BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS BIAYA DAN EFEKTIVITAS TERAPI ASMA PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

Dr. Masrul Basyar Sp.P (K)

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BALAKANG. sedang berkembang. Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang paling sering

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kelompok gangguan saluran pernapasan kronik ini. Dalam beberapa

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation

Prevalens Nasional : 5,0% 5 Kabupaten/Kota dengan prevalens tertinggi: 1.Aceh Barat 13,6% 2.Buol 13,5% 3.Pahwanto 13,0% 4.Sumba Barat 11,5% 5.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma (Medlinux, (2008).

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS/ RS Dr M DJAMIL PADANG

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan. penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang banyak ditemui dan

BAB I PENDAHULUAN. negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli

PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT

BAB I PENDAHULUAN. memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. yang merugikan kesehatan, kususnya pada penderita asma.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

M.D. : Faculty of Medicine, University of Indonesia, Pulmonologist: Faculty of Medicine, Univ. of Indonesia, 2007.

2006 Global Initiative for Asthma (GINA) tuntunan baru dalam penatalaksanaan asma yaitu kontrol asma

BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease)

PENATALAKSANAAN ASMA MASA KINI

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang menderita asma hingga saat ini. Prevalensi asma di Indonesia tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan kisaran usia 5-14 tahun (Gerald dkk, 2004). Prevalens asma di Indonesia belum

FARMAKOTERAPI ASMA. H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kematian akibat asma mengalami peningkatan dalam beberapa dekade

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Asma merupakan salah satu penyakit saluran nafas yang banyak dijumpai,

Bab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Seseorang bisa kehilangan nyawanya hanya karena serangan

Asma sering diartikan sebagai alergi, idiopatik, nonalergi atau gabungan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kita telah hidup di zaman yang semakin berkembang, banyaknya inovasi yang telah bermunculan, hal ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran

BAB I PENDAHULUAN. dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ASMA DAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN (PENJASORKES) DI SEKOLAH. I Made Kusuma Wijaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut National Asthma Education and Prevention Program (NAEPP),

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2007). World Health Organization (WHO) menyatakan lebih dari 100 juta

Suradi, Dian Utami W, Jatu Aviani

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

Asma adalah inflamasi pada saluran nafas, dimana melibatkan banyak elemen sel dan selular seperti, sel mast, eosinofil, limfositt, makrofag,

BAB I PENDAHULUAN. Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013

PATOGENESIS PENYAKIT ASMA

BAB I PENDAHULUAN. bronkus. 3 Global Initiative for Asthma (GINA) membagi asma menjadi asma

PENGARUH YOGA TERHADAP KONTROL ASMA

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah

BAB I PENDAHULUAN. batuk, mengi dan sesak nafas (Somatri, 2009). Sampai saat ini asma masih

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TUJUAN TEORITIS. sesak dan batuk, terutama pada malam hari atau pagi hari (Wong, 2003).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan ketangkasan dalam berusaha atau kegairahan (Alwi, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. mengi, sesak nafas, batuk-batuk, terutama malam menjelang dini hari. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGARUH PEMBERIAN SENAM ASMA TERHADAP FREKWENSI KEKAMBUHAN ASMA BRONKIAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang besar di dunia luas dengan prevalensi, dan biaya yang tinggi. Penyakit ini

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

KAJIAN PENGGUNAAN OBAT GOLONGAN KORTIKOSTEROID PADA PASIEN ASMA PEDIATRI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANDAN ARANG BOYOLALI TAHUN 2008 SKRIPSI

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTIASMA. DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA PADA TAHUN 2014

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. A DENGAN GANGGUAN PERNAFASAN : ASMA BRONKIAL DI BANGSAL CEMPAKA RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu penyakit jalan nafas obstruktif intermitten,

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh reaksi alergi pada penderita yang sebelumnya sudah tersensitisasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan ada tiga bentuk diabetes mellitus, yaitu diabetes mellitus tipe 1 atau disebut IDDM (Insulin Dependent

