4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe

dokumen-dokumen yang mirip
4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Purata Kadar Protein Tempe ( mg / ml ± SE) pada Perlakuan Variasi Penambahan Inokulum Tempe dan Tepung Belut

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN Pangan merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh setiap individu. Pangan adalah salah satu kebutuhan manusia, dan pangan juga

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

METODE PENELITIAN Sampel Bahan kimia Piranti Pembuatan Tepung Belut (Purwanto, 2012)

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bantuan kapang golongan Rhizopus Sp. Menurut Astawan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst)

BAB I PENDAHULUAN. energi protein (KEP) adalah kondisi kurang gizi yang disebabkan oleh

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein

Tabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL

PENGARUH PERENDAMAN DALAM LARUTAN GULA TERHADAP PERSENTASE OLIGOSAKARIDA DAN SIFAT SENSORIK TEPUNG KACANG KEDELAI (Glycine max)

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu

BAB I PENDAHULUAN. kandungan protein yang tinggi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. sangat terkenal dan digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena memiliki

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Beras adalah salah satu bagian paling penting di dunia untuk konsumsi

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nurfahmia Azizah, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I. PENDAHULUAN. seluruh penduduk Indonesia. Pemenuhan kebutuhan pangan harus dilakukan

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tempe Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa, dll merupakan bahan

I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein (Suherman, 2012). Koro pedang (Canavalia

BAB I PENDAHULUAN. lodeh, sayur asam, sup, dodol, dan juga manisan. Selain itu juga memiliki tekstur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subtitusi pati ganyong pada

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kecipir (Psophocarpus tetragonolobus). Di beberapa daerah,

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. antara kacang-kacangan tersebut, kedelai paling banyak digunakan sebagai bahan

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Usaha peternakan ayam saat ini cukup berkembang pesat. Peredaran daging ayam cukup besar di pasaran sehingga menyebabkan

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... i SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS... ABSTRAK... HALAMAN PENGESAHAN... RIWAYAT HIDUP PENULIS... vi KATA PENGANTAR...

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

BAB I PENDAHULUAN. Protein adalah suatu zat gizi yang sangat penting bagi tubuh karena

I. PENDAHULUAN. Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah

BAB I PENDAHULUAN. kegelisahan oleh beberapa pihak. Iklan-iklan susu yang sedemikian marak sangat

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Energi Protein (KEP) merupakan salah satu. permasalahan gizi di Indonesia (Herman, 2007). Balita yang menderita KEP

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. diinkubasi dengan pembungkus daun Jati (Tectona grandis L.). Koji lamtoro yang

BAB 1 PENDAHULUAN. macam komoditi pangan pertanian, tetapi kemampuan produksi pangan di

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

PENGARUH PROPORSI TEPUNG TERIGU : PISANG TANDUK KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR TERHADAP KUALITAS CAKE SKRIPSI. Oleh :

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

BAB I PENDAHULUAN. oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan mulai

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup. Pemenuhan kebutuhan pangan dapat dilakukan dengan

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : PUJI ASTUTI A

PROSIDING SEMINAR NASIONAL SAINS DAN PENDIDIKAN SAINS VII UKSW

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tempe merupakan makanan khas Indonesia yang cukup populer dan

BAB I PENDAHULUAN. macam belimbing yaitu belimbing manis (Averrhoa carambola) dan

I PEDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state).

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. daerah Palangka Raya, yaitu laboratorium Balai POM (Balai Pengawas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penyimpan cadangan makanan. Contoh umbi-umbian adalah ketela rambat,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gemuk untuk diambil dagingnya. Sepasang ceker yang kurus dan tampak rapuh,

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. komposisi senyawanya terdiri dari 40% protein, 18% lemak, dan 17%

PAPER BIOKIMIA PANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan produk pangan menggunakan bahan baku kacang-kacangan

I. PENDAHULUAN. Mudjajanto dan Yulianti (2004). Roti tawar merupakan salah satu jenis roti yang

Transkripsi:

