BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut MK) sebagai salah satu pelaku

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pihak yang berperkara untuk mengajukan suatu upaya hukum atas putusan

A. Kronologi pengajuan uji materi (judicial review) Untuk mendukung data dalam pembahasan yangtelah dikemukakan,

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 16/PUU-VIII/2010 Tentang UU Kekuasaan Kehakiman, UU MA dan KUHAP Pembatasan Pengajuan PK

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

BAB V KESIMPULAN. hanya dapat dilakukan satu kali saja. 1 Hal itu berarti putusan yang

BAB I PENDAHULUAN. (judicial power) untuk melakukan kontrol terhadap kekuasaan eksekutif(executive

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 88/PUU-XII/2014 Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

BAB I PENDAHULUAN. tepatnya pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

I. PENDAHULUAN. putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XV/2017 Tafsir konstitusional frasa rakyat pencari keadilan

I. PEMOHON Tomson Situmeang, S.H sebagai Pemohon I;

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 98/PUU-XIII/2015 Izin Pemanfaatan Hutan

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan olehnya dapat di pertanggung jawabkan dihadapan hukum.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 9/PUU-XIV/2016 Upaya Hukum Kasasi dalam Perkara Tindak Pidana Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan

Oleh I Dewa Ayu Inten Sri Damayanti Suatra Putrawan Bagian Peradilan Fakultas Hukum Universitas Udayana

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 27/PUU-XIV/2016

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 65/PUU-VIII/2010 Tentang Pengajuan Saksi Yang Meringankan Tersangka/Terdakwa ( UU Hukum Acara Pidana )

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 53/PUU-XIV/2016 Persyaratan Menjadi Hakim Agung dan Hakim Konstitusi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali

KUASA HUKUM Dr. A. Muhammad Asrun, S.H., M.H., dan Vivi Ayunita Kusumandari, S.H., berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 7 Oktober 2014.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 90/PUU-XV/2017 Larangan Bagi Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional untuk Dipilih Menjadi Kepala Daerah di Provinsi Aceh

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XIV/2016 Kewenangan Jaksa Agung Untuk Mengenyampingkan Perkara Demi Kepentingan Umum

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga UUD 1945 mengamanahkan pembentukan lembaga yudikatif lain

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12 /PUU-VII/2009 Tentang Undang-undang Kepabeanan (Sertifikat Registrasi Pabean)

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 74/PUU-IX/2011 Tentang Pemberlakuan Sanksi Pidana Pada Pelaku Usaha

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

Ringkasan Permohonan Perkara Nomor 59/PUU-XII/2014 Daluwarsa Masa Penuntutan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIII/2015 Pemberian Manfaat Pensiun Bagi Peserta Dana Pensiun

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 99/PUU-XIV/2016 Korelasi Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu dan Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 123/PUU-XIII/2015 Hak Tersangka Untuk Diadili Dalam Persidangan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 4/PUU-IX/2011 Tentang Kemandirian Hakim Dalam Membuat Keputusan Suatu Perkara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XIV/2016 Pembatalan Perda Oleh Gubernur dan Menteri

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila Dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 105/PUU-XIV/2016 Kewajiban Mematuhi Putusan Mahkamah Konstitusi

I. PEMOHON Perkumpulan Tukang Gigi (PTGI) Jawa Timur yang dalam hal ini di wakili oleh Mahendra Budianta selaku Ketua dan Arifin selaku Sekretaris

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 86/PUU-XIV/2016 Pemidanaan Bagi Penyedia Jasa Konstruksi Jika Pekerjaan Konstruksinya Mengalami Kegagalan Bangunan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 132/PUU-XIII/2015 Ketentuan Pidana Bagi Penyedia Jasa dan Pemakai Pada Tindak Pidana Prostitusi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XIV/2016 Pengajuan Grasi Lebih Dari Satu Kali

KUASA HUKUM Ir. Tonin Tachta Singarimbun, S.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 28 Februari 2013

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XI/2013 Tentang Frasa Pihak Ketiga Yang Berkepentingan

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : RANTI SUDERLY

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 125/PUU-XIII/2015 Penyidikan terhadap Anggota Komisi Yudisial

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

PENINJAUAN KEMBALI LEBIH DARI SATU KALI, ANTARA KEADILAN DAN KEPASTIAN HUKUM

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

KUASA HUKUM Dra. Endang Susilowati, S.H., M.H., dan Ibrahim Sumantri, S.H., M.Kn., berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 26 September 2013.

