BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
EKSTRAKSI Ekstraksi padat-cair Ekstraksi cair-cair Ekstraksi yang berkesinambungan Ekstraksi bertahap Maserasi metode ekstraksi padat-cair bertahap

SIFAT SIFAT FISIK ASPAL

Kata Kunci: Blok Bahan Pasangan Dinding, Agregat bekas, Aspal emulsi sisa, Kuat tekan

METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan. Pengujian Bahan

ABSTRAK. Kata Kunci: Blok Bahan Pasangan Dinding, Agregat bekas, Aspal sisa, Kuat tekan. iii

Pengaruh Temperatur Terhadap Penetrasi Aspal Pertamina Dan Aspal Shell

LAMPIRAN I DATA PENGAMATAN

Aspal merupakan bahan perkerasan untuk jalan raya. Tentu "penghuni" jurusan Teknik Sipil mengenalnya. Mari kita bahas bersama mengenai aspal.

BAB II STUDI PUSTAKA

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMA KASIH... ii ABSTRAK... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... ix

TKS 4406 Material Technology I

DAFTAR LAMPIRAN. No. Judul Halaman. 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan a. Ekstraksi pati ganyong... 66

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di

BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian

LAMPIRAN A HASIL PENGUJIAN AGREGAT

BABII TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODELOGI PENELITIAN

optimum pada KAO, tahap III dibuat model campuran beton aspal dengan limbah

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 3 METODE PENELITIAN

Cara uji titik lembek aspal dengan alat cincin dan bola (ring and ball)

Gambar 4.1 Bagan alir penentuan Kadar Aspal Optimum (KAO)

ANALISIS KARAKTERISTIK LAPISAN TIPIS ASPAL PASIR (LATASIR) KELAS A YANG SELURUHNYA MEMPERGUNAKAN AGREGAT BEKAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat dari pembebanan pada perkerasan ketanah dasar (subgrade) tidak melampaui

Lampiran 1. Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar. 1/2" (gram)

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENGUJIAN KADAR RESIDU ASPAL EMULSI DENGAN PENYULINGAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Studi Penggunaan Limbah Las Karbit Sebagai Substitusi Sebagian Aspal Shell Pen 60

/BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh faktor air semen dan suhu selama perawatan.

Bab III Metodologi Penelitian

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen portland komposit

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL

Percobaan pendahuluan dilakukan pada bulan Januari - Maret 2012 dan. pecobaan utama dilakukan pada bulan April Mei 2012 dengan tempat percobaan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015.

Cape Buton Seal (CBS)

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

3. pasir pantai (Pantai Teluk Penyu Cilacap Jawa Tengah), di Laboratorium Jalan Raya Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam

Cara uji kelarutan aspal

III. METODOLOGI PENELITIAN

Tabel 3. Hasil uji karakteristik SIR 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. aspal optimum pada kepadatan volume yang diinginkan dan memenuhi syarat minimum

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian ini maka dipilih

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

METODE PENGUJIAN KADAR BERASPAL DENGAN CARA EKSTRAKSI MENGGUNAKAN ALAT SOKLET

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

PENGARUH UKURAN BUTIRAN MAKSIMUM 12,5 MM DAN 19 MM TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN AC-WC

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prasarana jalan berkaitan erat dengan pertumbuhan pembangunan di berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidrasi dan menghasilkan suatu pengerasan dan pertambahan kekuatan.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODELOGI PENELITIAN. pemeriksaan mutu bahan yang berupa serat ijuk, agregat dan aspal, perencanaan

METODOLOGI PENELITIAN

selanjutnya penulis mengolah data dan kemudian menyusun tugas akhir sampai

METODE EKSTRAKSI Ekstrak Ekstraksi 1. Maserasi Keunggulan

Cara uji ekstraksi kadar aspal dari campuran beraspal menggunakan tabung refluks gelas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. penetrasi, uji titik nyala, berat jenis, daktilitas dan titik lembek. Tabel 4.1 Hasil uji berat jenis Aspal pen 60/70

BAB III METODE PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik

TINJAUAN STABILITAS PADA LAPISAN AUS DENGA MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

BAB I PENDAHULUAN. macam bangunan konstruksi. Beton memiliki berbagai kelebihan, salah satunya

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

BAB III LANDASAN TEORI

STUDI PARAMETER MARSHALL CAMPURAN LASTON BERGRADASI AC-WC MENGGUNAKAN PASIR SUNGAI CIKAPUNDUNG Disusun oleh: Th. Jimmy Christian NRP:

METODE PENGUJIAN CAMPURAN ASPAL DENGAN ALAT MARSHALL

1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). sebanyak 1-2 g dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya.

Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan melalui beberapa tahap, mulai dari persiapan,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Desember 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. a. Persiapan dan perlakuan serat ijuk di Laboratorium Material Teknik Jurusan

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

METODOLOGI PENELITIAN. untuk campuran lapis aspal beton Asphalt Concrete Binder Course (AC-

PENGARUH VARIASI FAKTOR AIR SEMEN DAN TEMPERATUR TERHADAP KUAT TEKAN BETON. Irzal Agus. (Dosen Fakultas Teknik Unidayan Baubau) ABSTRACT

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan sarana transportasi, salah satunya adalah jalan. Jalan merupakan

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Uji Kadar Aspal dalam Batuan Uji kadar aspal ini dilakukan dengan mekanisme seperti pada Gambar 4. berikut. Gambar 4. Diagram alir percobaan uji kadar aspal 2

Batuan aspal Buton berdiameter ± 0, cm sebanyak 2 gram dilarutkan dalam 00 ml pelarut. Pelarut yang digunakan ialah: - n-hexan - minyak tanah - TCE (Tri Chloro Ethylene) Dari hasil uji ini didapatkan kadar aspal dalam batuan aspal adalah sebagai berikut: dengan pelarut n-hexane = 0,2 %-berat dengan pelarut minyak tanah = 29, %-berat dengan pelarut TCE = 48 %-berat Data di atas menunjukkan bahwa pelarut TCE merupakan pelarut yang paling baik untuk melakukan uji kadar aspal ini. Secara fisik, residu hasil leaching dengan TCE berwarna coklat muda dan lebih lembut bila dibandingkan dengan residu hasil ekstraksi menggunakan n-heksan dan minyak tanah yang berwarna mendekati hitam dan keras. Hal ini menunjukkan bahwa daya larut TCE terhadap aspal jauh lebih baik daripada n- heksan dan minyak tanah. 4.2 Pembuatan Aspal Granular Dalam penelitian ini, pembuatan aspal granular dilakukan dengan 4 (empat) cara yaitu:. Pemanasan batuan aspal dalam oven, 2. Pemanasan batuan aspal secara terbuka dan dilakukan penambahan agregat,. Pemanasan batuan aspal secara tertutup dan dilakukan penambahan agregat, dan 4. Pelekatan aspal pada agregat. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing cara pembuatan aspal granular. 4.2. Pemanasan dalam Oven Pada pemanasan batuan aspal dalam oven diharapkan terjadi peristiwa mobilisasi aspal dalam batuan menuju ke permukaan batuan sehingga aspal akan menyelimuti permukaan batuan. Percobaan ini dilakukan untuk berbagai diameter batuan aspal yang 22

dipanaskan pada temperatur 00, 2, 80, dan 200 o C selama 40, 60, dan 20 menit. Hasil pengamatan visual terhadap percobaan ini disajikan dalam Tabel 4. berikut. Tabel 4. Hasil pengamatan visual pemanasan batuan aspal dalam oven T ( o C) 00 2 80 200 Waktu Pemanasan (menit) 40 60 20 40 60 20 40 60 20 40 60 20 Diameter Aspal (cm) Perubahan fisik tak ada perubahan secara penampakan, batuan hanya menjadi lebih lunak. tak ada perubahan secara penampakan, batuan hanya menjadi lebih lunak. ada sedikit aspal yang keluar ke permukaan tak ada perubahan secara penampakan, batuan hanya menjadi lebih lunak. tak ada perubahan secara penampakan, batuan hanya menjadi lebih lunak. tak ada perubahan secara penampakan, batuan hanya menjadi lebih lunak. Perubahan Berat perubahan berat sekitar 0.29-0.2 %-wt Secara umum, tidak ada perubahan berarti pada batuan aspal alam yang dipanaskan. 2