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Purata kadar air (% ± SE) tempe dengan penambahan tepung belut dan variasi usar tempe berkisar antara 60,37 ± 1,74 % sampai dengan 62,64 ± 4,52 %. Hasil Uji BNJ 5% ternyata menunjukkan bahwa kadar airnya tidak berbeda secara bermakna. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Data Kadar Air Tempe (% ± SE) Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Purata 60,85 60,37 61,57 62,64 SE 2,17 1,74 4,94 4,52 w = 1,80 a a a a Keterangan: * W = BNJ 5 % *Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukan antar perlakuan tidak berbeda secara bermakna, sedangkan angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan antar perlakuan berbeda bermakna. *Keterangan untuk perbandingan tersebut : Kontrol : tanpa tepung belut, usar tempe 0,2 gr 1 : 2 : tepung belut 0,2gr : usar tempe 0,4 gr 1 : 3 : tepung belut 0,2gr : usar tempe 0,6 gr 1 : 4 : tepung belut 0,2gr : usar tempe 0,8 gr (Keterangan di atas juga berlaku untuk Tabel 3, Tabel 4, Tabel 5, Tabel 6) Kadar air pada semua perlakuan dikatakan sama, disebabkan pengukusan yang dilakukan sama semua, hanya 1 kali. Menurut Septania (2010), semakin banyak pengukusan yang dilakukan maka uap air yang dihasilkan akan semakin banyak dan semakin melunakkan kedelai, dan tentunya hal tersebut berimbas pada semakin tingginya kadar air tempe tersebut. 11

Gambar 1 Diagram Batang Kadar Air Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe Nilai kadar air yang didapat semuanya masih sesuai standar yang tertuang dalam SNI 3144:2009, yaitu kadar air maksimal dalam tempe adalah 65%, sehingga dapat dikatakan produk tempe ini baik, karena kadar air yang terlalu tinggi pada tempe dapat mempercepat ketengikan. Pada pembuatan tempe, yang turut mempengaruhi besarnya kadar air adalah proses pengukusannya. 4.2 Kadar Abu (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Purata kadar abu (% ± SE) tempe dengan berbagai perbandingan antara tepung belut dan usar tempe berkisar antara 3,97 ± 0,02 % sampai dengan 5,36 ± 0,03 %. Hasil Uji BNJ 5% menunjukkan bahwa kadar abu dengan penambahan tepung belut dan variasi konsentrasi usar tempe ternyata berbeda secara bermakna. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Data Kadar Abu Tempe (% ± SE) Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Kontrol 1:2 1:3 1:4 Purata 3,97 4,90 5,36 4,27 SE 0,02 0,01 0,03 0,03 w = 0.03 a c d b 12

Dari Tabel 3 terlihat bahwa peningkatan kadar abu tempe tidak berbanding lurus dengan semakin banyaknya usar tempe yang digunakan, karena ternyata kadar abu yang tertinggi terdapat pada perbandingan 1 : 3 (tepung belut : usar tempe), yaitu sebesar 5,36 ± 0,03 %. Gambar 2 Diagram Batang Kadar Abu Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa antara kontrol dengan perlakuan 1:4, terdapat peningkatan, antara perlakuan 1:4 dengan perlakuan 1:3 juga terdapat peningkatan, namun antara perlakuan 1:3 dengan 1:2 justru mengalami penurunan. Tempe mengandung mineral makro dan mikro dalam jumlah yang cukup. Jumlah mineral besi, tembaga, dan zink berturut-turut adalah 9,39; 2,87; dan 8,05 mg setiap 100 g tempe (Anonim 1, 2011). Zat besi yang terdapat dalam tempe sebagia besar merupakan zat besi organik, yang terikat dengan protein dan zat organik lainnya. Menurut Astuti (2000), selama proses fermentasi protein terpecah menjadi asam amino bebas, peptida dan protein lainnya yang lebih sederhana, sehingga zat besi yang tadinya terikat pada protein terbebas. Hal itu diduga yang menyebabkan pada perbandingan 1:3 mengalami peningkatan kadar abu / mineral tertinggi dibanding perlakuan lainnya. Peningkatan kandungan mineral pada semua perlakuan (1:2 ; 1:3; & 1;4) disebabkan karena belut sendiri juga mengandung mineral yang beragam dan cukup tinggi, salah satunya adalah zat besi yaitu sebesar 20 mg/100 g (Astawan, 2008). 13

