TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. didalamnya, manfaat hutan secara langsung yakni penghasil kayu mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi lahan pertanian (Hairiah dan Rahayu 2007). dekomposisi oleh bakteri dan mikroba yang juga melepaskan CO 2 ke atmosfer.

BAB I PENDAHULUAN. dan Salomon, dalam Rahayu et al. (2006), untuk mengurangi dampak perubahan

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

TINJAUAN PUSTAKA. permukaan tanah sebagai biomasa tanaman, sisa tanaman yang sudah mati

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpan Karbon

TINJAUAN PUSTAKA. pada daerah landai di muara sungai dan pesisir pantai yang dipengaruhi oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Pendugaan Cadangan Karbon pada Berbagai Tingkat Lahan. Menurut Hairiah 2001 menyatakan bahwa pada ekosistem daratan,

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu

II. TINJAUAN PUSTAKA

Diagram pie perbandingan zona pasang tertinggi dan terendah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif karena penelitian ini hanya

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

BAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di berbagai belahan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan

TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan iklim adalah berubahnya kondisi rata-rata iklim dan/atau

ESTIMASI STOK KARBON PADA TEGAKAN POHON Rhizophora stylosa DI PANTAI CAMPLONG, SAMPANG- MADURA

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS POTENSI SERAPAN KARBON PADA AREA KONSERVASI MANGROVE PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA, Tbk KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

MODUL TRAINING CADANGAN KARBON DI HUTAN. (Pools of Carbon in Forest) Penyusun: Ali Suhardiman Jemmy Pigome Asih Ida Hikmatullah Wahdina Dian Rahayu J.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. membiarkan radiasi surya menembus dan memanasi bumi, menghambat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

TINJAUAN PUSTAKA. berbagai organ, diantaranya daun. Karbon organik dalam dedaunan hijau

BAB I PENDAHULUAN. karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekitar 60 Pg karbon mengalir antara ekosistem daratan dan atmosfir setiap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fluks dan Emisi CO2 Tanah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk dapat dimanfaatkan,

PT. SANJI WANATIRTA INDONESIA. Jalan Anggrek No. 09, Sambilegi Baru, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta Telp: Fax:

I. PENDAHULUAN. pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan bumi, meningkatnya

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut UU RI No.41 Tahun 1999, hutan merupakan sumberdaya alam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Komponen Penyusun Cadangan Karbon di Tingkat Lahan. (dan organisme foto-ototrof lainnya) melalui proses fotosintesis menyerap CO 2

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

TINJAUAN PUSTAKA. membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa

BAB I. PENDAHULUAN. menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Penyerapan karbon oleh hutan dilakukan melalui proses fotosintesis. Pada proses

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005).

BAB I PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lundgren dan Raintree (1982) dalam Hairiah (2003) mengajukan definisi

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN

Analisis Separabilitas Untuk mengetahui tingkat keterpisahan tiap klaster dari hasil klastering (Tabel 5) digunakan analisis separabilitas. B

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR

Transkripsi:

