BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

ANALISIS RESPON MASYARAKAT TERHADAP RENCANA KENAIKAN HARGA BBM JENIS PREMIUM (Kasus: Pengendara Mobil Pribadi di Bogor) OLEH CAROLIN SINAGA H

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari fosil hewan dan tumbuhan yang telah terkubur selama jutaan tahun.

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang. peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Pengendalian. Pengguna. Bahan Bakar Minyak.

BAB 1 PENDAHULUAN. kepadatan tersebut diimbangi dengan tingginya penggunaan kendaraan bermotor yang

Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG HARGA JUAL ECERAN DAN KONSUMEN PENGGUNA JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU

I. PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia sebagai salah satu anggota OPEC (Organization of. Tabel 1. Kondisi Perminyakan Indonesia Tahun

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN

SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG HARGA JUAL ECERAN DAN KONSUMEN PENGGUNA JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang sarana transportasi.sektor transportasi merupakan salah satu sektor

BEBAN SUBSIDI BBM DALAM APBN TAHUN 2013

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

KEBIJAKAN DAN ALOKASI ANGGARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK TAHUN 2013

Analisis Dampak Pelaksanaan Program Low Cost Green Car Terhadap Pendapatan Negara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 46 SERI E

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

4. GAMBARAN UMUM 4.1 Pertumbuhan Ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. dampak yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Dalam periode 2005

Tugas Akhir Universitas Pasundan Bandung BAB I PENDAHULUAN

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan :

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Uka Wikarya. Pengajar dan Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat,

Bukan berarti rencana tersebut berhenti. Niat pemerintah membatasi pembelian atau menaikkan harga BBM subsidi tidak pernah berhenti.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK

BAB I PENDAHULUAN. Dalam wilayah suatu negara akan ada kota yang sangat besar, ada kota

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN. dalam menjalankan aktivitas ekonomi suatu negara. Seiring dengan pertambahan

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebijakan pemerintah siap menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN KEBIJAKAN HARGA BERSUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK DARI MASA KE MASA Jumat, 30 Maret 2012

ANALISIS MASALAH BBM

BABI PENDAHULUAN. Seiring perkembangan sektor-sektor perekonomian dan pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG

Copyright BPH Migas 2014, All Rights Reserved

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BAB I PENDAHULUAN. minyak dunia yang turun, dollar yang menguat dan revolusi shale gas oleh Amerika

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

Sembuh Dari Penyakit Subsidi BBM: Beberapa Alternatif Kebijakan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK

I. PENDAHULUAN. Namun demikian cadangan BBM tersebut dari waktu ke waktu menurun. semakin hari cadangan semakin menipis (Yunizurwan, 2007).

Mengapa Harga BBM Harus Naik?

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan program Konversi minyak tanah ke LPG yang ditetapkan oleh

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL

Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014

Pengendalian Konsumsi BBM Bersubsidi

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi barang kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia yang semakin

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Model ekonomi keseimbangan umum digunakan untuk menganalisis secara

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI INEFISIENSI BBM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAHAN BAKAR. Minyak. Harga Jual Eceran.

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WAJIBKAN INDUSTRI MEMRODUKSI MOBIL BER-BBG: Sebuah Alternatif Solusi Membengkaknya Subsidi BBM. Oleh: Nirwan Ristiyanto*)

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

Maklumat Perlawanan Kenaikan Harga BBM. Tolak Kenaikan Harga BBM! Nasionalisasi Industri Migas di Bawah Kontrol Rakyat! Ganti Rezim, Ganti Sistem!