Aspal yang semula diharapkan keluar dari pori-pori batuan ternyata tidak didapatkan. Pada penelitian ini, temperatur maksimum hanya diatur pada nilai 200 o C karena pada temperatur di atas 200 o C dikhawatirkan struktur aspal akan rusak karena panas dan akan mencapai titik nyalanya. Tidak keluarnya aspal yang semula diperkirakan berada pada pori-pori batuan dikarenakan oleh kondisi batuan yang berbeda dengan apa yang telah diperkirakan sebelumnya. Pada mulanya, aspal alam yang diolah diperkirakan berupa batuan dimana didalam batuan tersebut terdapat aspal. Pada praktiknya, aspal alam yang diolah ternyata berupa campuran antara pasir dan aspal yang mengeras. 4.2.2 Pemanasan Secara Terbuka dengan Penambahan Agregat (proses Roasting) Pada proses ini diharapkan aspal dapat tercampur dengan agregat seperti pencampuran aspal dengan agregat pada pembuatan jalan. Penambahan agregat ini dimaksudkan untuk mendapatkan komposisi yang sesuai dengan komposisi aspal pada pembuatan jalan. Kadar aspal yang ada didalam aspal alam berkisar 0%-wt, sedangkan jumlah aspal yang biasa digunakan untuk pembuatan aspal adalah ±0%-wt. Percobaan ini, dilakukan untuk beberapa variasi kadar aspal dalam campuran pada temperatur 64 o C (temperatur tertinggi hot plate). Hasil percobaan ini ditunjukkan oleh Tabel 4.2 berikut. Tabel 4.2 Hasil pengamatan visual pemanasan batuan aspal secara terbuka dengan penambahan agregat Aspal Dalam Campuran (%-wt) 0 20 0 Urutan Pemanasan Aspal pasir Penampakan Aspal hanya menutupi sebagian agregat secara tipis dan tidak melekatkan agregat satu sama lain. Perubahan urutan pemanasan tidak berpengaruh banyak Aspal yang termobilisasi ke permukaan akibat pemanasan dengan cara ini sangat sedikit, sehingga hanya beberapa permukaan agregat yang terkena aspal tersebut. 24

Digunakannya kata terkena adalah karena tidak semua permukaan agregat yang ditutupi oleh aspal, melainkan sebagian kecil saja. Perubahan secara fisik pada aspal hanyalah berkurangnya kekerasan aspal. Dengan kata lain, aspal menjadi lembek dengan dilakukannya pemanasan. Variasi urutan pemanasan dilakukan karena pada variasi pertama, dimana batuan aspal dipanaskan terlebih dahulu, sebagian besar aspal yang keluar dari batuan melekat pada dasar tray. Namun setelah dilakukan perubahan urutan pemanasan, hal tersebut tidak banyak berubah. Aspal yang menempel pada sebagian kecil agregat tidak mampu untuk mengikat agregat satu sama lain. Hal ini dikarenakan aspal yang keluar dari batuan aspal alam berwujud pasta pada suhu ruang. 4.2. Pemanasan Secara Tertutup dengan Penambahan Agregat Pada pemanasan secara tertutup ini diharapkan panas yang diberikan akan mengenai batuan aspal secara merata. Aspal diletakkan dalam tumpukan agregat dalam cawan keramik (membentuk semacam tungku). Cawan ini dipanaskan dalam oven pada temperatur 200 o C. Alasan penambahan agregat dengan perbandingan tertentu sama dengan yang telah dikemukakan sebelumnya. Percobaan ini, dilakukan untuk urutan pemanasan yang berbeda dan ada tidaknya pengadukan dalam proses pemanasan pada aspal dengan diameter butiran 0, cm. Variasi yang dilakukan ditunjukkan oleh Tabel 4.. 2

