22 HASIL PENELITIAN Kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek perlu dilakukan sebelum cangkang telur digunakan sebagai prekursor Ca. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, kombinasi suhu dan waktu pemanasan yang optimum pada kalsinasi cangkang telur ayam adalah suhu 1000 o C selama 5 jam 25. Ternyata pada cangkang telur bebek hasil yang optimum juga terjadi pada suhu dan waktu yang sama. Pada kondisi kalsinasi yang lain masih menyisakan kepingan cangkang telur bebek yang berwarna kecoklatan. Efisiensi proses kalsinasi ditentukan oleh perbedaan berat antara sebelum dan sesudah kalsinasi cangkang telur. Hasil dan efisiensi kalsinasi dapat dilihat pada Tabel 3.1 dan Tabel 3.2. Dari Tabel 3.1 dan 3.2 terlihat efisiensi kalsinasi cangkang telur ayam relatif lebih tinggi daripada cangkang telur bebek (Tabel 4). Khusus untuk cangkang telur bebek, pada kalsinasi dengan kondisi lain menghasilkan sampel yang belum berwarna putih sehingga kalsinasi untuk penelitian ini dipilih pada temperatur 1000 o C selama 5 jam. Di lain pihak, senyawa yang terkandung pada masing-masing serbuk hasil kalsinasi diperlihatkan oleh pola hasil analisa XRD (Gambar 14). Berdasarkan penyesuaian dengan pola XRD standar CaO dan Ca (JCPDS 47-1743), serbuk hasil kalsinasi cangkang telur ayam memiliki puncak difraksi Ca pada sudut 29,4 o ; 35,9 o dan 48,5 o serta puncak CaO pada sudut 32,3 o ; 37,5 o ; 54,0 o ; 64,4 o ; 67,6 o dan 79,9 o, sedangkan serbuk hasil kalsinasi cangkang telur bebek hanya memiliki puncak difraksi CaO. Dapat dikatakan bahwa kemurnian CaO dari kalsinasi cangkang telur bebek lebih tinggi dibanding dengan pada cangkang telur ayam.
23 Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam Ulangan Sebelum kalsinasi (g) Sesudah kalsinasi (g) % Efisiensi kalsinasi 1 5,81 3,80 65,41 2 6,96 4,18 60,06 3 6,57 4,40 66,97 4 6,35 4,10 64,57 5 6,00 4,28 71,33 Rata-rata % efisiensi kalsinasi 65,67 Tabel 3.2 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur bebek pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur bebek Ulangan Sebelum kalsinasi (gr) Sesudah kalsinasi (gr) % Efisiensi kalsinasi 1 6,23 3,74 60,04 2 5,60 3,05 54,46 3 6,10 3,22 52,79 4 6,08 3,28 53,95 5 5,29 2,85 53,88 Rata-rata % efisiensi kalsinasi 55,02 Hasil kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek selanjutnya digunakan sebagai prekursor Ca pada sintesa senyawa apatit dan komposit apatit-kitosan melalui metode presipitasi. Presipitasi dilakukan pada suhu 37 o C dan ph 10. Senyawa CaO akan bereaksi dengan KH 2 membentuk HA dengan persamaan reaksi; 10 CaO + 6KH 2 + 2K Ca 10 ( ) 6 () 2 + 8K + 2H 2 O Selain itu kemungkinan Ca juga bereaksi dengan KH 2 mengikuti persamaan reaksi;
24 10 Ca + 6KH 2 + 2K Ca 10 ( ) x ( ) y ( ) + 8K + 2H 2 O dengan konsentrasi larutan yang mengandung ion Ca 2+ dan larutan KH 2 masing-masing 0,5 M dan 0,3 M. Massa kitosan yang ditambahkan dihitung berdasarkan persentase kitosan terhadap massa rata-rata senyawa larutan Ca 2+ ditambah KH 2. Proses presipitasi dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Massa masing-masing prekursor, kitosan, serta massa hasil presipitan yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 4. (a) Intensitatas (counts/s) (b) 2θ (derajat) Gambar 14 Pola XRD serbuk cangkang telur ayam (a) dan bebek (b) hasil kalsinasi pada suhu 1000 o C selama 5 jam. Karakteristik kitosan yang digunakan pada penelitian ini dianalisa melalui pengujian difraksi sinar X dan spektroskopi FTIR. Pola Difraksi sinar X kitosan memperlihatkan puncak difraksi dengan nilai FWHM 2,4 pada sudut (2θ) 20 o (Gambar 15). Spektra FTIR kitosan pada Gambar 16 memperlihatkan pita serapan
25 infra merah vibrasi C-O pada bilangan gelombang 1014-1050 cm -1, vibrasi bending C-H dari CH 3 pada bilangan gelombang 1334-1396 cm -1 dan 1420-1470 cm -1, vibrasi N-H pada bilangan gelombang 1550-1699 cm -1, vibrasi stretching C- H dari CH 2 pada bilangan gelombang 2840-2935 cm -1, vibrasi O-H yang overlap dengan vibrasi N-H dengan puncak pada bilangan gelombang 3450 cm -1. 10 20 30 40 50 60 70 2θ (derajat) Gambar 15 Pola XRD kitosan murni. 1 0.8 T 0.6 0.4 P 0.2 P P 0 3900 3400 2900 2400 1900 1400 900 400 Bilangan Gelombang (cm-1) Gambar 16 Spektra FTIR kitosan murni.
