BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena antrian menjadi hal yang sudah tidak asing terlihat di tempat umum, seperti pusat perbelanjaan, stasiun kereta api, rumah sakit, bank, dan lain sebagainya. Fasilitas atau pelayanan yang ditawarkan beberapa lokasi tersebut membuat masyarakat bersedia untuk mengantri menghabiskan waktunya agar mendapatkan sesuatu yang diharapkan dari tempat tersebut. Bahkan, fenomena mengantri ini bukan hanya terjadi pada manusia tetapi juga objek lain seperti halnya data yang mengantri untuk diproses dalam suatu mesin, pesawat yang berputarputar menunggu sebelum diizinkan untuk landing di bandara dan mobil-mobil yang berhenti di lampu lalu lintas (Taha, 2007). Jadi fenomena mengantri terjadi karena jumlah objek atau pelanggan yang datang untuk dilayani lebih banyak daripada sumber daya pelayanan yang dimiliki, sehingga objek atau pelanggan yang datang harus menunggu sebelum akhirnya mendapatkan pelayanan. Jumlah pelanggan dalam sistem pelanggan fisik seperti bank dan supermarket, menjadi faktor yang penting dalam keputusan pelanggan untuk bergabung dalam antrian (Lu et al, 2012). Lu et al (2012) juga menjelaskan bahwa perilaku transaksi pelanggan dipengaruhi oleh persepsi waktu tunggu yang dapat dibentuk berdasarkan panjang antrian dan jumlah pelayanan yang ada. Jadi, jika pelanggan membuat keputusan bergabung dengan antrian berdasarkan panjang antrian, maka antrian yang panjang dapat menyebabkan pelanggan memutuskan untuk meninggalkan antrian tersebut. Hal ini merupakan suatu kerugian bagi pihak perusahaan karena kehilangan pelanggannya (Putranto, 2014). Dengan demikian untuk tetap menjaga kesetiaan pelanggan, perusahaan harus meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan. Namun, dalam meningkatkan kualitas pelayanan tentunya juga akan mempengaruhi biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan. Taylor (2001) menyatakan bahwa tingkat atau fasilitas pelayanan di dalam suatu sistem antrian harus didesain agar mencapai tingkat pelayanan yang optimal 1
EXPECTED COST 2 sehingga biaya total yang dikeluarkan menjadi optimal. Oleh karena itu, dalam suatu sistem antrian terdapat trade-off antara biaya pelayanan dengan biaya menunggu (Heizer dan Render, 2011). Dimana dengan meningkatkan fasilitas pelayanan (misalnya jumlah loket pelayanan) akan menyebabkan meningkatnya biaya pelayanan dan menurunkan biaya dari menunggunya pelanggan (Taha, 2007). Dapat dilihat pada Gambar 1.1 bahwa semakin tinggi tingkat pelayanan semakin tinggi pula biaya pelayanan sedangkan biaya menunggu akan semakin rendah, begitu pula sebaliknya. Penjumlahan dari kedua biaya tersebut akan menghasilkan biaya total. Dari biaya total, akan diperoleh titik optimum sebagai solusi dimana pada titik tersebut akan tercapai tingkat pelayanan maksimal dengan total biaya yang minimal. 60 50 40 30 20 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 LEVEL OF SERVICE Cost of Service Cost of Waiting Sum of Cost Gambar 1.1 Kurva Trade-off Biaya Pelayanan dan Biaya Menunggu (Hiller dan Lieberman, 2001) Dalam mencari total biaya minimal tidaklah sederhana, namun diperlukan sebuah model optimasi antrian. Model optimasi ini dapat membantu perusahaan menentukan keputusan jumlah fasilitas pelayanan (server) yang tepat dengan mempertimbangkan biaya yang dikeluarkan, sehingga model optimasi antrian menjadi hal penting dalam menyelesaikan masalah antrian. Dalam sistem antrian terdapat dua pendekatan yang digunakan, yaitu pendekatan time-independent dan pendekatan time-dependent. Menurut Liani
