BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MIXING. I. Tujuan Percobaan Untuk menghomogenkan larutan dengan mengetahui kebutuhan energi pengaduk yang dibutuhkan.

LABORATORIUM PERLAKUAN MEKANIK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dicampur gula merah aren dan santan kelapa. Ketiga bahan baku tersebut. kematangan tertentu. Ketiga komposisi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tujuan Percobaan 1.2 Latar Belakang

Created by Training Department Edition : April 2007

Pemakaian Pelumas. Rekomendasi penggunaan pelumas hingga kilometer. Peningkatan rekomendasi pemakaian pelumas hingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penelitian penelitian terdahulu berhubungan dengan pelumas M. Syafwansyah Effendi dan Rabiatul Adawiyah (2014).

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP VISKOSITAS MINYAK PELUMAS. Daniel Parenden Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Musamus

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Teori

Kata kunci: fluida, impeller, pengadukan, sekat, vorteks.

PEMILIHAN MINYAK PELUMAS/OLI KENDARAAN BERMOTOR RINGKASAN

Rencana Kegiatan Pembelajaran Mingguan (RKPM)

BAB I PENDAHULUAN. dan otomatis. Maka dari itu minyak pelumas yang di gunakan pun berbeda.

BAB I PENDAHULUAN. membuka peluang bagi pihak lain diluar Pertamina untuk mendistribusikan

Pemeriksaan & Penggantian Oli Mesin

MEDITRAN SX SAE 15W-40 SERVICE API CI-4 PELUMAS MESIN DIESEL TUGAS BERAT TEKNOLOGI TINGGI

BAB 5 DASAR POMPA. pompa

LAPORAN PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA WAKTU PENCAMPURAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Perbandingan Tegangan Tembus Isolasi Minyak Transformator Diala B Dan Mesran Super Sae 40 W Menggunakan Hypot Model 04521aa

Pengadukan dan Pencampuran

RANCANGAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR (SATUAN ACUAN PERKULIAHAN) : Teknologi Bahan Bakar dan Pelumasan Kode MK/SKS : TM 333/2

MENGENAL PELUMAS PADA MESIN

BAB II LANDASAN TEORI

PENAMBAHAN LATEKS KARET ALAM KOPOLIMER RADIASI DAN PENINGKATAN INDEKS VISKOSITAS MINYAK PELUMAS SINTETIS OLAHAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PAPER MESIN DAN PERALATAN PENGOLAHAN PANGAN Mesin Pencampuran Bahan Cair-Padat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TUGAS AKHIR PERBANDINGAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR BIO SOLAR DAN SOLAR DEX TERHADAP PELUMAS MESIN PADA MESIN DIESEL ISUZU PANTHER 2300 CC TIPE C-223

Uji Eksperimental Pertamina DEX dan Pertamina DEX + Zat Aditif pada Engine Diesel Putaran Konstan KAMA KM178FS

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM).

Cara uji viskositas aspal pada temperatur tinggi dengan alat saybolt furol

PERTAMINA ATF MINYAK TRANSMISI OTOMATIS

ANALISIS KARAKTERISTIK PENGARUH SUHU DAN KONTAMINAN TERHADAP VISKOSITAS OLI MENGGUNAKAN ROTARY VISCOMETER

MODUL II VISKOSITAS. Pada modul ini akan dijelaskan pendahuluan, tinjauan pustaka, metodologi praktikum, dan lembar kerja praktikum.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil pengujian Pengaruh Perubahan Temperatur terhadap Viskositas Oli

BAB III PROSEDUR PENGUJIAN

BAB II PRINSIP-PRINSIP DASAR HIDRAULIK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Simulasi Pola Aliran dalam Tangki Berpengaduk menggunakan Side-Entering Impeller untuk Suspensi Padat-Cair

LUBRICATING SYSTEM. Fungsi Pelumas Pada Engine: 1. Sebagai Pelumas ( Lubricant )

BERITA ACARA ADDENDUM Nomor : 03/PELUMAS DP4-LU4/ULP K.SMI/2012

II. TINJAUAN PUSTAKA. Maulida dan Erika (2010) melakukan penelitian yang berjudul analisis

BAB III SPESIFIKASI ALAT PROSES. Kode M-01 M-02 M-03 Fungsi Mencampur NaOH 98% dengan air menjadi larutan NaOH 15%