BAB I PENDAHULUAN (UUD NRI Tahun 1945) terutama pada Pasal 18 ayat (4) yang menyatakan,

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Calon Tunggal)

OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 36/PUU-XV/2017

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004).

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 49/PUU-X/2012 Tentang Persetujuan Majelis Pengawas Daerah Terkait Proses Peradilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XVI/2018 Dua Kali Masa Jabatan Bagi Presiden atau Wakil Presiden

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 66/PUU-XII/2014 Frasa Membuat Lambang untuk Perseorangan dan Menyerupai Lambang Negara

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Pidana merupakan salah satu dari keseluruhan hukum yang berlaku

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 73/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 6/PUU-XVI/2018 Kewajiban Pencatatan PKWT ke Intansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XI/2013 Penyelenggaraan RUPS

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 76/PUU-XV/2017

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 016/PUU-I/2003

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA : 33/PUU-X/2012

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 126/PUU-XIII/2015 Yurisprudensi Mahkamah Agung Mengenai Bilyet Giro Kosong

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum, sebagaimana yang ditegaskan di dalam

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 45/PUU-XV/2017 Kewajiban Pengunduran Diri Bagi Anggota DPR, DPD dan DPRD Dalam PILKADA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 140/PUU-XIII/2015 Hak Konstitusional Untuk Dipilih Dalam Hal Pasangan Calon Berhalangan Tetap

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 63/PUU-XII/2014 Organisasi Notaris

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 133/PUU-XIII/2015 Ketentuan Pengajuan Banding, Penangguhan Pembayaran Pajak, dan Pengajuan Peninjauan Kembali

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 26/PUU-XV/2017 Pembatalan Putusan Arbitrase

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 58/PUU-XIV/2016 Pengampunan Pajak

KUASA HUKUM Adardam Achyar, S.H., M.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 7 Agustus 2014.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 80/PUU-XIII/2015 Syarat Tidak Pernah Dijatuhi Pidana Penjara 5 (lima) Tahun atau Lebih Bagi Calon Kepala Daerah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut MK) sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman yang salah satu kewenangannya dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 5 disebutkan mempunyai kewenangan mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang Terhadap Undang-Undang Dasar, seringkali mendapat sorotan publik terutama terkait masalah putusan yang dikeluarkannya. Putusan Hakim MK terkadang bersifat kontroversial dan menimbulkan pro kontra di dalam kehidupan masyarakat. Dianggap kontroversial karena pertimbangan-pertimbangan hakim dalam putusannya yang terkadang dianggap ganjil dan tidak sejalan dengan apa yang tertulis dalam suatu peraturan perundang-undangan, sehingga tidak dapat diterima. Salah satu putusan MK yang sempat menimbulkan polemik di masyarakat yaitu Putusan No. 34/PUU-XI/2013. Putusan ini berawal dari pengajuan judicial review Pasal 268 ayat (3) UU No. 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum 5 Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 berbunyi : MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang Terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus tentang perselisihan hasil pemilihan umum.

