IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL

III. METODOLOGI PENELITIAN

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

3 METODOLOGI PENELITIAN

FORMULASI SEDIAAN KRIM TIPE M/A DARI MINYAK ATSIRI NILAM (Pogostemon cablin B.) DAN UJI AKTIVITAS REPELAN SKRIPSI

BAB II METODE PENELITIAN. A. Kategori Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

3 METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Metode Penelitian. Ekstraksi Minyak Biji Kamandrah Metode Pengempaan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. L.) yang diperoleh dari Pasar Sederhana, Kelurahan. Cipaganti, Kecamatan Coblong dan Pasar Ciroyom, Kelurahan Ciroyom,

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan A. PENENTUAN FORMULA LIPSTIK

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III MATERI DAN METODE. Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penentuan rancangan formula krim antinyamuk akar wangi (Vetivera zizanioidesi

KAJIAN PENGGUNAAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) DAN BEE POLLEN PADA PEMBUATAN SABUN OPAQUE ABSTRACT

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Teknologi Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis P-larut batuan fosfat yang telah diasidulasi dapat dilihat pada Tabel

III. METODOLOGI PENELITIAN

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari - Februari 2014 bertempat di

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODE. = hasil pengamatan pada ulangan ke-j dari perlakuan penambahan madu taraf ke-i µ = nilai rataan umum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan dari formula Hair Tonic sari lidah buaya (Aloe vera L.) dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

Lampiran 1. Diagram alir pembuatan sabun transparan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan

PENGARUH PENAMBAHAN KARBON AKTIF TERHADAP REAKSI TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN (Aleurites trisperma) YANG SUDAH DIPERLAKUKAN DENGAN KITOSAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

3 METODOLOGI 3.1 WAKTU DAN TEMPAT 3.2 ALAT DAN BAHAN 3.3 METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR

III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB IV PROSEDUR KERJA

Metodologi Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

Gambar 7 Desain peralatan penelitian

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

BAB III METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Lindi hitam (black liquor) merupakan larutan sisa pemasak yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. gugus hidrofilik pada salah satu sisinya dan gugus hidrofobik pada sisi yang

Hasil dari penelitian ini berupa hasil dari pembuatan gliserol hasil samping

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Agustus 2011 di laboratorium Riset Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Pendidikan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan

MODUL I Pembuatan Larutan

LAMPIRAN C PERHITUNGAN UMPAN DAN PRODUK

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel

Lampiran 1. Surat keterangan hasil identifikasi tumbuhan jahe merah

III. BAHAN DAN METODE

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA

METODE. Waktu dan Tempat

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

Sistem tiga komponen

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

III. METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya. Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan determinasi tanaman.

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Sabun Cuci Piring Cair dari Minyak Goreng Bekas (Jelantah) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

FORMULASI LOTION EKSTRAK BUAH RASPBERRY(Rubus rosifolius) DENGAN VARIASI KONSENTRASI TRIETANOLAMIN SEBAGAI EMULGATOR SERTA UJI HEDONIK TERHADAP LOTION

METODOLOGI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab IV Hasil dan Diskusi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II KERANGKA TEORI

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juni 2016 di Laboratorium Proteksi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

PRESENTASI TUGAS AKHIR FINAL PROJECT TK Dosen Pembimbing : Ir. Sri Murwanti, M.T. NIP

Di sampaikan Oleh: Azis Ikhsanudin

DAFTAR ISI HALAMAN PERNYATAAN ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMA KASIH... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR...

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan rimbang

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian secara umum dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. FORMULASI Formulasi antinyamuk spray ini dilakukan dalam 2 tahap. Tahap yang pertama adalah pembuatan larutan X. Neraca massa dari pembuatan larutan X tersebut diuraikan pada Gambar 13. Vaseline Polysorbate 80 Aquades 2.5% 36.5% 60% Homogenasi Larutan X 100% Gambar 13. Neraca massa pembuatan larutan X Tahap kedua adalah tahap pembuatan formulanya. Dari kedua perlakuan yang digunakan pada formulasi antinyamuk spray ini, dihasilkan 6 macam formula. Selengkapnya dijelaskan pada Tabel 6 berikut. Tabel 6. Hasil formulasi antinyamuk spray Kode Jenis Kons. Minyak Kons. Kons. Kons. No. Total Formula Pelarut Nilam Pelarut Emulsifier Larutan X 1. M5 Metanol 5% 85% 5% 5% 100% 2. M10 Metanol 10% 70% 10% 10% 100% 3. M20 Metanol 20% 40% 20% 20% 100% 4. H5 Heksana 5% 85% 5% 5% 100% 5. H10 Heksana 10% 70% 10% 10% 100% 6. H20 Heksana 20% 40% 20% 20% 100% berikut. Penampakan dari hasil formula tersebut diperlihatkan pada Gambar 14 25