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA PENGUJIAN

KEGIATAN BELAJAR 1 PENGENALAN SISTEM HIDROLIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA PENGUJIAN. INDONESIA Cilandak - Jakarta dengan menggunakan mesin Viscosity Kinematic Bath,

MODUL POMPA AIR IRIGASI (Irrigation Pump)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Menurut sistem penyalaannya motor bakar terdiri dari dua jenis yaitu spark

ANALISA PERBANDINGAN OLI BERBAHAN DASAR PETROLEUM DENGAN OLI BERBAHAN DASAR NABATI DALAM MENGURANGI TINGKAT KEAUSAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangkit Listrik Tenaga Air Panglima Besar Soedirman. mempunyai tiga unit turbin air tipe Francis poros vertikal, yang

3.2. Prosedur pengujian Untuk mengetahui pengaruhnya perbanding diameter roller CVT Yamaha mio Soul, maka perlu melakukan suatu percobaan. Dalam hal i

POMPA. yusronsugiarto.lecture.ub.ac.id

(Indra Wibawa D.S. Teknik Kimia. Universitas Lampung) POMPA

BAB II LANDASAN TEORI

Spesifikasi Oli dan Cairan Pendingin Untuk Kendaraan RIV

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA SOLID-LIQUID MIXING

ADE PUTRI AULIA WIJHARNASIR

OPTIMASI RASIO PALM FATTY ACID DESTILATE ( PFAD ) DAN SABUN LOGAM PADA PEMBUATAN PELUMAS PADAT (GREASE ) BIODEGRADABLE

BERITA ACARA ADDENDUM Nomor : 04/PELUMAS DP4-LU/ULP K.SMI/2012

BAB I PENDAHULUAN. poly chloro dibenzzodioxins dan lain lainnya (Ermawati, 2011).

Gerak translasi ini diteruskan ke batang penghubung ( connectiing road) dengan proses engkol ( crank shaft ) sehingga menghasilkan gerak berputar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN MOTOR BAKAR DIESEL PENGGERAK POMPA

ANALISA TEKANAN PADA BANTALAN LUNCUR YANG MENGGUNAKAN MINYAK PELUMAS ENDURO SAE 20W/50 DAN FEDERAL SAE 20W/50 DENGAN VARIASI PUTARAN

JURNAL REKAYASA PROSES. Analisis Pengaruh Bahan Dasar terhadap Indeks Viskositas Pelumas Berbagai Kekentalan

ANALISIS PENGARUH PERBEDAAN JENIS MINYAK LUMAS DASAR (BASE OIL) TERHADAP MUTU PELUMAS MESIN

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

TRANSMISI RANTAI ROL

TRANSMISI RANTAI ROL 12/15/2011

BAB I PENDAHULUAN. Pompa viskositas tinggi digunakan untuk memindahkan cairan

I. PENDAHULUAN. masih awam akan mesin sepeda motor, sehingga apabila mengalami masalah atau

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III PERANCANGAN PROSES

PHENOMENA PERPINDAHAN PANAS PADA TANGKI AERASI

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Modul Praktikum Penentuan Karakterisasi Rangkaian Pompa BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan utama dalam sektor industri, energi, transportasi, serta dibidang

LOGO POMPA CENTRIF TR UGAL

PERANCANGAN MIXER MATERI KULIAH KALKULUS TEP FTP UB RYN MATERI KULIAH KALKULUS TEP FTP UB

Mixing & Agitation in Food Processing (Pencampuran dan Pengadukan dalam Pengolahan Pangan)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III SPESIFIKASI ALAT PROSES

Identifikasi Fisis Viskositas Oli Mesin Kendaraan Bermotor terhadap Fungsi Suhu dengan Menggunakan Laser Helium Neon

BAB II LANDASAN TEORI

EFEK PENAMBAHAN ZAT ADITIF PADA MINYAK PELUMAS MULTIGRADE TERHADAP KEKENTALAN DAN DISTRIBUSI TEKANAN BANTALAN LUNCUR

PABRIK BASE OIL DARI MINYAK DEDAK PADI (RICE BRAN OIL) DENGAN PROSES ESTERIFIKASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III DASAR-DASAR PERENCANAAN

