I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

I. PENDAHULUAN. dengan negara-negara lain (open economy),konsekuensinya adalah lemahnya posisi negara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Selama pemerintahan orde baru sentralisasi kekuasaan sangat terasa dalam

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Transfer antar pemerintah tersebut bahkan sudah menjadi ciri

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dari amanah yang diemban pemerintah dan menjadi faktor utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah adanya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi otonomi daerah merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

I. PENDAHULUAN. Provinsi/kabupaten/kota di seluruh Indonesia, akan tetapi pelaksanaannya

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Permasalahan kemiskinan memang

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. sejak Proklamasi Kemerdekaan hingga saat ini menarik untuk dicermati. Era

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan kemampuan memproduksi barang dan jasa sebagai akibat

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN. Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tujuan ekonomi

I. PENDAHULUAN. berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. disebutanggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah pusat yang memberikan kewenangan dalam kebebasan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kebijakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

I. PENDAHULUAN. pengelolaan pemerintah daerahnya, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

BAB I PENDAHULUAN. pusat (Isroy, 2013). Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah

PERKEMBANGAN DAN HUBUNGAN DANA ALOKASI UMUM (DAU), PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN BELANJA PEMERINTAH DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. disertai dengan pembiayaan yang besarnya sesuai dengan beban kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa desentralisasi adalah penyerahan

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tekad pemerintah pusat untuk meningkatkan peranan pemerintah daerah dalam mengelola daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri dari UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Sesuai dengan amanat UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 33 Tahun 2004 telah terjadi perubahan mendasar mengenai hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah mengandung cakupan pengertian yang luas, yaitu bahwa dalam pelaksanaan otonomi daerah ingin diwujudkan suatu bentuk keadilan horizontal maupun vertikal serta berusaha mewujudkan tatanan penyelenggaraan pemerintah yang lebih baik menuju terwujudnya clean government dan good governance. Instrumen utama dalam perimbangan keuangan tersebut dilakukan melalui desentralisasi fiskal, dengan pengertian bahwa untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Daerah diberikan kewenangan untuk mendayagunakan sumber keuangannya sendiri dan didukung dengan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Secara teoritis, desentralisasi ini diharapkan akan menghasilkan dua manfaat nyata, yaitu: pertama, mendorong peningkatan partisipasi, prakarsa, dan kreativitas masyarakat dalam pembangunan, serta mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan (keadilan)

diseluruh daerah dengan memanfaatkan sumberdaya dan potensi yang tersedia di masingmasing daerah. Kedua, memperbaiki alokasi sumber daya produktif melalui pergeseran peran pengambilan keputusan publik ke tingkat pemerintah yang paling rendah yang memiliki informasi yang paling lengkap. (Mardiasmo: 2002) Kebijakan pemberian otonomi daerah dan desentralisasi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah merupakan langkah strategis dalam dua hal. Pertama, otonomi daerah dan desentralisasi merupakan jawaban atas permasalahan lokal bangsa Indonesia berupa ancaman integrasi bangsa, kemiskinan, ketidakmerataan pembangunan, rendahnya kualitas hidup masyarakat, dan masalah pembangunan sumber daya manusia. Kedua, otonomi daerah dan desentralisasi merupakan langkah strategis bangsa Indonesia untuk menyongsong era globalisasi ekonomi dengan memperkuat basis perekonomian daerah. Ketidakadilan dalam pembagian sumber-sumber keuangan antara pusat dan daerah menyebabkan terjadinya peningkatan kesejangan pertumbuhan ekonomi antar daerah, kurangnya kemandirian daerah dan munculnya ketidakpuasan masyarakat di daerah. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa hampir disemua daerah prosentase Pendapatan Asli Daerah (PAD) relatif kecil. Pada umumnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) suatu daerah didominasi oleh transfer pemerintahan pusat. Hal ini menyebabkan daerah sangat tergantung kepada pemerintah pusat, sehingga kemampuan daerah untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki menjadi sangat terbatas. Tabel 1.1 Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Transfer Pusat Kota Bandar Lampung Tahun Anggaran 2002-2008 Tahun PAD (Rp) Perkembangan Transfer Pusat Perkembangan (%) (Rp) (%) 2002 31.586.283.774,30 33,29 199.350.000.000 24,52