2 Acara Pidana (KUHAP) 6 oleh Pemohon Antasari Azhar. Alasan Pemohon mengajukan permohonan judicial review Pasal 268 ayat (3) KUHAP yaitu karena sebelumnya Pemohon yang telah ditetapkan sebagai Terpidana, yang mana putusannya telah inkracht dengan putusan Mahkamah Agung (MA) No. 1429K/Pid/2010 tanggal 21 September 2010 mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (selanjutnya disebut PK), namun MA dalam putusannya tanggal 13 Februari 2012 7 memutuskan menolak permohonan PK yang diajukan Pemohon. Jika berdasarkan pada Pasal 268 ayat (3) UU KUHAP, maka Pemohon tidak dapat mengajukan upaya hukum PK lagi karena PK hanya dapat dilakukan satu kali saja. Hal ini dianggap telah merugikan Pemohon karena menutup kemungkinan bagi Pemohon untuk mencapai keadilan sehingga dalam hal ini Pemohon merasa didzolimi atas Undang-Undang tersebut. Oleh karena itu, Pemohon lalu mengajukan judicial review Pasal 268 ayat (3) UU KUHAP kepada MK, dimana ketentuan Pasal tersebut yang semula berbunyi Permintaan PK atas suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja, dalam petitumnya Pemohon meminta agar ketentuan tersebut diubah menjadi Permintaan PK atas suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja, kecuali terhadap alasan ditemukannya keadaan baru (novum) dapat diajukan lebih dari sekali 8. Permohonan tersebut kemudian dikabulkan oleh Hakim MK tanggal 6 Maret 2014. Sebelumnya, pada tahun 2010 telah ada permohonan 6 7 8 Ketentuan Pasal 268 ayat (3) UU No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP berbunyi : Permintaan PK atas suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja. Lihat Putusan MA No. 117PK/Pid/2011. Lihat Petitum Pemohon dalam Putusan No. 34/PUU-XI/2013

3 judicial review terhadap Pasal 268 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP dengan Pemohon Herry Wijaya, namun dalam putusan MK Nomor 16/PUU-VIII/2010 Hakim Konstitusi menyatakan menolak permohonan Pemohon. Hal ini menimbulkan ketidakpastian hukum, karena Hakim Konstitusi dalam putusan sebelumnya menyatakan menolak permohonan Pemohon, tapi kemudian terhadap pengujian pasal dan ayat yang sama menyatakan mengabulkan permohonan Pemohon. Ini berdampak pada ketidakpastian berapa kali PK dapat diajukan, sehingga dikhawatirkan akan berimbas pada proses hukum yang akan menjadi semakin berlarut-larut tanpa akhir dan juga akan membuka peluang bagi para pelaku tindak pidana kejahatan yang sudah divonis tetap, untuk mengajukan PK atas perkaranya berkali-kali sebagai perjuangan untuk membebaskan dirinya. Padahal kita mengenal asas lites finiri oportet, salah satu asas penting dalam hukum acara, yang menyatakan bahwa perkara hukum itu harus ada akhirnya. Keluarnya putusan tersebut tidak mencerminkan asas kepastian hukum dan keadilan. Padahal seorang hakim dalam memutus suatu perkara idealnya menurut Gustav Radbruch 9 memenuhi unsur kepastian hukum (Rechtsicherheit), unsur keadilan (Gerechtigkeit) dan kemanfaatan (Zwechtmassigkeit). Seyogyanya ketiga unsur tersebut harus dipenuhi oleh hakim dalam membuat putusan walaupun terkadang sangat sulit bagi hakim untuk memenuhi ketiga unsur tersebut secara proporsional, karena terkadang kepastian hukum berbenturan dengan kemanfaatan 9 Sebagaimana yang dikutip oleh Esmi Warassih, 2011, Pranata Hukum, Sebuah Telaah Sosiologis, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, hal. 11-12.

4 dan keadilan, kemanfaatan berbenturan dengan keadilan dan kepastian hukum, dan seterusnya. Sebagai negara yang menjunjung tinggi supremasi hukum, Indonesia sendiri telah memberikan perlindungan hukum kepada seluruh warga negaranya dengan meletakkan kepastian hukum (law certainty) sebagai asas dalam penegakan hukum berdasarkan kaedah hukum sesuai dengan yang termaktub dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. 10 Kepastian Hukum menjadi asas yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat sehari-hari karena merupakan tujuan dari hukum itu sendiri. Keduanya saling berkaitan erat, karena hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan makna sebab tidak dapat lagi digunakan sebagai pedoman perilaku bagi setiap orang. Setiap orang dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat dengan tertib, teratur serta berkepastian karena adanya hukum yang diatur secara jelas dan pasti oleh pejabat yang berwenang. Gustav Radbruch mengemukakan ada empat hal mendasar yang berhubungan dengan makna kepastian hukum, yaitu: 11 (1) bahwa hukum itu positif; (2) bahwa hukum itu didasarkan pada fakta; (3) bahwa fakta itu harus dirumuskan dengan cara yang jelas; (4) hukum positif tidak boleh mudah diubah. Pendapat Gustav Radbruch tersebut didasarkan pada pandangannya bahwa kepastian hukum adalah kepastian 10 11 Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 berbunyi : Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Amgasussari, Memahami Kepastian (Dalam) Hukum, http://ngobrolinhukum.com/2013/02/05/memahami-kepastian-dalam-hukum/, diakses tanggal 9 Mei 2014.

