BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan di berbagai bidang khususnya di bidang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. tahun Data WHO juga memperkirakan 75% populasi lansia di dunia pada. tahun 2025 berada di negara berkembang.

PENGARUH TERAPI REMINISCENCE TERHADAP STRES LANSIA DI BANJAR LUWUS BATURITI TABANAN BALI. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO pada tahun 1995, penderita non psikotis di Indonesia seperti stres

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lanjut usia merupakan suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Lanjut usia (lansia) adalah perkembangan terakhir dari siklus kehidupan.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. penduduk lanjut usia (Departemen Kesehatan [Depkes], 2008). Jumlah lansia

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti. diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan akhir-akhir

BAB I PENDAHULUAN. periode yang berurutan, mulai dari periode prenatal hingga lanjut usia atau lansia

SKRIPSI PENGARUH TERAPI REMINISCENCE TERHADAP STRES LANSIA DI BANJAR LUWUS BATURITI TABANAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adapun peningkatan tajam terjadi pada kelompok penduduk lanjut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT STRES DENGAN INSOMNIA PADA LANSIA DI DESA TAMBAK MERANG GIRIMARTO WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar belakang. Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terapi lingkungan untuk pasien dengan depresi yaitu Plant therapy di mana tujuan dari

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan promotif dan preventif baik sehat maupun sakit.

BAB I PENDAHULUAN. orang tua. Anak bisa menjadi pengikat cinta kasih yang kuat bagi kedua orang

I. PENDAHULUAN. satu sasaran dalam pembangunan di Indonesia. Hal ini ditandai dengan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Lanjut usia (Lansia) adalah seseorang yang berusia di atas 60 tahun (UU 13

BAB I PENDAHULUAN. fungsi kehidupan dan memiliki kemampuan akal dan fisik yang. menurun. Menurut World Health Organization (WHO) lansia

Priyoto Dosen S1 Keperawatan STIKes Bhakti Husada Mulia Madiun ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. dipungkiri bahwa dengan adanya perkembangan ini, masalah yang. manusia. Menurut National Institute of Mental Health, 20% populasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Peserta didik temasuk didalamnya mahasiswa banyak mengalami peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur

BAB I PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 2011, pada tahun UHH adalah 66,4

BAB I PENDAHULUAN. Proses menua adalah proses alami yang dialami oleh mahluk hidup. Pada lanjut usia

BAB 1 PENDAHULUAN. lansia di Indonesia yang berusia 60 tahun ke atas sekitar 7,56%. Gorontalo

BAB I PENDAHULUAN. Struktur penduduk dunia saat ini menuju proses penuaan yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang membutuhkan perhatian lebih dalam setiap pendekatannya. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan laki-laki, yaitu 10,67 juta orang (8,61 % dari seluruh penduduk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I. empat dekade mendatang, proporsi jumlah penduduk yang berusia 60 tahun. 10% hingga 22% (World Health Organization, 2012).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan di Puskesmas Wonosari pada bulan September-Oktober 2016.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan terhadap wanita usia produktif. AKI merupakan jumlah kematian

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan kesempatan untuk melewati masa ini. tahun 2014, jumlah lansia di Provinsi Jawa Tengah meningkat

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) [2], usia lanjut dibagi

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan homeostasis tubuh yang seimbang. Hal tersebut sesuai

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tuntutan kehidupan (Sunaryo, 2013). Menurut Nasir & Muhith (2011) stres

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dewasa, dan tua. Ketiga tahap ini memiliki perbedaan baik secara biologis

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial dan spiritual) yang

BAB 1 PENDAHULUAN. bagi lansia adalah tingkatkan kesehatan. Salah satu aspek utama dari peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) adalah komitmen negara terhadap rakyat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Data demografi menunjukkan bahwa populasi remaja mendominasi jumlah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. Menurut perkiraan United States Bureau of Census 1993, populasi lanjut

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan perasaan tegang, pikiran khawatir dan. perubahan fisik seperti meningkatnya tekanan darah.