BAB III PROSEDUR PENGUJIAN STUDI PUSTAKA KONDISI MESIN DALAM KEADAAN BAIK

KINERJA MESIN BENSIN BERDASARKAN PERBANDINGAN PELUMAS MENERAL DAN SINTETIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. B. Rumusan Masalah. C. Tujuan

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR BAGAN DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oli Oli atau pelumas (lubricant) atau sering disebut (lube) adalah suatu bahan (biasanya berbentuk cairan) yang berfungsi untuk mereduksi keausan antara dua permukaan benda bergerak yang saling bergesekan. Suatu bahan cairan dapat dikategorikan sebagai pelumas jika mengandung bahan dasar (bisa berupa oil based atau water/glycol based) dan paket aditif. Pelumas mempunyai tugas pokok untuk mencegah atau mengurangi keausan sebagai akibat dari kontak langsung antara dua permukaan logam yang saling bergesekan sehingga keausan dapat dikurangi, besar tenaga yang diperlukan akibat gesekan dapat dikurangi dan panas yang ditimbulkan oleh gesekan pun akan berkurang. Pelumas yang baik harus bisa membuat kinerja mesin lebih ringan dan bertugas sebagai pelindung komponen metal di dalam mesin dari friksi akibat gesekan antar logam. (Ogah, 2011) Dari bahan dasarnya, oli mesin yang umum beredar terbagi dua jenis, yaitu: 1. Oli Sintetis (Synthetic Oil) Oli Sintetis terdiri atas Polyalphaolifins senyawa ini kemudian dicampur dengan oli mineral. Pada dasarnya, oli sintetis didesain untuk menghasilkan kinerja yang lebih efektif dibandingkan dengan oli mineral. 2. Oli Mineral (Base Oil) Oli Mineral (Base Oil) diperoleh dari hasil tambang minyak bumi yang diolah menjadi oli dan ditambah bahan aditif untuk menambah mutu pelumas menjadi lebih baik. 2.1.1 Karakteristik Kekentalan/SAE Oli Untuk menandai kekentalan oli, biasanya digunakan istilah atau kode huruf Society of Automotive Engineer (SAE) yang diikuti dengan angka. SAE mirip seperti lembaga standarisasi seperti ISO, DIN atau JIS, yang mengkhususkan diri di bidang otomotif. Angka di belakang huruf SAE inilah yang menunjukkan tingkat kekentalannya (viskositas) (Duron, 2011). 3

4 Viskositas adalah kemampuan laju cairan pelumas. Viskositas index atau sering diartikan kemampuan cairan mempertahankan kekentalannya terhadap temperatur kerja mesin. Semakin tinggi angkanya, semakin kental pelumas tersebut. Beberapa hal yang perlu diketahui dan dimengerti tentang kekentalan / SAE oli mesin adalah : a. Kekentalan/SAE suatu oli mesin tidak bisa dijadikan ukuran kualitas oli, tetapi lebih berkaitan pada kemampuan oli tersebut dalam beradaptasi pada suhu rendah dan tinggi. Tingkat SAE hanyalah sebagai pembeda atau kelas-kelas suatu oli mesin berdasarkan tingkat sifat kekentalannya, jadi SAE rendah (oli encer) tidak identik dengan mutu yg lebih baik dibandingkan oli dengan angka SAE yang tinggi (oli kental). b. Pahami Kode SAE oli, misalnya SAE 20W-50, makna dibalik kode ini berarti, suatu oli yg memiliki kemampuan yang telah lulus uji dengan distarter pada suhu (minus) -10 o C dan bisa dialirkan di dalam mesin sampai suhu -20 o C dan memiliki minimum kekentalan tertentu pada suhu tinggi 150 o C (HTHS). Oli jenis ini relative kurang efisien dalam pemakaian BBM namun sangat baik digunakan untuk mesin. Untuk SAE 10W40, lulus uji sampai 30. Semakin kecil angka SAE dengan huruf W semakin dingin suhu ujinya, begitu seterusnya. Huruf W di belakang angka 10 merupakan singkatan kata winter (musim dingin). Maksudnya, pelumas mempunyai tingkat kekentalan sama dengan SAE 10 pada saat suhu udara dingin dan SAE 40 ketika udara panas. c. Kekentalan/SAE bukanlah satu-satunya hal yang mendukung kinerja dan perawatan mesin, akan tetapi kualitas kadar kandungan aditif pada oli tersebutlah yang lebih menentukan baik tidaknya untuk perawatan mesin. Tingkat kualitas dari pelumas mempunyai satuan sendiri yaitu American Petroleum Institute (API). Untuk kendaraan bermesin bensin, pelumas bisanya menggunakan kode yang berawalan huruf S (kependekan dari kata Spark yang berarti percikan api), contohnya seperti kode SA, SB, SC, SD, SE dan SF. Pada kendaraan mesin diesel, kode mutu pelumas mesinnya diawali huruf C (kependekan dari kata compression, yang mana sifat pembakaran dalam

