BAB II TINJAUAN TEORI. A. Perilaku Makan. Perilaku Makan menurut Notoatmodjo (2007) adalah respon seseorang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sekelompok (peer group) serta kurangnya kepedulian terhadap masalah kesehatan.

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepribadian. konsistensi perasaan, pemikiran, dan perilaku-perilaku (Pervin & Cervone, 2010).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Feist (2010:134) kajian mengenai sifat manusia pertama kali

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, yaitu kepribadian, yang terdiri dari:

BAB 2 LANDASAN TEORI. tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control dapat

Hubungan Antara Dimensi Kepribadian Big Five Dengan Perilaku Makan Pada Mahasiswa UIN Suska Riau Di Pekanbaru Riau

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel komitmen, dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Konsep tentang locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter pada tahun

menjadi bagian dari kelompoknya dengan mengikuti norma-norma yang telah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini setiap individu pasti pernah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan memegang peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadikannya sebagai insal kamil, manusia utuh atau kaffah. Hal ini dapat terwujud

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sampel dari suatu perilaku. Tujuan dari tes psikologi sendiri adalah untuk

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. meneliti sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan. Menurut Mangkunegara (2005) manajemen adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Wade dan Tavris (2007: 194) menyebutkan bahwa kepribadian

BAB I PENDAHULUAN. Utuh berarti bahwa individu tidak dapat dipisahkan dengan segala cirinya,

TRAIT FACTOR THEORY EYSENCK, CATTELL, GOLDBERG. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

BAB III METODE PENELITIAN. merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif komparatif, yakni jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang kebutuhan dan keinginan seseorang serta menunjukan arah

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut akan terus-menerus mendorong manusia

BAB II URAIAN TEORITIS. Sumbayak (2009) dengan judul skripsi Pengaruh Tipe Kepribadian Big Five

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain dilakukan tes psikologi. Salah satu pengukuran yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Keberhasilan suatu organisasi dipengaruhi oleh kinerja (job performance)

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi di Indonesia saat ini memasuki masalah gizi ganda (Double

BAB I PENDAHULUAN. publik harus bersikap independen terhadap berbagai kepentingan.

2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia

Variabel Penelitian Identifikasi Variabel Penelitian Variabel dapat diartikan sebagai konsep mengenai atribut atau sifat yang terdapat pa

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin

BAB II LANDASAN TEORI

Resolusi Konflik dalam Perspektif Kepribadian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lanjut usia adalah tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia

PERSONALITY AND EMOTIONAL. By Syafrizal Chan

BAB I PENDAHULUAN. gangguan perkembangan ( 2013)

BAB II LANDASAN TEORI. Pembelian Impulsif adalah salah satu jenis dari perilaku membeli, dimana

BAB I PENDAHULUAN. juga merupakan calon intelektual atau cendikiawan muda dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran sebagai suami dan istri dengan tugasnya masing-masing. Pada keluarga

BAB 3 Metode Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. organisasi yang efektif (Yukl, 2010). Tidak ada organisasi yang mampu berdiri tanpa adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit

BAB II LANDASAN TEORI A. LANDASAN TEORI PSYCHOLOGICAL ADJUSTMENT. Weiten dan Lloyd (2006) menyebutkan bahwa psychological adjustment

BAB I PENDAHULUAN. Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan orang tua. Melalui orang tua,

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. muncul dari perubahan konteks sosio-ekonomi, politik dan budaya. Konteks ini

4. METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kerugian terjadi ketika dua belah pihak yang terlibat tidak dapat mencapai

Gambaran Kepribadian Dosen-Tetap pada Universitas Swasta Terbaik di Indonesia

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II. meningkatkan fungsi konstruktif konflik. Menurut Ujan, dkk (2011) merubah perilaku ke arah yang lebih positif bagi pihak-pihak yang terlibat.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing

BAB III METODE PENELITIAN

HUBUNGAN TRAIT BIG-FIVE PERSONALITY

BAB II LANDASAN TEORI A. BURNOUT

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian, identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, subjek penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari masa anak anak menuju masa

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kota Bandung dengan populasi penduduk kota