EVALUASI EKONOMI PADA PELAYANAN KESEHATAN

HUBUNGAN ANTARA LAMA SENAM ASMA DENGAN FREKUENSI SERANGAN ASMA DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA KONTROL ASMA dengan KUALITAS HIDUP ANGGOTA KLUB ASMA di BALAI KESEHATAN PARU MASYARAKAT SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Asma adalah penyakit kronis saluran napas yang patogenesis. dasarnya adalah oleh proses inflamasi dan merupakan salah satu

DRUG RELATED PROBLEMS PADA PENGOBATAN ASMA BRONKIAL DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA TAHUN 2007 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di. dunia dan merupakan penyakit kronis pada sistem

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN ASMA BRONKHIAL DI RUANG ANGGREK BOUGENVILLE RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk-batuk terutama pada malam

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan semakin tingginya penjanan faktor resiko, seperti faktor pejamu

BAB I PENDAHULUAN. maju maupun di negara-negara sedang berkembang. berbagai sel imun terutama sel mast, eosinofil, limposit T, makrofag, neutrofil

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. banyak sel dan komponennya (The National Asthma Education and Prevention

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, biaya ekonomi untuk asma

MODUL PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI ASMA BRONKIAL. NOMOR MODUL : Penyakit Obstruksi Paru

Tingkat Kontrol Asma Mempengaruhi Kualitas Hidup Anggota Klub Asma di Balai Kesehatan Paru

BAB I PENDAHULUAN. populasi dalam negara yang berbeda. Asma bronkial menyebabkan kehilangan

BAB I PENDAHULUAN. obat yang mengakibatkan makin banyaknya DRPs (Drug Related Problems).

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik di negara berkembang maupun di negara maju. Penyakit asma termasuk lima

BAB I PENDAHULUAN. Amerika dan mengakibatkan kematian jiwa pertahun, peringkat ke-empat

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa Yunani (yang berarti terengah-engah) dan pertama kali

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asma merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia. Asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas, akan tetapi dapat bersifat menetap dan mengganggu aktivitas sehari-hari, sehingga dapat menurunkan kualitas hidup (Anonim, 2003). Asma adalah penyakit kronis umum pada anak-anak di Amerika Serikat, sekitar 6,5 juta anak terkena asma. Prevalensi asma di Amerika Serikat dan seluruh dunia terus meningkat. Tingkat prevalensi tertinggi pada anak-anak 5-17 tahun 9,6%. Asma menyumbang 1,6% dari semua kunjungan rawat jalan (13,7 juta kunjungan dokter dan 1,0 juta rawat jalan kunjungan rumah sakit) dan menghasilkan lebih dari 497.000 rumah sakit dan 1,8 gawat darurat juta kunjungan per tahun. Prevalensi asma meningkat di Amerika, asma lebih dari 4.000 kematian per tahun. Sebagian besar kematian akibat asma terjadi di luar rumah sakit, dan kematian jarang terjadi setelah rawat inap. Penyebab paling umum kematian dari asma adalah penilaian yang tidak memadai dari keparahan obstruksi saluran udara oleh pasien atau dokter dan terapi yang tidak memadai (Kelly and Sorkness, 2008). Pada tahun 2009, prevalensi asma di Amerika Serikat meningkat menjadi 7,7% pada orang dewasa dan 9,6% pada anak-anak. Pada tahun 2008, kira-kira setengah dari orang-orang dengan asma dilaporkan memiliki setidaknya satu serangan asma selama 12 bulan sebelumnya. Biaya medik yang berhubungan dengan asma sebesar $ 3.259 per orang per tahun selama 2002-2007 (Anonim, 2011 b ). Asma merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan tetapi hanya menghilangkan gejala sehingga membuat pasien tergantung obat-obatan yang digunakan, pasien harus menghindari faktor-faktor yang menjadi pemicu terjadinya asma. Oleh karena itu, tujuan pengobatan asma secara umum agar pasien dapat menjalani hidup yang normal dengan sedikit gangguan atau tanpa 1