Tabel 4. Hasil pengamatan visual pemanasan batuan aspal secara tertutup dengan penambahan agregat T ( o C) 200 Waktu Pemanasan (menit) 40 60 Diameter Butiran Aspal (cm) 0, Ada Tidaknya Pengadukan ada tidak ada tidak Urutan Pemanasan Penampakan tak ada perubahan yang berarti Batuan aspal dalam tungku agregat hanya mengalami pengurangan kekerasan, dan sangat sedikit aspal yang termobilisasi keluar dan menempel pada agregat. Urutan pemanasan ditujukan untuk mengeluarkan aspal dari batuannya. Bila batuan aspal dipanaskan terlebih dahulu, diharapkan aspal sudah termobilisasi keluar saat agregat dimasukkan. Sedangkan pemanasan agregat sebelum batuan aspal ditujukan untuk memberikan lingkungan yang lebih panas, sebelum batuan aspal dimasukkan. Adanya pengadukan dilakukan untuk memberikan permukaan panas yang merata pada batuan aspal agar aspal bisa dimobilisasikan keluar. Pada kenyataannya, urutan pemanasan dan pengadukan tidak memberikan hasil yang memuaskan dalam mengeluarkan aspal. 4.2.4 Pelekatan Aspal pada Agregat Pada proses ini, agregat dikontakkan dengan aspal yang terlarut dalam heksan dengan menggunakan dua variasi. Variasi pertama dilakukan dengan menyiramkan larutan aspal-heksan pada agregat, sedangkan variasi kedua dilakukan dengan membiarkan larutan aspal-heksan menguap, sehingga aspalnya melekat pada agregat. Ilustrasi kedua variasi tersebut ditunjukkan oleh Gambar 4.2. Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan melekat aspal buton yang digunakan terhadap agregat. 26

2 Gambar 4.2 Ilustrasi percobaan pelekatan aspal pada agregat Pada variasi pertama, aspal yang melekat sangat tipis karena konsentrasi aspal yang terlarut dalam heksan masih kurang untuk membuat lapisan yang tebal. Kurang tebalnya lapisan yang terbentuk ini diakibatkan adanya aspal yang menempel akibat terbawa oleh heksan saat menguap. Hal inilah yang mendorong dilakukannya variasi kedua. Pada variasi kedua, volatilitas antara heksan dan aspal yang berbeda jauh menyebabkan aspal terlarut merambat di dinding cawan dan melekat pada agregat. Aspal yang melekat pada agregat variasi kedua lebih tebal dibandingkan variasi pertama, meskipun konsentrasi aspal dalam heksan di kedua variasi adalah sama. Pada variasi kedua, heksan memisahkan diri dari larutan sehingga terjadi peningkatan konsentrasi aspal yang melekat pada dinding cawan. Penguapan heksan menyebabkan terbawanya aspal terlarut. Oleh karena sifat aspal yang tidak menguap, maka aspal akan tertinggal di dinding cawan. Walaupun aspal yang menempel pada agregat sangat lengket, namun aspal tersebut belum mampu untuk melekatkan agregat satu sama lain. Hal ini disebabkan oleh wujud aspal yang dihasilkan menyerupai pasta meskipun pada suhu ruangan. Diharapkan, aspal yang dihasilkan berwujud padatan agar dapat digunakan pada proses pembuatan jalan. 4. Ekstraksi Aspal Alam Pada proses ekstraksi, batuan aspal dilarutkan dalam beberapa jenis pelarut. Aspal yang telah terlarut dipisahkan dari residu (pasir), sebelum didistilasi. Setelah proses distilasi, larutan dipanaskan untuk menguapkan pelarut yang tersisa. Prosedur percobaan ditunjukkan oleh Gambar 4.. 27

Gambar 4. Skema percobaan ekstraksi aspal alam Percobaan dilakukan untuk aspal berdiameter + cm yang dilarutkan pada berbagai jenis pelarut, seperti n-heksan, minyak tanah, dan TCE. Hancurnya aspal pada proses ekstraksi menyebabkan tidak dilakukannya variasi diameter butiran aspal. Ekstrak aspal yang diperoleh memiliki kelembekan yang bervariasi. Bila diurutkan berdasarkan tingkat kelembekannya, secara berurutan dari yang paling lembek, yaitu: n-heksan minyak tanah TCE Residu yang dihasilkan oleh pelarut n-heksan lebih hitam dan lebih keras dibandingkan 28