5 tentang hukum itu sendiri. Kepastian hukum merupakan produk dari hukum atau lebih khusus dari perundang-undangan. Berdasarkan pendapatnya tersebut, maka menurut Gustav Radbruch, hukum positif yang mengatur kepentingan-kepentingan manusia dalam masyarakat harus selalu ditaati meskipun hukum positif itu kurang adil. Lon Fuller dalam bukunya the Morality of Law 12 mengajukan 8 (delapan) asas yang harus dipenuhi oleh hukum, yang apabila tidak terpenuhi, maka hukum akan gagal untuk disebut sebagai hukum, atau dengan kata lain harus terdapat kepastian hukum. Kedelapan asas tersebut adalah sebagai berikut : (1) Suatu sistem hukum yang terdiri dari peraturan-peraturan, tidak berdasarkan putusan-putusan sesat untuk halhal tertentu; (2) Peraturan tersebut diumumkan kepada publik; (3) Tidak berlaku surut, karena akan merusak integritas sistem; (4) Dibuat dalam rumusan yang dimengerti oleh umum; (5) Tidak boleh ada peraturan yang saling bertentangan; (6) Tidak boleh menuntut suatu tindakan yang melebihi apa yang bisa dilakukan; (7) Tidak boleh sering diubah-ubah; (8)Harus ada kesesuaian antara peraturan dan pelaksanaan sehari-hari. Dari uraian-uraian mengenai kepastian hukum di atas, maka kepastian dapat mengandung beberapa arti, yakni adanya kejelasan, tidak menimbulkan multitafsir, tidak menimbulkan kontradiktif, dan dapat dilaksanakan. Hukum harus berlaku tegas 12 Dikutip dalam bukunya Yovita A. Mangesti & Bernard L. Tanya, 2014, Moralitas Hukum, Genta Publishing, Yogyakarta, hlm. 36.

6 di dalam masyarakat, mengandung keterbukaan sehingga siapapun dapat memahami makna atas suatu ketentuan hukum. Hukum yang satu dengan yang lain tidak boleh kontradiktif sehingga tidak menjadi sumber keraguan. Kepastian hukum menjadi perangkat hukum suatu negara yang mampu menjamin hak dan kewajiban setiap warga negara sesuai dengan budaya masyarakat yang ada. Putusan tersebut juga tidak memenuhi asas keadilan, tidak terhadap putusan a quo, tapi terhadap putusan yang lain yaitu putusan nomor 16/PUU-VIII/2010. Padahal seorang hakim dalam membuat suatu putusan juga harus mengutamakan asas keadilan. Keadilan secara umum mempunyai makna tidak berat sebelah, tidak memihak, berpihak pada yang benar, sepatutnya, tidak sewenang-wenang. Artinya, antara putusan yang satu dengan putusan yang lainnya sama-sama harus diberikan keadilan sesuai porsinya tanpa membeda-bedakan. Dalam putusan nomor 34/PUU- XI/2013, keadilan telah terpenuhi karena memberikan jaminan perlindungan terhadap warga negaranya khususnya Pemohon I dalam hal ini Antasari Azhar, sebaliknya tidak memberikan keadilan terhadap Pemohon dalam putusan nomor 16/PUU- VIII/2010, karena pengajuan PK yang lebih dari satu kali hanya dikhususkan untuk perkara pidana, tidak pada perkara perdata maupun tata usaha negara.