2 gejala, sedangkan khususnya bertujuan untuk mencegah timbulnya gejala yang kronik dan mengganggu, mengurangi penggunaan β 2 agonis aksi pendek, menjaga fungsi paru agar normal dan mencegah kekambuhan (Ikawati, 2006). Berdasarkan penelitian Listuhayu (2009) pola pengobatan pasien asma di RSUD Dr. Pirngadi Medan yang sangat efektif adalah kombinasi antara fenoterol HBr inhalasi dan budesonide inhalasi serta terbutaline sulfat oral dengan nilai efektivitas 82,35% dengan biaya Rp 616.720,- (Listuhayu, 2009). Penelitian yang dilakukan Paltiel et al (2001) menganalisis penggunaan kortikosteroid inhalasi yang hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan obat tersebut dapat meningkatkan biaya total kesehatan dari sekitar $ 5.200 sampai $ 8.400 (Paltiel et al., 2001). Pasien asma di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi sangat banyak, yaitu lebih dari 1800 kunjungan per tahun rawat jalan. Berdasarkan data dari rekam medik, saat ini asma menduduki peringkat ke-7 dari 10 penyakit terbesar rawat jalan RSUD Dr. Moewardi (Anonim, 2010). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu: 1. Bagaimana gambaran terapi pada pasien asma rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi? 2. Berapakah biaya dan efektivitas terapi asma pada pasien asma rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui gambaran terapi pada pasien asma rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi. 2. Mengetahui besarnya biaya dan efektivitas terapi asma pada pasien asma rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi.

3 D. Tinjauan Pustaka 1. Asma a. Definisi Asma didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik jalan udara yang melibatkan peran banyak sel dan komponennya (The National Asthma Education and Prevention Program, NAEPP). Pada individu yang rentan, inflamasi menyebabkan episode berulang dari bengek, sesak nafas, sempit dada, dan batuk (Sukandar et al., 2008). Tanda-tanda klinis asma yaitu sering kambuh dan kadang-kadang disertai serangan batuk, nafas pendek, rasa sesak di dada, dan susah bernapas. Sebagian besar pasien asma dalam derajat yang ringan ditandai gejala yang hanya terjadi pada saat tertentu, misalnya karena terpapar pada alergen atau polutan, pada saat berolah raga, atau setelah infeksi saluran napas atas yang disebabkan virus. Bentuk asma yang berat ditandai dengan serangan wheezing dypsnea yang sering, terutama pada malam hari, atau bahkan aktivitas yang terbatas secara kronis (Katzung, 2001). b. Etiologi Asma adalah sindrom kompleks yang sebagian diwariskan memerlukan interaksi gen oleh lingkungan. Faktor resiko yang dapat menyebabkan asma antara lain status sosial ekonomi, ukuran keluarga, paparan asap rokok pada masa bayi, paparan alergen, urbanisasi, dan penurunan eksposur ke masa kecil (Kelly and Sorkness, 2008). Faktor lingkungan berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran nafas pada pasien asma. Inflamasi terdapat pada berbagai derajat asma baik pada asma intermiten maupun asma persisten. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif (hipereaktifitas) jalan nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama pada malam dan/atau dini hari. Episodik tersebut berkaitan dengan

4 sumbatan saluran nafas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan (Depkes, 2007). c. Patofisiologi Karakteristik utama asma termasuk obstruksi yaitu jalan udara dalam berbagai tingkatan (terkait dengan bronkospasmus, edema, dan hipersekresi), Bronchus Hiperresponsiveness (BHR), dan inflamasi jalan udara. Serangan asma mendadak disebabkan oleh faktor yang tidak diketahui maupun yang diketahui seperti paparan terhadap alergen, virus atau polutan dalam maupun luar rumah, dan masing-masing faktor ini dapat menginduksi respon inflamasi (Sukandar et al., 2008). Penyebab respon yang berlebihan terhadap rangsangan saluran nafas pada asma tidak diketahui, tetapi peradangan saluran napas adalah diyakini mempunyai peran mendasar. Reaktivitas jalan napas dapat berfluktuasi, dan fluktuasi berkorelasi dengan gejala klinis. Reaktivitas jalan napas dapat ditingkatkan oleh sejumlah faktor: alergi, farmakologi, lingkungan, pekerjaan, menular, latihan-terkait, dan emosional. Diantara lebih umum adalah udara alergen, aspirin, agen β-adrenergik blocking (misalnya, propranolol, timolol), sulfida dalam makanan, polusi udara (ozon, nitrogen dioksida), dan infeksi pernapasan (Kasper et al., 2005). d. Klasifikasi Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat asma semakin tinggi tingkat pengobatan. Berat penyakit asma diklasifikasikan berdasarkan gambaran klinis sebelum pengobatan dimulai (Tabel 1). Pengobatan akan mengubah gambaran klinis bahkan faal paru, oleh karena itu penilaian berat asma pada penderita dalam pengobatan juga harus mempertimbangkan pengobatan itu sendiri (Anonim, 2003).