16 TINJAUAN PUSTAKA Karbon Hutan Hutan merupakan penyerap karbon (sink) terbesar dan berperan penting dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi karbon (source). Hutan dapat menyimpan karbon sekurang-kurangnya 10 kali lebih besar dibandingkan dengan tipe vegetasi lain seperti padang rumput, tanaman semusim, dan tundra. Hutan alam menyimpan karbon terbesar, yaitu berkisar antara 7,5 264,70 ton C/ha (Sugirahayu dan Rusdiana, 2011). Hutan merupakan penyerap gas rumah kaca terutama CO 2 hingga mencapai tingkat keseimbangan. Emisi gas rumah kaca (GRK) yang utama dari sektor kehutanan terjadi selama proses perubahan penggunaan lahan. Dua proses sebagai akibat dari deforestasi ialah pembakaran biomassa dan pembusukan. Sebagai tambahan, kebakaran hutan juga memberikan kontribusi yang relatif tinggi dalam menghasilkan emisi rumah kaca. Dari analisis penyerap tertinggi dari karbon dioksida adalah reforestasi diikuti dengan pengusahaan kayu, hutan milik dan hutan rakyat (TSOMERI, 1999). Meningkatnya kandungan karbon dioksida (CO 2 ) di udara akan menyebabkan kenaikan suhu bumi yang terjadi karena efek rumah kaca. Panas yang dilepaskan dari bumi diserap oleh karbon dioksida di udara dan dipancarkan kembali ke permukaan bumi, sehingga proses tersebut akan memanaskan bumi. Keberadaan ekosistem hutan memiliki peranan penting dalam mengurangi gas karbon dioksida yang ada di udara melalui pemanfaatan gas karbon dioksida dalam proses fotosintesis oleh komunitas tumbuhan hutan (Indriyanto 2006). Ekosistem hutan memiliki kemampuan menyerap dan menyimpan karbon

17 berbeda-beda baik di hutan alam, hutan tanaman, hutan payau, hutan rawa maupun di hutan rakyat. Hal ini dipengaruhi oleh jenis pohon, tipe tanah, dan topografi (Masripatin et al. 2010). Tumbuhan akan mengurangi karbon di atmosfer (CO 2 ) melalui proses fotosintesis dan menyimpannya dalam jaringan tumbuhan. Sampai waktunya karbon tersebut tersikluskan kembali ke atmosfer, karbon tersebut akan menempati salah satu dari sejumlah kantong karbon. Semua komponen penyusun vegetasi baik pohon, semak, liana dan epifit merupakan bagian dari biomassa atas permukaan. Di bawah permukaan tanah, akar tumbuhan juga merupakan penyimpan karbon selain tanah itu sendiri. Pada tanah gambut, jumlah simpanan karbon mungkin lebih besar dibandingkan dengan simpanan karbon yang ada di atas permukaan. Karbon juga masih tersimpan pada bahan organik mati dan produk-produk berbasis biomassa seperti produk kayu baik ketika masih dipergunakan maupun sudah berada di tempat penimbunan. Karbon dapat tersimpan dalam kantong karbon dalam periode yang lama atau hanya sebentar. Peningkatan jumlah karbon yang tersimpan dalam karbon pool ini mewakili jumlah karbon yang terserap dari atmosfer (Sutaryo, 2009). Penelitian mengenai karbon tersimpan perlu dilakukan untuk mengetahui perubahan karbon tersimpan di suatu kawasan akibat konversi penggunaan lahan. Konversi penggunaan lahan dapat dipantau dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh. Integrasi data lapang dan data spasial perubahan penggunaan lahan akan memberikan referensi dalam mengetahui perubahan karbon tersimpan di atas dan di bawah permukaan pada suatu area.

18 Pendugaan Simpanan Karbon Pada Berbagai Tingkat Lahan Cadangan karbon (simpanan karbon) adalah kandungan karbon tersimpan baik itu pada permukaan tanah sebagai biomassa tanaman, sisa tanaman yang sudah mati (nekromasa), maupun dalam tanah sebagai bahan organik tanah. Perubahan wujud karbon ini kemudian menjadi dasar untuk menghitung emisi, dimana sebagian besar unsur karbon (C) yang terurai ke udara biasanya terikat dengan O2 (oksigen) dan menjadi CO2 (karbon dioksida). Itulah sebabnya ketika satu hektar hutan menghilang (pohon-pohonnya mati), maka biomasa pohonpohon tersebut cepat atau lambat akan terurai dan unsur karbonnya terikat ke udara menjadi emisi. Dan ketika satu lahan kosong ditanami tumbuhan, maka akan terjadi proses pengikatan unsur C dari udara kembali menjadi biomasa tanaman secara bertahap ketika tanaman tersebut tumbuh besar (sekuestrasi). Ukuran volume tanaman penyusun lahan tersebut kemudian menjadi ukuran jumlah karbon yang tersimpan sebagai biomasa (cadangan karbon). Sehingga efek rumah kaca karena pengaruh unsur CO 2 dapat dikurangi, karena kandungan CO 2 di udara otomatis menjadi berkurang. Namun sebaliknya, efek rumah kaca akan bertambah jika tanaman-tanaman tersebut mati (Kauffman and Donato, 2012). Pada ekosistem daratan, simpanan karbon terbagi dalam 3 komponen pokok, yaitu: 1. Bagian hidup (biomassa): massa dari bagian vegetasi yang masih hidup yaitu batang, ranting dan tajuk pohon (berikut akar atau estimasinya), tumbuhan bawah atau gulma dan tanaman semusim. 2. Bagian mati (nekromasa): massa dari bagian pohon yang telah mati baik yang masih tegak di lahan (batang atau tunggul pohon), kayu tumbang/tergeletak di