4.3 Kadar Protein (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Purata kadar protein (% ± SE) tempe belut dengan penambahan tepung belut dan variasi konsentrasi usar tempe berkisar antara 11,72 ± 1,08 % sampai dengan 18,27 ± 0,90 %. Hasil Uji BNJ 5% dapat menunjukkan bahwa kadar protein dengan penambahan tepung belut dan variasi konsentrasi usar tempe ternyata berbeda secara bermakna. Dari Tabel 4 terlihat bahwa kadar protein tempe yang telah diberi tepung belut meningkat jika dibandingkan dengan kontrol (tempe yang hanya diberi usar tempe). Nilai kandungan protein yang terbesar terdapat pada perlakuan 1:3, yaitu 18,27 ± 0,90 %. Tabel 4 Data Kadar Protein Tempe (% ± SE) Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Purata 11,72 16,51 18,27 15,187 SE 1,08 0,26 0,90 0,49 w = 0,70 a c d b Peningkatan nilai protein ini sesuai yang diharapkan, karena nilai kadar protein perbandingan 1:2 (16,51%) dan 1:3 (18,27%) ternyata telah sesuai standar yang telah ditetapkan dalam SNI 3144:2009, yaitu minimal 16%. 14

Gambar 3 Diagram Batang Kadar Protein Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Menurut Anglemier & Montgomery (1976), besarnya kadar air mengakibatkan lepasnya ikatan struktur protein, sehingga komponen protein terlarut dalam air. Selain itu, diduga karena saat proses pembuatan tempe, Rhizopus (usar tempe) menggunakan protein untuk metabolisme, sehingga nilai protein total yang terukur menurun, sedangkan asam amino bebasnya meningkat (Astuti, 2000). Peningkatan kadar protein yang tinggi pada tempe dikarenakan tepung belut yang ditambahkan saat proses pembuatan tempe memiliki kadar protein yang tinggi. Untuk belut mentah, nilai protein yang terkandung sangat tinggi yaitu sebesar 18,4 g/100 g, dimana nilai itu setara dengan nilai protein daging sapi (18,8 g/100g), dan lebih tinggi dari protein telur (Astawan, 2008). Dengan adanya penambahan tepung belut ini, diharapkan protein yang terkandung dalam tepung belut dapat menggantikan protein yang terdegradasi saat pembuatan tempe. Menurut Fellow (2000 lihat Suhendri, 2010) perlakuan pemanasan tempe saat pembuatan tempe dapat mendegradasi kandungan protein dan pati didalamnya. Tempe dengan penambahan tepung belut ini juga diharapkan dapat menggantikan peran daging bagi masyarakat ekonomi bawah dalam kehidupan sehari-hari. 15

4.4 Kadar Karbohidrat Total (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Purata kadar karbohidrat total (% ± SE) tempe belut dengan penambahan tepung belut dan variasi konsentrasi usar tempe berkisar antara 1,87 ± 0,12 % sampai dengan 2,87 ± 0,03 %. Hasil Uji BNJ 5% dapat menunjukkan bahwa kadar karbohidrat dengan penambahan tepung belut dan variasi konsentrasi usar tempe ternyata berbeda secara bermakna (lihat Tabel 5). Tabel 5 Data Kadar Karbohidrat Tempe (% ± SE) Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe Purata 1,87 2,70 2,87 2,59 SE 0,12 0,06 0,03 0,02 w = 0,004 a c d b Desrosier (1988) menyebutkan bahwa ketika masa fermentasi, mikrobia pertama-tama menyerang karbohidrat. Hal tersebut diduga berdampak pada peningkatan kadar karbohidrat yang tidak begitu tinggi antara tempe komposisi perbandingan 1:4 jika dibandingkan dengan kontrol (lihat Gambar 4), karena pada komposisi perbandingan tersebut, usar tempe yang digunakan jumlahnya berlebih. Tampak juga bahwa kandungan karbohidrat total yang paling tinggi terdapat pada tempe dengan perbandingan 1:3 (tepung belut : usar tempe), dimana hal ini sama seperti pada 2 pengukuran sebelumnya (kadar abu & kadar protein). Dalam SNI 3144:2009 tidak terdapat standar untuk kadar karbohidrat tempe, tetapi pengukuran kadar karbohidrat tetap penting dlakukan karena pada makanan, karbohidrat turut menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur, dan lain - lain. Sedangkan dalam tubuh karbohidrat bermanfaat untuk mencegah timbulnya ketosis, kehilangan mineral, dan berguna untuk membantu metabolisme lemak dan protein (Winarno, 1992). 16