5 Tabel 1. Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis (Anonim, 2003) Derajat Asma Gejala Gejala Faal paru Malam I. Intermiten Bulanan PEF 80% Gejala <1x/minggu Tanpa gejala di luar serangan Serangan singkat 2x /bulan FEV 1 80% nilai prediksi PEF 80% nilai terbaik Variabilitas APE < 20% II. Persisten Ringan III. Persisten Sedang IV. Persisten Berat Mingguan PEF > 80% Gejala> 1x/minggu, tetapi < 1x/ hari Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur >2x /bulan FEV 1 80% nilai prediksi PEF 80% nilai terbaik Variabilitas APE 20-30% Harian PEF 60 80% Gejala setiap hari Serangan mengganggu aktivitas dan tidur Membutuhkan bronkodilator setiap hari >1x/minggu FEV 1 60-80% nilai prediksi PEF 60-80% nilai terbaik Variabilitas APE > 30% Kontinyu PEF 60% Gejala terus menerus Sering kambuh Aktivitas fisik terbatas Sering Keterangan: FEV 1 = Forced Expiratory Volume in one second, PEF = Peak Expiratory Flow FEV 1 60% nilai prediksi PEF 60% nilai terbaik Variabilitas APE > 30% e. Diagnosis Diagnosis asma adalah berdasarkan gejala yang bersifat episodik, pemeriksaan fisiknya dijumpai napas menjadi cepat dan dangkal dan terdengar bunyi mengi pada pemeriksaan dada (pada serangan sangat berat biasanya tidak lagi terdengar mengi, karena pasien sudah lelah untuk bernapas). Dan yang cukup penting adalah pemeriksaan fungsi paru, yang dapat diperiksa dengan spirometri atau peak expiratory flow meter (Depkes, 2007). Spirometri adalah mesin yang dapat mengukur kapasitas vital paksa (KVP) dan volume ekspirasi paksa detik pertama (FEV 1 ). Pemeriksaan ini sangat tergantung kepada kemampuan pasien sehingga diperlukan instruksi operator yang jelas dan kooperasi pasien. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang

6 diperiksa. Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai FEV 1 < 80% nilai prediksi atau rasio FEV 1 /KVP < 75%. Selain itu, dengan spirometri dapat mengetahui reversibiliti asma, yaitu adanya perbaikan FEV 1 15 % secara spontan, atau setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu (Depkes, 2007). f. Penatalaksanaan Terapi Penatalaksanaan asma yaitu meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (Depkes, 2007). Terapi asma ada dua, yaitu terapi non farmakologi dan terapi farmakologi. Terapi non farmakologi meliputi edukasi pasien, pengukuran peak flow meter, identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus, pemberian oksigen, banyak minum untuk menghindari dehidrasi terutama pada anak-anak, kontrol secara teratur dan pola hidup sehat (penghentian merokok, menghindari kegemukan, dan kegiatan fisik misalnya senam asma). Sedangkan terapi farmakologi meliputi agonis β 2, kortikosteroid inhalasi, modifier leukotrien, cromolin dan nedokromil, teofilin, serta kortikosteroid oral (Depkes, 2007). 1) Agonis β 2 a) Salmeterol, suatu agonis β 2 long-acting, memiliki aksi onset yang relatif lambat dan efek panjang. Salmeterol tidak boleh digunakan dalam pengobatan bronkospasme akut. Pasien mengambil salmeterol harus menggunakan agonis β 2 short-acting yang diperlukan untuk mengendalikan gejala akut. Dua kali sehari menghirup salmeterol telah efektif untuk pengobatan pemeliharaan yang dikombinasi dengan kortikosteroid inhalasi. b) Formoterol adalah agonis β 2 long-acting seperti salmeterol. Ini hanya boleh digunakan pada pasien yang sudah mengambil kortikosteroid inhalasi. Formoterol digunakan Untuk pemeliharaan pengobatan