5 diesel terjadi karena adanya tekanan udara sangat tinggi), contohnya kode huruf CA, CB, CC, dan CD (Bambang, 2012). 2.1.2 Meditran S Series SAE 30, 40 dan 50 Meditran S Series SAE 30, 40 dan 50 adalah pelumas mesin diesel tugas berat yang diformulasikan dari base oil yang mempunyai viscosity index tinggi & aditif yang seimbang. Mampu memberikan perlindungan terhadap keausan & korosi serta menghindari terbentuknya deposit di ruang bakar. Memenuhi standar API Service CF, CD, CF2/SF, Mercedes Benz (sheet 228.0), ACEA E.1-96, MIL- L-2104D, MIL-L-461529B, Komatsu 07.801, Allison C-4 & Caterpillar TO-2. Khusus Meditran S 10W dan 30W juga dianjurkan untuk sistem transmisi & hidrolik pada mesin tugas berat (PT. Nina Herlina Utama, 2012). sumber : www.pertaminaracing.com/produk/ Gambar 1. Meditran S Series SAE 30, 40 dan 50 a. Diskripsi produk Pelumas jenis tugas berat yang bermutu tinggi terutama untuk pelumasan mesin diesel yang dilengkapi dengan turbo charger dan super charger maupun naturally aspirated dan mempergunakan bahan bakar solar. Pelumas ini dikhususkan untuk pelumasan mesin diesel dengan putaran tinggi yang banyak dipergunakan untuk mesin alat-alat besar, armada angkutan di mesin stasioner

6 yang menghendaki. Minyak pelumas dengan persyaratan MIL 2104 D. Pelumas ini diformulasikan dari bahan dasar yang mempunyai viscosity index tinggi, mengandung aditif detergent-dispersant tinggi, anti oksidasi, anti karat, anti aus, dan anti busa. b. Kemampuan kerja Meditran S memenuhi persyaratan API Service Classification CF, CD, CF2/SF Mercedes Benz sheet 228.0, MIL-L204D dan MIL-L 46152B, ACEA E.1-96. Khusus MEDITRAN S40 memenuhi persyaratan Komatsu KES 07.801. Oleh karena itu tidak perlu tambahan aditif. MEDITRAN S 10W dan 30 secara khusus memenuhi spesifikasi Allison C-4 dan caterpillar TO-2. c. Penggunaan yang disarankan Meditran S dianjurkan untuk pelumasan mesin bensin pada kendaraan, mesin alat-alat besar, mesin stasioner maupun mesin perkapalan yang mempunyai putaran tinggi yang dilengkapi dengan turbo charger dan super charger maupun naturally aspirated. Sistem pelumasan merupakan salah satu sistem utama pada mesin. Pelumasan terhadap mesin digunakan untuk menghindari terjadinya gesekan langsung antara logam dalam mesin, sehingga tingkat keausan logam dan tingkat kerusakan mesin dapat dikurangi. Perawatan secara berkala umur mesin menjadi lebih lama. Keadaan optimum pelumasan logam dapat dicapai jika permukaan logam yang bersentuhan dilapisi secara sempurna oleh minyak pelumas, guna mendapatkan minyak pelumas yang sempurna. Karakteristik dan jenis oli yang digunakan harus diperhatikan. Faktor kekentalan dan viskositas, bahan dasar oli merupakan besaran yang harus disesuaikan dengan klasifikasi mesin. Jenis minyak pelumas yang sesuai dapat digunakan menurut tipe, performa, maupun kebutuhan penggunaannya. Mesin yang bekerja pada kecepatan yang tinggi memerlukan nilai viskositas yang rendah dan begitu juga sebaliknya. Minyak pelumas dapat digolongkan menjadi dua bentuk, yaitu cair (liquid) atau biasa disebut dengan oli, dan setengah padat (semi solid) atau biasa disebut gemuk, berdasarkan unsur kekentalannya (viscosity) minyak pelumas yang dinyatakan dengan tingkat kekentalan nomor-nomor Society of Automotive

