BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN TEORITIK. sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi aturan-aturan yang

BAB II KAJIAN TEORITIK. A. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. dalam tugas yang metode solusinya tidak diketahui sebelumnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang tinggi dalam proses belajar, tidak sekedar aktivitas fisik semata. Siswa

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu model

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB II KAJIAN TEORITIK. dalam diri peserta didik untuk belajar secara aktif, kreatif, efektif,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. Sehubungan dengan keberhasilan belajar, Slameto (1991: 62) berpendapat. bahwa ada 2 faktor yang mempengaruhi belajar siswa.

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORI. berupa masalah ataupun soal-soal untuk diselesaikan. sintesis dan evaluasi (Gokhale,1995:23). Menurut Halpen (dalam Achmad,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) tanggung jawab, kejujuran, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.

BAB I PENDAHULUAN. siswa. Siswa yang belajar akan mengalami perubahan baik dalam pengetahuan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Menurut Nurhadi (2004: 112), pembelajaran kooperatif adalah pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik agar peserta didik mendapatkan pengalaman belajar dari kegiatan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEAM GAMES TOURNAMENT UNTUK MENINGKATKAN TINGKAT PEMAHAMAN SISWA DALAM PELAJARAN EKONOMI SMA PADA ERA MEA

BAB I PENDAHULUAN. dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS. menawarkan cara dan prosedur baru untuk memperbaiki dan meningkatkan

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN TEAM GAME

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS. Pada kajian teori akan dipaparkan teori dari beberapa ahli yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. satunya model pembelajaran kooperatif. Secara bahasa kooperatif berasal dari

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Seperangkat tingkat yang diharapkan dimiliki oleh orang yang. berkedudukan dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. proses pendidikan pada umumnya yang bertujuan membawa anak didik atau

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal tersebut tercantum pada Undang-

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subjek dengan lingkungannya dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah belajar sebenarnya telah lama dikenal. Namun sebenarnya apa belajar itu,

BAB II KAJIAN TEORITIK

Wendri, Penerapan Model Pembelajaran Teams Games Tournament Berbantu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

MAKALAH SIMPOSIUM GURU 2015

KAJIAN PUSTAKA. Aktivitas mengikuti proses pembelajaran meliputi mendengarkan

BAB II KAJIAN TEORI Belajar Menurut Pendekatan Konstruktivisme. gambaran serta inisiatif peserta didik. 6 Pendekatan

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS III SMA SRIJAYA NEGARA PALEMBANG MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN TEAM GAMES TOURNAMENTS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan dari

BAB II KAJIAN TEORI. pengetahuan yang terbentuk ter internalisasi dalam diri peserta pembelajaran

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan UPI (2009:171) mengemukakan

II. KERANGKA TEORETIS. 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu efektif juga dapat diartikan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PENINGKATAN MINAT DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT PADA SISWA KELAS V SDN 07 SUMBERPUCUNG MALANG

BAB II. Tinjauan Pustaka

Jurnal Pendidikan dan Teknologi Informasi Vo. 4, No. 1, April 2017, Hal ISSN : Copyright 2017 by LPPM UPI YPTK Padang

BAB I PENDAHULUAN. pelajaran ini. Meskipun dianggap penting, banyak siswa yang mengeluh kesulitan

II. KERANGKA TEORITIS. 2.1 Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) yang efektif untuk kelompok kecil. Model ini menunjukkan efektivitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan. Nasional :

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORITIK

II. KAJIAN TEORI. 2.1 Belajar dan Pembelajaran Pengertian Belajar dan Pembelajaran. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui

BAB I PENDAHULUAN. siswa. Matematika beragam manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. pesan itu sendiri yang biasanya berupa materi pelajaran. Kadang-kadang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS. kemampuan dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Pemecahan masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Pengertian Kemampuan Pemahaman Konsep. konsep. Menurut Sudjiono (2013) pemahaman atau comprehension dapat

BAB II KAJIAN TEORETIS

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha untuk mempersiapkan ataupun memperbaiki

BAB II KAJIAN PUSTAKA

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) UNTUK MELATIH PEMAHAMAN KONSEP SISWA

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN. 1. Kemampuan Guru dalam mengelola pembelajaran kooperatif tipe TGT

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang

Meina Noriyana Guru SMPN 3 Paringin, Kabupaten Tabalong

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Koneksi Matematis. Sejak sekolah dasar, siswa telah diperkenalkan dengan banyak konsep

BAB II KAJIAN TEORI. yang terjadi baik fisik manpun non fisik, merupakan suatu aktifitas.