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi tantangan hidup, terkadang orang akan merasakan bahwa

12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG

Sejarah dan Aliran-Aliran Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

TINJAUAN PUSTAKA. Sosial Ekonomi Keluarga

BAB I PENDAHULUAN. ini bisa dilihat dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pada individu seperti dampak fisik, sosial, intelektual, psikologis dan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi merupakan istilah yang umum digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. ia berada karena tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sikap (attitude) adalah pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Hubungan Antara Kepribadian Dengan Kemampuan Adaptasi Lintas Budaya Pada Expatriate Leader

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (human resource) guna menjalankan fungsinya dengan

Analisis Faktor Alat Ukur Kepribadian Big Five (Adaptasi dari IPIP) pada Mahasiswa Suku Jawa

BAB I PENDAHULUAN. dan meningkatkan efektivitas kinerja organisasi. Kepemimpinan seorang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Status nutrisi adalah kondisi kesehatan yang dipengaruhi oleh asupan dan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan korelasi ganda. Penelitian korelasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. moral dan sebaliknya mengarah kepada nilai-nilai modernitas yang sarat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perawat atau Nurse berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam, sehingga kebutuhan zat gizinya dapat terpenuhi.

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk lansia di Indonesia berjumlah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pervin (1993) menyatakan bahwa selama bertahun-tahun banyak peneliti

BAB I PENDAHULUAN. dimana individu memperoleh ilmu mengenai kepemimpinan yang di

Psikologi Kepribadian I

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

VIRGINITY VALUE DITINJAU DARI BIG FIVE PERSONALITY. Patmawati Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan, dan klinis (Anastasi dan Urbina, 1997; Aslam, 2011).

BAB II LANDASAN TEORI. Logoterapi ditemukan dan dikembangkan oleh Victor E. Frankl, seorang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. merupakan penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numerical

BAB I PENDAHULUAN. selayaknya mendapatkan perhatian utama baik dari pemerintah maupun. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,

BAB II LANDASAN TEORI. membahas unsur sikap baik sebagai individu maupun kelompok. Banyak kajian

BAB I PENDAHULUAN. ini disebabkan oleh ulah manusia itu sendiri, yaitu merupakan penyakit AIDS,

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang memerlukan zat gizi untuk hidup, tumbuh, berkembang, Energi dibutuhkan oleh setiap orang untuk mempertahankan hidup,

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

11 BAB II TINJAUAN TEORI A. Perilaku Makan 1. Pengertian Perilaku Makan Perilaku Makan menurut Notoatmodjo (2007) adalah respon seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap, dan praktik terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya (zat gizi), pengolahan makanan dan sebagainya. Perilaku makan adalah tindakan seseorang terhadap makanan yang dipengaruhi oleh persepsi, pengetahuan terhadap makanan (Gibney, dkk, 2008). Menurut Koentjaraningrat (dalam Khumaidi, 1994), perilaku makan adalah cara seseorang berpikir atau berpengetahuan, berperasaan, dan perpandangan, tentang makan. Menurut Guthe & Mead (dalam Khumaidi,1994) perilaku makan adalah cara-cara individu dan kelompok individu memilih, mengkonsumsi dan menggunakan makanan-makanan yang tersedia, yang didasarkan kepada faktorfaktor sosial dan budaya dimana individu hidup. Perilaku makan adalah tingkah laku manusia atau sekelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan akan makanan yang meliputi sikap, kepercayaan, dan pilihan makanan (Sulistyioningsih, 2011). Sedangkan menurut Siswanti (2007) menyatakan bahwa perilaku makan yaitu mengkonsumsi makanan yang beragam, konsumsi makanan yang memenuhi kebutuhan energi, konsumsi karbohidrat setengah dari kebutuhan 11