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

2015, No Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhi

Subsidi BBM pada APBN. Komposisi Subsidi pada APBN 55% 50% 44% 44% 43% 35% 33% 33% APBN APBN LKPP LKPP LKPP APBN. Perkembangan Subsidi BBM ( )

PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENELAAHAN PRIORITAS BESARAN CADANGAN BAHAN BAKAR NASIONAL. Agus Nurhudoyo

VIII. EFISIENSI DAN STRATEGI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat.

Pidato Presiden RI tentang Pelaksanaan Penghematan Energi Nasional, Jakarta, 29 Mei 2012 Selasa, 29 Mei 2012

BAB I PENDAHULUAN. Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business)

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB I. PENDAHULUAN. Seiring perkembangan negara Indonesia, laju pertumbuhan ekonomi yang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan harga minyak tanah tentunya akan berdampak pada kondisi

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa

Katalog BPS :

I. PENDAHULUAN. Administrasi (2010), Jakarta mempunyai luas 7.659,02 km 2. penduduk sebesar jiwa. Jakarta juga mempunyai kepadatan penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki potensi besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. dan meningkatkan fungsi kinerja perusahaan untuk mencapai kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Harga bahan bakar minyak memegang peranan yang sangat penting dalam

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH TAHUN 2014

Mencari Harga BBM Yang Pantas Bagi Rakyat Indonesia

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Tata Cara

PEMODELAN DEMAND TRANSPORTASI DI KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Kecamatan Banyumanik) TUGAS AKHIR

Transkripsi:

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas penentu kelangsungan perekonomian suatu negara. Hal ini disebabkan oleh berbagai sektor dan kegiatan ekonomi di Indonesia mengandalkan BBM sebagai sumber energi dalam beraktivitas. Setiap aktivitas yang dilakukan oleh entitas ekonomi tidak lepas dari penggunaan BBM, mulai dari kegiatan yang dilakukan oleh rumah tangga hingga perusahaan yang memproduksi barang dan jasa. Ditinjau dari segi transportasi, keberadaan BBM sangat penting adanya karena kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh kemudahan dan akses transportasi yang baik. Oleh karena itu, BBM berkaitan erat dengan sistem transportasi sebagai sumber tenaga penggerak. Sejak tahun 2002, Indonesia telah melakukan impor minyak mentah terkait dengan penurunan produksi minyak dalam negeri. Di samping itu, Indonesia juga menerapkan kebijakan subsidi BBM untuk menekan beban masyarakat akan tingginya harga minyak dunia. Besarnya jumlah pemberian subsidi ini akan mengalami fluktuasi selaras dengan perubahan harga minyak dunia. Secara tentatif dan tertuang dalam Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2005-2025, Indonesia memberikan subsidi BBM dalam beberapa jenis, yakni subsidi untuk minyak tanah, premium dan solar. Subsidi yang paling besar memakan dana adalah subsidi BBM jenis premium. 1 Subsidi BBM jenis premium diberikan pada angkutan pribadi, angkutan umum, angkutan khusus, TNI/Polri. Hingga kini pemerintah masih mempelajari dan mempertimbangkan dampak kebijakan harga BBM terutama terhadap kelompok masyarakat menengah ke bawah. Hal ini memperlihatkan bahwa kebijakan di sektor energi masih sangat responsif. Suparmoko (2002) menjelaskan bahwa rendahnya harga BBM merupakan salah satu sumber defisit APBN yang sangat dominan. Ia mengemukakan bahwa hal ini memaksa pemerintah menaikkan harga BBM dengan rata-rata 30 persen pada tahun 2001. Jika pemerintah tidak menaikkan harga BBM sebesar 30 persen, subsidi BBM akan melonjak menjadi Rp 66 triliun pada tahun tersebut. BBM merupakan bahan dasar untuk melakukan kegiatan di segala sektor dan 1 Blueprint BPH Migas 2005-2025, Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia, 2005