Gambar 4 Diagram Batang Kadar Karbohidrat Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe 4.5 Kadar Lemak (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Purata kadar lemak (% ± SE) tempe dengan penambahan tepung belut dan variasi konsentrasi usar tempe tempe berkisar antara 5,30± 0,26 % sampai dengan 7,43 ± 0,17 %. Hasil Uji BNJ 5% dapat menunjukkan bahwa kadar lemak dengan adanya penambahan tepung belut dan variasi konsentrasi usar tempe ternyata berbeda secara bermakna (Tabel 6). Tabel 6. Data Kadar Lemak Tempe (% ± SE) Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Kontrol 1 ; 2 1 ; 3 1 ; 4 Purata 5,30 6,12 7,43 6,83 SE 0,26 0,20 0,17 0,21 w = 0,19 5,49 6,31 7,62 7,02 a b d c Dari Gambar 5, tampak bahwa peningkatan paling tinggi terjadi pada tempe dengan perbandingan 1:3 (tepung belut : usar tempe). Saat proses fermentasi, enzim lipase menghidrolisis triacylglycerol menjadi asam lemak bebas. Asam lemak tersebut kemudian digunakan sebagai sumber energi bagi Rhizopus. Hal ini yang diduga menyebabkan kadar lemak pada perbandingan 1:4 (tepung belut : usar tempe) lebih kecil jika dibandingkan perbandingan 1:3, karena jumlah ragi yang digunakan lebih banyak. 17

Gambar 5. Diagram Batang Kadar Lemak Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe Secara keseluruhan, peningkatan kadar lemak disebabkan karena kadar lemak yang terdapat dalam belut itu sendiri sudah tinggi, yaitu mencapai 27 g per 100 g. Namun, tidak semua lemak yang terkandung dalam belut merupakan lemak yang jahat, karena salah satunya ialah asam lemak tak jenuh omega 3. Omega 3 memiliki banyak sekali kegunaan dalam tubuh. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sukarsa (2004), asam lemak omega 3 yang diberikan ke mencit terbukti dapat menurunkan atau menstabilkan komponen komponen serum darah. Tidak hanya itu, asam lemak omega 3 berpotensi untuk pencegahan dan pengobatan asma, artritis, migrain, dan beberapa jenis kanker yaitu prospat, payudara dan kolon (Koswara, 2010). 4.6 Organoleptik Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi 4.6.1 Tekstur Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Hasil uji organoleptik terhadap tekstur tempe dengan penambahan tepung belut dan variasi konsentrasi usar tempe terhadap 25 panelis disajikan dalam Tabel 7. 18

Tabel 7 Analisa Tekstur Pada Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Purata 3,76 3,08 2,92 3,04 SE 0,04 0,04 0,05 0,07 w = 0,04 c b a b * Nilai: 1=amat sangat suka, 2= sangat suka, 3=agak suka, 4=biasa, 5=tidak suka, 6=amat tidak suka Tekstur makanan adalah hasil atau rupa akhir dari makanan, mencakup warna tampilan luar, warna tampilan dalam, kelembutan makanan, bentuk permukaan pada makanan, keadaan makanan (kering, basah, lembab). Tekstur bahan akan mempengaruhi cita rasa suatu bahan makanan (Rizky dkk, 2011). Dari hasil penelitian, didapatkan nilai 3,76 untuk kontrol, dan nilai 3 untuk perbandingan 1:2, 1:3, dan 1:4 (Gambar 6). Gambar 6. Diagram Batang Tekstur Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Ternyata dengan adanya penambahan tepung belut pada tempe mengakibatkan peningkatan minat panelis terhadap tempe yang dihasilkan, terbukti dari penilaian 3 pada semua perbandingan yang bermakna agak suka. Perbedaan tingkat tekstur pada semua perbandingan juga kecil, dimana hal ini menandakan perbedaan jumlah usar tempe yang digunakan dalam proses pembuatan tidak banyak mempengaruhi tekstur tempe yang 19

dihasilkan. Tingkat tekstur tertinggi yang disukai panelis berada pada perbandingan 1:2 (tepung belut : usar tempe). 4.6.2. Aroma Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Hasil uji organoleptik terhadap aroma tempe dengan penambahan tepung belut dan variasi konsentrasi usar tempe terhadap 25 panelis disajikan dalam Tabel 8. Tabel 8 Analisa Aroma Pada Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Purata 3,56 3,16 2,80 3,20 SE 0,05 0,04 0,05 0,06 w = 0,05 c b a b * Nilai: 1=amat sangat suka, 2= sangat suka, 3=agak suka, 4=biasa, 5=tidak suka, 6=amat tidak suka Aroma merupakan salah satu faktor penting untuk menentukan mutu bahan makanan. Aroma yang kurang pada produk makanan menurunkan tingkat kesukaan konsumen (Munarso dan Jumali, 1998). Dari Tabel 8 juga dapat kita lihat bahwa tingkat kesukaan para panelis meningkat dengan adanya penambahan tepung belut dalam pembuatan tempe, dan mencapai puncak kesukaan pada perbandingan 1:3 (Gambar 7). Gambar 7 Diagram Batang Aroma Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi 20