12 energi, konsumsi lemak maksimal seperempat dari kebutuhan energi, konsumsi makanan yang mengandung zat besi, biasakan sarapan pagi (menjaga frekuensi makan), hindari minuman beralkohol, konsumsi makanan yang aman dan membaca label pada makanan yang dikemas. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku makan adalah pandangan seseorang terhadap makanan serta sikap seseorang memilih makanan untuk dikonsumsi agar memenuhi kebutuhan energi, karbohidarat dalam tubuh. 2. Dimensi Perilaku Makan Terdapat tiga dimensi perilaku makan menurut Van Strien, dkk (dalam Elfhag & Morey, 2008) adalah a. External eating, adalah menanggapi rangsangan yang berhubungan dengan makanan ( dari segi bau, rasa, dan penampilan makanan) tanpa keadaan internal lapar dan kenyang. b. Emotional eating, mengacu pada makan dalam hal menanggapi emosi negatif (seperti rasa takut, cemas, marah, dan sebagainya) dalam rangka menghilangkan stres sementara mengabaikan sinyal fisiologis internal kelaparan. c. Restrained eating, merupakan tingkat pembatasan makanan secara sadar atau kognitif (mencoba untuk menahan diri dari makan dalam rangka untuk menurunkan atau mempertahankan berat badan tertentu). Dalam hal ini terdapat teori-teori psikologi perilaku makan oleh Van Strien (Van Strien, Frijters, Bergers & Defares dalam Bailly, dkk., 2012) antara lain teori

13 psikosomatis (Bruch, 1973, dalam Bailly, dkk., 2012; Kaplan & Kaplan, 1957., dalam Bailly, dkk., 2012) menekankan peran emotional eating. Hal ini mengacu pada makan dalam menanggapi emosi negatif dalam rangka menghilangkan stres sementara mengabaikan sinyal fisiologis internal kelaparan. Untuk teori eksternalitas (Schacter, Goldman & Gordon, 1968, dalam Bailly, dkk., 2012; Rodin, 1981., dalam Bailly, dkk., 2012) mengacu makan dalam menanggapi rangsangan yang berhubungan dengan makanan (melihat atau bau makanan) tanpa keadaan internal lapar dan kenyang. Pada teori makan terkendali (restrained eating) (Herman & Polivy, 1980., dalam Bailly, dkk., 2012) mencerminkan tingkat pembatasan makanan sadar (mencoba untuk menahan diri dari makan dalam rangka untuk menurunkan atau mempertahankan berat badan tertentu). Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, dimensi perilaku makan terdiri dari external eating, emotional eating, restrained eating, yang akan dijadikan indikator dalam penelitian ini. 3. Kriteria Makanan Sehat Menurut Irianto (2007), terdapat 10 kriteria makanan sehat seimbang, meliputi : a. Cukup Kuantitas Maksudnya, banyakanya makanan yang dimakan oleh setiap orang tergantung pada berat badan, jenis kelamin, usia dan jenis kesibukan orang tersebut. Contohnya, pelajar olahragawan tentu mmbutuhkan asupan makanan yang lebih banyak dibanding pelajar biasa.

14 a. Proporsional Jumlah makanan yang dikonsumsi sesuai dengan proporsi makanan sehat seimbang, yaitu karboidrat 60%, lemak 25%, protein 15%, dan cukup kebutuhan vitamin, air dan mineral. b. Cukup Kualitas Perlu mempertimbangkan kualitas makanan, seperti kadar proposionalnya, rasa dan penampilannya. c. Sehat dan Higienis Makanan harus steril atau bebeas dari kuman penyakit. Sala satu upaya untuk mensterilkan makanan tersebut adala dengan cara mencuci bersih dan memasak hingga suhu tertentu sebelum dikonsumsi d. Makanan segar dan bukan suplemen Sayur-sayuran dan buah-buahan segar lebih menyehatkan dibanding makanan pabrik, junk food, ataupun fast food. e. Makanan golongan nabati lebih seat daripada golongan hewani f. Cara masak jangan berlebihan Misalnya, sayur yang direbus terlalu lama dengan suhu tinggi justru menyebabkan kehilangan vitamin dan mineral pada sayur tersebut. g. Teratur dalam penyajian Penyajian makan tetap teratur setiap hari. Jangan membiasakan makan kapan ingat karena dapat menyebabkan gangguan pencernaan, seperti sakit maag atau buang air tidak lancar

