1 Teori Celebrity Worship Menurut Maltby et al, (2006) celebrity worship dibagi menjadi tiga aspek yang bisa digambarkan sebagai tingkatan, yaitu: a) Entertainment-social Aspek ini digambarkan dengan motivasi yang mendasari pencarian aktif fans terhadap celebrity. Keterlibatan fans dengan celebrity idola yang bertujuan untuk hiburan atau menghabiskan waktu, yang didasari oleh ketertarikan fans terhadap bakat, sikap, perilaku dan hal yang telah dilakukan oleh celebrity tersebut, contohnya fans mengidolakan seorang penyanyi karena memiliki suara yang indah ataupun seorang pemain sepak bola yang memiliki bakat dalam bermain sepak bola dan sebagainya. Biasanya kegiatan pencarian aktif fans dilakukan dengan penggunaan media sebagai sarana untuk mencari informasi mengenai celebrity idola. Pada aspek ini fans juga merasa bahwa penting atau senang membicarakan celebrity idolanya dengan orang banyak dan juga senang membicarakan dengan fans lain yang juga mengidolakan celebrity yang sama. Umumnya, alasan individu mencari informasi mengenai celebrity idolanya adalah untuk menyesuaikan diri terhadap norma sosial dan lari dari realita (fancasy-escape from reality). b) Intense-personal Aspek ini menggambarkan perasaan yang intensif dan kompulsif terhadap celebrity, dan hampir mendekati perasaan obsesif fans terhadap celebrity idolanya. Fans memiliki kebutuhan untuk mengetahui apapun tentang celebrity idolanya, mulai dari berita terbaru hingga informasi mengenai pribadi celebrity. Rasa empati yang tinggi yang dirasakan fans terhadap idolanya membuat fans merasa memiliki ikatan khusus dengan celebrity idolanya bahkan ikut merasakan apa yang terjadi dengan celebrity tersebut. Contohnya fans merasa sedih jika celebrity idolanya mengalami kegagalan dan fans sangat perduli terhadap apapun yang terjadi pada idolanya.

12 c) Borderline-pathological Merupakan tingkatan paling tinggi atau mendalam dari hubungan keterlibatan fans dengan celebrity. Hal ini digambarkan dalam sikap seperti, kesediaan untuk melakukan apapun demi celebrity tersebut meskipun hal tersebut melanggar hukum, fans mulai berfantasi dan berkhayal memiliki kedekatan khusus dengan celebrity idolanya, fans memiliki keyakinan idolanya akan menolong saat fans tersebut membutuhkan bantuan. Fans yang seperti ini tampak memiliki pemikiran yang tidak terkontrol dan menjadi irasional. Tingkat tersebut menunjukan bahwa semakin seseorang memuja dan terlibat dengan sosok celebrity tertentu, maka hubungan parasosial yang terjalin akan semakin kuat. Ketiga dimensi atau tingkatan ini merupakan alat ukur celebrity worship yang disebut dengan celebrity attitude scale (CAS) oleh Maltby et al., (2006) yang akan diadaptasi untuk mengukur celebrity worship di dalam penelitian ini. 2.2.3 Dampak-Dampak Celebrity Worship 2.2.3.1 Dampak Positif Sebuah studi di Kanada, oleh Boon dan Lomore (dalam Sheridan, et al., 2006) mensurvei kepada 75 mahasiswa. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa 58.7% dari mahasiswa tersebut percaya bahwa celebrity idola mereka telah mempengaruhi sikap dan keyakinan mereka atau telah mengilhami mereka untuk mengejar kegiatan tertentu. 2.2.3.2 Dampak Negatif Melalui telepon, Cheung dan Yue (dalam Sheridan, et al., 2007) mewawancarai 833 sample di Cina, yang memuja celebrity (terutama idola pop musik dan atlit), menemukan bahwa celebrity worship diperkirakan membuat sample rendah dalam kinerja kerja maupun kinerja belajar, memiliki self-esteem yang cenderung rendah dan kesulitan dalam menemukan identitas diri. Kemudian diperkuat oleh Sheridan, et al. (2007) dalam penelitiannya, menyimpulkan bahwa celebrity worship memiliki elemen adiktif dan bahwa celebrity worship memiliki hubungan dengan kriminalitas. Meskipun korelasi tidak kuat dalam penelitian ini, namun berdasarkan penelitian sebelumnya mereka tetap konsisten bahwa hubungan tersebut signifikan.