7 Engeneer (SAE) yang lebih besar menunjukkan minyak pelumas yang lebih kental (Olsen, dkk. 1993). d. Karakteristik Tipikal Sifat fisik dari oli Meditran S Series dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Sifat Fisik Oli Meditran S Series No. Typical Characteristics ASTM Method MEDITRAN S 30 S 40 S 50 1 No. SAE 30 40 50 2 Density at 15 ºC (kg/l) D-4052 0.8902 0.8932 0.9013 3 Viscosity Kinematic, at 40 D-445 91.56 142.40 238.35 ºC, cst at 100 ºC, cst D-445 10.82 14.40 20.19 4 Viscosity Index D-2270 102 99 98 5 Colour ASTM D-1500 4.5 4.5 L5.0 6 Flash Point (ºC) D-92 226 253 273 7 Pour Point (ºC) D-5950-18 -12-9 8 Total Base Number (mg KOH/g) D-2896 10.30 10.30 10.30 2.2 Pengaduk Pemilihan pengaduk yang tepat menjadi salah satu faktor penting dalam menghasilkan proses dan pencampuran yang efektif. Pengaduk jenis baling-baling (propeller) dengan aliran aksial dan pengaduk jenis turbin dengan aliran radial menjadi pilihan yang lazim dalam pengadukan dan pencampuran. (Kipke, dkk 1998) 2.2.1 Jenis-Jenis Pengaduk Secara umum, terdapat empat jenis pengaduk yang biasa digunakan, yaitu pengaduk baling-baling (propeller), pengaduk turbin (turbine), pengaduk dayung (paddle), dan pengaduk helical ribbon. a. Pengaduk jenis baling-baling (Propeller) Ada beberapa jenis pengaduk yang biasa digunakan, yaitu: a. Marine propeller b. Hydrofoil propeller c. High flow propeller

8 Gambar 2. Pengaduk Jenis Baling-Baling (a), Daun Dipertajam (b), Baling-Baling Kapal (c) Baling-baling ini digunakan pada kecepatan berkisar antara 400 hingga 1750 rpm (revolutions per minute) dan digunakan untuk cairan dengan viskositas rendah. b. Pengaduk Dayung (Paddle) Berbagai jenis pengaduk dayung biasanya digunakan pada kecepatan rendah diantaranya 20 hingga 200 rpm. Dayung datar berdaun dua atau empat biasa digunakan dalam sebuah proses pengadukan. Panjang total dari pengadukan dayung biasanya 60-80% dari diameter tangki dan lebar dari daunnya 1/6-1/10 dari panjangnya. Beberapa jenis paddle yaitu: a. Paddle anchor b. Paddle flat beam basic c. Paddle double motion d. Paddle gate e. Paddle horseshoe f. Paddle glassed steel (used in glass-lined vessels) g. Paddle finger h. Paddle helix i. Multi paddle