19 permukaan tanah, tonggak atau ranting dan daun-daun gugur (seresah) yang belum terlapuk. 3. Tanah (bahan organik tanah): sisa makhluk hidup (tanaman, hewan dan manusia) yang telah mengalami pelapukan baik sebagian maupun seluruhnya dan telah menjadi bagian dari tanah. Ukuran partikel biasanya lebih kecil dari 2 mm. Berdasarkan keberadaannya di alam, ketiga komponen karbon tersebut dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu: a. Karbon di atas permukaan tanah, meliputi: Biomassa pohon, proporsi terbesar simpanan karbon di daratan umumnya terdapat pada komponen pepohonan. Untuk mengurangi tindakan perusakan selama pengukuran, biomassa pohon dapat diestimasi dengan menggunakan persamaan allometri yang didasarkan pada pengukuran diameter batang (dan tinggi pohon, jika ada). Biomassa tumbuhan bawah, tumbuhan bawah meliputi semak belukar yang berdiameter batang < 5 cm, tumbuhan menjalar, rumput-rumputan atau gulma. Estimasi biomassa tumbuhan bawah dilakukan dengan mengambil bagian tanaman (melibatkan perusakan). Nekromassa, batang pohon mati baik yang masih tegak atau telah tumbang dan tergeletak di permukaan tanah, yang merupakan komponen penting dari C dan harus diukur pula agar diperoleh estimasi simpanan karbon yang akurat. Serasah, Serasah meliputi bagian tanaman yang telah gugur berupa daun dan ranting-ranting yang terletak di permukaan tanah.

20 b. Karbon di dalam tanah, meliputi: Biomasa akar, akar mentransfer karbon dalam jumlah besar langsung ke dalam tanah, dan keberadaannya dalam tanah bisa cukup lama. Pada tanah hutan biomassa akar lebih didominasi oleh akar-akar besar (diameter > 2 mm), sedangkan pada tanah pertanian lebih didominasi oleh akar-akar halus yang lebih pendek daur hidupnya. Biomassa akar dapat pula diestimasi berdasarkan diameter akar (akar utama), sama dengan cara untuk mengestimasi biomassa pohon yang didasarkan pada diameter batang. Bahan organik tanah, sisa tanaman, hewan dan manusia yang ada di permukaan dan di dalam tanah, sebagian atau seluruhnya dirombak oleh organisme tanah sehingga melapuk dan menyatu dengan tanah, dinamakan bahan organik tanah ( Hairiah et al., 2011). Tingginya peningkatan konsentrasi CO 2 disebabkan oleh aktivitas manusia terutama perubahan lahan dan penggunaan bahan bakar fosil untuk transportasi, pembangkit tenaga listrik dan aktivitas industri. Secara akumulatif, penggunaan bahan bakar fosil dan perubahan penggunaan lahan dari hutan ke sistem lainnya memberikan sumbangan sekitar setengah dari emisi CO 2 ke atmosfir yang disebabkan oleh manusia, tetapi dampak yang terjadi saat ini mempunyai rasio 3:1. Pada aktivitas pembakaran bahan bakar fosil berarti karbon yang telah diikat oleh tanaman beberapa waktu yang lalu dikembalikan ke atmosfir. Dalam kegiatan konversi hutan dan perubahan penggunaan lahan berarti karbon yang telah disimpan dalam bentuk biomasa atau dalam tanah gambut dilepaskan ke

