BAB II LANDASAN TEORI. dapat dipaksakan kepada mereka yang melanggarnya.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Pengertian. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Kelebihan PPN 30/04/2011

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak ialah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

Pajak. Definisi Pajak Pembagian Jenis Pajak Menurut Sifat Menurut Sasaran Menurut Pengelola

BAB II LANDASAN TEORI

Perpajakan 2 PPN & PPnBM

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Menurut Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada kas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) yang langsung dapat

BAB 2 LANDASAN TEORI. undang-undang oleh pemerintah, yang sebagian dipakai untuk menyediakan barang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

BAB II LANDASAN TEORI

iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang undang yang dapat dipaksakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

SANDINGAN UU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TAHUN 2000 DAN TAHUN 2009

BAB II LANDASAN TEORI. memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut digunakan untuk

BAB II LANDASAN TEORI. yang berbeda tentang definisi dari pajak itu sendiri. Soemitro dalam bukunya Dasardasar

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian, Tujuan dan Manfaat Pajak Pertambahan Nilai. yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak

BAB II TELAAH PUSTAKA. pengertian yang sama. Beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh

BAB III PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DALAM UNDANG-UDANG NO. 18 TAHUN 2000 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB VI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

PERTEMUAN 12 By Ely Suhayati SE MSi Ak. PPN DAN PPnBM

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut :

BAB II LANDASAN TEORI

LANDASAN TEORI. dalam buku Perpajakan Indonesia karangan Waluyo (2008, h3),

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ).

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat bersaing dengan negara-negara lain. Dalam hal ini peran masyarakat Indonesia,

BAB II LANDASAN TEORI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak berdasarkan undang-undang dan dari berbagai pakar pajak

BAB II TEORI PERPAJAKAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI, PENGADILAN PAJAK DAN BANDING PAJAK

BAB II KRITERIA BARANG YANG BISA DIKENAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2009

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu

BAB II LANDASAN TEORI. dikemukakan para ahli sebagai berikut: a. Prof. Dr. Rochmat Soemitro SH (2002:1)

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORITIS. (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada umumnya pajak merupakan pungutan wajib oleh negara kepada

BAB II TELAAH PUSTAKA. dimiliki oleh masyarakat kepada negara yang dapat dipaksakan berdasarkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I I. LANDASAN TEORl

BAB III PEMBAHASAN TENTANG EFEKTIVITAS PENERAPAN E-FAKTUR ATAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk kesejahteraan rakyat. Pajak merupakan salah satu penerimaan terbesar negara perlu terus

BAB III PEMBAHASAN TENTANG MEKANISME PENGAJUAN RESTITUSI ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR - 14/PJ/2010 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PAPER. Dibuat Oleh: Annisa Pradita FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR

PERSANDINGAN UNDANG-UNDANG PPN DAN PPnBM UU NO 8 TAHUN 1983 stdtd UU NO 18 TAHUN 2000 & UU NO 42 TAHUN 2009

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

PENGANTAR. Dasar Hukum : UU Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 42 Tahun Presented by M.

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH PPN dan PPnBM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum kita mengetahui pengertian with holding system kita harus

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

EVALUASI PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT REK DI TAHUN PAJAK 2011

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang diperjualbelikan, telah dikenai biaya pajak selain dari pada harga pokoknya

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan nasional sangat ditentukan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

BAB II BAHAN RUJUKAN

Bab 10. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian pajak dapat diterangkan melalui beberapa definisi, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin maupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi atau pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro (1990:5),

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 Tentang

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS

BAB II LANDASAN TEORI. Apabila membahas pengertian pajak, banyak definisi atau batasan pajak yang

PERPAJAKAN LANJUTAN. by Ely Suhayati SE MSi Ak

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI A. Pajak 1. Pengertian Pajak Pajak adalah iuran wajib dari rakyat kepada negara sebagai wujud peran serta dalam pembangunan yang pengenaannya berdasarkan undang-undang dan tidak mendapat imbalan secara langsung serta dapat dipaksakan kepada mereka yang melanggarnya. Dalam definisi diatas lebih memfokuskan pada fungsi budgeter dari pajak, sedangkan pajak masih mempunyai fungsi lainnya yaitu fungsi mengatur. Apabila memperhatikan coraknya, dalam memberikan batasan pengertian pajak dapat dibedakan dari berbagai macam ragamnya yaitu dari segi ekonomi, segi hukum, segi sosiologi dan lain sebagainya. Hal ini akan mewarnai titik berat yang diletakkannya, sebagai contoh segi penghasilan, segi daya beli namun kebanyakan lebih bercorak pada ekonomi. Ciri-ciri yang melekat pada pajak adalah : a. Pajak dipungut berdasarkan/dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra prestasi individu oleh pemerintah. 7

c. Pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. d. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukkannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai publik investment. e. Pajak dapat pula mempunyai tujuan yang tidak budgeter yaitu fungsi mengatur. Contoh pajak adalah : PPh, PPN, dan PBB. 2. Fungsi Pajak Dikutip dari (Waluyo:2007:6) Fungsi Pajak dapat dibedakan atas dua yaitu : a. Fungsi Penerimaan (Budgeteir) Yaitu pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sebagai contoh yaitu dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. b. Fungsi Mengatur (Regulered) Yaitu pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan dibidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh yang dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras dapat ditekan. Demikian pula terhadap barang mewah. 8