7 asma pada orang dewasa dan anak-anak minimal 5 tahun (Chan et al., 2005). 2) Kortikosteroid Inhalasi Penggunaan kortikosteroid inhalasi dapat menekan inflamasi, penurunan respons bronkial dan mengurangi gejala. Kortikosteroid inhalasi direkomendasikan untuk sebagian besar pasien (Chan et al., 2005). 3) Modifier Leukotrien a) Leukotrin meningkatkan produksi lendir dan edema dinding saluran napas, dan dapat menyebabkan bronkokonstriksi. Montelukast dan zafirlukast adalah leukotrin reseptor antagonis dan zileuton menghambat sintesis leukotrin. b) Montelukast adalah efektif untuk pemeliharaan pengobatan intermiten atau persisten asma. Hal ini kurang efektif daripada kortikosteroid inhalasi, namun penambahan montelukast dapat menurunan dosis kortikosteroid. c) Zafirlukast adalah efektif untuk pemeliharaan perawatan asma ringan sampai sedang. Hal ini kurang efektif dibandingkan kortikosteroid inhalasi. d) Zileuton adalah yang efektif untuk pemeliharaan pengobatan, tetapi diberikan empat kali sehari dan pasien harus dimonitor untuk toksisitas hati (Chan et al., 2005). 4) Cromolin dan Nedocromil a) Cromolin natrium, penghambat sel mast degranulasi, dapat menurunkan respon yang berlebihan terhadap rangsangan napas pada beberapa pasien asma. Obat ini tidak memiliki aktivitas bronkodilatasi dan berguna hanya untuk profilaksis. Cromolin telah hampir tidak toksisitas sistemik. b) Nedocromil memiliki efek yang serupa sebagai cromolin. Baik cromolin dan nedocromil jauh kurang efektif dibandingkan kortikosteroid inhalasi (Chan et al., 2005).

8 5) Metil Ksantin Metil ksantin (teofilin, garamnya yang mudah larut dan turunannya) akan merelaksasi secara langsung otot polos bronki dan pembuluh darah pulmonal, merangsang SSP, menginduksi diuresis, meningkatkan sekresi asam lambung, menurunkan tekanan sfinkter esofageal bawah dan menghambat kontraksi uterus. Teofilin juga merupakan stimulan pusat pernafasan. Aminofilin mempunyai efek kuat pada kontraktilitas diafragma pada orang sehat dan dengan demikian mampu menurunkan kelelahan serta memperbaiki kontraktilitas pada pasien dengan penyakit obstruksi saluran pernapasan kronik (Depkes, 2007). Teofilin adalah bronkodilator yang digunakan untuk asma mengatasi penyakit paru obstruktif kronik yang stabil, secara umum tidak efektif untuk eksaserbasi penyakit paru obstruksi kronik. Teofilin mungkin menimbulkan efek aditif bila digunakan bersama agonis β 2 dosis kecil, kombinasi kedua obat tersebut dapat meningkatkan resiko terjadinya efek samping, termasuk hipokalemia (Depkes, 2008). 6) Kortikosteroid Oral Kortikosteroid oral adalah obat yang paling efektif tersedia untuk eksaserbasi akut dari asma tidak responsif untuk bronkodilator. Kortikosteroid oral mengurangi gejala dan mungkin mencegah kekambuhan dini. Penggunaan jangka panjang oral kortikosteroid dapat menyebabkan intoleransi glukosa, berat badan, tekanan darah meningkat, osteoporosis, katarak, imunosupresi dan penurunan pertumbuhan anakanak. Alternatif menggunakan kortikosteroid dapat mengurangi kejadian efek samping, tetapi tidak osteoporosis (Chan et al., 2005).