15 h. Frekuensi 5 kali sehari Misalnya, 3 kali makan utama (pagi, siang, dan malam) dan 2 kali makan selingan. Ingat, makanan yang dikonsumsi tersebut tetap disesuaikan dengan kapasitas lambung. i. Minum 6 gelas air sehari Tubuh memerlukan 2550 liter air per hari. Kebutuhan air tersebut didapat dari makanan sebanyak 100 ml, sisa metabolism sebanyak 350 ml dan yang berasal dari air minum sebanyak 1200 liter (6 gelas). Untuk itu, dianjurkan meminum air sebanyak gelas air setara dengan 1200 liter. Berdasarkan uraian diatas kriteria makan yaitu cukup kuantitas, frekuensi 3 kali makan utama, minum 6 gelas air sehari, teratur penyajian, makanan segar dan bukan suplemen (buahan dan sayuran), akan dijadikan pertanyaan dalam penelitian ini. 4. Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Makan Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku makan yaitu: a. Sosial Budaya Budaya menuntun orang dalam bertingkah laku, menentukan apa yang akan dimakan, bagaimana pengolahan, persiapan, dan penyajiannya, serta kapan seseorang boleh atau tidak mengonsumsi suatu makan dan bagaimana pangan tersebut dikonsumsi (Sulistyoningsih, 2011). Menurut Gibney,dkk (2008) dampak lingkungan sosial (media dan iklan) diketahui meningkatkan pengetahuan akan merk dagang produk makanan, menimbulkan sikap positif terhadap makanan dan mengubah kepercayaan, tetapi penelitian jangka panjang yang memantau dan mengukur efek ini hanya sedikit.

16 b. Sosiodemografis Menurut Gibney, dkk (2008) yang termasuk dalam sosiodemografis yaitu: 1. Usia Usia akan mempengaruhi asupan makanan melalui sejumlah proses biologis (pertumbuhan). Di sepanjang usia dewasa terdapat perbedaan konsumsi makanan. 2. Jenis kelamin Wanita dan pria memiliki perbedaan pada penyusunan tubuh dan jenis aktivitasnya. Wanita memiliki kebutuhan energi yang lebih rendah dari pada pria karena massa tubuh wanita yang lebih rendah. Wanita tampak lebih memiliki pengetahuan tentang makanan serta menunjukkan perhatian yang lebih besar terhadap kesehatan, keamanan makanan dan penurunan berat badan. 2. Kelas sosial atau sosioekonomi dan Pendidikan Orang yang tergolong dalam kelompok kelas sosial yang lebih tinggi dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung memiliki perilaku makan yang lebih sehat (Gibney,dkk,2008). Menurut Sulistyoningsih (2011) tingginya pendapatan yang tidak diimbangi pengetahuan, akan menyebabkan seseorang menjadi sangat konsumtif terhadap makanan. Untuk kalangan kelompok ekonomi menengah ke atas memeliki kecenderungan untuk mengkonsumsi makanan impor, terutama jensi makanan siap saji (fast food).

17 c. Kepribadian Kepribadian dapat mempengaruhi kesehatan secara tidak langsung dengan berperilaku yang baik atau buruk bagi individu (King, 2010). Menurut Hong (2013) menjelaskan terdapat hubungan positif antara tingkat trait conscientiousness, sikap,dan perilaku makan sehat pada mahasiswa. Artinya orang dengan tingkat kesadaran yang tinggi cenderung memiliki perilaku makan yang sehat dan sikap dari orang-orang dengan tingkat kesadaran yang rendah, terlepas dari lingkungan sekitar. d. Stres Menurut Gibney (2008) yang mengatakan bahwa dalam keadaan stres perilaku makan seseorang yang mengalami berat badan berlebih (obese) lebih tinggi dibandingkan orang yang memiliki berat badan normal. B. Kepribadian 1. Pengertian Kepribadian Kepribadian adalah karakteristik seseorang yang menyebabkan munculnya konsistensi perasaan, pemikiran dan perilaku ( Pervin, Cervone & Jhon, 2010). Sedangkan menurut King (2010) Kepribadian ( personality) merupakan pola pikiran, emosi, dan perilaku yang bertahan dan berbeda yang menjelaskan cara seseorang berdaptasi dengan dunia. Kepribadian adalah pola-pola perilaku, tata krama, pemikiran, motif, dan emosi yan khas; yang memberikan karakter kepada individu sepanjang waktu pada berbagai situasi yang berbeda (Wade & Tavis, 2007).

