IV. GAMBARAN UMUM INFRASTRUKTUR

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. GAMBARAN UMUM 4.1 Pertumbuhan Ekonomi

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat menggambarkan bahwa adanya peningkatan

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) TRIWULAN II-2016

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) TRIWULAN IV-2016

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) TRIWULAN III-2016

Tingkat Kemiskinan Per Provinsi Wilayah Sumatera Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. lumpuhnya sektor-sektor perekonomian dunia, sehingga dunia dihadapkan bukan

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) TRIWULAN I-2017

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

BERITA RESMI STATISTIK

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN

RILIS HASIL AWAL PSPK2011

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

KEPUTUSAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR HK.03.01/VI/432/2010 TENTANG

TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

BERITA RESMI STATISTIK

Potensi Desa (Podes) 2014 Provinsi Riau

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

BERITA RESMI STATISTIK

TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN III-2017

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP)

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP)

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

Indeks Tendensi Konsumen Triwulan III-2017

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) TRIWULAN II-2017

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh

Mengurangi Kemiskinan Melalui Keterbukaan dan Kerjasama Penyediaan Data

BAB I PENDAHULUAN. seluruh stakeholders untuk memberikan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan.

BERITA RESMI STATISTIK

TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP)

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP)

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TRIWULAN I-2015

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP)

Tipologi Wilayah Provinsi Bengkulu Hasil Pendataan Potensi Desa (Podes) 2014

Perkembangan Nilai Tukar Petani September 2017 Provinsi Jambi

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI *)

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP)

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP)

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

PROGRES PELAKSANAAN EITI DI INDONESIA

Perkembangan Pengelolaan Pengaduan Bulan Mei 2017

Pengelolaan Pengaduan Bulan Juni 2017

I. PENDAHULUAN. Implementasi desentralisasi fiskal yang efektif dimulai sejak Januari

BERITA RESMI STATISTIK

Grafik 1 Jumlah Laporan Masyarakat Berdasarkan Cara Penyampaian

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP)

Perkembangan PPM Bulan April 2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016

BAB I PENDAHULUAN. nilai inti untuk memahami pembangunan yang paling hakiki antara lain

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau

III. METODOLOGI PENELITIAN

PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2013

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 / HUK / 2012 TENTANG

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP)

Antar Kerja Antar Lokal (AKAL)

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III-2017

Tipologi Wilayah Hasil Pendataan Potensi Desa (Podes) 2014 Provinsi Banten

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan)

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015

Pengelolaan Pengaduan Masyarakat Bulan November 2017

TIPOLOGI WILAYAH PROVINSI MALUKU UTARA HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PAPUA BARAT MARET 2017 MEMBAIK

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH 2015

BERITA RESMI STATISTIK

Perkembangan PPM Bulan Februari 2017

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Pelimpahan Urusan Pemerintahan. Gubernur. Dekonsetrasi. Perubahan.

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG

INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN III

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG

Transkripsi:

37 IV. GAMBARAN UMUM INFRASTRUKTUR 4.1 Jalan Jalan merupakan infrastruktur yang penting untuk menghubungkan satu daerah ke daerah lain atau satu pusat perekonomian ke pusat perekonomian lainnya. Ketersediaan infrastruktur jalan yang baik akan melancarkan penyaluran barang serta mobilitas manusia atau tenaga kerja. Hubungan antara desa dan kota juga dibantu oleh ketersediaan infrastruktur jalan, menurut Perpres RI No. 29 Tahun 211 tentang Rancangan Kerja Pemerintah (RKP) 212 Buku III, hampir 9 persen pedesaan di Sumatera dapat diakses dengan jalan darat. 14.92% 2.22% 4.59% 24.27% Baik Sedang Rusak Rusak Berat Gambar 11. Persentase Panjang Jalan menurut Kondisi di Pulau Sumatera Tahun 21 Persentase panjang jalan menurut kondisi di Pulau Sumatera pada Gambar 11. Gambar tersebut menunjukkan bahwa 4,59 persen jalan berada dalam keadaan baik. Jalan berkondisi baik adalah jalan yang dapat dilalui oleh kendaraan dengan kecepatan 6 kilometer per jam dan hingga dua tahun ke depan tanpa pemeliharaan pada pengerasan jalan. Sedangkan jalan berkondisi sedang di Pulau Sumatera pada tahun 21 adalah sebesar 24,27 persen. Jalan dengan kondisi sedang adalah jalan yang bisa dilalui oleh kendaraan dengan kecepatan 4 hingga 6 kilometer per jam dan selama satu tahun ke depan tanpa rehabilitasi pada