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk mencetak sumber daya manusia yang berkualitas dan berdedikasi

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN TEAM GAMES TOURNAMENT TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP BELAJAR MAHASISWA PRODI EKONOMI FKIP-UHN T.A 2014/2015.

COOPERATIVE LEARNING TIPE TEAM GAME TOURNAMENTS (TGT) SEBAGAI ALTERNATIF MODEL PEMBELAJARAN BIOLOGI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PUBLIKASI ILMIAH DYAH LUSIANA A54F ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. ada rasa ingin tahu, tanpa pertanyaan, dan tanpa ada daya tarik terhadap hasil

MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM. Oleh: Dr. Marzuki (FIS UNY)

BAB II KAJIAN TEORI. dkk. 2012: 107). Belajar merupakan suatu proses berpikir yang saling

BAB 1 PENDAHULUAN. dijenjang pendidikan formal mulai dari tingkat SD sampai pada tingkat SMA

BAB I PENDAHULUAN. V SDN 02 Jatiharjo, Jatipuro, Karanganyar. 1. Nilai ulangan Formatif banyak yang kurang memenuhi KKM.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Model Cooperative Learning

BAB II LANDASAN TEORI. Kata komunikasi berasal dari bahasa latincommunicare, berarti. merupakan proses informasi ilmu dari guru kepada siswa.

BAB I PENDAHULUAN. Selain sebagai pengajar, guru dituntut berlaku sebagai pembimbing dan pendidik siswa.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Paling (dalam Abdurrahman, 1999 : 252) mengemukakan. bahwa:

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. dahulu kita harus mengetahui definisi dari masalah itu sendiri. Prayitno (1985)

Transkripsi:

BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Menurut NCTM (2000) pemecahan masalah adalah suatu penyelesaian yang belum diketahui sebelumnya dengan cara penugasan sehingga siswa harus menggambarkan pengetahuan, dan mengembangkan pemahaman matematika baru. Pemecahan masalah bukan saja merupakan suatu sasaran belajar matematika, tetapi sekaligus merupakan alat utama dalam proses pembelajaran. Menurut Nasution (2009) kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan untuk menemukan kombinasi aturan-aturan yang telah dipelajari terlebih dahulu guna untuk memecahkan masalah yang baru. Namun, untuk memecahkan masalah tidak hanya menerapkan aturan-aturan, tapi juga menghasilkan pelajaran baru. Dalam memecahkan masalah pelajar harus berpikir, mencoba hipotesis, dan jika berhasil memecahkan masalah itu maka dapat mempelajari sesuatu yang baru. Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa untuk menyelesaikan atau memecahkan suatu masalah matematika. 7

8 Menurut John Dewey (Nasution, 2009) indikator dalam pemecahan masalah yakni: 1) Siswa dihadapkan dengan masalah 2) Siswa merumuskan masalah itu 3) Siswa merumuskan hipotesis 4) Siswa menguji hipotesis itu NCTM (2000) mengemukakan bahwa indikator standar kompetensi pemecahan masalah yang harus dimiliki siswa adalah: 1) Membangun pengetahuan matematis yang baru melalui pemecahan masalah; 2) Memecahkan permasalahan yang muncul di dalam matematika dan di dalam konteks-konteks lain; 3) Menerapkan dan mengadaptasi beragam strategi yang sesuai untuk memecahkan permasalahan; 4) Memonitor dan merefleksi pada proses pemecahan masalah. Menurut Polya (1957) indikator yang dilakukan dalam penyelesaian masalah adalah sebagai berikut: 1) Memahami masalah (understanding the problem) Memahami masalah (understanding the problem) merupakan kegiatan yang merujuk pada apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, apakah informasi cukup, kondisi (syarat) apa yang harus dipenuhi, menyatakan kembali masalah asli dalam bentuk yang lebih operasional (dapat dipisahkan).