9 Tabel 2. Pendekatan untuk mengelola asma dewasa dan anak-anak > 5 tahun (Anonim, 2006) Klasifikasi keparahan Obat-obat diperlukan untuk menjaga Long-term control Gejala Harian/ PEF atau FEV 1 Obat Harian Step 4 Persisten Berat Step 3 Persisten Sedang Step 2 Persisten Ringan Step 1 Intermiten Ringan Gejala Malam Terus menerus/ Sering Harian/ > 1 malam/minggu > 2/minggu tetapi < 1x/hari > 2 malam/bulan 2 hari/minggu 2 malam/bulan PEF Variabilitas 60% > 30% > 60% - < 80% > 30% 80% 20-30% 80% < 20% Keterangan: PEF= Peak Expiratory Flow, FEV 1=Forced Expiratory Volume in one second Pengobatan yang dipilih: Kortikosteroid inhalasi dosis tinggi dan Longacting inhaled beta 2 - agonis Pengobatan yang dipilih: Kortikosteroid inhalasi dosis rendah ke menengah dan Longacting inhaled beta 2 - agonis Pengobatan yang dipilih: Kortikosteroid inhalasi dosis rendah Obat yang dibutuhkan tidak harian 2. Farmakoekonomi Farmakoekonomi adalah ilmu yang mengukur biaya dan hasil yang diperoleh dihubungkan dengan penggunaan obat dalam perawatan kesehatan. Analisis farmakoekonomi menggambarkan dan menganalisa biaya obat untuk sistem perawatan kesehatan. Studi farmakoekonomi dirancang untuk manjamin bahwa perawatan kesehatan digunakan paling efisien dan ekonomis (Orion, 1997). Empat jenis evaluasi ekonomi yang telah dikenal adalah Cost- Minimization Analysis (CMA), Cost-Effectiveness Analysis (CEA), Cost- Benefit Analysis (CBA), dan Cost-Utility Analysis (CUA) (Trisnantoro, 2005). a. Cost-Minimization Analysis (CMA) Cost-Minimization Analysis adalah tipe analisis yang menentukan program biaya terendah dengan asumsi besarnya manfaat yang diperoleh sama. Analisis ini digunakan untuk menguji biaya relatif yang

10 dihubungkan dengan intervensi yang sama dalam bentuk hasil yang diperoleh. Suatu kekurangan yang nyata dari analisis cost-minimization yang mendasari sebuah analisis adalah pada asumsi pengobatan dengan hasil yang ekivalen. Jika asumsi tidak benar dapat menjadi tidak akurat, pada akhirnya studi menjadi tidak bernilai. Pendapat kritis analisis costminimization hanya digunakan untuk prosedur hasil pengobatan yang sama (Orion, 1997). Contoh analisis cost-minimization adalah terapi dengan antibiotika generik dengan paten, outcome klinik (efek samping dan efikasi sama), yang berbeda adalah onset dan durasinya. Maka pemilihan obat difokuskan pada obat yang biaya per harinya lebih murah (Vogenberg, 2001). b. Cost-Effectiveness Analysis (CEA) Analisis Cost-Effectiveness adalah tipe analisis yang membandingkan biaya suatu intervensi dengan beberapa ukuran nonmoneter, dimana pengaruhnya terhadap hasil perawatan kesehatan. Analisis Cost-Effectiveness merupakan salah satu cara untuk memilih dan menilai program yang terbaik bila terdapat beberapa program yang berbeda dengan tujuan yang sama tersedia untuk dipilih. Kriteria penilaian pogram mana yang akan dipilih adalah berdasarkan discounted unit cost dari masing-masing alternatif program sehingga program yang mempunyai discounted unit cost terendahlah yang akan dipilih oleh para analisis untuk pengambilan keputusan (Tjiptoherianto and Soesetyo, 1994). Efektivitas biaya pada tingkat keparahan tertentu dilihat dari average cost-effectiveness ratio (ACER) dan incremental costeffectiveness ratio (ICER) berdasarkan efektivitas, serta persentase biaya komplikasi terhadap biaya terapi yang dikeluarkan. Biaya rata- rata tiap jenis terapi obat ACER = Efektivitas (kualitashidup)