38 pengerasan jalan. Adapun jalan berkondisi Rusak, yaitu jalan yang dapat dilalui oleh kendaraan dengan kecepatan 2 hingga 4 kilometer per jam serta perlu perbaikan kondisi jalan adalah sebesar 2,22 persen. Jalan dengan kondisi rusak berat adalah sebesar 14,92 persen. Jalan dengan kategori rusak berat adalah jalan yang bisa dilalui oleh kendaraan dengan kecepatan nol hingga 2 kilometer per jam. Tabel 2. Panjang Jalan menurut Kewenangan dan Kondisi di Pulau Sumatera Tahun 21 (km) Kewenangan Baik Sedang Rusak Rusak Berat Negara 5.718 4.946 283 621 Propinsi 7.722 3.86 2.21 1.455 Kabupaten 52.881 3.839 3.533 22.35 Jika dilihat menurut kewenangannya, di Pulau Sumatera, jalan kabupaten/kota adalah jalan dengan jumlah terpanjang, yaitu mencapai 83,59 persen, disusul oleh jalan propinsi 9,33 persen, dan jalan negara 7,8 persen. Jika dilihat jalan menurut kondisi pada kewenangannya, maka jalan dalam kondisi rusak hingga rusak berat terbanyak juga berada di jalan kabupaten/kota yaitu sebesar 38,69 persen, lalu jalan propinsi 24,4 persen, dan jalan negara 7,81 persen. Pada masa otonomi daerah, perbaikan dan pemeliharaan jalan di masingmasing daerah menjadi tanggung jawab masing-masing daerah. Propinsi yang memiliki panjang jalan berkondisi baik dan sedang terbanyak berdasarkan Gambar 12 adalah Propinsi Sumatera Utara, Riau, Aceh, dan Lampung. Selanjutnya, daerah yang memiliki panjang jalan berkondisi baik dan sedang terkecil adalah Propinsi Bengkulu, Propinsi Kepulauan Bangka Belitung, dan Kepulauan Riau. Ini menunjukkan bahwa kepemilikan jalan berkondisi baik dan sedang di masing-masing propinsi di Pulau Sumatera belum merata. Jumlah di atas tidak melihat per wilayah, maka diasumsikan jalan-jalan tersebut berada pada wilayah yang merupakan pusat kegiatan atau wilayah yang tidak berada di pedalaman.

39 25 2 15 1 5 Gambar 12. Kondisi Jalan Baik dan Sedang menurut Propinsi di Pulau Sumatera Tahun 21 (km) 4.2 Listrik Listrik yang diproduksi oleh PT. PLN didistribusikan kepada berbagai jenis pelanggan. Jumlah pelanggan listrik di Pulau Sumatera dari Tahun 23 hingga Tahun 21 dapat terlihat pada Gambar 13. Pelanggan listrik jenis rumah tangga merupakan pelanggan dengan jumlah terbanyak dari tahun ke tahun disusul oleh jenis pelanggan bisnis setelahnya. Pertumbuhan jumlah pelanggan pada Tahun 21 terhadap Tahun 23 yang paling tinggi terjadi pada jenis penerangan publik yaitu sebesar 165,28 persen. Kategori pelanggan dengan pertumbuhan jumlah pelanggan tertinggi kedua adalah pelanggan bisnis, yakni sebesar 56,48 persen. Sedangkan pertumbuhan jumlah pelanggan yang negatif dimiliki oleh pelanggan jenis industri yaitu sebesar -5,36 persen. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah jenis pelanggan tersebut pada Tahun 21 menjadi lebih kecil dibandingkan dengan jumlahnya pada Tahun 23.