3 (2008) kondisi sistem nyata tingkat kedatangan berkaitan dengan waktu, misalnya waktu istirahat, periode pembayaran kuliah, dan jam kerja. Oleh karena itu, pendekatan time-independent dirasa belum tepat untuk menganalisis suatu sistem antrian (Mustova, 2010), sehingga penelitian mengenai pendekatan time-dependent dalam mengurangi waktu antrian terus berkembang. Saat ini beberapa model matematis telah dikembangkan dengan pendekatan time-dependent, seperti yang telah dilakukan oleh Wulandari (2007), Widiatmoko (2007), Liani (2008), dan Woko (2008). Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengurangi waktu antrian dengan lebih merepresentasikan keadaan sistem nyata yang bergantung pada waktu. Pendekatan time-dependent dalam analisis antrian dapat digunakan untuk menentukan part time server (Mustova, 2010). Part time server merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang lebih dinamis dibandingkan konsep full time server. Full time server merupakan konsep yang umum digunakan di perusahaan, yang berarti jumlah server adalah tetap sepanjang waktu kerja (Mustova, 2010). Apabila perusahaan menerapkan konsep full time server, maka pada saat periode sibuk, antrian menjadi bertambah banyak dan kemungkinan kehilangan pelanggan menjadi lebih besar (Mustova, 2010), sedangkan untuk periode biasa akan terdapat server yang menganggur. Berbeda dengan full time server, konsep part time server adalah server yang hanya digunakan untuk membantu server utama dalam mengurangi antrian yang panjang atau menggantikan pada waktu istirahat, setelah panjang antrian kembali normal atau waktu istirahat selesai part time server akan diberhentikan. Part time server ini berasal dari karyawan bagian lain yang memiliki waktu luang dan dapat membantu server utama. Oleh karena itu, konsep part time server menjadi hal yang lebih diperlukan untuk mengatasi panjang antrian. Model antrian yang telah dikembangkan dengan pendekatan time-dependent oleh Wulandari (2007), Widiatmoko (2007), Liani (2008) dan Woko (2008) masih belum mampu mempertimbangkan pentingnya part time server karena model antrian tersebut masih berupa perhitungan performansi sistem antrian. Padahal semakin kompleksnya kondisi operasi antrian saat ini, terutama dalam rangka
4 peningkatan kemampu-usahaan sebuah entitas bisnis, cukup banyak praktik-praktik penambahan part time server (Liani et al, 2009). Mustova (2010) melakukan pengembangan model antrian dengan pendekatan time-dependent untuk menentukan part time server dalam mengurangi waktu antrian pada periode sibuk. Dalam menentukan part time server Mustova (2010) hanya melihat dari tingkat keramaian kedatangan pelanggan, tanpa membuat model matematis yang dapat digunakan secara general sebagai pertimbangan perusahaan dalam menentukan jumlah part time server yang diperlukan. Oleh karena itu, masih diperlukan pengembangan model matematis dalam menentukan part time server dengan pendekatan time-dependent. Dari pengembangan model ini diharapkan model sistem antrian akan lebih mendekati sistem antrian yang nyata karena kondisi saat ini part time server lebih banyak diperlukan, seperti di bank dan supermarket. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian, masalah dalam penelitian ini adalah masih diperlukannya pengembangan model matematis part time server untuk mengurangi panjang antrian atau jumlah pelanggan di dalam sistem. 1.3 Asumsi dan Batasan Masalah Asumsi dan batasan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Penelitian dilakukan dengan pendekatan time dependent multi channel single phase dengan tidak mempertimbangkan aspek biaya secara langsung. 2. Model part time server yang dibangun bertujuan untuk mengurangi waktu antrian yang direpresentasikan dengan mengurangi panjang antrian atau jumlah pelanggan di dalam sistem. 3. Jumlah teller dan jumlah part time server sesuai dengan kebijakan perusahaan. 4. Terdapat minimum waktu part time server beroperasi. 5. Penelitian berfokus pada pelanggan yang datang, dilayani, dan kemudian keluar dari sistem.
5 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penentuan model matematis part time server. 2. Membangun model part time server terbaik untuk mengurangi panjang antrian. 3. Mengetahui pengaruh penerapan model part time server dalam mengurangi jumlah pelanggan di dalam sistem. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah didapatkan model matematis part time server yang dapat mewakili sistem antrian yang nyata dan dijadikan pertimbangan perusahaan saat mengambil keputusan untuk menambah pelayanan dalam mengurangi jumlah pelanggan di dalam sistem.