M5 M10 M20 H10 H20 H10 Gambar 14. Hasil formulasi antinyamuk spray B. UJI KUALITAS FORMULA 1. ph Uji ph dilakukan untuk mengetahui tingkat keasaman dari produk yang dihasilkan. Informasi mengenai nilai ph ini dibutuhkan karena produk tersebut akan diaplikasikan pada kulit manusia. Produk yang diaplikasikan langsung pada permukaan kulit manusia harus memiliki tingkat keasaman yang aman. Produk yang memiliki ph terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat mempengaruhi daya absorbsi kulit sehingga menyebabkan permukaan kulit teriritasi. Menurut Wasiaatmadja, (1997), ph untuk produk tersebut sebaiknya disesuaikan dengan ph kulit, yaitu 4.5 7.0. Nilai ph rata-rata dari produk antinyamuk yang dihasilkan berdasarkan masing-masing formula yang dibuat dapat dilihat di Gambar 15. 26

Gambar 15. Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap ph antinyamuk spray Berdasarkan grafik diatas dapat kita lihat bahwa ph pada formula M5 (pelarut metanol; minyak nilam 5%) dan H10 (pelarut heksana; minyak nilam 10%) memiliki nilai di bawah 4.5. Meskipun tidak terlalu berselisih jauh dari nilai ph yang disarankan, kedua formula tersebut tidak memenuhi syarat untuk dijadikan produk yang diterapkan secara langsung pada kulit manusia. Keempat formula yang lain memiliki nilai ph antara 4.5 sampai 7. Hal ini menunjukkan bahwa formula tersebut dapat digolongkan pada formula yang baik berdasarkan nilai ph. Begitu juga dengan Sofell Spray (SS) sebagai produk pembanding yang memiliki nilai ph 4.73, memenuhi syarat yang dianjurkan sebagai produk yang diterapkan secara langsung pada kulit manusia. Formula dengan pelarut metanol memiliki nilai ph yang lebih tinggi dibandingkan formula dengan pelarut heksana. Hal ini disebabkan karena metanol memiliki sifat yang lebih basa daripada heksana. Bila dilihat dari struktur kimianya, metanol cenderung untuk memiliki sifat yang basa karena mengandung gugus OH -. Sedangkan heksana tidak memiliki gugus OH - (Jacobs, 1997). Pada formula yang menggunakan pelarut metanol, semakin besar konsentrasi bahan aktif yang digunakan menyebabkan nilai ph-nya semakin 27

tinggi (basa). Dan pada formula yang menggunakan pelarut heksana, nilai phnya tidak beraturan (tidak ada trend). Konsentrasi minyak nilam yang digunakan tidak mempengaruhi nilai ph dari produk formula. Hasil analisis ragam (ANOVA) terhadap nilai ph (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perbedaan jenis pelarut tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai ph, dengan f hitung < nilai f tabel (0.6634 < 5.99). Perbedaan konsentrasi minyak nilam juga tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai ph, dengan f hitung < nilai f tabel (1.0472 < 5.14). Interaksi antara penggunaan pelarut dan perbedaan konsentrasi minyak nilam juga tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai ph, dengan f hitung < nilai f tabel (1.5442 < 5.14). Analisis ragam tersebut dilakukan pada taraf nyata α = 0.05. 2. Bobot Jenis Bobot jenis juga merupakan salah satu syarat mutu yang menjadi parameter pada pembuatan antinyamuk. Prinsip pengukuran bobot jenis adalah membandingkan bobot contoh terhadap bobot air pada suhu dan volume yang sama. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan piknometer. Nilai bobot jenis rata-rata dari produk antinyamuk berdasarkan masing-masing formula yang dibuat dapat dilihat pada Gambar 16. Gambar 16. Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap bobot jenis antinyamuk spray 28