13 2.3 Dewasa Awal 2.3.1 Definisi Dewasa Awal Vaillant (dalam Papalia, Old & Feldman, 2008) mengatakan bahwa individu dewasa awal berusia sekitar usia 20 sampai 30 tahun. Masa dewasa awal merupakan masa adaptasi dengan kehidupan, dimana individu mulai membangun apa yang ada pada dirinya, mencapai kemandirian, menikah, mempunyai anak, dan membangun persahabatan yang erat. Hurlock (2004), juga menyatakan bahwa masa dewasa awal merupakan saat fisik dan psikologis berkembang secara matang hingga mulai berkurangnya kemampuan reproduktif. Ia juga mengatakan bahwa masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapanharapan sosial baru. Individu dewasa awal diharapkan memainkan peranan baru seperti peran suami atau isteri, orang tua dan pencari nafkah dan mengembangkan sikap-sikap baru, keinginan-keinginan dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas baru ini. Dapat disimpulkan bahwa dewasa awal merupakan masa peralihan dari masa remaja menuju masa dewasa yang sesungguhnya, dimana individu telah dianggap mampu untuk bertanggung jawab dan memikirkan hal-hal penting lain dalam hidupnya. Bentuk tanggung jawab seperti mulai serius belajar demi karir di masa yang akan datang, atau memilih pasangan yang lebih serius telah mulai ditekuni oleh individu dewasa. 2.3.2 Masa Transisi Dewasa Awal Menurut Santrock (dalam Dariyo, 2008), masa dewasa awal merupakan masa transisi, baik transisi secara fisik (physically transition), transisi secara intelektual (cognitive transition), serta transisi peran sosial (social role transition). a) Physical transition Pada masa ini, individu dewsa awal mengalami peralihan dari masa remaja untuk memasuki masa tua. Penampilan fisiknya telah benar-benar matang sehingga siap melakukan tugas-tugas individu dewasa lainnya seperti bekerja, menikah, memiliki anak dan bertindak serta bertanggung jawab untuk dirinya ataupun orang lain. Keadaan fisik yang prima ini akan terus berkurang seiring dengan bertambahnya usia pada individu dewasa awal.

14 b) Cognitive Intelektual Pada masa ini, perkembangan kognitif individu dewasa awal telah memasuki tahap operasional formal, bahkan kadang-kadang mencapai tahap post-operasi formal. Taraf ini menyebabkan individu dewasa awal mampu memecahkan masalah yang kompleks dengan kapasitas berpikir abstrak, logis, dan rasional. c) Social role transition Pada masa ini, individu dewasa awal akan segera menikah dan membina keluarga dan berpisah dari orangtua. Di dalam kehidupan berkeluarga, individu dewasa bertanggungjawab untuk melaksanakan peran dan kewajibannya masing-masing dengan baik, mulai dari karir, mengurus anak dan membina keluarga. 2.3.3 Perkembangan Kognitif Dewasa Awal Piaget (dalam Papalia, Old & Feldman, 2008) menjelaskan bahwa pada masa dewasa awal telah memasuki tahap operasional formal dimana perubahan-perubahan kognitif mulai terjadi. Ada 2 cara berpikir baru yang mulai terjadi pada masa dewasa awal, yaitu : a) Berpikir reflektif Berpikir reflektif (reflective thinking) merupakan jenis berpikir yang logis yang muncul pada masa dewasa, melibatkan evaluasi terhadap informasi dan keyakinan secara berkesinambungan dan aktif dengan pertimbangan bukti dan implikasi. Pemikiran reflektif dapat menciptakan sistem intektualyang rumit mempertemukan ide-ide atau pertimbangan yang saling berseberanga. b) Pemikiran Pascaformal Pemikiran pascaformal (postformal thought) merupakan jenis berpikir jenis berpikir matang yang bergantung pada pengalaman subjektif dan intuisi serta logika, berguna dalam menghadapi ambiguitas, ketidakpastian, inkonsistensi, kontradiksi, ketidaksempurnaan dan kompromi. 2.3.4 Tugas Perkembangan Dewasa Awal Individu dewasa awal mulai membentuk kehidupan keluarga dengan pasangan hidupnya, yang telah dibina sejak masa remaja. Havighurst (dalam Dariyo, 2008) menjelaskan tugas-tugas perkembangan dewasa, di antaranya :