18 Menurut Feist & Feist (2010) kepribadian adalah pola sifat dan karakateristik tertentu yang relatif permanen dan memberikan konsistensi perilaku dan stabilitas perilaku dalam berbagai situasi. Kepribadian diartikan sebagai sesuatu yang membuat seseorang berbeda dengan orang lain, apa yang membuatnya unik dari orang lain (Boeree, 2010). Kepribadian menurut Allport (dalam Alwisol, 2009) adalah organisasi dinamik dalam sistem psikofisiologik seseorang yang menentukan model penyesuaiannya yang unik dengan lingkungannya. Menurut Alwisol (2009) terdapat berbagai definisi tentang kepribadian yang memiliki persamaan ciri yaitu kepribadian bersifat umum, kepribadian bersifat khas, kepribadian berjangka lama, kepribadian bersifat kesatuan, dan kepribadian dapat berfungsi baik atau buruk. Berdasarkan pernyataan diatas maka kepribadian adalah karakteristik, pola perilaku atau kecenderungan di dalam diri individu yang relatif menetap, konsisten, bertahan yang mempengaruhi penyesuaian diri individu terhadap lingkungan. 2. Dimensi Keperibadian Model big five awalnya dikemukakan oleh Tupes dan Christal atas dasar analisis berbagai data menetapkan konstruk variabel bipolar yang dipengaruhi oleh Cattel yaitu surgery (extraversion), agreeableness, conscientiousness (dependability), emotional stability, dan culture, intellect, openness (Goldberg, 1992).

19 Banyak peneliti percaya bahwa perbedaan individu dapat dikelompokkan dalam lima dimensi yang luas dan bipolar (Jhon & Srivastava, McCrae & Costa, dalam Cervone & Pervin, 2012), dimensi-dimensi yang dikenal luas dalam bidang profesional sebagai lima besar ( big five) (Pervin & Cervone, 2012; Wade & Tavris, 2007). Istilah Lima-Besar untuk pertama kalinya dinyatakan oleh Lewis Goldberg pada tahun 1981 ketika melukiskan konsistensi temuan-temuan analisis faktor sifat kepribadian, sedangkan Costa & McCrae masih melakukan penelitian mengenai tiga faktor mereka ( Neuroticism, Ekstravertion, Oppeness to Eksperiece). Di akhir tahun 1983, McCrae & Costa masih bekerja dengan Model Tiga- Faktor kepribadian. Namun, tidak sampai tahun 1985, mereka melaporkan hasil penemuan mereka tentang Lima-Faktor kepribadian. Karya ini memuncak dalam NEO-PI, inventori kepribadian Lima-Faktor mereka. NEO-PI adalah inventori kepribadian yang hanya mengukur tiga dimensi pertama yaitu N, E, O. Pada tahun 1985 dua dimensi terakhir ditambahkan yaitu A ( agreeableness) dan C (conscientiousness), namun skala masih berupa skala tesendiri tanpa subskala yang dilekatkan padanya. Pada tahun 1992 Costa & McCrae memunculkan revisi dari NEO-PI. ( dalam Feist & Feist 2008) Sejak akhir tahun 1980-an kebanyakan psikolog kepribadian sudah menggunakan FFM ( Five-Factor Model) (Digm an, 1990; Jhon & Srivastava, 1999, dalam Feist & Feist, 2008). Banyak peneliti percaya bahwa perbedaan individu dapat dikelompokkan dalam lima dimensi yang luas dan bipolar (John &