Nilai bobot jenis yang ditetapkan oleh SNI untuk produk nonaerosol adalah 0.7 sampai dengan 1.2 g / ml. Dari grafik di atas dapat kita lihat bahwa antinyamuk dengan pelarut heksana dan konsentrasi minyak nilam 5% (formula H5) tidak memenuhi syarat tersebut karena memiliki bobot jenis yang lebih rendah dibandingkan dengan bobot jenis yang ditetapkan oleh SNI (0.69 g / ml < 0.7 g / ml ). Sedangkan formula yang lain dinilai baik karena berada pada kisaran bobot jenis yang ditetapkan oleh SNI. Produk pembanding Sofell Spray (SS) juga memenuhi syarat yang ditentukan berdasarkan SNI karena memiliki bobot jenis sebasar 0.96 g / ml. Semakin banyak konsentrasi minyak nilam yang digunakan menyebabkan bobot jenis formula semakin bertambah. Berarti jumlah minyak nilam yang digunakan memberikan pengaruh pada bobot jenis formula. Bila kita melihat dari struktur kimia pada metanol dan heksana, seharusnya heksana memberikan nilai bobot jenis yang lebih besar daripada metanol. Namun yang terjadi pada penelitian ini adalah sebaliknya. Formula yang menggunakan pelarut metanol memiliki bobot jenis yang relatif lebih tinggi daripada formula yang menggunakan pelarut heksana. Heksana adalah pelarut yang bersifat inert. Selama pencampuran (homogenasi), diduga bahwa heksana yang tidak tercampur dengan baik mengalami penguapan sehingga menyebabkan bobot jenis formula menjadi lebih rendah dari seharusnya. Penguapan heksana ini ditandai dengan terciumnya aroma uap heksana pada saat proses homogenasi. Analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa perbedaan jenis pelarut yang digunakan memberikan pengaruh yang berarti terhadap nilai bobot jenis, dengan f hitung > nilai f tabel (13,657.6776 > 5.99). Uji lanjut dilakukan dengan menggunakan uji Newman Keuls. Hasilnya menunjukkan bahwa memang terjadi perbedaan yang berarti antara penggunaan pelarut metanol dan pelarut heksana. Hal tersebut dikarenakan perbadaan sifat antara pelarut metanol dan pelarut heksana. Hasil analisis ragam (ANOVA) juga menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi minyak nilam yang digunakan memberikan perbedaan yang nyata terhadap nilai bobot jenis, dengan f hitung > nilai f tabel (984.7443 > 5.14). 29

Uji lanjut dengan menggunakan uji Newman Keuls memberikan hasil bahwa terdapat perbedaan yang berarti pada setiap penggunaan konsentrasi minyak nilam. Perbedaan yang terbesar terjadi antara konsentrasi 5% dan 20%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi minyak nilam yang digunakan maka semakin besar pula bobot jenisnya. Interaksi antara jenis pelarut dan konsentrasi minyak nilam pada analisis ragam (ANOVA) juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan, dengan f hitung > nilai f tabel (35.6450 > 5.14). Uji lanjut dengan menggunakan uji Newman Keuls memberikan hasil bahwa terdapat perbedaan yang berarti pada setiap penggunaan pelarut dan konsentrasi minyak nilam yang berbeda-beda. Hasil analisis ragam (ANOVA) bobot jenis terhadap formula antinyamuk selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4. 3. Kestabilan Emulsi Suatu sistem emulsi pada dasarnya merupakan suatu sistem yang tidak stabil, karena masing-masing partikel mempunyai kecenderungan untuk bergabung dengan partikel lainnya. Suatu sistem emulsi yang baik tidak membentuk lapisan, tidak terjadi perubahan warna dan konsistensi tetap. Stabilitas atau kestabilan emulsi merupakan salah satu karakter terpenting dan mempunyai pengaruh besar terhadap mutu produk emulsi ketika dipasarkan (Suryani et al., 2000). Larutan yang baik adalah larutan yang memiliki nilai kestabilan 100%. Semakin mendekati nilai tersebut maka larutan akan semakin baik. Grafik dari hasil pengamatan kestabilan formula antinyamuk dapat dilihat pada Gambar 17. 30