9 Gambar 3. Pengaduk Jenis Dayung (Paddle) Berdaun Dua Pengaduk dayung menjadi tidak efektif untuk suspensi padatan, karena aliran radial bisa terbentuk namun aliran aksial dan vertikal menjadi kecil. Sebuah dayung jangkar atau pagar, yang terlihat pada gambar 3 biasa digunakan dalam pengadukan. Jenis ini menyapu dan mengeruk dinding tangki dan kadang-kadang bagian bawah tangki. Jenis ini digunakan pada cairan kental dimana endapan pada dinding dapat terbentuk dan juga digunakan untuk meningkatkan transfer panas dari dan ke dinding tangki. Bagaimanapun jenis ini adalah pencampuran yang buruk. Pengaduk dayung sering digunakan untuk proses pembuatan pasn kanji, cat, bahan perekat dan kosmetik. c. Pengaduk Turbin Pengaduk turbin adalah pengaduk dayung yang memiliki banyak daun pengaduk dan berukuran lebih pendek, digunakan pada kecepatan tinggi untuk cairan dengan rentang kekentalan yang sangat luas. Diameter dari sebuah turbin biasanya antara 30-50% dari diamter tangki. Turbin biasanya memiliki empat atau enam daun pengaduk. Turbin dengan daun yang datar memberikan aliran yang radial. Jenis ini juga berguna untuk dispersi gas yang baik, gas akan dialirkan dari bagian bawah pengaduk dan akan menuju ke bagian daun pengaduk lalu tepotong-potong menjadi gelembung gas. Beberapa jenis turbin yaitu: a. Turbine disc flat blade b. Turbine hub mounted curved blade

10 c. Turbine disc mounted curved blade d. Turbine pitched blade e. Turbine bar f. Turbine shrouded Gambar 4. Pengaduk Turbin pada Bagian Variasi Pada turbin dengan daun yang dibuat miring sebesar 45 o, seperti yang terlihat pada Gambar 4, beberapa aliran aksial akan terbentuk sehingga sebuah kombinasi dari aliran aksial dan radial akan terbentuk. Jenis ini berguna dalam suspensi padatan kerena aliran langsung ke bawah dan akan menyapu padatan ke atas. Terkadang sebuah turbin dengan hanya empat daun miring digunakan dalam suspensi padat. Pengaduk dengan aliran aksial menghasilkan pergerakan fluida yang lebih besar dan pencampuran per satuan daya dan sangat berguna dalam suspensi padatan. Gambar 5. Pengaduk Turbin Baling-baling. d. Pengaduk Helical-Ribbon Jenis pengaduk ini digunakan pada larutan pada kekentalan yang tinggi dan beroperasi pada rpm yang rendah pada bagian laminer. Ribbon (bentuk seperti pita) dibentuk dalam sebuah bagian helical (bentuknya seperti baling-balling

11 helikopter dan ditempelkan ke pusat sumbu pengaduk). Cairan bergerak dalam sebuah bagian aliran berliku-liku pada bagiam bawah dan naik ke bagian atas pengaduk. Beberapa jenis pengaduk helical-ribbon yaitu: a. Ribbon impeller b. Double Ribbon impeller c. Helical screw impeller d. Sigma impeller e. Z-blades Gambar 6. Pengaduk Jenis (a), (b) & (c) Hellical-Ribbon, (d) Semi-Spiral 2.2.2 Kecepatan Pengaduk Salah satu variasi dasar dalam proses pengadukan dan pencampuran adalah kecepatan putaran pengaduk yang digunakan. Variasi kecepatan putaran pengaduk bisa memberikan gambaran mengenai pola aliran yang dihasilkan dan daya listrik yang dibutuhkan dalam proses pengadukan dan pencampuran. Secara umum klasifikasi kecepatan putaran pengaduk dibagi tiga, yaitu kecepatan putaran rendah, sedang dan tinggi. (Richardson, 1998)

12 a. Kecepatan putaran tinggi Kecepatan tinggi yang digunakan berkisar pada kecepatan 1750 rpm. Pengaduk dengan kecepatan ini umumnya digunakan untuk fluida dengan viskositas rendah misalnya air. Tingkat pengadukan ini menghasilkan permukaan yang cekung pada viskositas yang rendah dan dibutuhkan ketika waktu pencampuran sangat lama atau perbedaan viskositas sangat besar. b. Kecepatan putaran rendah Kecepatan rendah yang digunakan berkisar pada kecepatan 400 rpm. Pengadukan dengan kecepatan ini umumnya digunakan untuk minyak kental, lumpur dimana terdapat serat atau pada cairan yang dapat menimbulkan busa. Jenis pengaduk ini meghasilkan pergerakan batch yang empurna dengan sebuah permukaan fluida yang datar untuk menjaga temperatur atau mencampur larutan dengan viskositas dan gravitasi spesifik yang sama. c. Kecepatan putaran sedang Kecepatan sedang yang digunakan berkisar pada kecepatan 1150 rpm. Pengaduk dengan kecepatan ini umumnya digunakan untuk larutan sirup kental dan minyak pernis. Jenis ini paling sering digunakan untuk meriakkan permukaan pada viskositas yang rendah, mengurangi waktu pencampuan, mencampuran larutan dengan viskositas yang berbeda dan bertujuan untuk memanaskan atau mendinginkan (Johan, 2010) 2.2.3 Jumlah Pengaduk Penambahan jumlah pengaduk yang digunakan pada dasarnya untuk tetap menjaga efektifitas pengadukan pada kondisi yang berubah. Ketinggian fluida yang lebih besar dari diameter tangki, disertai dengan viskositas fluida yang lebih besar dann diameter pengaduk yang lebih kecil dari dimensi yang biasa digunakan, merupakan kondisi dimana pengaduk yang digunakan lebih dari satu buah, dengan jarak antar pengaduk sama dengan jarak pengaduk paling bawah ke