3. Asas Pemungutan Pajak Dalam pemungutan pajak didasarkan pada asas-asas tertentu bagi fiskus sehingga dengan asas ini negara memberikan hak kepada dirinya sendiri untuk memungut pajak dari penduduknya, yang pada hakikatnya memungut dengan paksa (berdasarkan undang -undang) sebagian dari harta yang dimiliki penduduknya. (Sony Devano et al : 2006 : 38) Asas-asas tersebut adalah : a. Asas Domisili Pengenaan pajak tergantung pada tempat tinggal (domisili) wajib pajak. Wajib pajak tinggal disuatu Negara maka Negara itulah yang berhak mengenakan pajak atas segala hal yang berhubungan dengan objek yang dimiliki wajib pajak yang menurut undang-undang dikenakan pajak. Wajib pajak dalam negeri maupun luar negeri yang bertempat tinggal di Indonesia, maka dikenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diperolehnya baik penghasilan yang diterima dari dalam negeri maupun dari luar negeri. b. Asas Sumber Cara pemungutan pajak yang bergantung pada sumber dimana objek pajak diperoleh. Tergantung dinegara mana objek pajak diperoleh. Tergantung di Negara mana objek pajak tersebut diperoleh. Jika di suatu Negara terdapat suatu sumber penghasilan, 9

Negara tersebut berhak memungut pajak tanpa melihat wajib pajak itu bertempat tinggal. Baik wajib pajak dalam negeri maupun luar negeri yang memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia, akan dikenakan pajak di Indonesia. c. Asas Kebangsaan Cara yang berdasarkan kebangsaan menghubungkan pengenaan pajak dengan kebangsaan dari suatu Negara. Asas kebangsaan atau asas nasional adalah asas yang menganut cara pemungutan pajak yang dihubungkan dengan kebangsaan dari suatu Negara. Asas kebangsaan secara negative muncul dalam bentuk pajak bangsa asing di Indonesia, yang mewajibkan umumnya setiap orang yang bukan kebangsaan Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia membayar pajak. 4. Pengelompokan Pajak a. Menurut Golongannya 1) Pajak Langsung Pajak yang bebannya dipikul sendiri oleh Wajib Pajak yang bersangkutan dan tidak dapat dilimpahkan kepada oranglain seerta dipungut secara berkala (periodik). Contohnya : Pajak Penghasilan, Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Kendaraan Bermotor. 10

2) Pajak Tidak Langsung Pajak yang bebannya dapat dilimpahkan kepada pihak ketiga atau konsumen dan dipungut setiap terjadi peristiwa / perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan barang, pembuatan akte. Contohnya : PPN dan PPn BM, Bea Materai, Bea Balik Nama b. Menurut Sifatnya 1) Pajak Subyektif Pajak yang subyektif adalah pajak yang berpangkal pada diri orang yang dikenakan pajak. Pada pajak subyektif dimulai dengan menetapkan orangnya kemudian baru dicari obyeknya. Dalam pemungutan pajak subyektif ini harus ada hubungan antara negara pemungut pajak dengan subyek pajak. Jadi yang penting adalah subyeknya, yang dapat dibedakan antara perorangan dan badan usaha. 2) Pajak Objektif Pajak obyektif adalah pajak yang berpangkal pada obyek yang dikenakan dan untuk mengenakan pajaknya harus dicari obyeknya. Pada pajak obyektif dimulai dengan obyeknya seperti keadaan, peristiwa, perbuatan dan lainnya, baru kemudian dicari orangnya yang harus membayar pajaknya yaitu subyeknya. Dalam pemungutan pajak obyektif harus ada hubungan antara negara pemungut pajak dengan obyek pajak. 11