2 kehidupan, maka kenaikan harga BBM yang sangat drastis akan menaikkan harga barang dan jasa termasuk harga kebutuhan sehari-hari bagi masyarakat walaupun pada kenyataannya biaya BBM hanya mencakup sekitar 6 persen dari rata-rata biaya produksi industri pengolahan. Sementara itu bagi rumah tangga, pengeluaran untuk BBM hanya meliputi sekitar 1,07 persen untuk kelompok miskin dan 0,15 persen untuk rumah tangga kelompok tidak miskin, atau total 0,21 persen dari anggaran belanja keluarga. Namun untuk pengeluaran transportasi rata-rata rumah tangga miskin dan tidak miskin mengeluarkan sekitar 2,60 persen dari seluruh anggaran belanja rumah tangga. Oleh karena itu, kelompok rumah tangga miskinlah yang paling terbebani oleh kenaikan harga BBM, karena di samping kebutuhan bahan bakar dan transportasi, kebutuhankebutuhan lainnya pasti naik juga harganya, sedangkan penghasilan mereka relatif kecil. Tabel 1. Produksi, Konsumsi dan Impor BBM di Indonesia Tahun 2005-2010 (Ribu Barel) Tahun Produksi BBM Konsumsi BBM Impor BBM Rasio Impor/Produksi (%) 2005 268.529 397.802 164.842 61 2006 257.821 374.691 131.765 51 2007 244.396 383.453 149.479 61 2008 251.531 388.107 153.105 61 2009 246.289 379.142 137.817 56 2010 241.156 388.241 146.997 61 Sumber: BPS (2010), diolah Dari data pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa produksi BBM Indonesia berada di bawah jumlah kebutuhan untuk konsumsi nasional. Hal ini menyebabkan pemerintah harus mengimpor BBM dari luar negeri untuk menutupi defisit kebutuhan nasional tersebut. Produksi BBM dalam negeri menurun dari tahun ke tahun, pada tahun 2005 Indonesia memproduksi 268.529.000 barel BBM dan menurun hingga 241.156.000 barel BBM pada tahun 2010. Dilihat dari rasio antara jumlah impor BBM dengan produksi nasional, jumlah impor BBM selalu di atas 50 persen. Berarti Indonesia tidak dapat mencukupi setengah dari kebutuhan BBM nasional. Impor BBM yang semakin banyak dengan harga minyak dunia yang berfluktuatif menyebabkan ketidakpastian dalam jumlah subsidi yang harus dikeluarkan pemerintah.

3 Seiring dengan pesatnya pertumbuhan jumlah penduduk yang mengiringi pertumbuhan ekonomi, eksploitasi sumber energi fosil akan terjadi, terutama eksploitasi minyak. Hal ini merupakan lampu kuning bagi Indonesia yang diprediksi akan menjadi negeri pengimpor minyak secara menyeluruh pada tahun 2030, di mana akan terjadi defisit hingga 650 juta barel (Kementerian Komunikasi dan informasi Republik Indonesia, 2011). Hal ini membuat pemerintah harus lebih menggalakkan program-program penghematan BBM di dalam negeri agar Indonesia tidak semakin terpuruk dalam konsumsi BBM berlebih. Tabel 2. Pengeluaran dan Subsidi Pemerintah di Indonesia Tahun 2005-2011 (Triliun Rupiah) Sektor 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Pengeluaran Total 361 440 505 693 629 782 837 Total Subsidi 121 108 150 275 138 201 188 Subsidi Bahan bakar 96 64 84 139 45 89 96 Subsidi Listrik 9 31 33 84 50 55 41 Penanaman Modal 33 55 64 73 76 95 136 Pertahanan 22 24 31 9 13 21 47 Pendidikan 29 45 51 55 85 97 92 Kesehatan 6 12 16 14 16 20 14 Jaminan Sosial 2 2 3 3 3 4 5 Sumber: Kementerian Keuangan Republik Indonesia (2012) Dari data pada Tabel 2, dapat dilihat bahwa subsidi bahan bakar berfluktuatif dari tahun ke tahun. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, terutama oleh harga minyak dunia. Subsidi paling tinggi terjadi pada tahun 2008, sebesar Rp 139 triliun. Pada tahun 2011 subsidi untuk bahan bakar dalam APBN sebesar Rp 96 triliun. Pada tahun 2012, APBN yang dianggarkan pemerintah untuk membiayai subsidi BBM sebesar Rp 137,4 triliun. Tetapi seiring dengan peningkatan konsumsi BBM di Indonesia, diperkirakan anggaran tersebut akan melonjak hingga Rp 234,2 triliun. Jika subsidi terhadap bahan bakar dapat ditekan maka anggaran pemerintah dapat dialokasikan untuk subsidi di bidang lain seperti pendidikan, pertahanan, kesehatan dan untuk jaminan sosial. Menurut Kementerian Keuangan Republik Indonesia, eksplorasi minyak mentah di Indonesia merupakan kerjasama antara pemerintah dengan kontraktor asing. Jumlah minyak mentah yang merupakan hak pemerintah adalah 80 persen dan 20 persen untuk kontraktor asing. Pemakai terbesar BBM nasional adalah