26 Tabel 4 Hasil presipitasi apatit-kitosan dengan sumber Ca dari cangkang telur ayam dan bebek Sumber Ca telur ayam telur bebek Massa senyawa (g) Ca 2+ 3- Kitosan g % Kode sampel Massa presipitan (g) Efisiensi penggunaan prekursor# 1,41 2,04 - - A1 2,09 ± 0,14 60,6% 1,41 2,04 0,23 10 A2 2,29 ± 0,05 62,2% 1,41 2,04 0,52 20 A3 2,63 ± 0,04 66,2% 1,41 2,04 1,13 35 A4 1,78 ± 0,05 38,9% 1,41 2,04 1,39 40 A5 1,73 ± 0,12 35,7% 1,41 2,04 2,09 50 A6 1,28 ± 0,15 23,1% 1,17 2,04 - - B 1 1,67 ± 0,04 52,0% 1,17 2,04 0,19 10 B2 1,86 ± 0,01 54,7% 1,17 2,04 0,41 20 B3 2,09 ± 0,04 57,7% 1,17 2,04 0,89 35 B4 2,27 ± 0,30 * 55,4% 1,17 2,04 1,11 40 B5 2,42 ± 0,68 * 56,0% 1,17 2,04 1,67 50 B6 2,28 ± 0,02 * 46,7% *. Presipitan masih tercampur dengan keping kitosan % kitosan terhadap massa senyawa Ca ditambah KH 2 #. Efisiensi dihitung berdasarkan rasio massa presipitan terhadap massa komponen total. Gambar 17 Grafik hubungan antara jumlah kitosan dengan massa presipitan. Gambar 17 memperlihatkan grafik hubungan antara persentase kitosan yang ditambahkan terhadap massa presipitan. Dari Gambar 17 dapat dilihat, grafik
27 untuk sampel A (sumber Ca dari cangkang telur ayam) mula-mula meningkat dengan kenaikan persentase kitosan sampai dengan 20%. Lalu menurun dengan penambahan kitosan sampai dengan 50%. Nilai efisiensi tertinggi pada sampel A terjadi pada penambahan kitosan 20%. Untuk sampel B (sumber Ca dari cangkang telur bebek), kenaikan massa terjadi mulai penambahan kitosan 10% sampai 40%. Lalu menurun pada penambahan kitosan 50%. Namun penambahan kitosan 40% tidak dijadikan nilai optimum karena secara visual masih terlihat kitosan yang tidak berinteraksi. Selain itu, nilai efisiensi tertinggi juga terjadi pada penambahan kitosan 20%. Analisa XRD dilakukan pada sampel untuk mengetahui senyawa dalam sampel, ukuran kristal, parameter kisi, dan derajat kristalin. Pola yang diperoleh disesuaikan dengan data JCPDS 9-432 (HA), JCPDS 35-180 (AKA) dan JCPDS 19-272 (AKB). Analisa XRD dilakukan pada semua ulangan sampel, untuk mengetahui konsistensi pola XRD masing-masing sampel. Serbuk apatit dan komposit apatit-kitosan yang dihasilkan memiliki pola XRD yang sama. Semua sampel dengan prekursor Ca dari cangkang telur ayam dan bebek memiliki pola XRD yang didominasi oleh puncak-puncak milik HA dan apatit karbonat tipe B (AKB). Pola XRD semua sampel diwakili oleh Gambar 18 yang memperlihatkan pola XRD sampel tanpa penambahan kitosan (kristal apatit) dan Gambar 19 yang memperlihatkan pola XRD sampel komposit apatit-kitosan 20%, pola sampel yang lain dapat dilihat pada Lampiran 2 sampai dengan Lampiran 13. Kedua pola XRD pada Gambar 18 memperlihatkan pola difraksi yang sama dengan dominasi puncak difraksi milik HA dan AKB. Pada Gambar 18a puncak difraksi HA terletak pada sudut (2θ) 25,84 o, 28,1 o, 33 o, dan 39,94 o sedangkan puncak difraksi AKB terletak pada sudut (2θ) 32 o dan 33,32 o. Pada Gambar 18b puncak difraksi HA terletak pada sudut 25,78 o, 27,96 o, 31,72 o, 32,84 o dan 39,84 o sedangkan puncak difraksi AKB terletak pada sudut (2θ) 32 o dan 33,2 o. Gambar 19 memperlihatkan pola difraksi sampel komposit yang juga puncak difraksi HA dan AKB. Pada Gambar 19a puncak difraksi HA terletak pada sudut (2θ) 25,84 o, 28,24 o, 31,78 o, 32,84 o, 33,98 o dan 39,72 o sedangkan puncak difraksi AKB terletak pada sudut (2θ) 32,18 o. Pada Gambar 19b puncak