9 2) Merencanakan penyelesaian (devising a plan) Merencanakan penyelesaian (devising a plan) merupakan kegiatan menghubungkan antara dua yang diketahui dengan permasalahan yang ada. Kemudian rumus apa yang bisa digunakan untuk memecahkan suatu masalah, dan mencoba untuk berfikir masalah yang hampir sama dengan permasalahan yang akan dicari. Berdasarkan hal tersebut diharapkan bisa membuat suatu model matematika. 3) Menyelesaikan rencana (carrying out the plan) Menyelesaikan rencana (carrying out the plan) merupakan kegiatan yang merujuk pada penyelesaian masalah matematis menggunakan model matematika yang telah disusun. 4) Memeriksa kembali (looking back) Memeriksa kembali (looking back) merupakan kegiatan yang merujuk pada menganalisis dan mengevaluasi prosedur yang diterapkan dan hasil yang diperoleh benar, apakah ada prosedur lain yang lebih efektif, apakan prosedur yang dibuat dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah sejenis, atau apakah prosedur dapat dibuat generalisasinya. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kemampuan untuk menyelesaikan persoalan matematika dengan pengetahuan yang sudah diberikan ke dalam situasi yang baru, sehingga menghasilkan

10 pemahaman dan pengetahuan baru. Dari beberapa pendapat di atas, indikator kemampuan pemecahan masalah yang akan digunakan oleh peneliti adalah: 1) Memahami masalah Siswa bisa menemukan informasi apa saja yang ada di dalam suatu masalah matematika dan informasi apa saja yang belum ada. 2) Menyusun rencana penyelesaian masalah Siswa dapat mencari pola, menguji kasus khusus dari masalah yang dihadapi untuk memperoleh gambaran lebih baik tentangpenyelesaian masalah yang dihadapi. 3) Menyelesaikan penyelesaian masalah Siswa dapat melaksanakan strategi sesuai dengan yang dirancanakan pada tahap sebelumnya. 4) Memeriksa kembali hasilnya Siswa dapat memeriksa kembali apakan solusi yang dihasilkanmasuk akal dan apakah ada cara lainuntuk menyelesaikan masalah tersebut. 2. Minat Belajar Minat merupakan salah satu faktor yang berperan dalam pembelajaran matematika. Menurut Slameto (2010) minat adalah rasa ketertarikan seseorang terhadap suatu aktivitas yang membuat dirinya senantiasa menjalankan aktivitas yang menarik hatinya tanpa adanya

11 paksaan, sehingga dengan adanya minat dalam pembelajaran membuat seorang siswa akan senantiasa belajar dengan sukarela. Slameto (2010) menyatakan bahwa minat dalam pembelajaran tidak hanya diekspresikan melalui pernyataan saja, melainkan juga ditunjukkan melalui partisipasi aktif, keingintahuan dan perhatian yang lebih terhadap pembelajaran. Partisipasi yang pasif, keingintahuan dan perhatian yang kurang terhadap pembelajaran menunjukkan minat dalam pembelajaran yang rendah. Rendahnya minat belajar perlu dibangkitkan agar siswa bergairah untuk belajar. Minat belajar dapat diartikan sebagai ketertarikan terhadap belajar yang menaruh perhatian pada suatu pelajaran tertentu disertai hasrat untuk mengetahui, mempelajari, dan membuktikannya melalui partisipasi aktif dalam kegiatan belajar (Kartika, 2014). Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan guru dalam membangkitkan minat belajar siswa adalah sebagai berikut (Djamarah, 2008): 1) Membandingkan adanya suatu kebutuhan pada diri siswa, sehingga dia rela belajar tanpa paksaan. 2) Menghubungkan bahan pelajaran yang diberikan dengan persoalan pengalaman yang dimiliki siswa, sehingga siswa mudah menerima bahan pelajaran.