BAB 1 PENDAHULUAN. mandiri untuk menangani kegawatan yang mengancam jiwa, sebelum dokter

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan fungsi yang luas sehingga harus memiliki sumberdaya, baik modal

BAB I PENDAHULUAN. psikologis dan sosial. Hal tersebut menimbulkan keterbatasan-keterbatasan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya (Padila, 2013). Pada tahun 2012, UHH penduduk dunia rata rata

BAB I PENDAHULUAN. atau mengalami hambatan perkembangan, contohnya anak dengan retardasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,

BAB I PENDAHULUAN. biasanya progresif dan berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronik

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. tercatat paling pesat di dunia dalam kurun waktu Pada tahun 1980

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan meningkatnya penderita gangguan jiwa. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berpikir (cognitive),

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional (Videbeck, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hal penting yang diinginkan. setiap manusia. Menurut World Health Organization (WHO)

Sedeangkan jumlah lansia Sumatera Barat pada tahun 2013 sebanyak 37,3795 jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. berjalan secara terus menerus, dan berkesinambungan. Selanjutnya akan menyebabkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Hidup. individu mengenai posisi individu dalam hidup, konteks budaya dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 11% dari seluruh jumlah penduduk dunia (± 605 juta) (World Health. meningkat menjadi 11.4% dibandingkan tahun 2000 sebesar 7.4%.

BAB I PENDAHULUAN. [CDC], 2013). Data dari Riset Kesehatan Dasar ( 2013), prevalensi. gangguan mental emosional (gejala -gejala depresi

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut. 1 Stres normal merupakan. sehingga timbul perubahan patologis bagi penderitanya.

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk serta meningkatkan umur harapan hidup manusia. Akibatnya jumlah

BAB I PENDAHULUAN. stimulus (Anurogo & Usman, 2014, h. 66). Epilepsi adalah kelainan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiliki beberapa aspek yang saling berkaitan, yaitu jasmani,

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi

keluarga lainnya yang pada akhirnya bisa menimbulkan depresi. Ganguan tersebut dikaitkan dengan ancaman adanya kematian (Notoatmojo, 2003).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. periode dewasa akhir atau usia tua. Lansia merupakan bagian dari anggota

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa jumlah. jiwa dengan usia rata-rata 60 tahun (Bandiyah, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang

BAB I PENDAHULUAN. hiperkolesterolemia, dan diabetes mellitus. angka kejadian depresi cukup tinggi sekitar 17-27%, sedangkan di dunia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB III KERANGKA KONSEP. Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan fisik yang tidak sehat, dan stress (Widyanto, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling banyak ditemui

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang seperti Indonesia bertambahnya atau semakin tinggi. Menurut Dr. Uton Muchtar Rafei, Direktur WHO ( World Health

BAB I PENDAHULUAN. pengobatan farmakologis dan psikoterapeutik sudah sedemikian maju. Gejalagejala

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan di berbagai bidang khususnya di bidang kesehatan, pendidikan, dan pengetahuan telah membawa kemajuan salah satunya yaitu meningkatnya usia harapan hidup (UHH) penduduk. Hasil observasi kesehatan global dari World Health Organization (WHO), pada tahun 2012 harapan hidup waktu lahir untuk kedua jenis kelamin secara global adalah 70 tahun. Peningkatan UHH juga terjadi di Indonesia. Dalam kurun waktu 5 tahun telah terjadi kenaikan UHH dari 68,6 tahun pada tahun 2004 menjadi 69 tahun pada tahun 2008 dan berdasarkan data statistik WHO, tahun 2012 UHH penduduk Indonesia yaitu 69 tahun untuk laki-laki dan 73 tahun untuk perempuan. Meningkatnya UHH penduduk tersebut akan menyebabkan jumlah penduduk lanjut usia meningkat dari tahun ke tahun (WHO, 2012; Menegpp, 2011). Lanjut usia (lansia) menurut Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Jumlah lansia di Indonesia menurut data dari Badan Pusat Statitik (BPS) yaitu sebesar 16.522.311 jiwa pada tahun 2004, meningkat menjadi 19.502.355 jiwa pada tahun 2008 (8,55% dari total penduduk sebesar 228.018.900), dan pada tahun 2020 diperkirakan jumlah lansia sekitar 28 juta jiwa (Martono, 2011). Provinsi Bali termasuk dalam lima besar provinsi dengan persentase lansia terbesar di Indonesia. Menurut hasil Survei Sosial Ekonomi 1