20 Srivastava, McCrae & Costa, dalam Cervone & Pervin, 2012), dimensi-dimensi yang dikenal luas dalam bidang profesional sebagai Lima Besar (Big Five). Ada berbagai alat ukur dikembangkan untuk mengukur Big Five selain NEO-PI-R, diantaranya HPI, PCI, NEO FFI, AB5C, CPI, Big Five Factor Maker. Berbagai inventori tersebut dalam penggunaannya perlu izin khusus dari penciptanya (Mastuti, 2005). Perlunya izin penggunaan sehingga inventori tersebut sulit didapatkan dan digunakan secara bebas serta dialih bahasakan. Kuesioner big five yang dikenal dengan NEO-PI-R memiliki dimensi yaitu extraversion, agreeableness, concientiousnees, neuroticism dan openness to experience dikembangkan oleh Costa & McCrea (dalam Goldberg, 1992; Pervin, Cervone & Jhon, 2010; Cervone & Pervin, 2012). Skala NEO-PI-R memiliki kesesuaian dengan inventori dari Goldberg (Cervone & Pervin, 2012; Pervin, Cervone & Jhon, 2010). Selain itu Goldberg mengembangkan kuesioner versi singkat berupa inventori bipolar (Cervone & Pervin, 2012). Goldberg mempelopori adanya bank sistem aitem mengenai inventori kepribadian yang dipublikasikan dalam International Personality Item Pool (IPIP) website. IPIP website adalah usaha secara internasional untuk mengembangkan sebuah inventori kepribadian yang berasal dari aitem-aitem domain publik dan skala tersebut dapat digunakan untuk tujuan ilmiah maupun komersil (http:ipip.ori.org). Adapun dimensi-dimensi dalam kepribadian big five adalah sebagai berikut:

21 a. Extraversion atau Ekstraversi Extraversion menggambarkan seseorang yang cenderung penuh kasih sayang, ceria, senang berkumpul, menyenangkan (McCrae & Costa, dalam Feist & Feist, 2010) semangat, antusias, dominan, ramah dan komunikatif (Friesman & Schustack, 2006). Sebaliknya, individu yang memiliki skor extraversion yang rendah biasanya pendiam (Friedman & Schustack, 2006; McCrae & Costa, dalam Feist & Feist, 2010), penyendiri, pasif, tertutup, tidak mempunyai cukup kemmapuan untuk mengekspresikan emosi yang kuat (McCrea & Costa, dalam Feist & Feist, 2010) cenderung pemalu, tidak percaya diri dan subminif (Friedman & Schustack, 2006). b. Agreeableness atau Kesepakatan Agreeableness mengambarkan seseorang yang cenderung ramah, mudah percaya (Friedman & Schustack, 2006; McCrae & Costa, dalam Feist & Feist, 2010) kooperatif, hangat (Friedman & Schustack, 2006), murah hati, pengalah, mudah menerima, dan memiliki perilaku yang baik (McCrae & Costa, dalam Feist & Feist, 2010). Sesorang dengan skror agreableness penuh curiga, pelit, tidak ramah, mudah kesal, dan penuh kritik terhadap orang lain (McCrae & Costa, dalam Feist & Feist, 2010). c. Conscientiousness atau kegigihan Seseorang yang conscientiousness umumnya teratur, berhati-hati (Friedman & Schustack, 2006; McCrae & Costa, dalam Feist & Feist, 2010), dapat diandalkan, bertanggung jawab (Friedman & Schustack, 2006), pekerja keras, tepat waktu, dan mampu bertahan (McCrae & Costa, dalam Feist &

22 Feist, 2010). Sebaliknya, seseorang dengan skor rendah pada dimensi ini cenderung ceroboh, tidak dapat diandalkan (Friedman & Schustack, 2006; McCrae & Costa, dalam Feist & Feist, 2010), berantakan (Friedman & Schustack, 2006) pemalas serta tidak memiliki tujuan (McCrae & Costa, dalam Feist & Feist, 2010). d. Neuroticism atau Neurotisisme Neuroticism menggambarkan seseorang yang cenderung gugup, sensitif, mudah cemas (Friedman & Schustack, 2006; McCrae & Costa, dalam Feist & Feist, 2010), temperamental, mengasihi diri sendiri, sangat sadar akan dirinya sendiri, emosional dan rentan terhadap gangguan yang berhubungan dengan stres (McCrae & Costa, dalam Feist & Feist, 2010). Sebaliknya, seseorang dengan skor rendah dalam dimensi ini cenderung santai, tenang (Friedman & Schustack, 2006; McCrae & Costa, dalam Feist & Feist, 2010), tidak tempramental, puas terhadap dirinya sendiri dan tidak emosional (McCrae & Costa, dalam Feist & Feist, 2010). e. Openness to Experience atau Keterbukaan Pada Pengalaman Seseorang yang openness to experience umumnya terlihat imajinatif, kreatif (Friedman & Schustack, 2006; McCrae dan Costa, dalam Feist & Feist, 2010), menyenangkan, artistik (Friedman & Schustack, 2006), penuh rasa penasaran, terbuka dan lebih memilih variasi (McCrae dan Costa, dalam Feist & Feist, 2010). Orang dengan skor rendah pada dimensi ini umumnya dangkal, membosankan atau sederhana (Friedman & Schustack, 2006), konvesnional,