12 3) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang baik dengan cara menyediakan lingkungan belajar yang kreatif dan kondusif. 4) Menggunakan berbagai macam bentuk dan teknik mengajar dalam konteks perbedaan individual siswa. Berdasarkan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa minat belajar dalam pembelajaran matematika merupakan ketertarikan siswa terhadap matematika yang membuat dirinya senantiasa belajar dan mengikuti pembelajaran matematika secara sukarela tanpa adanya paksaan. Aspek-aspek yang digunakan dalam mengukur minat belajar matematika menurut Hidi dan Mitchell (Kartika, 2014) yaitu: 1) Aspek Ketertarikan, dimana siswa menyenangi atau menyukai pelajaran matematika. 2) Aspek Keberartian, dimana siswa menilai manfaat matematika bagi dirinya. 3) Aspek Keterlibatan, dimana siswa merasa terlibat dan berpartisipasi secara aktif dalam proses belajar matematika. Oleh karena itu, pada penelitian ini peneliti meneliti minat belajar siswa melalui indikator-indikator minat belajar yang meliputi: 1) Perhatian siswa terhadap pelajaran matematika 2) Keingintahuan siswa terhadap pelajaran matematika, dan 3) Keterlibatan siswa mengikuti kegiatan dan proses pembelajaran matematika.

13 3. Pembelajaran Berbasis Masalah Menurut Moffit (Rusman, 2014) Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran. Sedangkan menurut Ibrahim dan Nur (Rusman, 2014) Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan salah satu pembelajaran yang digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi siswa dalam situasi yang berorientasi pada masalah dunia nyata, termasuk di dalamnya belajar bagiamana belajar. Pembelajaran Berbasis Masalah menurut Arends (Trianto, 2009) adalah pembelajaran dimana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan pembelajaran dengan menggunakan masalah sebagai langkah untuk mendapatkan pengetahuan baru.

14 Ciri-ciri PBM menurut Arends (Trianto, 2009) yaitu: 1) Pengajuan pertanyaan atau masalah. PBM mengorganisasikan pengajaran disekitar pertanyaan dan masalah yang keduanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna bagi siswa. 2) Berfokus pada keterkaitan antardisiplin. Masalah yang akan diselidiki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran. 3) Penyelidikan autentik. Menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, dan membuat ramalah, mengumpulkan dan menganalisa informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan. 4) Menghasilkan produk dan memamerkannya. PBM menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. 5) Kolaborasi. Siswa bekerja sama satu dengan yang lainnya, secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Karakteristik PBM menurut Tan (Rusman, 2014) adalah: 1) Pengajuan pertanyaan atau masalah (memahami masalah) 2) Berfokus pada keterkaitan antardisiplin 3) Penyelidikan autentik 4) Menghasilkan produk atau karya yang kemudian dipamerkan 5) Kerja sama

15 Berdasarkan penjelasan di atas dapat peneliti menyimpulkan karakteristik PBM antara lain memahami masalah, masalah yang dipilih benar-benar nyata, merumuskan kesimpulan, ada hasil penyelesaian masalahnya, serta bekerja sama dalam menyelesaikan masalah. Menurut Pierce dan Jones (Rusman, 2014) kejadian-kejadian yang harus muncul dalam implementasi PBM adalah: 1) Keterlibatan (engagement), yaitu mempersiapkan siswa untuk berperan sebagai pemecah masalah dengan bekerja sama. 2) Inquiry dan investigasi, yaitu mengeksplorasi dan mendistribusikan informasi. 3) Performasi, yaitu menyajikan temuan 4) Tanya jawab (debriefing), yaitu menguji keakuratan dari solusi 5) Refleksi terhadap pemecahan masalah Tujuan Pembelajaran Bebasis Masalah yaitu: 1) Membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah. PBM melatih kepada siswa untuk memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi, yang hanya dapat dilakukan dengan pendekatan pemecahan masalah (problem solving) oleh peserta didik sendiri. 2) Belajar berbagai peran orang dewasa yang autentik. PBM penting untuk menjembatani antara pembelajaran di sekolah formal dan aktivitas mental yang lebih praktis dijumpai di luar sekolah.