28 difraksi HA terletak pada sudut (2θ) 25,94 o, 28,08 o, 31,9 o, 32,84 o, 34,04 o dan 39,72 o sedangkan puncak difraksi AKB terletak pada sudut (2θ) 32,02 o. (a) HA AKB Intensitas Intensitas (counts/s) (b) 2θ (derajat) Gambar 18 Pola XRD kristal apatit dengan sumber Ca dari cangkang telur ayam (a) dan bebek (b)
29 (a) Intensitas (counts/s) (arb.unit) (b) 2θ (derajat) Gambar 19 Pola XRD komposit apatit-kitosan dengan sumber Ca dari cangkang telur ayam (a) dan bebek (b). Berdasarkan analisa XRD, parameter kisi diukur melalui metode Cohen dan ukuran kristal sampel ditentukan dengan menggunakan persamaan Debye Scherrer 27,28. Kalkulasi parameter kisi diberikan dalam Lampiran 14 dan hasilnya dapat dilihat dalam metode tersebut dapat dilihat dalamtabel 5. Pada kristal apatit, ukuran kristal ditentukan pada bidang 002 dan 300 masing-masing merupakan panjang kristal sepanjang arah unit sel c dan a. Ukuran kristal tersebut diperoleh melalui persamaan Debye Scherrer
30 0,9λ D = β cosθ D adalah ukuran kristal, λ adalah panjang gelombang sinar X (1,54056 Å), β adalah lebar setengah puncak refleksi bidang 002 dan 300; dan cos θ adalah nilai kosinus sudut sinar X pada bidang 002 dan 300. Berdasarkan persamaan di atas ukuran kristal masing-masing sampel diperlihatkan pada Tabel 6. Penghitungan ukuran kristal setiap sampel dapat dilihat pada Lampiran 15. Derajat kristalin sampel ditentukan dengan membandingkan luas kurva fase kristal terhadap jumlah luas kurva fase kristal dan amorf pada pola difraksi XRD. Dengan menggunakan software diperoleh data derajat kristalin masing-masing sampel seperti diperlihatkan pada Tabel 7. Analisa FTIR dilakukan untuk mengetahui gugus-gugus yang terkandung dalam setiap sampel. Gambar 20 dan Gambar 21 masing-masing memperlihatkan spektra FTIR sampel dengan sumber Ca dari cangkang telur ayam dan bebek. Semua sampel memperlihatkan pola karakteristik FTIR apatit biologi dengan pita serapan vibrasi antisimetri bending (υ 4 ) dengan puncak pada bilangan gelombang sekitar 560 cm -1 dan 600 cm -1, vibrasi asimetri stretching (υ 3 ) dengan puncak pada bilangan gelombang sekitar 1030 cm -1, vibrasi bending (υ 2 ) dengan puncak pada bilangan gelombang sekitar 870 cm -1, vibrasi asimetri stretching (υ 3 ) dengan puncak pada bilangan gelombang sekitar 1420 cm -1 dan 1455 cm -1, vibrasi dengan puncak pada bilangan gelombang sekitar 1630 cm -1 dan 3430 cm -1. Pada sampel komposit apatit-kitosan terdapat pita serapan vibrasi dengan puncak pada bilangan gelombang 1560 cm -1 dan pita serapan yang overlap dengan dengan puncak pada bilangan gelombang sekitar 3430 cm -1. Adanya pita serapan vibrasi merupakan indikasi keberadaan kitosan yang berikatan dengan kristal apatit. Analisa SEM dilakukan pada serbuk kitosan murni, kristal apatit dan komposit apatit-kitosan 20%. Gambar 22 memperlihatkan morfologi kitosan murni dengan perbesaran 20.000x, morfologi kitosan berupa lembaran dengan pori-pori yang sangat kecil dengan diameter sekitar 0,1 µm dan jarak rata-rata antar pori sekitar 0,5-1 µm. Morfologi kristal apatit dan komposit apatit-kitosan masing-masing diperlihatkan pada Gambar 23 dan Gambar 24.