2 Nasional oleh Badan Pusat Statistik (2012) yaitu 9,79% dengan jumlah lansia di provinsi Bali mencapai 280.826 jiwa. Tiga besar kabupaten dengan jumlah lansia terbanyak berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Bali tahun 2013 yaitu kabupaten Karangasem sebanyak 45.269 jiwa (11,19%), kabupaten Gianyar 50.082 jiwa (10,30%), dan kabupaten dengan jumlah lansia tertinggi yaitu kabupaten Tabanan yang mencapai 62.202 jiwa (14,44%). Salah satu wilayah di Tabanan dengan jumlah penduduk lansia yang cukup tinggi adalah Banjar Luwus yaitu mencapai 95 lansia. Peningkatan jumlah lansia apabila tidak mendapatkan perhatian yang serius dari berbagai pihak, tentunya akan berdampak pada meningkatnya permasalahan khususnya terkait penuaan dan kesehatan lansia. Penuaan merupakan suatu proses alami yang tidak dapat dihindari, berjalan terus menerus, dan berkesinambungan. Proses penuaan menyangkut terjadinya berbagai perubahan yang akan berdampak pada penurunan kondisi fisik, mental, psikososial, perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan dan peran sosial lansia. Lansia dapat mengalami penurunan kemandirian lansia oleh karena keterbatasan mobilitas, kelemahan, timbulnya masalah mental atau fisik, dan penurunan status sosial ekonomi oleh karena pensiun, atau mengalami kecacatan (WHO, 2013). Keadaan tersebut cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia (Thong, 2011). Salah satu masalah kesehatan jiwa yang dapat dialami lansia adalah stres.

3 Stres merupakan realita kehidupan sehari-hari yang tidak dapat dihindari. Stres secara umum adalah perasaan tertekan, cemas dan tegang (Nasution, 2011). Tingkat stres pada lansia berarti pula tinggi rendahnya tekanan yang dirasakan atau dialami oleh lansia sebagai akibat dari stresor berupa perubahan-perubahan baik fisik, mental, maupun sosial dalam kehidupan yang dialami lansia (Indriana, 2010). Putri (2012) menyatakan, lansia yang tinggal dirumah terkadang akan merasa bosan dengan kegiatan sehari-hari yang mereka lakukan. Terlebih lagi jika terdapat masalah dengan anggota keluarga sehingga hal tersebut dapat membuat lansia cepat marah dan sulit tidur. Hal tersebut merupakan gejala awal timbulnya stres pada lansia (Yosep & Sutini, 2009). Potter & Perry (2005) menjelaskan bahwa stres dapat menimbulkan tuntutan yang besar pada seseorang, dan jika orang tersebut tidak dapat mengadaptasi, maka dapat terjadi penyakit. Stres dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah yang apabila menetap akan menjadi hipertensi, peningkatan kadar gula darah serta peningkatan kadar kolesterol (Iskandar, 2010). Menurut Hardjana (1994, dalam Puspasari, 2009), stres juga berdampak terhadap kondisi emosional sehingga seseorang akan mudah gelisah, mood atau suasana hati yang sering berubah-ubah, mudah/cepat marah, mudah tersinggung dan stres yang berkepanjangan dapat menyebabkan seseorang menjadi cemas dan depresi. Untuk menghindari dampak negatif dari stres tersebut, maka diperlukan adanya suatu pengelolaan stres yang baik.