16 3) Menjadi pembelajar yang mandiri. Dengan bimbingan guru yang secara berulang-ulang mendorong dan mengarahkan mereka untuk mengajukan pertanyaan, mencari penyelesaian terhadap masalah nyata oleh mereka sendiri. (Trianto, 2009). Manfaat PBM menurut Ibrahin dan Nur (Trianto, 2009) adalah untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pembelajaran yang otonom dan mandiri. Adapun kelebihan dari Pembelajaran Berbasis Masalah menurut Trianto (2009), yaitu: 1) Realistik dengan kehidupan siswa 2) Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa 3) Memupuk sifat inquiry siswa 4) Retensi konsep jadi kuat 5) Memupuk kemampuan pemecahan masalah Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah menurut Rusman (2010) yaitu: 1) Fase 1: Orientasi siswa pada masalah Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, dan memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah. 2) Fase 2: Mengorganisasi siswa untuk belajar

17 Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. 3) Fase 3: Membimbing pengalaman individual/kelompok Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. 4) Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Guru membantu siswa dalam memecahkan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya. 5) Fase 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan. 4. Strategi Team Games Tournament (TGT) Bern dan Erickson (Komalasari, 2010) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengorganisir pembelajaran dengan menggunakan kelompok belajar kecil dimana siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru (Suprijono, 2009). TGT adalah salah satu

18 tipe pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan serta reinforcement (Komalasari, 2010). Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih relaks disamping menumbuhkan minat belajar tanggung jawab, kerja sama, persaingan sehat, dan keterlibatan belajar. Ada lima komponen utama dalam TGT, yaitu: 1) Penyajian Kelas (Class Pressentation) Penyajian kelas dalam strategi TGT tidak berbeda dengan pengajaran biasa atau pengajaran klasikal oleh guru, hanya pengajaran lebih difokuskan pada materi yang sedang dibahas saja. Ketika penyajian kelas berlangsung mereka sudah berada dalam kelompoknya. Dengan demikian mereka akan memperhatikan dengan serius selama pengajaran penyajian kelas berlangsung sebab setelah ini mereka harus mengerjakan games akademik dengan sebaik-baiknya dengan skor mereka akan menentukan skor kelompok mereka. 2) Kelompok (Teams) Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin, dan ras atau etnik. Fungsi utama mereka dikelompokkan

19 adalah anggota-anggota kelompok saling meyakinkan bahwa mereka dapat bekerja sama dalam belajar dan mengerjakan game atau lembar kerja dan lebih khusus lagi untuk menyiapkan semua anggota dalam menghadapi kompetisi. 3) Permainan (Games) Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Setiap siswa mengambil sebuah kartu yang diberi nomor dan menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor pada kartu tersebut. 4) Turnamen (Tournaments) Turnamen adalah sebuah struktur dimana game berlangsung. Turnamen dilakukan pada setiap unit setelah guru melakukan penyajian kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Setelah turnamen pertama, para siswa akan bertukar meja tergantung pada kinerja mereka saat turnamen terakhir. Pemenang pada tiap meja naik tingkat ke meja berikutnya yang lebih tinggi (misalnya, dari meja 6 kemeja 5); skor tertinggi kedua tetap tinggal pada meja yang sama; dan yang skornya paling rendah diturunkan ke meja dengan tingkatan lebih rendah. Dengan cara ini, jika pada awalnya siswa sudah salah ditempatkan, untuk seterusnya mereka akan terus dinaikkan atau diturunkan sampai mereka mencapai tingkat kinerja mereka yang sesungguhnya.

20 Untuk ilustrasi turnamen dapat dilihat pada skema berikut : Kelompok A A1 A2 A3 A4 Tinggi Sedang Sedang Rendah Meja Turnamen 1 Meja Turnamen 2 Meja Turnamen 3 Meja Turnamen 4 A1, B1, C1 A2, B2, C2 A3, B3, C3 A4, B4, C4 B1 B2 B3 B4 Tinggi Sedang Sedang Rendah C1 C2 C3 C4 Tinggi Sedang Sedang Rendah Kelompok B Gambar 2.1 Penempatan Meja Turnamen Kelompok C 5) Penghargaan Kelompok (Teams Recognition) Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing kelompok akan mendapat hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan. Ada 3 tingkatan penghargaan yang berdasarkan pada skor rata-rata tim yaitu: Tabel 2.1 Tingkatan Penghargaan Turnamen Kriteria (Rata-Rata Tim) Penghargaan 40 Tim baik (good team)