7 B. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang peristiwa diatas, maka dapat ditarik suatu rumusan masalah yaitu : Apa Implikasi Yuridis Putusan MK Nomor 34/PUU-XI/2013 Terhadap Pemenuhan Asas Kepastian Hukum dan Keadilan? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tujuan Obyektif Tujuan obyektif dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui implikasi yuridis Putusan MK Nomor 34/PUU-XI/2013 terhadap pemenuhan Asas Kepastian Hukum dan Keadilan. 2. Tujuan Subyektif Tujuan subyektif dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data yang berhubungan dengan obyek yang diteliti guna menyusun tesis sebagai syarat dalam memperoleh gelar Magister Humaniora pada Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Akademis

8 a. Hasil penelitian ini sangat bermanfaat bagi mahasiswa karena dapat memperkaya ilmu pengetahuan, dan wawasan serta dapat dijadikan bahan acuan dalam rangka pembuatan penelitian selanjutnya khususnya yang terkait dengan permasalahan dalam penelitian ini. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran, masukan dan perluasan ilmu hukum pada umumnya serta hukum kenegaraan pada khususnya, karena memperluas wacana keilmuan tentang kepastian hukum dari suatu putusan MK. 2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan pemahaman kepada publik dan pihak-pihak terkait yang interest dan berkepentingan terhadap Implikasi Putusan MK Nomor 34/PUU- XI/2013. b. Bagi pembangunan, diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi terhadap penyelenggaraan sistem ketatanegaraan menurut UUD RI 1945. E. Keaslian Penelitian Keaslian penelitian dapat diartikan bahwa masalah yang dipilih belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya atau harus dinyatakan dengan tegas bedanya dengan penelitian yang sudah pernah dilakukan. Dari penelusuran pustaka yang dilakukan Penulis, tidak ditemukan penelitian yang serupa atau secara khusus membahas

9 mengenai Implikasi Yuridis Putusan MK Nomor 34/PUU-XI/2013 Terhadap Pemenuhan Asas Kepastian Hukum dan Keadilan, hanya saja ditemukan beberapa penelitian yang memiliki obyek yang sama terhadap penelitian yang Penulis susun yaitu terkait PK. Sumber tersebut berasal dari penelitian baik dari penulisan hukum maupun penelitian Magister Ilmu Hukum. Penulisan hukum yang dilakukan oleh Tengku Muslim Hidayat, 2013, dengan judul Tinjauan Yuridis Permohonan PK Yang Diajukan Advokat Sebagai Kuasa Hukum Terpidana Dalam Pengadilan Pidana Indonesia 13 ini lebih mengkaji alasan yuridis putusan MA dalam menyatakan permohonan PK yang diajukan melalui Advokat sebagai Kuasa Hukum Terpidana tidak dapat diterima atau Niet Onvantkelijk verklaard dan melihat keabsahan permohonan PK yang diajukan melalui Advokat sebagai Kuasa Hukum Terpidana. Di sisi lain, penelitian yang dilakukan oleh Nahason pada tahun 2009 dengan judul Dasar Pembenar MA Menerima PK Yang Diajukan Jaksa Penuntut Umum Dengan Terdakwa Pollycarpus 14 ini lebih menekankan pada dasar pertimbangan MA mengabulkan pengajuan PK dari jaksa sehingga keputusan tersebut dikemudian hari dapat dijadikan acuan untuk melakukan perubahan KUHAP sehingga sesuai dengan perkembangan masyarakat. Sedangkan penelitian yang penulis lakukan lebih melihat pada Implikasi Yuridis Putusan MK Nomor 34/PUU-XI/2013 Terhadap Pemenuhan Asas Kepastian Hukum dan Keadilan. 13 14 Lihat Tengku Muslim Hidayat, 2013, Tinjauan Yuridis Permohonan PK Yang Diajukan Advokat Sebagai Kuasa Hukum Terpidana Dalam Pengadilan Pidana Indonesia, Penulisan Hukum, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Lihat Nahason, 2009, Dasar Pembenar MA Menerima PK Yang Diajukan Jaksa Penuntut Umum Dengan Terdakwa Pollycarpus, Magister Ilmu Hukum, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

10 Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa penelitian dengan judul Implikasi Yuridis Putusan MK Nomor 34/PUU-XI/2013 Terhadap Pemenuhan Asas Kepastian Hukum dan Keadilan memenuhi kaidah keaslian penelitian sebagai salah satu syarat dalam sebuah penulisan hukum.