31 Tabel 5 Parameter kisi masing-masing sampel berdasarkan metode Cohen Parameter Kisi (Ǻ) Sumber Ca % kitosan Kode Sampel A c - A1 9,46 6,92 telur ayam telur bebek 10 A2 9,45 6,92 20 A3 9,42 6,87 35 A4 9,40 6,88 40 A5 9,35 6,83 50 A6 9,49 6,92 - B1 9,40 6,88 10 B2 9,43 6,88 20 B3 9,42 6,87 35 B4 9,58 6,98 40 B5 9,66 7,00 50 B6 9,49 6,92 Tabel 6 Ukuran kristal pada bidang 002 dan 300 untuk masing-masing sampel Sumber Ca % kitosan Kode Sampel D 002 (nm) D 300 (nm) - A1 15,04 ± 0,55 9,23 ± 0,62 10 A2 13,04 ± 1,78 9,21 ± 0,44 20 A3 13,71 ± 0,51 10,27 ± 1,60 telur ayam 35 A4 13,32 ± 0,25 8,75 ± 2,40 40 A5 13,42 ± 0,24 9,89 ± 2,30 50 A6 12,99 ± 0,26 9,73 ± 1,56 - B1 14,17 ± 0,93 9,00 ± 0,19 10 B2 13,85 ± 0,45 9,52 ± 1,72 20 B3 14,22 ± 0,57 8,99 ± 0,62 telur bebek 35 B4 13,81 ± 0,65 13,73 ± 0,00 40 B5 13,38 ± 0,26 10,21 ± 2,44 50 B6 13,34 ± 0,37 9,83 ± 1,62
32 Tabel 7 Derajat kristalin masing-masing sampel Sumber Ca % kitosan Kode sampel Derajat kristalin - A1 86 ± 3 10 A2 77 ± 3 20 A3 74 ± 2 telur ayam 35 A4 75 ± 4 40 A5 73 ± 1 50 A6 72 ± 4 - B1 88 ± 2 10 B2 80 ± 4 20 B3 83 ± 1 telur bebek 35 B4 74 ± 4 40 B5 77 ± 1 50 B6 84 ± 5 PO 4 Gambar 20 Spektra FTIR sampel dengan sumber Ca cangkang telur ayam
33 Gambar 20 Spektra FTIR sampel dengan sumber Ca cangkang telur ayam. CO 3 PO 4 CO 3 PO CO 4 3 CO 3 PO 4 Gambar 21 Spektra FTIR sampel dengan sumber Ca cangkang telur bebek. Gambar 22 Morfologi kitosan murni.
34 (a) (b) Gambar 23 Morfologi kristal apatit dengan sumber Ca dari cangkang telur ayam (a) dan bebek (b).
35 (a) (b) Gambar 24 Morfologi komposit apatit-kitosan 20% dengan sumber Ca dari cangkang telur ayam (a) dan bebek (b). Penambahan kitosan pada kristal apatit menyebabkan warna komposit lebih kekuningan dibandingkan sampel kristal apatit. Perubahan karakter fisik warna
36 pada sampel komposit dengan sumber Ca cangkang telur ayam mulai terjadi pada penambahan kitosan 35%, sementara pada sampel dengan sumber Ca cangkang telur bebek perubahan warna mulai teramati pada penambahan kitosan 20%. Perubahan warna ini mulai teramati jelas setelah penyimpanan 1 minggu. Penambahan kitosan sebanyak 20% pada sampel apatit dengan sumber Ca cangkang telur ayam, tidak menyebabkan terjadinya perubahan warna, sampai masa penyimpanan 3 bulan. Gambar 25 dan 26 memperlihatkan karakter warna sampel pada penyimpanan selama 2 bulan. (A1) (A2) (A3) (A4) (A5) (A6) Gambar 25 Karakter fisik sampel dengan sumber Ca cangkang telur ayam. (B1) (B2) (B3) (B4) (B5) (B6) Gambar 26 Karakter warna sampel dengan sumber Ca cangkang telur bebek