21 atmosfir melalui pembakaran (tebas dan bakar) atau dekomposisi bahan organik di atas maupun di bawah permukaan tanah. Cadangan karbon dari suatu bentang lahan juga dapat dipindahkan melalui penebangan kayu, hanya saja kecepatannya dalam melepaskan C ke atmosfir tergantung pada penggunaan kayu tersebut. Diperkirakan bahwa antara tahun 1990-1999, perubahan penggunaan lahan memberikan sumbangan sekitar 1.7 Gt tahun-1 dari total emisis CO 2 (Yuliasmara et al., 2009). Berkaitan dengan perubahan iklim, kehutanan juga mempunyai peranan penting karena hutan dapat menjadi sumber emisi karbon ( Spurce) dan juga dapat menjadi penyerap karbon dan menyimpannya (Sink). Hutan melalui proses fotosintesis mengabsorbsi CO 2 dan menyimpannya sebagai materi organik dalam biomassa tanaman. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomassa yang terdapat dalam bentuk kayu, dahan, daun, akar, dan sampah hutan atau serasah dan jasad renik. Tetapi terjadi kebakaran hutan, penebangan liar dan konversi hutan telah menyebabkan kerusakan hutan berkurang yang berakibat karbon yang tersimpan dalam biomassa hutan terlepas ke atmosfer dan kemampuan bumi untuk menyerap CO 2 dari udara melalui fotosintesis hutan berkurang. Hal ini yang telah memicu tuduhan bahwa kerusakan hutan tropika telah menyebabkan pemanasan global (Soemarwoto, 2001). Ekologi Hutan Mangrove Mangrove merupakan suatu komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohonan yang khas atau semak yang memiliki kemampuan untuk tumbuh di lingkungan laut (Nybakken, 1992). Sesuai pernyataan Anwar et al. (1984) mendefinisikan hutan mangrove sebagai formasi

22 tumbuhan litoral yang tumbuh di daerah pantai yang terlindung dari ombak besar dan umumnya tersebar di daerah tropis dan subtropis, sedangkan pengertian dari kata mangrove menurut Darsidi (1986) adalah vegetasi hutan yang tumbuh diantara garis pasang-surut tetapi mereka juga terdapat pada pantai karang dan daratan koral mati yang di atasnya ditimbuni selapis pasir (lumpur) atau pada pantai berlumpur. Dengan demikian hutan mangrove adalah tipe hutan yang terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasangsurut air laut. Tipe hutan mangrove selain mempunyai fungsi ekonomis melalui hasil berupa kayu dan hasil hutan turunannya juga mempunyai fungsi ekologis yang penting sebagai jembatan (interface) antara ekosistem daratan dengan ekosistem lautan. Dalam ekosistem mangrove sedikitnya terdapat lima unsur ekosistem yang terkait yaitu flora, fauna, perairan, daratan dan manusia (penduduk lokal) yang hidup bergantung kepada ekosistem mangrove. Berdasarkan jenis-jenis pohon yang dominan, komunitas mangrove di Indonesia dapat berupa asosiasi (tegakan campuran). Ada sekitar lima jenis yang ditemukan di hutan mangrove di Indonesia, yaitu jenis Avicennia, Rhizophora, Sonneratia, Bruguiera, dan Nypha. Dalam hal asosiasi di hutan mangrove di Indonesia, asosiasi antara Bruguiera spp. dengan Rhizophora spp. sering ditemukan terutama di zona terdalam. Dari segi keanekaragaman jenis, zona transisi (peralihan antara hutan mangrove dengan hutan rawa) merupakan zona dengan jenis yang beragam yang terdiri atas jenisjenis mangrove yang khas dan tidak khas habitat mangrove (Kusmana, 1995). Faktor-faktor yang mempengaruhi pembagian zonasi hutan mangrove terkait dengan respons jenis tanaman terhadap salinitas, pasang-surut, dan