Gambar 17. Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap stabilitas emulsi antinyamuk spray Dari grafik di atas dapat kita lihat bahwa semua formula antinyamuk memiliki kestabilan yang sangat baik. Persentase kestabilan emulsi yang didapatkan dari pengujian memiliki nilai yang hampir mencapai 100%. Ini berarti semua formula yang terbentuk telah tercampur dengan sangat baik. Stabilitas emulsi untuk produk pembanding Soffel Spray adalah sebasar 99.73%, tidak berbeda jauh dengan stabilitas emulsi pada produk antinyamuk yang dihasilkan (berada pada kisaran 99.47 99.84%). Dapat kita lihat juga pada grafik bahwa formula yang menggunakan pelarut metanol memiliki stabilitas emulsi yang lebih baik dibandingkan dengan yang menggunakan pelarut heksana. Hal ini dimungkinkan karena sifat dari heksana yang inert sehingga menyebabkan pencampurannya kurang sempurna. Hal ini pulalah yang menyebabkan semakin rendahnya kestabilan emulsi pada formula dengan pelarut heksana seiring dengan penambahan konsentrasi bahan aktif minyak nilam. Tidak seperti yang terjadi pada formula dengan pelarut metanol, semakin banyak minyak nilam yang ditambahkan menyebabkan stabilitas emulsinya semakin baik. Hal ini disebabkan oleh sifat metanol yang lebih sederhana serta mudah bereaksi dan berikatan dengan senyawa lain, termasuk minyak nilam. 31

Namun begitu, berdasarkan analisis ragam (ANOVA) yang dilakukan pada α = 0.05, penggunaan pelarut metanol dan heksana tidak berbeda secara nyata, dengan f hitung < nilai f tabel (5.3821 < 5.99). Hasil analisis ragam juga menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi minyak nilam yang digunakan tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap nilai bobot jenis, dengan f hitung < nilai f tabel (0.0225 < 5.14). Perbedaan konsentrasi dan jenis pelarut juga tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kestabilan emulsi formula, dengan f hitung < nilai f tabel (0.3755 < 5.14). Hasil analisis ragam (ANOVA) kestabilan emulsi terhadap formula antinyamuk selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5. 4. Pembentukan Busa Pembentukan busa juga menjadi salah satu parameter kualitas dari suatu larutan emulsi. Larutan emulsi yang baik tidak menghasilkan banyak busa saat dilakukan pengocokan ataupun pengadukan. Pengamatan busa stabil yang terjadi dilakukan saat larutan tersebut dikocok. Volume busa yang terbentuk menjadi tolok ukur dalam pengujian ini. Volume rata-rata dari busa yang terbentuk untuk produk antinyamuk berdasarkan masing-masing formula dapat dilihat pada Gambar 18. Gambar 18. Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap pembentukan busa antinyamuk spray 32

Dari grafik di atas dapat kita lihat bahwa busa yang terbentuk pada formula antinyamuk berada di kisaran 0.84 hingga 1.32 ml. Bila kita bandingkan antara produk pembanding Sofell Spray (SS) dengan formula yang dibuat, terlihat bahwa Soffel Spray memiliki stabilitas yang sangat baik karena tidak terbentuk busa sama sekali (volume = 0 ml), sedangkan formula antinyamuk spray memiliki volume busa berkisar antara 0.84 hingga 1.32 ml. Formula dengan pelarut metanol ataupun heksana menghasilkan volume busa yang hampir sama. Dapat kita lihat bahwa semakin besar konsentrasi minyak nilam yang digunakan menyebabkan volume busanya makin sedikit. Berarti stabilitas emulsinya semakin baik. Hal ini sesuai dengan hasil pengujian kestabilan emulsi sebelumnya. Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa perbedaan jenis pelarut tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap volume pembentukan busa pada larutan, dengan f hitung < nilai f tabel (0.0216 < 5.99). Begitu juga dengan perbedaan konsentrasi minyak nilam yang digunakan, tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap terbentuknya busa, dengan f hitung < nilai f tabel (2.9535 < 5.14). Interkasi antara perbedaan penggunaan pelarut dan konsentrasi minyak nilam juga tidak berpengaruh terhadap pembentukan busa, dengan f hitung < nilai f tabel (0.0216 < 5.14). Analisis ragam ini dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 6. C. UJI EFIKASI Pengujian efikasi yang dilakukan adalah uji daya tolak (repelansi) terhadap nyamuk Aedes aegypti. Pengujian ini dilakukan berdasarkan Metode Standar Pengujian Efikasi Pestisida Untuk Pendaftaran yang dikeluarkan oleh Pusat Perizinan dan Investasi/Komisi Pestisida Departemen Pertanian Tahun 2007 Bidang Pengendalian Hama Pemukiman/Rumah Tangga (Lampiran 2). Uji efikasi ditetapkan berdasarkan persen penolakan nyamuk terhadap lengan uji yang menggunakan produk antinyamuk spray, dan dibandingkan dengan lengan kontrol yang tidak menggunakan apa-apa. Hasil efikasi dari masing-masing formula antinyamuk yang telah dibuat dapat dilihat pada Tabel 6 dan Gambar 19 berikut. 33