13 dasar tangki. Penjelasan mengenai kondisi pengadukan dimana lebih dari satu pengaduk yang digunakan dapat dilihat dalam tabel 2. Satu Pengaduk Fluida dengan viskositas rendah Pengaduk menyapu dasar tangki Kecepatan balik aliran yang tinggi Ketinggian permukaan cairan yang bervariasi Tabel 2. Kondisi untuk Pemilihan Pengaduk Dua Pengaduk Fluida dengan viskositas sedang dan tinggi Pengaduk pada tangki yang dalam Gaya gesek aliran besar Ukuran mounting nozzle yang minimal 2.2.4 Pemilihan Pengaduk Viskositas dari cairan adalah salah satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan jenis pengaduk. Indikasi dari rentang viskositas pada setiap jenis pengaduk adalah : a. Pengaduk jenis baling-baling digunakan untuk viskositas fluida di bawah Pa.s (3000 cp). b. Pengaduk jenis turbin bisa digunakan untuk viskositas di bawah 100 Pa.s (100.000 cp). c. Pengaduk jenis dayung yang dimodifikasi seperti pengaduk jangkar bisa digunakan untuk viskositas antara 50-500 Pa.s (500.000 cp). d. Pengaduk jenis pita melingkar biasa digunakan untuk viskositas di atas 1000 Pa.s dan telah digunakan hingga viskositas 25.000 Pa.s. Untuk viskositas lebih dari 2,5-5 Pa.s (5000 cp) dan diatasnya, sekat tidak diperlukan karena hanya terjadi pusaran kecil.(wesselingh, 1975) Gambar 7. Pola aliran yang dihasilkan oleh jenis-jenis pengaduk yang berbeda (a) Impeller, (b) Propeller, (c) Paddle dan (d) Helical ribbon

14 Hal yang harus diperhatikan pada tipe pengaduk adalah dengan mengevaluasi range kerja dari pengaduk tersebut berdasakan viskositas cairan (Hui, dkk 2008) 2.2.5 Hubungan Antara Viskositas terhadap Waktu Pengadukan Waktu pengadukan merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan penurunan viskositas pada fluida yang diaduk. Semakin lama proses pengadukan maka akan semakin banyak menimbulkan pemanasan sehingga viskositas dari fluida yang diaduk akan mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena gesekan yang terjadi antar molekul dan gesekan antara pengaduk dengan fluida yang kemudian akan menimbulkan pemanasan. Waktu pengadukan tidak terlalu signifikan dalam penurunan viskositas suatu fluida hal ini dikarenakan pemanasan yang ditimbulkan tidak begitu banyak. Jenis pengaduk menjadi pengaruh yang cukup besar terhadap waktu pengadukan, Pengaduk dengan pola aliran yang deras dapat membuat penurunan yang cukup tinggi pada viskositas, 2.2.6 Hubungan Antara Viskositas Terhadap Kecepatan Pengadukan Kecepatan pengadukan berpengaruh besar terhadap penurunan viskositas pada fluida yang diaduk. Semakin cepat pengadukan maka viskositas akan semakin menurun. Apabila Kecepatan tinggi digunakan pada pengadukan maka akan semakin banyak menimbulkan pemanasan yang mengakibatkan penurunan yang drastis pada viskositas