Pajak obyektif selalu dipungut berdasarkan sumber, sedangkan pajak subyektif selalu dipungut berdasarkan asas domisili dan asas nasionalitas. c. Menurut Lembaga Pemungutannya 1) Pajak Negara (Pajak Pusat) Pajak yang dipungut pemerintah pusat yang menyelenggarakan dipungut oleh Departement Keuangan dan hasilnya akan digunakan untuk pembiayaan rumah tangga pada umumnya. a) Pajak yang dipungut Dirjen Pajak - Pajak Penghasilan - Pajak Pertambahan Nilai - Pajak Bumi dan Bangunan - Bea Materai - Bea Lelang b) Pajak yang dipungut Dirjen Bea Cukai 2) Pajak Daerah Pajak pajak yang dipungut oleh daerah seperti propinsi, kabupaten, maupun kotamadya berdasarkan peraturan pemerintah daerah masing-masing dan hasilnya digunakan untuk pembiayaan Rumah Tangga Daerah masing-masing. Contoh : Peraturan Pemerintah I, Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Reklame. 12

B. Pajak Pertambahan Nilai 1. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai Adalah pajak yang dikenakana atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Dalam bahasa inggris PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung. 2. Sifat, Tipe dan Prinsip Pemungutan a. Sifat Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai mempunyai beberapa sifat pemungutan (Waluyo : 2007 : 4), yaitu: 1) PPN sebagai Pajak Objektif Artinya pungutan PPN ini mendasarkan objeknya tanpa memperhatikan keadaan diri WP. 2) PPN sebagai Pajak Tidak Langsung Sifat ini menjelaskan bahwa secara ekonomis beban PPN dapat dialihkan kepada pihak lain. Namun dari segi yuridis tanggung jawab penyetoran pajak tidak berada pada penanggung pajak (pemikul beban) 13

3) Pemungutan PPN Multi Stage Tax Pemungutan PPN dilakukan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi dari pabrikan, pedagang besar, sampai dengan pengecer. 4) PPN dipungut dengan menggunakan alat bukti Faktur Pajak Credit Method sebagai metode yang digunakan dengan konsekuensi PKP harus menerbitkan faktur pajak sebagai bukti pemungutan PPN. 5) PPN bersifat Netral Netralisasi ini dapat dibentuk karena adanya 2 (dua) faktor : a) PPN dikenakan atas konsumsi barang atau jasa b) PPN dipungut menggunakan prinsip tempat tujuan 6) PPN tidak menimbulkan pajak berganda 7) PPN sebagai pajak atas penyerahan BKP/JKP yang dilakukan atas konsumsi dalam negeri. b. Tipe Pemungutan 1) Consumption Type Value Added Tax Yaitu semua pembelian yang digunakan untuk produksi termasuk barang modal dikurangkan dari nilai tambahnya. 2) Net Income Type Value Added Tax Yaitu adanya pengurangan pembelian barang modal dari dasar pengenaan. 14

3) Gross product Type Value Added Tax Bahwa pembelian barang modal tidak diperkenankan sama sekali untuk dikurangkan dari dasar pengenaan pajak. c. Prinsip Pemungutan 1) Prinsip Tempat Tujuan (Destination) Bahwa PPN dipungut ditempat barang atau jasa tersebut dikonsumsi. 2) Prinsip Tempat Asal (Origin Principle) Bahwa PPN dipungut ditempat asal barang / jasa yang akan dikonsumsi. d. Mekanisme Pemungutan PPN Mekanisme pemungutan PPN terdiri dari : 1) Addition Method Dalam metode ini, PPN dihitung dari tarif kali seluruh penjumlahan nilai tambah. Metode ini mensyaratkan bahwa setiap PKP harus mempunyai pembukuan yang tertib dan rinci atas biaya yang dikeluarkan. 2) Subtraction Method Dalam metode ini, PPN terutang dihitung dari tarif kali selisih antara harga penjualan dengan harga pembelian. 15

3) Credit Method Dalam metode ini, PPN dihitung dari selisih antara pajak yang dibayar saat pembelian dengan pajak yang dipungut pada saat penjualan. e. Pemungut Pajak Pertambahan Nilai Pihak2 yang ditunjuk sebagai PEMUNGUT: 1) Bendaharawan Pemerintah; 2) Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN); 3) Kontraktor Perjanjian Kerjasama Perusahaan Pertambangan Minyak & Gas Bumi (KPS) 3. Subjek dan Objek Pajak Pertambahan Nilai a. Subjek Pajak Pertambahan Nilai Subyek PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pengusaha Kena Pajak dapat digolongkan atas dua yaitu subyek pajak yang otomatis dan yang memilih menjadi subyek pajak. 1) Subyek Pajak Otomatis Yaitu pengusaha yang menurut Undang-undang dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (taxtable firm), yang meliputi : a) Pengusaha yang melakukan : - Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di Daerah Pabean. 16

- Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean. - Ekspor Barang Kena Pajak. b) Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. c) Penyalur utama dan atau agen utama dari pabrikan dan atau importir. d) Pemegang hak paten dan merek dagang. e) Pemborong/kontraktor/subkontraktor bangunan dan aktiva tetap tak bergerak lainnya. f) Pengusaha yang mempunyai hubungan istimewa. 2) Pengusaha yang dapat memilih untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP-Pengusaha yang memilih menjadi Pengusaha Kena Pajak) yang meliputi : a) Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak b) Eksportir c) Pedagang yang menjual Barang Kena Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak. 17

b. Objek Pajak Pertambahan Nilai Pajak Pertambahan Nilai dikenakan terhadap adanya peristiwa atau kegiatan yang dilakukan oleh Subyek Pajak. Menurut Pasal 4 UU Nomor 18 Tahun 2000 yang menjadi Objek Pajak Pertambahan Nilai adalah : - Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha. - Impor Barang Kena Pajak. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha, baik pengusaha yang dikukuhkan maupun pengusaha yang seharusnya dikukuhkan sebagai PKP tetapi belum dikukuhkan. - Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. - Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. - Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak 1) Barang Kena Pajak a) Pengertian Barang Kena Pajak (BKP) adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang tidak berwujud yang 18

dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN dan PPn BM. (Mardiasmo : 2006 : 254) b) Barang yang tidak dikenakan pajak Penetapan jenis barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai di dasarkan ata kelompok-kelompok barang sebagai berikut : (1) Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya. (2) Barang-barang kebutuhan pokok yang dibutuhkan oleh rakyat banyak. (3) Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya. (4) Uang, emas batangan dan surat-surat berharga. (5) Barang hasil peternakan, perburuan/ penangkapan, atau penangkaran yang diambil langsung dari sumbernya. (6) Barang hasil penangkapan atau budidaya perikanan yang diambil langsung dari sumbernya. c) Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) Berdasarkan Pasal 1A Undang-undang PPN Tahun 2000, yang termasuk Penyerahan adalah sebagai berikut: (1) Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian. 19

(2) Penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang. (3) Penyerahan Pemakaian sendiri atas Barang Kena Pajak. (4) Pengalihan Barang Kena Pajak oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan perjanjian leasing. (5) Penyerahan pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak. (6) Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP antar cabang. (7) Penyerahan BKP secara konsinyasi. (8) Penyerahan persediaan BKP dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak diperjualbelikan, yang tersisa pada saat pembubaran perusahaan, sepanjang PPN atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan. d) Yang tidak termasuk Penyerahaan Barang Kena Pajak (1) Penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam kitab Undang-undang Hukum Dagang. (2) Penyerahan Barang Kena Pajak untuk Jaminan Utang-Piutang 20

(3) Penyerahan Barang Kena Pajak dalam hal Pengusaha Kena Pajak memperoleh izin pemusatan tempat pajak terutang. 2) Jasa Kena Pajak a) Pengertian Jasa Kena Pajak (JKP) adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang-barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pesanan yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang PPN tahun 1984. (Mardiasmo : 2006 : 255) b) Jasa yang tidak dikenakan pajak Penetapan jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai didasarkan atas kelompok-kelompok jasa sebagai berikut : (1) Jasa di bidang pelayanan dan perawatan kesehatan medik. (2) Jasa di bidang pelayanan sosial. 21

(3) Jasa di bidang pengiriman surat dengan prangko. (4) Jasa di bidang perbankan, asuransi dan sewa guna usaha dengan hak opsi. (5) Jasa di bidang keagamaan, seperti pemberian khotbah dan dakwah. (6) Jasa di bidang pendidikan. (7) Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan, seperti pementasan kesenian tradisional. (8) Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan. (9) Jasa di bidang angkutan umum baik di darat maupun di air. (10) Jasa di bidang tenaga kerja. (11) Jasa di bidang perhotelan. (12) Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum. 4. Tarif Pajak Pertambahan Nilai Tarif Pajak Pertambahan Nilai menurut UU No. 18 Tahun 2000 : a. Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% Tarif PPN yang berlaku atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau penyerahan JKP adalah tarif tunggal, sehingga mudah 22

dalam pelaksanaannya dan tidak memerlukan daftar penggolongan barang atau penggolongan jasa dengan tarif yang berbeda sebagaimana berlaku pada Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Dalam keadaan tertentu, sesuai peraturan pemerintah tarif pajak tersebut diatas dapat diubah menjadi serendah-rendahnya 5% dan setinggi-tingginya 15%. b. Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Barang Kena Pajak sebesar 0% Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak di dalam daerah Pabean. Oleh karena itu, Barang Kena Pajak yang diekspor atau dikonsumsi diluar daerah Pabean, dikenakan PPN dengan tarif 0%. Pengenaan tarif 0% (nol persen) bukan berarti pembebasan dari pengenaan PPN. Dengan demikian, Pajak Masukkan yang telah dibayar dari barang yang diekspor tetap dapat dikreditkan. 5. Saat dan Tempat Pajak Terutang a. Saat Pajak Terutang Saat terutang PPN berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 143 Tahun 2000 adalah sebagai berikut : 1) Terutangnya Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa barang bergerak. 23