11 ICER = Biaya terapi obat A - Biaya terapi obat B Efek (outcome)obat A - Efek (outcome) obat B ( Bootman et al., 1996) c. Cost-Benefit Analysis (CBA) Analisis Cost-Benefit adalah tipe analisis yang mengukur biaya dan manfaat suatu intervensi dengan beberapa ukuran moneter dan pengaruhnya terhadap hasil perawatan kesehatan. Tipe analisis ini sangat cocok untuk alokasi bahan-bahan jika keuntungan ditinjau dari perspektif masyarakat. Analisis ini sangat bermanfaat pada kondisi antara manfaat dan biaya mudah dikonversi ke dalam bentuk rupiah (Orion, 1997). Merupakan tipe analisis yang mengukur biaya dan manfaat suatu intervensi dengan beberapa ukuran moneter, dan pengaruhnya terhadap hasil perawatan kesehatan. Dapat digunakan untuk membandingkan perlakuan yang berbeda untuk kondisi yang berbeda. Merupakan tipe penelitian farmakoekonomi yang kompreherensif dan sulit dilakukan karena mengkonversi benefit kedalam nilai uang (Vogenberg, 2001). Pertanyaan yang harus dijawab dalam CBA adalah alternatif mana yang harus dipilih diantara alternatif-alternatif yang dapat memberikan manfaat atau benefit yang paling besar (Tjiptoherijanto and Soesetyo, 1994). d. Cost-Utility Analysis (CUA) Analisis Cost-Utility adalah tipe analisis yang mengukur manfaat dalam utility-beban lama hidup; menghitung biaya per utility; mengukur ratio untuk membandingkan diantara beberapa program. Analisis costutility mengukur nilai spesifik kesehatan dalam bentuk pilihan setiap individu atau masyarakat. Seperti analisis cost-effectiveness, cost-utility analysis membandingkan biaya terhadap program kesehatan yang diterima dihubungkan dengan peningkatan kesehatan yang diakibatkan perawatan kesehatan (Orion, 1997). Dalam cost-utility analysis, peningkatan kesehatan diukur dalam bentuk penyesuaian kualitas hidup (quality adjusted life years, QALYs)

12 dan hasilnya ditunjukan dengan biaya per penyesuaian kualitas hidup. Data kualitas dan kuantitas hidup dapat dikonversi kedalam nilai QALYs, sebagai contoh jika pasien dinyatakan benar-benar sehat, nilai QALYs dinyatakan dengan angka 1 (satu). Keuntungan dari analisis ini dapat ditujukan untuk mengetahui kualitas hidup. Kekurangan analisis ini bergantung pada penentuan QALYs pada status tingkat kesehatan pasien (Orion, 1997). 3. Asthma Quality of Life Questionnaire (AQLQ) Asthma Quality of Life Questionnaire (AQLQ) merupakan alat yang digunakan untuk mengukur kualitas hidup pada pasien asma. AQLQ juga dibuat dalam berbagai bahasa dari masing-masing Negara. Beberapa pertanyaan dalam AQLQ yaitu dalam 4 domain (gejala, aktivitas terbatas, fungsi emosional, dan rangsangan lingkungan). Domain-domain itu berisi 5 pertanyaan, hal ini memungkinkan pasien untuk memilih kegiatan yang menurut pasien paling terbatas dan kegiatan tersebut akan dinilai pada setiap tindak lanjut. Masing-masing pertanyaan pada skala 7 titik. Skor keseluruhan AQLQ adalah rata-rata dari seluruh jawaban kuesioner (Anonim, 2011 a ). Lebih dari 6 dipublikasikan validasi penelitian yang dilakukan diberbagai Negara, AQLQ telah menunjukkan sifat-sifat pengukuran yang sangat kuat. Terbukti bahwa AQLQ sangat baik dalam test-retest reliability (koefisien korelasi > 0,95) dan mampu membedakan antara pasien dari berbagai tingkat keparahan, dan AQLQ juga sangat responsif terhadap outcome pasien dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, AQLQ adalah salah satu cara yang diperlukan dalam praktek klinis dan dalam uji klinis yang digunakan untuk mendeteksi perubahan kecil pada masing-masing pasien. AQLQ berkorelasi secara tepat antara status asma dengan pengobatan yang dilakukan. AQLQ terkait dengan kualitas hidup orang dewasa. Selain itu, berdasarkan penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa perubahan nilai sebesar 0,5 pada skala 7 titik adalah perubahan terkecil yang dapat dianggap penting secara klinis dan akan membenarkan perubahan dalam perawatan pasien (tanpa adanya biaya yang berlebihan) (Anonim, 2011 a ).