15 a) Mencari dan menemukan calon pasangan hidup Setelah masa remaja, golongan dewasa awal semakin memiliki kematangan fisiologis (seksual) sehingga mereka siap melakukan tugas reproduksi, yaitu mampu melakukan hubungan seksual dengan lawan jenisnya. b) Membina kehidupan rumah tangga Individu dewasa awal mulai mempersiapkan diri untuk menjadi mandiri tanpa bergantung pada orang tua lagi. Sikap mandiri itulah yang merupakan langkah positif, karena sekaligus dijadikan sebagai persiapan untuk memasuki kehidupan rumah tangga yang baru. Selain itu, juga harus dapat menyesuaikan diri dan bekerja sama dengan pasangan hidup masing-masing dan menjalin hubungan baik dengan kedua orang tua. c) Meniti karier dalam rangka memantapkan kehidupan ekonomi rumahtangga Setelah menyelesaikan pendidikan formal, pada umumnya dewasa awal memasuki dunia kerja untuk menerapkan ilmu dan keahlian. Individu berupaya menekuni karier sesuai dengan minat dan bakat yang dimiliki, serta memberi jaminan masa depan keuangan yang baik. Masa dewasa awal adalah masa untuk mencapai puncak prestasi. Dengan penuh idealisme, individu dewasa awal bekerja keras dan bersaing dengan teman sebaya (atau kelompok yang lebih tua) untuk menunjukkan prestasi kerja. Dengan mencapai prestasi kerja yang terbaik, mereka akan mampu memberi kehidupan yang makmur-sejahtera bagi keluarganya. d) Menjadi warga negara yang bertanggung jawab Warga negara yang baik adalah warga negara yang taat dan patuh pada tata aturan perundang-undangan yang berlaku. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan cara-cara, seperti mengurus dan memiliki surat-surat kewarganegaraan (KTP, akta kelahiran, surat paspor/visa), Membayar pajak (pajak televisi, telepon, listrik, air, pajak kendaraan bermotor, pajak penghasilan), menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat dengan mengendalikan diri agar tidak tercela di mata masyarakat, dan mampu menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial di masyarakat (ikut terlibat dalam kegiatan gotong royong, kerja bakti membersihkan selokan, memperbaiki jalan, dan sebagainya). 2.4 Kerangka Berpikir Penelitian ini mengembangkan sebuah kerangka berpikir berdasarkan fenomena banyaknya individu usia dewasa, terutama di Jakarta, yang memiliki celebrity worship.