Hal ini menegaskan bahwa walaupun belut memiliki aroma yang cukup amis, ketika ditambahkan dalam membuat tempe, aroma amis itu hilang karena tertutup oleh aroma tempe itu sendiri, walaupun tidak sepenuhnya dan masih tersisa sedikit. 4.6.3 Rasa Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Hasil uji organoleptik terhadap rasa tempe dengan penambahan tepung belut dan variasi konsentrasi usar tempe terhadap 25 panelis disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Analisa Rasa Pada Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi suka Purata 2,88 4,24 2,12 3,52 SE 0,04 0,05 0,03 0,06 w = 0,04 b d a c * Nilai: 1=amat sangat suka, 2= sangat suka, 3=agak suka, 4=biasa, 5=tidak suka, 6=amat tidak Dari Tabel 9 dapat kita lihat bahwa tingkat kesukaan rasa para panelis berubah dengan adanya penambahan tepung belut pada tempe (Gambar 8) Gambar 8 Diagram Batang Rasa Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi 21

Tingkat kesukaan rasa tertinggi berada pada komposisi perbandingan 1:3. Pada perbandingan 1:2, panelis menilai kesan yang muncul biasa. Hal ini diduga disebabkan karena penggunaan usar tempe yang jumlahnya sedang (lebih banyak dibanding kontrol, tetapi lebih sedikit dibandingkan komposisi perbandingan 1:3 & 1:4) sehingga tidak dapat menutup rasa asli belut itu sendiri. Bagi panelis yang menyukai belut tentunya juga suka dengan tempe ini, tetapi bagi panelis yang pada dasarnya tidak menyukai belut tentu hal tersebut menyebabkan berkurangnya tingkat kesukaan karena menurut Zainal (2005) individu mempunyai penilaian yang berlainan tehadap suatu rasa sehingga sulit untuk menyimpulkan secara objektif. Pada komposisi perbandingan 1:4, tingkat kesukaan panelis juga tidak tinggi. Hal ini diduga disebabkan pemakaian usar tempe yang banyak, sehingga mengakibatkan muncul rasa sedikit getir atau pahit pada tempe, tetapi sebagian panelis yang menyukai tempe pada komposisi perbandingan ini mengatakan tempe ini memiliki rasa yang liat dan cukup nikmat untuk dimakan. 4.6.4 Warna Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Hasil uji organoleptik terhadap warna/kenampakan tempe dengan penambahan tepung belut dan variasi konsentrasi usar tempe terhadap 25 panelis disajikan dalam Tabel 10. Tabel 10 Analisa Warna Pada Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Purata 3.16 3.04 3.04 3.76 SE 0.0584 0.0444 0.0444 0.0439 w = 0,04 b a a c * Nilai: 1=amat sangat suka, 2= sangat suka, 3=agak suka, 4=biasa, 5=tidak suka, 6=amat tidak suka Penilaian pada suatu bahan makanan tentu tidak terlepas dari kenampakan bahan makanan itu sendiri. Menurut Winarno (1992),dalam penentuan mutu bahan makanan, sebelum faktor-faktor lain (cita rasa, 22

tekstur, dan nilai gizinya) dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan. Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan menyimpang dari warna yang seharusnya. Warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan. Dari grafik (Gambar 9), dapat dilihat bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap warna tempe dengan komposisi perbandingan 1:2 & 1:3 sama, dan berbeda tipis dengan kontrol. Untuk komposisi perbandingan 1:4 pun demikian, hanya berbeda tipis dengan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa adanya penambahan tepung belut pada tempe tidak banyak mempengaruhi warna/kenampakan pada tempe, sehingga dapat dapat dikonsumsi oleh panelis yang pada dasarnya menyukai belut maupun yang tidak. Gambar 9 Diagram Batang Warna Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi 23