21 45 Tim sangat baik (great team) 50 Tim super (super team) Sebelum memulai TGT ada beberapa persiapan yang harus diperhatikan menurut Slavin, yaitu: 1) Materi yang akan diajarkan Materi yang terkait dengan materi yang akan diajarkan oleh guru, materi itu bisa bersumber dari buku paket atau dari materi yang dibuat oleh guru untuk menunjang proses pembelajaran di dalam kelas. 2) Menempatkan siswa ke dalam tim Tiap tim harus terdiri dari 4 anggota yang heterogen. Untuk menentukan berapa tim yang akan dibentuk, jumlah siswa yang ada di kelas dibagi 4, hasil bagi tersebut tentunya merupakan jumlah tim beranggotakan 4 siswa. Untuk menempatkan siswa ke dalam tim, gunakan daftar peringkat siswa berdasarkan kinerjanya. Bagikan huruf/angka tim kepada masing-masing siswa. Misalnya, dalam sembilan tim yang ada di kelas akan menggunakan huruf A sampai I. Mulailah dari atas daftar dengan huruf A, lanjutkan huruf berikutnya kepada peringkat menengah. Bila sudah sampai pada huruf yang terakhir, lanjutkan penamaan huruf tim dengan arah yang berlawanan. Misalnya jika menggunakan huruf A sampai I, siswa ke sembilan dan ke sepuluh akan ditempatkan ke dalam tim I,

22 dan yang ke sebelas dalam tim H, selanjutnya dalam tim G, dan seterusnya. Jika sudah sampai ke huruf A, berhentilah dan ulangi prosesnya mulai dari bawah ke atas, seterusnya lanjutkan lagi dimulai dan diakhiri dengan huruf A. 3) Menempatkan siswa ke dalam meja turnamen Tulislah daftar nama siswa dari atas ke bawah sesuai urutan kinerja mereka sebelumnya, gunakan peringkat yang sama seperti yang digunakan untuk membentuk tim. Hitunglah jumlah siswa di dalam kelas. Jika jumlahnya habis dibagi 4, semua meja turnamen akan mempunyai peserta, tunjuklah 4 siswa pertama dari daftar tadi untuk menempati meja 1, berikutnya meja 2, dan seterusnya. Jika ada siswa yang tersisa setelah dibagi 4 satu atau 2 dari meja turnamen pertama akan beranggotakan 5 peserta. Langkah-langkah dalam pembelajaran TGT adalah sebagai berikut: 1) Pelajaran diawali dengan memberikan pelajaran oleh guru, selanjutnya diumumkan kepada semua siswa bahwa akan melaksanakan pembelajaran TGT dan siswa diminta memindahkan bangku untuk membentuk meja tim. Kepada siswa disampaikan bahwa mereka akan bekerja sama dengan kelompok belajar selama beberapa pertemuan, kemudian mengikuti permainan (game) untuk memperoleh poin bagi nilai tim mereka serta diberitahukan tim yang memperoleh nilai tinggi akan mendapatkan rekognisi (penghargaan).

23 2) Kegiatan dalam turnamen adalah persaingan pada meja turnamen dari 3-4 siswa dari tim yang berbeda dengan kemampuan setara. Pada permulaan turnamen diumumkan penetapan meja turnamen bagi siswa. Siswa diminta mengatur meja turnamen yang ditetapkan. Nomor meja turnamen dapat diacak. Setelah kelengkapan dibagikan dapat dimulai dengan kegiatan permainan. 3) Pada akhir putaran pemenang mendapat satu kartu bernomor, penantang yang kalah mengembalikan perolehan kartunya bila sudah ada. Penskoran didasarkan pada jumlah perolehan kartu, misalnya pada meja turnamen terdiri dari 4 siswa yang tidak seri, peraih nilai tertinggi mendapat skor 60, kedua 40, ketiga 30, dan keempat 20. Kelebihan TGT: 1) TGT tidak hanya membuat siswa yang berkemampuan akademis tinggi menjadi lebih menonjol dalam pembelajaran, tetapi siswa yang berkemampuan akademis rendah juga ikut aktif dan mempunyai peranan yang penting dalam kelompoknya. 2) Menumbuhkan rasa kebersamaan dan saling menghargai sesama anggota kelompoknya. 3) Siswa menjadi lebih bersemangat dalam mengikuti pelajaran karena guru menyajikan sebuah penghargaan pada siswa atau kelompok terbaik.