4 Pengelolaan stres dapat dilakukan dengan terapi farmakologi yang meliputi penggunaan obat cemas (anxiolytic) dan anti depresi (anti depressant), serta terapi nonfarmakologi (Yulianti, 2004; Isnaeni, 2010; Devi, 2012). Namun, penggunaan terapi farmakologi seperti anxiolytic dan anti depressant terkadang akan menimbulkan efek samping reaksi yang merugikan seperti pusing, sakit kepala, mual, mulut kering, konstipasi, retensi urin atau sulit berkemih, jalan nafas kering, sering agitasi, takikardi, dan gangguan penglihatan (Videbeck, 2008). Sehingga, pendekatan dengan terapi nonfarmakologi kini sering digunakan dalam pengelolaan stres. Terapi nonfarmakologis yang dapat dilakukan untuk mengurangi stres yaitu relaksasi, pendekatan perilaku dan kognitif. Terapi dengan pendekatan perilaku-kognitif salah satunya yaitu terapi Reminiscence atau terapi kenangan. Terapi Reminiscence merupakan salah satu intervensi yang menggunakan memori untuk memelihara kesehatan mental dan meningkatkan kualitas hidup (Muhlbauer, Chrisler, Denmark, 2014; Chen, Li, Li, 2012). Dalam kegiatan terapi ini, terapis memfasilitasi lansia untuk mengumpulkan kembali memori-memori masa lalu yang menyenangkan sejak masa anak, remaja dan dewasa serta hubungan klien dengan keluarga, kemudian dilakukan sharing dengan orang lain (Syarniah, 2010). Kegiatan mengenang merupakan aktivitas yang alami bagi semua orang di segala usia. Sejalan dengan bertambahnya usia, kecenderungan untuk mengenang meningkat dan semakin penting (Hegner, 2003). Menurut Fontaine dan Fletcher

5 (2003, dalam Banon 2011), terapi Reminiscence bertujuan untuk meningkatkan harga diri, membantu individu mencapai kesadaran diri, memahami diri, beradaptasi terhadap stres, meningkatkan kepuasan hidup dan melihat dirinya dalam konteks sejarah dan budaya. Menurut Brody (2006), terapi Reminiscence yang sederhana dapat menjadi suatu mekanisme koping untuk menghadapi stres. Penelitian yang dilakukan oleh Poorneselvan & Steefel (2014) terkait efek Individual Reminiscence Therapy terhadap harga diri dan depresi pada 20 lansia di India, menyebutkan bahwa terapi Reminiscence dapat meningkatkan harga diri dan menurunkan tingkat depresi lansia. Penelitian lain dilakukan oleh Chou, Lan, dan Chao (2008) terkait penggunaan Individual Reminiscence Therapy untuk menurunkan kecemasan pada lansia wanita dengan dementia, dimana setelah diberikan terapi reminiscence, klien terlihat lebih menunjukkan ekspresi bahagia di wajahnya, bersedia untuk mengekspresikan dirinya sendiri secara lebih lisan, dan memiliki lebih banyak interaksi dengan orang lain. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbaikan pada emosi negatif dan kecemasan klien. Terapi Reminiscence memberikan hasil yang signifikan terhadap peningkatan harga diri, penurunan kondisi depresi dan penurunan tingkat kecemasan pada lansia. Holahan & Moose dalam Astri (2012) menjelaskan, harga diri (self-esteem) merupakan suatu hal yang sangat berpengaruh pada risiko munculnya stres. Individu dengan harga diri yang tergolong rendah biasanya mudah putus asa dan memiliki koping yang terbatas, sehingga akan lebih mudah mengalami stres. Stres juga berkaitan dengan timbulnya kecemasan dan depresi,