23 rendah hati, konservatif, dan tidak terlalu penasaran terhadap sesuatu (McCrae dan Costa, dalam Feist & Feist, 2010). Berdasarkan uraian di atas, dimensi kepribadian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah big five dari Costa dan McCrae yaitu extraversion, agreeableness, concientiousness, neuroticism, dan openness to experience yang digunakan dalam skala Goldberg (1992) adaptasi dari IPIP ( International Personality Item Pool) karena merupakan versi singkat dan memiliki konstruk yang sama dengan pengembangan big five Costa dan McCrae. C. Kerangka Pemikiran Teori utama dalam penelitian ini sesuai dengan pendapat Van Strien, dkk (dalam Elfhag & Morey, 2008) terdapat tiga dimensi perilaku makan yaitu external eating, emotional eating, restrained eating. External eating adalah menanggapi rangsangan yang berhubungan dengan makanan (dari segi bau, rasa, dan penampilan makanan) tanpa keadaan internal lapar dan kenyang. Emotional eating, mengacu pada makan dalam hal menanggapi emosi negatif (seperti rasa takut, cemas, marah, dan sebagainya) dalam rangka menghilangkan stres sementara mengabaikan sinyal fisiologis internal kelaparan. Restrained eating, merupakan tingkat pembatasan makanan secara sadar atau kognitif (mencoba untuk menahan diri dari makan dalam rangka untuk menurunkan atau mempertahankan berat badan tertentu). Perilaku Makan menurut Notoatmodjo (2007) adalah respon seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap, dan praktik terhadap makanan serta unsur-unsur

24 yang terkandung di dalamnya (zat g izi), pengolahan makanan dan sebagainya. Perilaku makan pada mahasiswa dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor ekstrenal seperti agama, pendidikan (Sulistyoningsih, 2011), lingkungan sosial (media dan iklan) ekonomi, kultural atau budaya (Gi bney,dkk, 2008; Sulistyoningsih, 2011). Sedangkan faktor internal yaitu psikologis kepribadian, stres (emosi negatif), suasana hati, citra rasa (Gibney, dkk, 2008), citra tubuh (Santrock, 2003). Perilaku makan sehat akan membantu diri mahasiswa untuk melakukan aktivitas dengan baik. Perilaku makan juga tidak terlepas dari faktor psikologis, salah satunya adalah kepribadian. Kepribadian menurut Allport (dalam Alwisol, 2009) adalah organisasi dinamik dalam sistem psikofisiologik seseorang yang menentukan model penyesuaiannya yang unik dengan lingkungannya. Menurut Alwisol (2009) terdapat berbagai definisi tentang kepribadian yang memiliki persamaan ciri yaitu kepribadian bersifat umum, kepribadian bersifat khas, kepribadian berjangka lama, kepribadian bersifat kesatuan, dan kepribadian dapat berfungsi baik atau buruk. Teori yang digunakan dalam dalam memahami kepribadian faktor lima besar atau big five (McCrae & Costa, dalam Cervone & Pervin, 2012; Pervin, Cervon & Jhon, 2010; Friedman & Schustack, 2006). Teori five factor model ini menggambarkan perbedaan individu yang dikelompokkan dalam lima dimensi dasar yaitu extravesion, agreeableness, concientiousness, neuroticm, dan openness to experience.