24 4) Minat belajar siswa menjadi lebih tinggi karena ada kegiatan permainan. 5. Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi TGT untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Minat Belajar Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah sesuai indikator pemecahan masalah tersaji dengan skema sebagai berikut. Pembelajaran Berbasis Masalah Fase-1 Orientasi siswa pada masalah Fase-2 Mengorganisasi siswa untuk belajar Fase-3 Membimbing pengalaman individual maupun kelompok Fase-4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Fase-5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Indikator Pemecahan Masalah Memahami masalah Menyusun rencana penyelesaian masalah Menyelesaikan penyelesaian masalah Memeriksa kembali hasilnya Gambar 2.2 PBM untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Berdasarkan skema di atas, dapat disimpulkan bahwa langkah PBM fase pertama yaitu orientasi siswa pada masalah dapat meningkatkan kemampuan memahami masalah. Langkah PBM fase ke

25 dua yaitu mengorganisasi siswa untuk belajar dapat meningkatkan kemampuan menyusun rencana penyelesaian masalah. Langkah PBM fase ke tiga yaitu membimbing pengalaman individual maupun kelompok dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan penyelesaian masalah. Serta langkah PBM fase ke empat yaitu mengembangkan dan menyajikan hasil karya dan fase ke lima yaitu menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah mampu meningkatkan kemampuan memeriksa kembali hasil pemecahan masalah. Jadi Pembelajaran Berbasis Masalah mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah sesuai dengan indikator pemecahan masalah. Langkah-langkah dalam strategi TGT untuk meningkatkan minat belajar siswa tersaji dalam skema sebagai berikut. Team Games Tournament Penyajian kelas Kelompok (tim) Game Turnamen Penghargaan kelompok Indikator Minat Belajar Perhatian siswa terhadap pelajaran matematika Keingintahuan siswa terhadap pelajaran matematika Keterlibatan siswa mengikuti kegiatan dan proses pembelajaran matematika Gambar 2.3 TGT untuk Meningkatkan Minat Belajar

26 Berdasarkan skema di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan penyajian kelas mampu meningkatkan perhatian siswa terhadap pelajaran matematika, kegiatan kelompok (tim) dan kegiatan turnamen mampu meningkatkan keterlibatan siswa mengikuti kegiatan dan proses pembelajaran matematika, kegiatan permainan (Game) mampu meningkatkan keingintahuan siswa terhadap pelajaran matematika, serta kegiatan penghargaan kelompok mampu meningkatkan perhatian siswa terhadap pelajaran matematika, keingintahuan siswa terhadap pelajaran matematika, dan keterlibatan siswa mengikuti kegiatan dan proses pembelajaran. Jadi, strategi TGT dapat meningkatkan minat belajar matematika sesuai dengan indikator minat belajar. 6. Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi TGT PBM dengan strategi TGT merupakan pembelajaran yang prosesnya menggunakan sintaks PBM, sedangkan pada proses perumusan masalah dalam pengorganisasian menggunakan strategi TGT. Berikut sintaks pembelajaran berbasis masalah dengan strategi team games tournament : Tabel 2.2 Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah Fase Langkah Kegiatan guru 1 Orientasi siswa pada masalah Menjelaskan tujuan dan indikator pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, dan memotivasi siswa terlibat pada aktivitas 2 Mengorganisasi siswa untuk belajar pemecahan masalah. Memotivasi siswa agar tertarik untuk mempelajari materi. (Tahap Penyajian Kelas) Membagi siswa ke dalam 9