6 dimana kedua kondisi tersebut dapat terjadi akibat paparan stres secara jangka panjang dan melebihi kemampuan (coping ability) seseorang untuk mengatasi stres tersebut (Astri, 2012; Indriana, 2010). Studi pendahuluan dilakukan pada tanggal 26 Januari 2015 di Banjar Luwus terhadap 10 lansia dengan menggunakan kuesioner DASS (Depression Anxiety Stress Scale), dan diperoleh masalah psikologis lansia sebagian besar termasuk dalam kategori stres yaitu pada empat orang lansia dan hanya satu orang yang mengalami kecemasan. Lansia tersebut mengalami penurunan kondisi fisik, penurunan kemampuan untuk bekerja, dan hal ini berdampak pula pada penurunan status sosial ekonomi lansia. Selain itu, adanya masalah dalam keluarga juga dapat menjadi pemicu timbulnya stres pada lansia. Hasil wawancara terkait upaya untuk mengurangi stres, lansia biasanya bertemu dan mengobrol dengan teman sesama lansia, berjalan-jalan dan pergi ke ladang untuk mengalihkan pikiran yang mengganggu, dan sekitar 30% lansia biasanya hanya tinggal dirumah dan tidak memiliki kegiatan khusus untuk mengurangi stres. Terapi Reminiscence atau kegiatan menceritakan kembali kenangan-kenangan yang menyenangkan dan mengesankan belum pernah dilakukan lansia khususnya sebagai upaya untuk mengurangi stres. Hal inilah yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait Pengaruh Terapi Reminiscence Terhadap Stres Pada Lansia di Banjar Luwus Baturiti Tabanan

7 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dari itu masalah yang dapat peneliti rumuskan adalah Adakah Pengaruh Terapi Reminiscence terhadap Stres Lansia di Banjar Luwus Baturiti Tabanan?. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Terapi Reminiscence terhadap stres pada lansia di Banjar Luwus Baturiti Tabanan. 1.3.2 Tujuan Khusus a. Mengetahui karakteristik berdasarkan usia, jenis kelamin, status perkawinan, tipe keluarga, dan penyakit yang diderita lansia di Banjar Luwus Baturiti Tabanan. b. Mengetahui stres lansia sebelum dan setelah terapi reminiscence pada kelompok perlakuan di Banjar Luwus Baturiti Tabanan. c. Mengetahui stres lansia sebelum dan setelah terapi reminiscence pada kelompok kontrol di Banjar Luwus Baturiti Tabanan. d. Menganalisis pengaruh stres lansia sebelum dan setelah dilakukan intervensi terapi Reminiscence pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol di Banjar Luwus Baturiti Tabanan. e. Menganalisis perbedaan stres sebelum-setelah terapi reminiscence pada kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol di Banjar Luwus Baturiti Tabanan.

8 1.4 Manfaat Penelitian Peneliti berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat. Manfaat yang peneliti harapkan yaitu meliputi manfaat teoritis dan praktis. 1.4.1 Manfaat Teoritis Adapun manfaat teoritis yang diperoleh dari penelitian ini, yaitu: a. Sebagai informasi ilmiah dalam bidang keperawatan khususnya keperawatan gerontik dan keperawatan jiwa yaitu perawatan pada lansia terutama yang mengalami stres dengan menggunakan pendekatan terapi nonfarmakologis salah satunya yaitu terapi Reminiscence. b. Sebagai dasar acuan bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian lebih lanjut seperti melakukan kombinasi terapi Reminiscence dengan terapi lainnya baik farmakologis maupun nonfarmakologis untuk mengurangi stres dan menangani masalah kesehatan lainnya. 1.4.2 Manfaat Praktis Adapun manfaat praktis yang diperoleh dari penelitian ini, yaitu: a. Membantu lansia agar bisa menghadapi dan mengatasi perubahan, masalah, maupun kesulitan yang dapat memicu timbulnya stres yaitu dengan melakukan introspeksi dan melihat kembali kenangan terkait kehidupan-kehidupan yang sudah berhasil dilewati sebelumnya melalui terapi Reminiscence.

9 b. Sebagai bahan masukan bagi perawat, petugas kesehatan, maupun orang terdekat lansia agar menggunakan terapi Reminiscence sebagai salah satu terapi penunjang untuk mengatasi stres pada lansia.