23 keadaan tanah. Kondisi tanah memiliki kontribusi besar dalam membentuk zonasi penyebaran tanaman dan hewan seperti perbedaan spesies kepiting pada kondisi tanah yang berbeda. Jenis Avicennia alba dan Sonneratia alba dapat tumbuh di zona berpasir, jenis Rhizophora spp. tumbuh di tanah lembek berlumpur dan kaya humus, sedangkan jenis Bruguiera spp. lebih menyukai tumbuh di tanah lempung dengan sedikit bahan organik (Murdiyanto, 2003). Pengukuran Biomasa Pengukuran biomassa vegetasi dapat memberikan informasi tentang nutrisi dan persediaan karbon dalam vegetasi secara keseluruhan atau jumlah bagianbagian tertentu saja seperti kayu yang sudah diekstraksi. Biomassa vegetasi suatu pohon dalam pengukurannya tidaklah mudah, khususnya hutan campuran dan tegakan tidak seumur. Pengumpulan data biomassa dapat dikelompokkan dengan cara destruktif dan non-destruktif tergantung jenis parameter vegetasi yang diukur (Cheryl et al., 1994 dalam Mudiyarso et al., 1994). Biomasa dapat dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu biomasa di atas tanah (batang, cabang, ranting, daun, bunga dan buah) dan biomasa di dalam tanah (akar). Kusmana et al. (1992) menyatakan bahwa, besarnya biomasa ditentukan oleh diameter, tinggi tanaman, kerapatan kayu dan kesuburan tanah. Kandungan karbon pada tanaman menggambarkan berapa besar tanaman tersebut dapat mengikat CO 2 dari udara. Sebagian karbon akan menjadi energi untuk proses fisiologi tanaman dan sebagian masuk ke dalam struktur tumbuhan dan menjadi bagian dari tumbuhan, misalnya selulosa yang tersimpan pada batang, akar, ranting dan daun.

24 Secara umum terdapat dua metode untuk memperkirakan biomassa. Metode destruktif sampling yaitu metode yang membutuhkan tenaga kerja yang cukup banyak untuk memberikan hasil yang lebih akurat. Dan metode nondestruktif dengan menggunakan allometrik. Metode ini tergantung persamaan yang dikembangkan dari data yang diperoleh dengan menggunakan metode destruktif sampling. Berikut kedua metode tersebut yaitu: 1. Metode destruktif (pemanenan) a. Area yang dijadikan contoh tergantung pada tingkat homogenitas vegetasi dan distribusi penyebaran. Area contoh biasanya terbagi-bagi sesuai dengan tipe vegetasi untuk memperoleh perkiraan yang lebih akurat. Plot berbentuk lingkaran lebih mudah untuk vegetasi yang rendah dan plot berbentuk persegi atau empat persegi panjang jika terdapat tingkat pohon. b. Dalam metode destruktif, vegetasi dalam area yang ditebang lalu ditimbang untuk mengetahui berat basah setiap bagian vegetasi (tumbuhan bawah, batang pohon, cabang, daun dan buah) dan dikeringkan untuk mendapatkan konversi berat kering. 2. Metode non-destruktif (tidak langsung) a. Metode hubungan allometrik Persamaan alometrik dibuat dengan mencari korelasi yang paling baik antara dimensi pohon dengan biomassanya. Pembuatan persamaan tersebut dengan cara menebang pohon yang mewakili sebaran kelas diameter dan ditimbang. Biomassa pohon dalam plot satu hektar dihitung dengan mengalikan kandungan karbon serta biomassa dikalikan dengan faktor 0,5. (Prasetyo et al. 2000).