27 3 Membimbing pengalaman individual maupun kelompok 4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah kelompok heterogen. (Tahap Kelompok) Memotivasi siswa untuk dapat bekerja sama dalam mengerjakan LKS yang sudah disediakan. (Games) Mendorong siswa untuk mengerjakan pertanyaan pada kartu bernomor di meja turnamen. (Tournament) Mendorong siswa untuk menyajikan jawaban di depan kelas, menyampaikan pendapat, bertanya ataupun menyanggah. Memberikan umpan balik kepada siswa dan membantu siswa untuk melakukan evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan serta memberi penghargaan kelompok. 7. Materi Pembelajaran Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap kelas VII tahun ajaran 2015/2016 pada materi segiempat. Materi yang digunakan merujuk pada kompetensi dasar yang telah ditetapkan, yaitu: 6.3.Menghitung keliling dan luas bangun segiempat serta menggunakannya dalam pemecahan masalah Kompetensi dasar tersebut digunakan dalam 3 siklus yang tiap siklusnya terdiri dari 2 pertemuan. Berdasarkan kompetensi dasar tersebut, indikator pembelajaran pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel 2.3 Indikator Pembelajaran Siklus Pertemuan Indikator 1 1 6.3.1. Menentukan keliling persegi panjang.

28 2 3 2 1 2 1 2 6.3.2. Menentukan luas persegi panjang. 6.3.3. Menyelesaikan permasalahan nyata yang berkaitan dengan keliling dan luas persegi panjang 6.3.4. Menentukan keliling persegi. 6.3.5. Menentukan luas persegi. 6.3.6. Menyelesaikan permasalahan nyata yang berkaitan dengan keliling dan luas persegi. 6.3.7. Menentukan keliling jajargenjang. 6.3.8. Menentukan luas jajargenjang. 6.3.9. Menyelesaikan permasalahan nyata yang berkaitan dengan keliling dan luas jajargenjang. 6.3.10. Menentukan keliling belah ketupat. 6.3.11. Menentukan luas belah ketupat. 6.3.12. Menyelesaikan permasalahan nyata yang berkaitan dengan keliling dan luas belah ketupat. 6.3.13. Menentukan keliling layang-layang. 6.3.14. Menentukan luas layang-layang. 6.3.15. Menyelesaikan permasalahan nyata yang berkaitan dengan keliling dan luas layang-layang. 6.3.16. Menentukan keliling trapesium. 6.3.17. Menentukan luas trapesium. 6.3.18. Menyelesaikan permasalahan nyata yang berkaitan dengan keliling dan luas trapesium. B. Penelitian Relevan Menurut Astuti (2015) dalam penelitiannya menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran berbasis masalah dapat memperbaiki proses pembelajaran dan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas VIII 4 SMP Babussalan Pekanbaru semester genap tahun pelajaran 2014/2015 pada materi pokok perbandingan dan peluang. Ibrahim (2014) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pembelajaran Team Games Tournament (TGT) berpengaruh meningkatkan

29 kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dengan tidak ada perbedaan secara signifikan antara siswa berkemampuan awal matematika (tinggi, sedang dan rendah). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah dengan strategi Team Games Tournament (TGT) dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan minat belajar. C. Kerangka Pikir Siswa kelas VII F SMP Negeri 6 Purwokerto Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis dan minat belajar siswa Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi TGT Indikator Indikator Pemecahan Fase Langkah Kegiatan Guru Minat Belajar Masalah Siswa Matematis 1 Orientasi siswa pada masalah Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, dan Memahami masalah Perhatian siswa terhadap pelajaran matematika

30 2 Mengorganis asi siswa untuk belajar memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah (penyajian kelas) Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (kelompok) Menyusun rencana penyelesaian masalah Keterlibatan siswa mengikuti kegiatan dan proses pembelajaran matematika 3 Membimbing pengalaman individual maupun kelompok 4 Mengembang kan dan menyajikan hasil karya 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. (game) Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya (turnamen) Memberikan umpan balik dan membantu siswa untuk melakukan evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan serta memberi penghargaan kelompok. Menyelesaikan penyelesaian masalah Memeriksa kembali hasilnya Memeriksa kembali hasilnya Keingintahuan siswa terhadap pelajaran matematika Keterlibatan siswa mengikuti kegiatan dan proses pembelajaran matematika

31 Kemampuan pemecahan masalah matematis dan minat belajar siswa kelas VII F meningkat D. Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini adalah: a. Pembelajaran matematika melalui Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi TGT (Team Games Tournament) dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis. b. Pembelajaran matematika melalui Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi TGT (Team Games Tournament) dapat meningkatkan minat belajar siswa.