Tabel 7. Hasil pengujian efikasi produk antinyamuk spray Daya proteksi (%) Formula Jam Jam Jam Jam Jam Jam Jam ke-0 ke-1 ke-2 ke-3 ke-4 ke-5 ke-6 Rata2 M5 96.89 84.12 59.81 54.57 69.38 75.16 79.67 74.23 M10 97.15 78.8 74.86 70.34 61.95 24.66 56.58 66.33 M20 100 93.87 93.07 75.71 60.71 52.09 73.92 78.48 H5 97.68 87.69 92.6 89.14 70.82 91.23 64.29 84.78 H10 96.01 92.38 63.79 66.34 46.66 77.5 66.94 72.80 H20 87 46.34 49.17 35.64 37.5 71.16 49.82 53.80 SS 100 98.57 92.17 88.06 89.86 94.85 82.22 92.25 Gambar 19. Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap efikasi antinyamuk spray 34

Dari grafik dan tabel di atas dapat kita lihat bahwa produk pembanding Sofell Spray memiliki efektifitas penolakan nyamuk yang sangat baik, yaitu 92.25%. Syarat mutu untuk produk antinyamuk komersil yang menggunakan bahan aktif dari bahan kimia adalah > 80%. Bila dibandingkan dengan hal tersebut, antinyamuk formula H5 memiliki efektifitas yang paling mendekati, yaitu 84.78%. Formula H5 juga memiliki trendline yang paling mendekati produk Sofell Spray yang menggunakan bahan aktif dari bahan kimia. Dapat kita lihat terjadi penurunan efektifitas dari waktu ke waktu. Penurunan tersebut disebabkan karena adanya penghilangan formula dari lengan uji. Penghilangan formula tersebut dapat terjadi karena adanya penguapan ataupun tersapu oleh benda-benda yang bersentuhan dengan lengan uji selama pengujian. Pada formula dengan pelarut metanol, penambahan konsentrasi bahan aktif menyebabkan peningkatan efektifitas formula. Hal ini menunjukkan bahwa pelarut metanol dan bahan aktif minyak nilam bekerja secara berkesinambungan. Berlainan dengan hal tersebut, formula dengan pelarut heksana memiliki nilai efektifitas yang semakin menurun seiring dengan bertambahnya konsentrasi bahan aktif. Berarti, sifat-sifat fisik yang dimiliki oleh pelarut heksana serta pencampuran antara pelarut heksana dan minyak nilam telah menyebabkan efektifitas formula menjadi berkurang. Analisis ragam yang dilakukan terhadap efektifitas antinyamuk spray (Lampiran 7) menunjukkan bahwa perbedaan jenis pelarut yang digunakan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap efektifitas penolakannya, dengan f hitung < nilai f tabel (1.70 < 2.77). Perbedaan konsentrasi bahan aktif pun tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap efektifitasnya, dengan nilai f hitung < nilai f tabel (1.31 < 2.66). Interaksi antara jenis pelarut dan konsentrasi bahan aktif juga tidak mempengaruhi efektifitas formula, dengan nilai f hitung < nilai f tabel (0.31 < 2.11). Namun begitu, dapat kita lihat dari grafik dan tabel di atas bahwa formula H5 merupakan formula yang terbaik berdasarkan efektifitas penolakannya terhadap nyamuk Aedes aegypti. 35