2) Terutangnya Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa barang tidak bergerak. 3) Terutangnya Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak. 4) Terutangnya Pajak atas penyerahan Jasa Kena Pajak terjadi pada saat mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atau seluruhnya. 5) Terutangnya pajak atas impor Barang Kena Pajak terjadi pada saat Barang Kena Pajak tersebut dimasukkan ke dalam Daerah Pabean. 6) Terutangnya Pajak atas ekspor Barang Kena Pajak terjadi pada saat Barang Kena Pajak dikeluarkan dari Daerah Pabean. 7) Terutangnya Pajak aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan dan atau persediaan Barang Kena Pajak yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan terjadi. 8) Terutangnya Pajak atas penyerahaan Barang Kena Pajak dalam rangka perubahan bentuk usaha atau penggabungan usaha atau pemekaran usaha taua pengalihan seluruh aktiva perusahaan yang diikuti dengan perubahan pihak yang 24

berhak atas Barang Kena Pajak tersebut, terjadi pada saat ditandatanganinya akte yang berkenaan oleh Notaris. b. Tempat Pajak Terutang 1) Tempat Pajak terutang atas penyerahan BKP/JKP di dalam Daerah Pabean adalah tempat tinggal atau tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha dilakukan, yaitu di tempat Pengusaha dikukuhkan atau seharusnya dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. 2) Tempat Pajak terutang atas : - Impor BKP adalah ditempat BKP dimasukkan ke dalam Daerah Pabean. - Pemanfaatan BKP tidak berwujud dan atau JKP dari luar daerah pabean adalah di tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan dalam hal orang pribadi atau badan tersebut bukan sebagai Wajib Pajak atau ditempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar sebagai Wajib Pajak. - Kegiatan membangun sendiri oleh PKP yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya atau oleh bukan Pengusaha Kena Pajak adalah ditempat bangunan tersebut didirikan. 25

3) Direktorat Jenderal Pajak dapat menentukan tempat lain selain tempat sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) sebagai tempat pajak terutang atas ekspor Barang Kena Pajak, baik atas permohonan tertulis dari Pengusaha Kena Pajak ataupun secara jabatan. 6. Faktur Pajak Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak atau oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai karena Impor Barang Kena Pajak. (Mardiasmo:2006:272) a. Macam macam Faktur Pajak Jenis Faktur Pajak berdasarkan UU PPN Tahun 2000 adalah sebagai berikut : 1) Faktur Pajak Standar Yaitu Faktur Pajak yang dibuat sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN 2000. 2) Faktur Pajak Gabungan Yaitu Faktur Pajak Standar yang cara penggunaannya diperkenankan kepada PKP yang memuat lebih dari satu transaksi dalam satu bulan takwin atas penyerahan BKP/JKP kepada pembeli atau penerima jasa yang sama, dan harus 26

dibuat paling lambat pada akhir bulan berikutnya setelah bulan terjadinya penyerahan BKP/JKP. 3) Faktur Pajak Sederhana Yaitu dokumen yang disamakan fungsinya dengan Faktur Pajak, yang diterbitkan oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP yang dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir, atau kepada pembeli atau penerima jasa yang diketahui identitasnya secara lengkap. b. Saat Pembuatan Faktur Pajak Berdasarkan Keputusan Direktorat Jenderal Pajak 549/Pj./2000 adalah sebagai berikut : 1) Pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan BKP dan atau penyerahan keseluruhan JKP dalam hal pembayaran diterima setelah bulan penyerahan BKP dan atau penyerahan keseluruhan JKP, kecuali pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya maka Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat pada saat penerimaan pembayaran. 2) Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP/JKP. 3) Pada saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan. 27