16 Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan antara self-control dengan celebrity worship pada dewasa awal. Berikut ini merupakan kerangka berpikir yang digunakan dalam penelitian : Fenomena Perilaku celebrity worship masih banyak ditemukan pada usia dewasa, sedangkan salah satu tugas dalam perkembangan individu pada usia dewasayang dimulai pada tahap dewasa awal, diharapkan individu sudah dapat memikirkan bagaimana masa depannya, dan tidak bertindak hanya dengan menurutin kepuasan saja. Variable 1 Self-control Variable 2 Celebrity worship Gambar 2.1 kerangka berpikir Dewasa awal merupakan masa transisi pada seorang remaja untuk memasuki usia dewasa. Salah satu transisi penting yang dialami oleh individu dewasa awal adalah transisi sosial, dimana tanggung jawab terhadap diri sendiri dan lingkungan telah menjadi tugas dari individu dewasa awal yang akan berguna untuk membangun kehidupannya kehidupannya dimasa depan. Namun saat ini banyak ditemui dewasa awal yang masih memiliki perilaku celebrity worship, Seperti yang jelaskan oleh Darfiyanti & Putra (2012), yang merupakan perilaku celebrity worship adalah fans rela meluangkan waktu, tenaga dan uang demi bertemu dengan idola pop atau mendapatkan hal-hal yang berhubungan dengan idola yang disukai. Perilaku celebrity worship yang ditimbulkan, sesuai dengan dimensi celebrity worship dari Maltby et al,. (2006), bahwa fans rela melakukan suatu hal demi idola nya. Mulai dari hal yang sederhana yaitu membicarakan celebrity idola, mendapatkan hal yang berhubungan dengan celebrity, merasakan empati terhadap celebrity, sampai melakukan hal yang melanggar normal sosial. Hal ini diperkuat Sheridan, et al. (2006) dalam penelitiannya, menyimpulkan bahwa celebrity worship memiliki hubungan dengan kriminalitas atau pelanggaran norma sosial.

17 Sedangkan penelitian lain mengenai pelanggaran norma sosial yang dilakukan oleh Gailiot, Gitter, Baker, dan Baumeister (2012) secara langsung menguji apakah selfcontrol yang rendah akan menyebabkan orang melanggar norma-norma sosial dan aturan lain di dalam sebuah konflik antara keinginan pribadi dan tuntutan eksternal. Kesimpulan secara umum yang didapat dari penelitian yang dilakukan oleh Gailiot, Gitter, Baker, dan Baumeister (2012), dikatakan bahwa self-control yang rendah meningkatkan berbagai pelanggaran aturan sosial. Yang lebih penting, ditemukan bahwa self-control yang rendah berkontribusi terhadap pelanggaran aturan termasuk terlibat dalam perilaku berisiko yang termasuk pelanggaran serius terhadap aturan etika, menggunakan kata-kata yang tidak senonoh dan mengabaikan norma yang paling dasar dan umum. Hal ini sesuai dengan faktor-faktor self-control dari Tangney, Baumeister, dan Boone (2004), yaitu self discipline, deliberate/nonimpulsive, healthy habits, work ethic, dan reliability Dengan kata lain, perilaku celebrity worship dapat menimbulkan pelanggaran norma sosial, dan pelanggaran norma sosial juga diakibatkan oleh self-control yang rendah. Hal ini membuat peneliti ingin meneliti, adakah hubungan yang signifikan antara celebrity worship dan self-control. 2.5 Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap suatu permasalahan yang dihadapi dalam penelitian, dimana jawaban sementara akan diuji lagi kebenerannya. Hipotesis berarti pendapat yang kebenarannya masih rendah atau kadar kebenarannya masih belum meyakinkan (Sugiyono, 2007 : 93). Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya hubungan negatif yang signifikan antara self-control dengan celebrity worship pada dewasa awal. Artinya semakin tinggi self-control pada dewasa awal maka akan semakin rendah atau kurangnya perilaku celebrity worship pada individu tersebut. Tinggi atau rendahnya self-control menentukan tahap dari celebrity worship yang diukur berdasarkan tiga aspek yang ada di dalam Celebrity Attitude Scale (CAS). Adanya hubungan negatif yang signifikan antara self-control dengan entertainment social, adanya hubungan negatif yang signifikan antara self-control dengan intense-personal, dan adanya hubungan negatif yang signifikan antara self-control dengan Borderline-pathological.

18