4 sektor transportasi. Bagi sektor transportasi sendiri, BBM adalah bahan bakar utama (nyaris 100 persen) yang sulit digantikan dengan bahan bakar lain. Penggunaan BBM yang tidak efisien dapat kita lihat akibatnya pada kemacetan, terutama di kota-kota besar. Mobil-mobil tua dengan mesin yang boros penggunaan BBM kerap ditemukan di jalan raya. Laju pertumbuhan kendaraan yang sangat cepat belum didukung oleh pertambahan infrastrukturnya. Tabel 3. Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis Kendaraan di Indonesia Tahun 2008-2010 (Unit) Jenis Kendaraan 2008 2009 2010 Unit % Unit % Unit % Mobil Penumpang 7.695.500 12,39 8.111.508 12,04 8.828.114 11.45 Bus 2.138.439 3,44 2.238.790 3,32 2.351.297 3.05 Truk 4.569.519 7,36 4.610.400 6,84 4.818.280 6.25 Sepeda Motor 47.683.681 76,80 57.433.132 77,80 61.133.032 79.26 Total 62.087.139 100,00 67.393.139 100,00 77.130.723 100,00 Sumber: Statistik Indonesia (BPS, 2011), diolah Dari data pada Tabel 3, mobil penumpang yang di dalamnya termasuk mobil pribadi dari tiga tahun terakhir menempati posisi kedua yang mendominasi keberadaan kendaraan bermotor di Indonesia. Jumlah kendaraan mobil penumpang selalu memiliki penambahan jumlah dari tahun ke tahun walaupun persentasenya menurun sedikit demi sedikit. Dari data pada Tabel 3 juga dapat dilihat bahwa sepeda motor memiliki persentase terbesar dari jumlah kendaraan bermotor di Indonesia. Dengan mobil penumpang di urutan kedua, diprediksi bahwa pengguna BBM jenis premium mayoritas adalah masyarakat menengah ke atas yang memiliki kendaraankendaraan tersebut. Menurut data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia, sektor transportasi menguras dana yang cukup banyak, yakni Rp 113 triliun rupiah dari anggaran total APBN 2005. Perubahan jumlah kendaraan pribadi yang meningkat drastis tidak lepas dari akibat kebijakan pemerintah yang tidak memprioritaskan pengembangan angkutan umum massal, padahal kendaraan pribadi yang menyumbang 88 persen dari total populasi kendaraan hanya menyumbang 44 persen pengguna jalan sementara 53 persen sisanya diangkut oleh kendaraan umum yang hanya menyumbang 4,5 persen dari

5 populasi kendaraan. Hal ini menunjukkan secara langsung bahwa subsidi BBM justru dinikmati oleh pengendara privat baik mobil maupun motor pribadi dan bukan angkutan umum. Kebijakan subsidi BBM yang diberlakukan oleh pemerintah ini menjadi tidak tepat sasaran. Berdasarkan kajian Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas, ketidaktepatan sasaran dari subsidi BBM dikarenakan oleh ketiadaan pengawasan dalam pendistribusian, baik BBM bersubsidi maupun BBM tidak bersubsidi. Lemahnya pengawasan ini terjadi karena tidak adanya koordinasi lintas sektoral antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kurang efektifnya komunikasi ini menyebabkan kelangkaan BBM dan penyalahgunaan BBM bersubsidi. Jika masalah ini terus berlanjut maka masalah-masalah di sektor BBM dapat menghambat pertumbuhan ekonomi lintas sektoral. Peranan pemerintah dalam bidang alokasi adalah untuk menjamin tercapainya penggunaan sumber ekonomi yang efisien, yang tidak dapat dicapai melalui mekanisme pasar bebas. Ekonom membedakan efisiensi menjadi dua, yaitu efisiensi alokasi dan x-efficiency. Efisiensi alokasi adalah alokasi sumbersumber ekonomi sesuai dengan kendala anggaran konsumen barang dan jasa. X- efficiency menunjukkan kondisi pada sisi penawaran, yaitu apakah penyediaan suatu barang dan jasa sudah dilaksanakan dengan biaya minimum. Selain berperan dalam bidang alokasi sumber daya, pemerintah juga berperan dalam distribusi. Pemerintah dapat memengaruhi distribusi pendapatan secara tidak langsung dengan kebijaksanaan pengeluaran pemerintah misalnya dengan subsidi BBM jenis premium (Mangkoesoebroto, 2000). Besarnya subsidi BBM yang dikeluarkan oleh pemerintah bergantung pada harga minyak dunia yang sering tidak stabil. Semakin tinggi harga minyak dunia maka pemerintah akan menganggarkan dana yang makin banyak untuk dana subsidi. Alternatif untuk menekan pengeluaran pemerintah adalah dengan menaikkan harga BBM, khususnya jenis premium yang merupakan konsumsi energi tertinggi. Jika pemerintah menaikkan harga dasar BBM jenis premium, hal ini akan berimbas pada konsumen, yakni masyarakat Indonesia. Menurut Walter Nicholson (1995), akan terjadi dua perubahan jika terjadi kenaikan harga BBM