25 Kepribadian pada dimensi extraversion cenderung memiliki rasa kasih sayang, ceria, senag dan sering berkumpul dengan teman-temannya, menyenangkan, semangat, antusias, dominan dan komunikatif (Friedman & Schustack, 2006; McCrae dan Costa, dalam Feist & Feist, 2010). Dimensi kepribadian agreeableness ini cenderung mudah percaya, kooperatif dan hangat (Friedman & Schustack, 2006; McCrae dan Costa, dalam Feist & Feist, 2010). Dimensi concientiousness menggambarkan seorang yang teratur, berhati-hati, tepat waktu, bartanggung jawab (Friedman & Schustack, 2006; McCrae & Costa, dalam Feist & Feist, 2010). dimensi kepribadian neuroticm menggambarkan seseorang yang cenderung gugup, sensitif, mudah cemas (Friedman & Schustack, 2006; McCrae & Costa, dalam Feist & Feist, 2010). Kepribadian openness to experience merupakan seseorang yang penuh dengan rasa penasaran terbuka dan memilih variasi, imajinatif, kreatif (Friedman & Schustack, 2006; McCrae dan Costa, dalam Feist & Feist, 2010). Setiap mahasiswa memiliki kepribadian yang dominan dalam dirinya. Kepribadian yang berbeda ini akan juga menggmbarkan bagaimana mahasiswa berperilaku makan. Mahasiswa yang dominan pada kepribadian extraversion lebih senang meluangkan waktu berjam-jam bersama teman atau sahabat untuk berbagi informasi, hangout, pelepas rindu, ditempat yang biasanya menyediakan makan dan minuman. Dalam hal ini kondisi perilaku makan mahasiswa tidak stabil karena jumlah kalori yang dibutuhkan oleh tubuh bisa bertambah atau berkurang, sehingga perilaku makan mahasiwa bisa menjadi buruk. Mahasiswa yang dominan tinggi pada kepribadian agreeableness, lebih mudah percaya pada

26 makanan yang ditawarkan baik secara langsung maupun melalui iklan yang lebih menonjolkan pada penampilan, harga dan merek terkenal sehingga akan mempengaruhi baik atau buruknya perilaku makan mahasiswa sesuai pada asupan gizi atau komposisi makanan yang ditawarkan. Mahasiswa yang lebih dominan pada dimensi concientiousness menunjukkan ciri-ciri kepribadian yang sehat. Karakteristik positif yang dimiliki orang-orang concientiousness berhubungan dengan kesejahteraan psikologis (Fayombo, 2010). Mahasiswa yang dominan pada kepribadian concientiousness akan lebih berhati-hati dalam memilih makanan, makan tepat waktu dan teratur dalam menjaga pola makan sehingga menjadikan makanan sehat adalah prioritasnya. Dalam hal ini perilaku makanan mahasiswa akan menjadi baik dan sehat. Mahasiswa neuroticm dalam kondisi mudah cemas, gugup, sensitif bisa menjadikan makanan bukanlah prioritas utama baginya, karena kondisi yang kurang stabil terkadang makan bertambah dan terkadang makan berkurang akan membuat perilaku makan mahasiswa buruk. Mahasiswa yang cenderung dominan terhadap kepribadian openness to experience memiliki rasa penasaran terhadap suatu makanan baik dari segi penampilan maupun bau, akan membuat mahasiswa lebih tertarik untuk mencoba makanan tersebut. Pada umumnya hal ini dapat membuat selera makan mahasiswa meningkat. Berdasarkan uraian di atas, maka kepribadian dalam setiap dimensi berbeda mungkin memberikan hubungan yang berbeda pada kondisi yang dihadapi oleh mahasiswa. Tingkat dimensi kepribadian yang ada pada mahasiswa

27 berbeda dengan mahasiswa lainnya, dan dimensi kepribadian tersebut mungkin memberikan hubungan yang berbeda pula terhadap perilaku makan. D. Hipotesis Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Ada hubungan antara dimensi kepribadian extraversion dengan perilaku makan 2. Ada hubungan antara dimensi kepribadian agreeableness dengan perilaku makan 3. Ada hubungan antara dimensi kepribadian concientiousness dengan perilaku makan 4. Ada hubungan antara dimensi kepribadian neuroticism dengan perilaku makan 5. Ada hubungan antara dimensi kepribadian openness to experience dengan perilaku makan.