4) Pada saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada pemungut PPN. 5) Faktur Pajak Gabungan yang merupakan Faktur Pajak Standar harus dibuat selambat-lambatnya pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan BKP/JKP. c. Larangan dan Sanksi tidak Pembuatan Faktur Pajak (Pasal 14 UU PPN 2000) Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dilarang membuat Faktur Pajak. Larangan membuat Faktur Pajak bagi pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai PKP, dimaksudkan untuk melindungi pembeli dari pemungutan pajak yang tidak semestinya. Sanksi bagi PKP yang tidak membuat faktur pajak akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% dari dasar pengenaan pajak. Pengusaha yang belum dikukuhkan sebagai PKP tetapi membuat faktur pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% dari dasar pengenaan pajak dan diwajibkan menyetor jumlah pajak yang telah dibuatkan faktur pajaknya ke kas negara, sebagai Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan. 28

d. Nota Retur Mekanisme nota retur menurut UU No. 11 Tahun 2000 adalah sebagai berikut : 1) Nota retur dibuat apabila terjadi pengembalian Barang Kena Pajak, kecuali Barang Kena Pajak tersebut diganti dengan Barang Kena Pajak dari jenis yang sama, tipenya sama, jumlah dan harganya sama oleh Pengusaha Kena Pajak. 2) Bentuk Nota Retur dapat dibuat sesuai dengan kebutuhan administrasi PKP, tetapi materi yang tercantum di dalamnya minimal memenuhi ketentuan Pasal 3 ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan. 3) Nota Retur memiliki fungsi mengurangi : a) Pajak Keluaran dan/atau PPn BM penjualan pada Masa Pajak diterima Nota Retur. b) Pajak Masukkan dan/atau PPn BM pembeli pada Masa Pajak dibuat Nota Retur. c) Harta atau Biaya dalam hal PKP tidak dapat mengkreditkan Pajak Masukkan dan PPn BM dan telah dibebankan sebagai biaya. d) Yang membuat Nota Retur adalah pembeli. 29

7. Dasar Pengenaan Pajak Dasar Pengenaan Pajak PPN dikutip dari buku Tony Marsyahrul (2008 : 33) adalah sebagai berikut : a. Harga Jual Adalah nilai berupa mata uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak. b. Nilai Ekspor Adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir. c. Nilai Impor Adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pabean untuk impor barang kena pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai. d. Penggantian Adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak. 30

e. Nilai Lain Adalah nilai lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan Berdasarkan KMK No. 251/KMK 04/02 tanggal 31 Mei 2002 terdiri dari : 1) Pemberian cuma-cuma dan pemakaian sendiri, yaitu penyerahan BKP dalam bentuk sumbangan/hadiah dalam nama dan bentuk apapun kepada pihak lain yang tidak memiliki nama/npwp/alamat jelas dan bentuk pemakaian sendiri BKP milik sendiri/orang lain untuk kepentingan sendiri sama dengan harga jual penggantian dikurangi unsur laba yang diharapkan; 2) Media rekaman suara dan gambar dengan harga jual ratarata; 3) Film cerita dengan harga jual rata-rata per judul film; 4) Anjak piutang sama dengan 5% provisi service charge dan diskon; 5) Persediaan BKP pada saat pembubaran perusahaan dengan harga pasar wajar; 6) Aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan pada saat pembubaran perusahaan dengan harga pasar; 7) Biro perjalanan dan pengiriman paket : 10% x invoice; 8) Biro Pariwisata dengan 10% x jumlah tagihan; 31

9) Kendaraan bermotor bekas dengan 10% x harga jual; 10) Penyerahan BKP/JKP melalui pedagang perantara/juru lelang dengan harga lelang; 11) Penyerahan BKP/JKP dari kantor pusat ke cabang atau sebaliknya dan antar cabang : harga jual /penggantian dikurangi unsur laba yang diharapkan. 8. Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai Untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai terlebih dahulu harus mengetahui tarif pajak dan dasar pengenaan pajaknya. Cara menghitung PPN yang terutang adalah : Tarif dikalikan dengan : a. Jumlah harga jual b. Penggantian c. Nilai Impor d. Nilai Ekspor e. Nilai lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dapat ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, yaitu untuk menjamin rasa keadilan dalam hal : 1. Harga Jual, nilai penggantian, nilai impor, dan nilai ekspor yang sukar ditetapkan 32

2. Penyerahan Barang Kena Pajak yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak seperti air minum, listrik dan sejenisnya. Contoh : 1. PKP A menjual tunai Barang Kena Pajak dengan harga jual Rp. 25.000.000,00. PPN yang terutang : 10% x Rp.25.000.000,00 = Rp.2.500.000,00. PPN Rp.2.500.00,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh PKP A. 2. PKP B melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan memperoleh penggantian Rp.20.000.000,00. PPN yang terutang : 10% x Rp.20.000.000,00 = Rp.2.000.000,00. PPN Rp.2.000.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh PKP B. 3. Seseorang mengimpor Barang Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dengan nilai impor Rp.30.000.000,00. PPN yang dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai : 10% x Rp.30.000.000,00 = Rp.3.000.000,00 Secara umum PPN yang terutang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : PPN = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak 33

9. Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai Akuntansi adalah proses pencatatan, penggolongan, pengikhtisaran, dan penyajian dengan cara-cara tertentu terhadap akuntansi keuangan yang terjadi dalam perusahaan atau organisasi lainnya atau interpretasi terhadap hasilnya. Berhubungan dengan pemenuhan kewajiban PPN, akuntansi harus dapat memberikan informasi yang diperlukan dalam rangka pemenuhan kewajiban penyelenggaraan pembukuan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam : a. Pasal 28 Undang-Undang dan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan KUP. b. Pasal 6 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. Selain Undang-Undang perpajakan itu, pasal 6 KUHD juga meminta kepada setiap orang yang menjalankan perusahaan untuk menyelenggarakan pembukuan. Dengan demikian, disamping peranan pembukuan dalam pajak sangat esensial tampak permintaan pembukuan oleh ketentuan perpajakan tidak memperberat dan menambah beban kalangan bisnis dari profesi. a. Pengertian Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai Akuntansi PPN adalah akuntansi yang kegiatannya untuk memenuhi kewajiban penyelenggaraan pembukuan dan bertujuan untuk memberikan informasi bagi perusahaan untuk dapat 34

menghitung, membayar dan melaporkan mengenai PPN dan PPnBM yang terutang. Dalam pelaksanaan perpajakan Indonesia, diberlakukan sistem self assessment dimana wajib pajak diberikan wewenang kepercayaan dan tanggung jawab untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terutang kepada Pemerintah. b. Prosedur Pencatatan Pembelian 1) Pembelian atas barang dan jasa yang dapat dikreditkan PPNnya Pembelian atas barang yang dapat dikreditkan PPN-nya seperti pembelian barang persediaan dan pembelian barang modal yang ada hubungannya langsung dengan proses produksi. a) Pembelian yang merupakan persediaan Sistem Fisik Pembelian PPN Masukkan Hutang Usaha/Kas Sistem Perpetual Persediaan PPN Masukkan Hutang Usaha/Kas 35

b) BKP yang merupakan barang modal Mesin PPN Masukkan Hutang Usaha/Kas 2) Pembelian atas barang dan jasa yang PPN-nya tidak dapat dikreditkan Pencatatan terhadap pembelian yang PPN-nya tidak dapat dikreditkan tergantung pada jenis barangnya, yaitu tergantung masa manfaat dan jenis barangnya. a) BKP yang masa manfaatnya tidak lebih dari 1 tahun Keperluan Kantor PPN Hutang Usaha/Kas b) BKP yang masa manfaatnya lebih dari 1 tahun Perlengkapan Kantor Hutang Usaha/Kas 3) Pembelian BKP yang ada potongan harga Pembelian Potongan Pembelian PPN Masukkan Hutang Usaha/Kas 36

4) Pembelian BKP yang ada retur pembelian Barang akan dikembalikan jika barang tidak sesuai dengan apa yang dipesan. Oleh karena itu, dari segi pembelian PPN masukan akan berkurang sesuai dengan nilai barang yang dikembalikan dan bagi penjual akan mengurangi PPN Keluaran yang merupakan PPN terutang. Hutang Usaha Pembelian PPN Masukkan c. Prosedur Pencatatan Penjualan dan PPN terutang Sistem Fisik Piutang Usaha/Kas Penjualan PPN Keluaran Sistem Perpetual Piutang Usaha/Kas Penjualan PPN Keluaran Harga Pokok Penjualan Persediaan 37

Retur Penjualan Sistem Fisik Penjualan PPN Keluaran Piutang Usaha /Kas Sistem Perpetual Penjualan PPN Keluaran Piutang Usaha/Kas Persediaan Harga Pokok Penjualan d. Saat perhitungan pembayaran dan pembuatan laporan Pengusaha Kena Pajak akan menghitung PPN yang terutang untuk masa pajak yang bersangkutan berdasarkan selisih antara PPN Keluaran dan PPN Masukkan yang dapat dikreditkan yang dibayar oleh KPP setiap akhir bulan. PKP menyetor PPN yang terutang paling lambat tanggal 15 masa pajak berikutnya, serta mengisi dan memasukkan surat pemberitahuan masa untuk masa yang bersangkutan yang berlaku sebagai laporan PKP kepada KPP Perusahaan yang bersangkutan terdaftar. Jurnal untuk menutup perkiraan PPN adalah : 38

PPN Keluaran PPN Masukkan PPN Kurang Bayar Apabila PPN Masukkan lebih besar dari pada PPN Keluaran yang berarti ada kelebihan setoran yang akan dikompensasikan dengan pajak masa berikutnya atau diminta restitusi. Jurnalnya sebagai berikut : PPN Keluaran PPN Lebih Bayar PPN Masukkan C. Surat Pemberitahuan (SPT) 1. Pengertian Surat Pemberitahun (SPT) Menurut Pasal 1 angka 10 Undang-Undang KUP adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan. a. Fungsi SPT bagi Wajib Pajak Penghasilan Sebagai sarana bagi Wajib Pajak PPh untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan perhitungan jumlah pajak terutang yang sebenernya termasuk perhitungan atas : 39

- Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 tahun pajak atau bagian tahun pajak. - Penghasilan yang merupakan obyek pajak dan atau bukan obyek pajak. - Harta dan kewajiban - Pemotongan / pemungutan pajak orang atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak. b. Fungsi SPT bagi Pengusaha Kena Pajak Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan penghitungan jumlah PPN dan PPn BM yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang : - Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran. - Pembayaran ata pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh PKP dan atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundanganundangan perpajakan yang berlaku. c. Fungsi SPT bagi Pemotongan atau Pemungutan Pajak Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkan. 40

2. Pengertian Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak dan/atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan untuk suatu masa pajak tertentu. 3. Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT Tahunan) PPh Badan Adalah surat yang oleh Wajib Pajak (WP) digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak. D. Proses Equalisasi SPT Masa PPN dengan SPT Tahunan Proses equalisasi SPT Masa PPN dengan SPT Tahunan digunakan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan atau tidak ada perbedaan peredaran usaha setiap perusahaan, dimana proses equalisasi tersebut dapat dilihat dari transaksi penjualan setiap perusahaan atau penyerahan BKP yang dapat dilihat pada Laporan Laba Rugi perusahaan. Dari jumlah penyerahan BKP bulan Desember yang bersangkutan dengan jumlah peredaran usaha selama 1 tahun pajak dapat terlihat proses equalisasi tersebut. 41

Proses equalisasi sebaiknya dilakukan oleh setiap perusahaan dengan melakukan rekonsiliasi secara periodik antara rekening-rekening yang ada di SPT Masa PPN dengan SPT PPh Badan, proses equalisasi bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan peredaran usaha pada setiap perusahaan. Jika dari hasil equalisasi tersebut ada perbedaan pada peredaran usaha perusahaan agar segera dapat dilakukan koreksi, hal ini untuk menghindari pengenaan sanksi bagi perusahaan. Proses equalisasi SPT Masa PPN dengan SPT PPh Badan berkaitan dengan prosedur pengecekan yang dilakukan oleh KPP untuk mengecek apakah total penjualan dalam SPT PPh Badan dengan jumlah total penyerahan BKP atau JKP SPT Masa PPN bulan Desember tahun yang bersangkutan sudah sama atau tidak. Apabila dalam proses equalisasi SPT Masa PPN dengan SPT PPh Badan terdapat perbedaan data peredaran usaha dalam total penjualan, hal ini dikarenakan : 1. Total penjualan yang tercantum dalam SPT PPh Badan lebih dari total penyerahan BKP/JKP SPT Masa PPN karena penjualan untuk SPT PPh Badan menggunakan asas basis akrual atas penjualan kredit, jika barang telah diserahkan maka penjualannya sudah dilaporkan, sedangkan pada SPT PPh Badan atas penjualan kredit baru dibuat Faktur Pajaknya pada akhir bulan setelah penyerahan barang. 2. Total penjualan yang tercantum dalam SPT PPh Badan bisa kurang dari total penyerahan BKP/JKP di SPT Masa PPN dikarenakan uang 42

muka atas penjualan yang barangnya belum diserahkan sudah harus dibuat Faktur Pajaknya, sementara penjualan tersebut baru dilaporkan setelah penyerahan barang. Berikut ini contoh bagaimana proses equalisasi SPT Masa PPN dengan SPT PPh Badan, dimana Penyerahan Barang dan Jasa menurut SPT Masa PPN selama 12 bulan : a. Ekspor (tarif 0%) Rp. 300.000.000,- b. Penyerahan yang PPN-nya dipungut sendiri Rp. 200.000.000,- c. Penyerahan yang PPN-nya dipungut pemungut Rp. 500.000.000,- d. Penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut Rp. 400.000.000,- e. Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPNRp. - Jumlah penyerahan terutang PPN Rp.2.400.000.000,- Jumlah Penyerahan tidak terutang PPN Rp. - Jumlah seluruh penyerahan Rp. 2.400.000.000,- Jumlah peredaran usaha menurut SPT. PPh Penjualan bruto Rp. 2.350.000.000,- Dikurangi : Potongan Penjualan (Rp. 100.000.000,-) Retur Penjualan (Rp. 150.000.000,-) Penjualan Neto Rp. 2.100.000.000,- Ekspor Rp. 300.000.000,- Jumlah Peredaran Usaha Rp. 2.400.000.000,- Selisih Rp. 0 43