6 jenis premium. Perubahan pertama terjadi pada efek substitusi, meskipun konsumen mempertahankan tingkat kepuasan yang sama, pola konsumsi akan dialokasikan ulang untuk menyamakan MRS dengan rasio harga yang baru. Pengaruh yang kedua adalah efek pendapatan yang timbul karena perubahan harga pasti mengubah pendapatan riil seseorang. Secara implisit dapat ditarik kesimpulan bahwa kenaikan harga (pengurangan subsidi) BBM akan berdampak negatif terhadap tingkat kesejahteraan pengendara mobil. Dalam penelitian ini, akan dilihat bagaimana respon pengendara mobil pribadi jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium dan kesediaan membayar mereka terhadap satu liter BBM jenis premium. Penting juga untuk dikemukakan bahwa konsumsi BBM dapat dipengaruhi oleh beberapa variabel seperti jenis kelamin, usia, jumlah tanggungan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan responden, tingkat pendapatan anggota keluarga lainnya, kesediaan membayar terhadap satu liter BBM jenis premium, perilaku menghemat jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium, CC mobil dan tingkat konsumsi BBM jenis premium per bulan. 1.2 Permasalahan Dapat diprediksi bahwa sektor transportasi akan mendapatkan pengaruh yang nyata jika terjadi kenaikan harga BBM jenis premium. Tetapi, tidak hanya sektor transportasi yang akan berdampak. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2012 tentang Harga Jual Eceran dari Konsumen Pengguna Jenis Bahan Bakar Tertentu menyebutkan bahwa ada beberapa kategori pengguna BBM bersubsidi selain untuk sektor transportasi, antara lain: usaha perikanan yang terdiri dari nelayan dan pembudi daya ikan skala kecil; usaha pertanian kecil dengan luas maksimal dua hektar; usaha mikro; dan berbagai pelayanan umum lainnya. Semua pihak yang berada dalam sektor tersebut akan terkena dampak dari kenaikan harga BBM jenis premium. Untuk mengendalikan konsumsi BBM, pemerintah memaparkan dan mencanangkan lima program. Program-program tersebut adalah konversi BBM ke bahan bakar gas; melarang kendaraan pelat merah, pertambangan dan perkebunan menggunakan BBM bersubsidi; melarang Perusahaan Listrik Negara