D. SKOR KINERJA FORMULA Skor kinerja formula dilakukan untuk mengetahui kinerja terbaik formulasi produk yang diperoleh dari masing-masing analisis dan karakterisasi aplikasi yang telah dibuat. Setiap formula mendapatkan skor dengan berbagai kriteria penilaian yang berbeda-beda untuk analisis dan karakterisasi yang berbeda. Pengambilan keputusan tersebut berdasarkan pada hasil formula yang terbaik dan yang diharapkan, serta merujuk pada pembahasan analisis dan hasil analisis produk (Machfudz, 2008). Skor kinerja formulasi produk mencakup 5 kriteria, yaitu ph, bobot jenis, kestabilan emulsi, pembentukan busa, dan efektifitas penolakan terhadap nyamuk. Keseluruhan kriteria tersebut mewakili hasil analisis dan pengamatan produk. Nilai ph diberi skor 1 dan 0. Angka 1 menyatakan kesesuaiannya terhadap nilai ph yang dianjurkan, sedangkan angka 0 menyatakan hal yang sebaliknya. Bobot jenis diberi skor dari 0 hingga 5. Hal ini didasarkan pada kesesuaiannya dengan SNI, jumlah formula yang diuji, serta kinerja dari formula yang dipengaruhi secara signifikan oleh penggunaan pelarut dan bahan aktif. Angka 0 menyatakan ketidaksesuaiannya dengan SNI. Selanjutnya angka 1 hingga 5 menyatakan kedekatan bobot jenis antinyamuk dengan produk komersial pembanding (Sofell Spray). Semakin dekat bobot jenisnya dengan produk pembanding maka skornya akan semakin tinggi hingga mencapai skor 5 untuk antinyamuk yang memiliki bobot jenis terdekat dengan produk pembanding. Kestabilan emulsi diberikan skor dari 0 hingga 5. Hal ini didasarkan pada banyaknya formula yang mewakili stabilitas emulsi. Angka 5 menyatakan formula yang memiliki persentase stabilitas terdekat dengan produk komersial sebagai pembanding. Semakin jauh nilainya dengan produk pembanding maka skornya akan semakin rendah hingga mencapai skor 0 untuk antinyamuk yang memiliki persentase stabilitas emulsi terjauh. Pembentukan busa diberikan skor dari 0 hingga 3. Hal ini didasarkan pada jumlah formula serta adanya dua formula yang memiliki volume pembentukan busa yang sama. Angka 3 menyatakan formula yang memiliki volume busa terdekat dengan produk komersial sebagai pembanding. Semakin jauh nilainya 36

dengan produk pembanding maka skornya akan semakin rendah hingga mencapai skor 0 untuk antinyamuk yang memiliki volume busa terjauh. Efektifitas formula diberikan skor dari 0 hingga 5. Hal ini didasarkan pada banyaknya formula yang mewakili persentase efektifitasnya. Angka 5 menyatakan formula yang memiliki persentase efektifitas terdekat dengan produk komersial sebagai pembanding. Semakin jauh nilainya dengan produk pembanding maka skornya akan semakin rendah hingga mencapai skor 0 untuk antinyamuk yang memiliki persentase efektifitas terjauh. Hasil total skor kriteria-kriteria tersebut terdapat pada Tabel 8 berikut. Tabel 8. Hasil total skor kinerja dari keseluruhan formula Skor No. Formula Stabilitas Efisiensi Total ph BJ Busa Emulsi penolakan Skor 1. M5 0 3 0 3 3 9 2. M10 1 4 2 4 1 12 3. M20 1 5 1 5 4 16 4. H5 1 0 0 2 5 8 5. H10 0 1 3 1 2 7 6. H20 1 2 1 0 0 4 Dan untuk melihat kinerja formulasi keseluruhan hasilnya digambarkan dalam diagram radar seperti yang terlihat pada Gambar 18. 37

Gambar 20. Diagram total skor kinerja dari keseluruhan formula Dari diagram di atas dapat kita peroleh urutan terbaik dari semua formula yang telah dibuat. Urutannya adalah sebagai berikut: Tabel 9. Urutan hasil kinerja dari keseluruhan formula No. Formula Deskripsi Formula Skor 1. M20 2. M10 3. M5 4. H5 5. H10 6. H20 Pelarut: metanol Konsentrasi miyak nilam: 20% Pelarut: metanol Konsentrasi miyak nilam: 10% Pelarut: metanol Konsentrasi miyak nilam: 5% Pelarut: heksana Konsentrasi miyak nilam: 5% Pelarut: heksana Konsentrasi miyak nilam: 10% Pelarut: heksana Konsentrasi miyak nilam: 20% 16 12 9 8 7 4 38