residu yang dihasilkan oleh pelarut minyak tanah. Residu minyak tanah menyerupai tanah lembut yang berwarna kecoklatan, sedangkan residu yang dihasilkan oleh pelarut TCE menyerupai pasir lembut yang berwarna coklat muda. Wujud residu yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 4.4 berikut. TCE Minyak Tanah Heksan Gambar 4.4 Wujud residu aspal Residu batuan hasil ektraksi pelarut n-heksan merupakan residu yang paling keras dan paling hitam dibandingkan residu hasil ekstraksi pelarut lainnya. Dengan kata lain, n- heksan kurang maksimal dalam mengekstrak aspal dalam batuan. Gambar 4. Ekstrak aspal menggunakan pelarut n-heksan Ekstrak aspal dari pelarut n-heksan memiliki kelembekan yang paling tinggi (Gambar 4.). Hal ini berarti nilai penetrasi aspal yang dihasilkan sangat tinggi, sebagai akibat bertambahnya kandungan parafin dalam aspal. N-heksan merupakan pelarut yang berbasis parafin, sehingga tidak sempurnanya penguapan pelarut akan menyebabkan 29

bertambahnya kandungan parafin pada aspal. Adanya pemanasan saat distilasi juga diperkirakan memiliki pengaruh terhadap perusakan sifat aspal. Gambar 4.6 Ekstrak aspal menggunakan pelarut minyak tanah Ekstrak aspal dari pelarut minyak tanah (Gambar 4.6) sedikit lebih keras dibandingkan ekstrak aspal yang menggunakan pelarut n-heksan. Hal ini disebabkan minyak tanah memiliki rantai hidrokarbon yang lebih panjang dibandingkan n-heksan, sehingga minyak tanah memiliki sifat yang lebih mendekati aspal dibandingkan n-heksan. Saat batuan aspal dimasukkan dalam minyak tanah, aspal langsung terekstrak, namun tidak secepat dalam pelarut n-heksan. Hal ini disebabkan minyak tanah memiliki viskositas yang lebih tinggi dibandingkan n-heksan, sehingga kecepatan minyak tanah untuk terabsorbsi kedalam pori-pori batuan lebih lambat daripada n-heksan. Residu batuan yang dihasilkan pelarut minyak tanah lebih menyerupai tanah lembut berwarna kecoklatan. Lembutnya residu yang dihasilkan menunjukkan bahwa minyak tanah mengekstrak aspal lebih banyak dibandingkan n-heksan. Namun, hasil percobaan menunjukkan bahwa aspal yang berhasil diekstrak menggunakan pelarut minyak tanah hanya sebesar 29,%-berat. Nilai ini lebih kecil dibandingkan nilai yang diperoleh bila menggunakan pelarut n-heksan, meskipun residu yang dihasilkan pelarut n-heksan lebih kasar. 0

Gambar 4.7 Ekstrak aspal menggunakan pelarut TCE Aspal hasil ekstraksi menggunakan pelarut TCE (Gambar 4.7) memiliki tingkat kekerasan lebih tinggi dibandingkan aspal hasil ekstraksi menggunakan pelarut n-hexan dan minyak tanah. Selain lebih keras, aspal hasil ekstraksi menggunakan TCE tidak lengket dan berbau seperti aspal yang diperoleh dari pengolahan residu minyak bumi. Hal ini disebabkan TCE bukanlah pelarut yang berbasis parafin, sehingga tidak merusak struktur aspal yang diekstrak. Residu hasil ekstraksi dengan pelarut TCE menyerupai pasir halus yang berwarna coklat muda, seperti pasir pantai. Efek dye unsur klor dalam TCE menyababkan residu berwarna lebih muda. Hasil percobaan menunjukkan bahwa jumlah aspal yang diperoleh dengan menggunakan pelarut TCE lebih banyak dibandingkan jumlah aspal yang diperoleh dengan menggunakan pelarut lainnya, yaitu sebesar 48%-berat. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa TCE adalah pelarut yang lebih baik dibandingkan n-heksan dan minyak tanah, karena memiliki daya larut yang paling baik.