4 9 8 7 6 5 4 3 2 1 23 24 25 26 27 28 29 21 Sumber : PLN, diolah. Gambar 13. Jumlah Pelanggan Listrik PLN di Pulau Sumatera Tahun 23-21 Jumlah energi listrik yang disalurkan tercermin pada jumlah energi listrik terjual kepada pelanggan. Sepanjang Tahun 23 hingga Tahun 21, energi listrik yang terjual di Pulau Sumatera terus mengalami peningkatan. Pertumbuhan energi listrik terjual pada Tahun 21 cukup tinggi yaitu sebesar 11, 68 persen. Pertumbuhan ini tertinggi kedua selama Tahun 23 hingga Tahun 21, selain pada Tahun 28 yang sebesar 11,85 persen. 25 2 15 1 5 23 24 25 26 27 28 29 21 Sumber : PLN, diolah. Gambar 14. Energi Listrik Terjual di Pulau Sumatera Tahun 23-21 (GWh)

41 Konsumsi energi terbesar sepanjang tahun di Pulau Sumatera dimiliki oleh jenis konsumen rumah tangga, bisnis, dan industri. Konsumsi terkecil dimiliki oleh jenis konsumen sosial dan pemerintah. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa meskipun jumlah pelanggan industri merupakan yang terkecil, tetapi konsumsi energi oleh jenis pelanggan tersebut termasuk yang terbesar. Pada Tahun 21, jika dilihat dari kategori penggunaan, energi listrik terjual paling besar digunakan untuk kategori rumah tangga yaitu sebesar 51,23 persen. Sedangkan sisanya digunakan oleh kategori pelanggan bisnis 2,3 persen, industri 19,86 persen, penerangan publik 4,12 persen, sosial 2,87 persen, dan pemerintah sebesar 1,89 persen. Jumlah energi listrik terjual per propinsi pada Tahun 21 menunjukkan bahwa Propinsi Sumatera Utara merupakan propinsi dengan pemakai energi listrik terbesar. Selanjutnya, pengguna energi listrik terbesar adalah Propinsi Sumatera Selatan. Hal ini dapat terjadi karena penggunaan listrik oleh rumah tangga dan industri terbanyak berada di Propinsi Sumatera Utara. Begitu juga dengan Propinsi Sumatera Selatan yang penggunaan energi listrik rumah tangganya terbanyak kedua setelah Propinsi Sumatera Utara. 7 6 5 4 3 2 1 Sumber : PLN, diolah. Gambar 15. Energi Listrik Terjual menurut Satuan PLN/Propinsi di Pulau Sumatera Tahun 21 (GWh)

42 4.3 Air Bersih Perusahaan air bersih yang melakukan distribusi air bersih di Sumatera pada Tahun 21 adalah sebanyak 24 perusahaan. Jumlah ini meningkat dibandingkan pada Tahun 23, pada waktu itu hanya terdapat 197 perusahaan air bersih. Jumlah pelanggan air bersih di Pulau Sumatera berfluktuasi selama Tahun 23 hingga Tahun 21. Pertumbuhan jumlah pelanggan air bersih yang paling tinggi adalah pelanggan kelompok khusus serta niaga dan industri. Kedua jenis pelanggan tersebut pada Tahun 21 tumbuh sebesar 261,19 persen dan 37,29 persen secara berurutan terhadap jumlahnya di Tahun 23. 18 16 14 12 1 8 6 4 2 23 24 25 26 27 28 29 21 Gambar 16. Jumlah Pelanggan Air Bersih di Pulau Sumatera Tahun 23-21 Konsumsi terhadap air bersih dapat terlihat pada jumlah air yang terdistribusikan kepada pelanggan. Persentase pertumbuhan air yang didistribusikan di Pulau Sumatera dapat ditunjukkan pada Gambar 17. Pada Tahun 21, persentase pertumbuhan jumlah air yang didistribusikan di Pulau Sumatera mengalami penurunan dari Tahun 23. Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa pertumbuhan jumlah air yang didistribusikan berfluktuatif sepanjang Tahun 23 hingga Tahun 21. Sepanjang tahun tersebut, konsumen jenis non-niaga serta niaga dan industri merupakan pelanggan dengan jumlah terbanyak. Mereka juga merupakan konsumen air bersih terbesar.