7 (PLN) membangun pembangkit listrik berbahan bakar BBM; melakukan penghematan di semua kantor pemerintah dan badan usaha milik negara. Tabel 4. Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis Kendaraan di Jawa Barat Tahun 2006-2010 (Unit) Tahun Mobil Penumpang Bus Truk Sepeda Motor Total 2006 466.117 129.547 373.703 1.481.789 2.451.156 2007 495.295 150.242 451.372 1.991.862 3.088.771 2008 507.552 162.705 451.495 2.126.612 3.248.364 2009 526.508 171.000 451.987 2.378.188 3.248.364 2010 548.641 177.578 451.372 2.615.527 3.811.158 Sumber: Statistik Indonesia (BPS, 2011) Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa dari tahun 2006 sampai tahun 2010 jumlah mobil penumpang di Jawa Barat memiliki tren yang selalu meningkat. Peningkatan jumlah mobil penumpang di Jawa Barat berimplikasi kepada peningkatan volume konsumsi BBM jenis premium di Indonesia. Tingginya jumlah kendaraan di Jawa Barat menyebabkan kepadatan jalan yang jika tidak diantisipasi oleh pemerintah dapat mengakibatkan kemacetan dan masalah lainnya di masa yang akan datang. Tabel 5. Jumlah Tanda No. Kendaraan Bermotor yang Dikeluarkan SAMSAT Polres Kota Bogor Tahun 2004, 2005 dan 2010 (Unit) Tahun Mobil Penumpang Mobil Barang Bus Motor Total 2004 195.657 113.969 188.790 719.276 1.217.692 2005 200.218 123.352 212.500 970.572 1.506.642 2010 12.957 2.283 158 53.113 68.511 Sumber: Kota Bogor dalam Angka (BPS, 2011) Data pada Tabel 5 menunjukkan data tahun 2004, 2005 dan 2010 mengenaik jumlah tanda nomor kendaraan yang dikeluarkan aparat negara yang berwenang. Volume kendaraan di atas menunjukkan bahwa setiap tahun Polres Kota Bogor mengeluarkan surat kendaraan bermotor yang berarti penambahan jumlah kendaraan bermotor secara agregat di Kota Bogor. Jumlah kendaraan bermotor yang diurus tanda nomor kendaraannya oleh Polres Kota Bogor memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini

8 dapat terjadi mungkin karena kuantitas dan kualitas jalan yang sudah cukup padat dan tidak memadai jika terjadi penambahan kendaraan yang lebih tinggi. Tabel 6. Konsumsi BBM Jenis Premium di Indonesia Tahun 2005-2010 (Barel/Orang) Tahun Jumlah Jumlah Konsumsi BBM Jenis BBM Jenis Premium per Penduduk Premium (Ribu Barel) Orang (Barel/Orang) (Orang) 2005 344.780 227.303.175 1.52 2006 323.526 229.918.547 1.41 2007 333.060 232.461.746 1.43 2008 336.780 234.951.154 1.43 2009 330.721 237.414.495 1.39 2010 341.337 239.870.937 1.42 Sumber: Kementerian ESDM (2011), diolah Dari data pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa masing-masing orang mengkonsumsi lebih dari satu barel BBM jenis premium per tahunnya. Tingginya konsumsi ini mengindikasikan tingginya mobilitas masyarakat Indonesia yang berhubungan dengan produktivitas masyarakat Indonesia. Berdasarkan latar belakang tersebut, perumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah: 1. Berapakah nilai willingness to pay (kesediaan membayar) pengendara mobil pribadi terhadap BBM jenis premium per liter? 2. Faktor-faktor apa sajakah yang memengaruhi respon masyarakat terutama pengendara mobil pribadi di Bogor terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan pada perumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menghitung nilai willingness to pay (kesediaan membayar) pengguna mobil pribadi terhadap BBM jenis premium per liter. 2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi respon masyarakat terutama pengendara mobil pribadi di Bogor terhadap rencana kenaikan harga BBM jenis premium.

9 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi akademisi dan peneliti khususnya di dalam pengembangan Model Regresi Logistik dan Crosstabs dengan SPSS yang terkait dengan respon masyarakat. 2. Bagi pemerintah, agar turut memperhatikan respon masyarakat tentang harga BBM jenis premium dan sebagai bahan pertimbangan kebijakan untuk menentukan harga BBM jenis premium yang sampai saat ini masih disubsidi oleh pemerintah. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah: (1) Wilayah penelitian dibatasi pada daerah Bogor; (2) Objek penelitian adalah pengendara mobil pribadi yang tinggal di sekitar wilayah penelitian sebagai responden; (3) Responden adalah mereka yang memiliki dan menggunakan mobil pribadi dengan BBM jenis premium sebagai bahan bakarnya.