43 2% 15% 1% 5% % -5% 23 24 25 26 27 28 29 21-1% -15% -2% Gambar 17. Persentase Pertumbuhan Jumlah Air Didistribusikan di Pulau Sumatera Tahun 23-21 (%) Pada awal bagian dari penelitian ini telah diperlihatkan jumlah air yang didistribusikan di tiap propinsi yang ada di Pulau Sumatera pada Tahun 21. Jika dilihat pada penggunaannya, air bersih pada Tahun 21 lebih banyak digunakan oleh kategori non-niaga sebesar 83,16 persen. Kemudian disusul oleh penggunaan kelompok pelanggan niaga dan industri sebesar 1,73 persen, selanjutnya sosial 4,16 persen, dan 1,95 persen oleh kelompok khusus. Perkembangan jumlah air yang didistribusikan per propinsi pada beberapa tahun terakhir akan dilihat secara lebih jelas pada gambaran posisi tiga tahun terakhir, yaitu Tahun 28 hingga 21. Pada Gambar 18 dapat terlihat bahwa selama tiga tahun terakhir, Propinsi Sumatera Utara merupakan propinsi dengan konsumsi air bersih tertinggi dibandingkan propinsi lainnya dan jumlahnya terus mengalami peningkatan. Sedangkan daerah pengguna air bersih terendah adalah Propinsi Kepulauan Bangka Belitung, tetapi penggunaan air bersih terus meningkat di daerah ini. Hal di atas dapat terjadi karena penggunaan air bersih oleh kelompok non-niaga dan niaga serta industri terbesar ada di Propinsi Sumatera Utara selama tiga tahun terakhir. Propinsi yang mengalami penurunan jumlah air didistribusikan selama tiga tahun terakhir adalah Propinsi Lampung, Propinsi Sumatera Selatan, Propinsi Jambi, dan Propinsi Kepulauan Riau.

44 2 18 16 14 12 1 8 6 4 2 28 29 21 Gambar 18. Jumlah Air Didistribusikan menurut Propinsi di Pulau Sumatera Tahun 28-21 (ribu m 3 ) 4.4 Infrastruktur Kesehatan Selain infrastruktur ekonomi, infrastruktur sosial juga merupakan bagian penting. Infrastruktur sosial berupa infrastruktur kesehatan, berguna untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Penduduk yang sehat mampu beraktivitas dengan lancar untuk menghasilkan berbagai output termasuk pendapatan. Selain dari sisi kuantitas, kualitas infrastruktur penting untuk dilihat. Akan tetapi, karena keterbatasan data, infrastruktur dilihat dari ketersediaannya dalam bentuk jumlah rumah sakit dan puskesmas. Pada Gambar 19 dapat dilihat bahwa di Pulau Sumatera pada Tahun 21, jumlah puskesmas yang ada yaitu 85 persen. Jumlah ini merupakan porsi yang sangat besar daripada rumah sakit yang hanya 15 persen. Puskesmas memiliki jangkauan yang lebih tersebar di berbagai penjuru daerah dibandingkan rumah sakit yang biasanya hanya dibangun di pusat kota atau kabupaten, sehingga ketersediaan puskesmas sangat membantu masyarakat untuk mendapatkan akses pelayanan kesehatan. Namun demikian, peran rumah sakit tentu tidak dapat dikesampingkan dalam upaya pelayanan kesehatan masyarakat.

45 15% 85% RS Puskesmas Sumber : Kementerian Kesehatan RI, diolah. Gambar 19. Persentase Jumlah Rumah Sakit dan Puskesmas di Pulau Sumatera Tahun 21 Jika dilihat pada Gambar 2, jumlah puskesmas merupakan yang paling dominan daripada rumah sakit pada tiap propinsi. Meskipun puskesmas memiliki kemampuan yang terbatas dalam melayani permasalahan kesehatan, tetapi puskesmas lebih unggul dilihat dari sisi kedekatannya dengan lokasi tempat tinggal masyarakat. Fasilitas yang terletak lebih dekat lagi dengan masyarakat adalah balai kesehatan masyarakat (Balkesmas), tapi karena keterbatasan data, balkesmas tidak dimasukkan dalam penelitian ini. 55 5 45 4 35 3 25 2 15 1 5 Rumah Sakit Puskesmas Sumber : Kementerian Kesehatan RI, diolah. Gambar 2. Jumlah Rumah Sakit dan Puskesmas menurut Propinsi di Pulau Sumatera Tahun 21

46 Pada Gambar 2, terlihat bahwa ketersediaan sarana kesehatan di Pulau Sumatera belum merata. Propinsi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Selatan, dan Lampung secara berurutan merupakan propinsi yang memiliki jumlah puskesmas terbanyak dibanding propinsi lainnya. Adapun jumlah rumah sakit terbanyak secara berurutan berada di Propinsi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Riau. Sedangkan Propinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan yang terendah dalam ketersediaan rumah sakit dan puskesmas. Rumah sakit pada data di atas merupakan jumlah keseluruhan rumah sakit dari berbagai jenis, baik umum maupun khusus, serta berbagai kategori pengelolaannya, baik oleh pemerintah maupun swasta.