2003 35.500.797.961,47 12,39 240.050.000.000 20,42 2004 36.689.575.342,06 3,35 243.544.000.000 1,46 2005 46.073.499.722,70 25,58 268.151.000.000 10,10 2006 46.137.259.170,16 0,14 449.491.000.000 67,63 2007 53.714.914.761,96 16,42 498.467.000.000 10,90 2008 65.125.848.714,96 21,24 552.159.017.000 10,77 Rata-rata 16,06 20,83 Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan, Pendapatan dan Aset Daerah Kota Bandar Lampung 2009. Tabel 1.1 memperlihatkan perkembangan PAD dan penerimaan Transfer Pusat Kota Bandar Lampung dalam kurun waktu 7 tahun yaitu tahun anggaran 2002-2008. Perkembangan PAD dan Transfer Pusat Kota Bandar Lampung mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Perkembangan PAD dan transfer pusat pada tahun 2002 masing-masing yaitu sebesar 33,29 persen dan 24,52 persen. Pada tahun 2003 PAD dan transfer pusat mengalami perkembangan masing-masing sebesar 12,39 persen dan 20,42 persen. Sedangkan pada tahun 2004 PAD dan transfer pusat mengalami perkembangan masing-masing sebesar 3,35 persen dan 1,46 persen. Pada tahun 2005 mengalami peningkatan perkembangan PAD dan transfer pusat yaitu sebesar 25,58 persen dan 10,10 persen. Pada tahun 2006 perkembangan PAD mengalami penurunan menjadi sebesar 0,14 persen dan terjadi peningkatan perkembangan transfer pusat sebesar 67,63 persen. Pada tahun 2007 perkembangan PAD dan transfer pusat masingmasing sebesar 16,42 persen dan 10,90 persen. Pada tahun 2008 perkembangan PAD dan transfer pusat masing-masing sebesar 21,24 persen dan 10,77 persen. Perkembangan PAD tertinggi dari tahun sebelumnya terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar 25,58 persen dan perkembangan terendah terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 0,14 persen dengan rata-rata perkembangan 16,06 persen. Perkembangan transfer pusat dari tahun sebelumnya terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 67,63 persen dan terendah tahun 2004 sebesar 1,46% dengan rata-rata 20,83 persen.

Menurut Mudrajad Kuncoro ( 2004 : 13-14), setidaknya ada lima penyebab utama rendahnya PAD yang pada gilirannya menyebabkan tingginya ketergantungan terhadap transfer dari pusat yaitu sebagai berikut : a. Kurang berperannya perusahaan daerah sebagai sumber pendapatan daerah b. Tingginya derajat desentralisasi dalam bidang perpajakan, semua pajak utama yang paling produktif dan buoyant, baik langsung dan tidak langsung ditarik oleh pusat. Alasan sentralisasi perpajakan yang sering dikemukakan adalah untuk mengurangi disparitas antar daerah, efisiensi administrasi, dan keseragaman perpajakan. c. Kendati pajak daerah cukup beragam, ternyata hanya sedikit yang bisa diandalkan sebagai sumber penerimaan. d. Faktor penyebab ketergantungan yang keempat bersifat politis. Ada yang khawatir apabila daerah mempunyai sumber keuangan yang tinggi akan mendorong terjadinya disintergrasi dan separitas e. Faktor terakhir penyebab adanya ketergantungan tersebut adalah kelemahan dalam pemberian subsidi dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Pemerintah daerah Kota Bandar Lampung senantiasa berupaya meningkatkan penerimaan daerahnya sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah kota Bandar Lampung, pemerintah Provinsi Lampung, maupun oleh pemerintah pusat. Masalah yang tengah dihadapi pemerintah daerah adalah masih lemahnya kemampuan pendapatan daerah untuk menutupi biaya dalam melaksanakan belanja pembangunan daerah yang setiap tahunnya semakin meningkat. Tabel 1.2 Realisasi Belanja Daerah Pemerintah Kota Bandar Lampung Tahun 2002-2008. Tahun Belanja Rutin (Rp) Pertumbuhan (%) Belanja Pembangunan Pertumbuhan (%)

(Rp) 2002 229.669.682.001,70 201,43 48.467.961.366 19,36 2003 260.029.855.983,13 13,22 99.367.762.616 105,01 2004 312.079.733.562,24 20,01 43.752.302.120 55,96 2005 344.123.828.186,15 10,26 52.819.410.444 20,72 2006 457.777.127.357,63 33,02 107.211.465.290 102,97 2007 546.565.703.807,13 19,39 111.875.364.541 4,35 2008 426.789.388.514,37 21,91 354.399.941.910 216,78 Rata-rata 39,34 59,03 Sumber: Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Bandar Lampung 2009. Tabel 1.2 diatas memperlihatkan realisasi belanja daerah pemerintah Kota Bandar Lampung tahun 2002-2008. Dari tabel diatas menunjukkan pertumbuhan belanja rutin mempunyai hubungan negatif dengan belanja pembangunan. Jika belanja rutin mengalami peningkatan maka belanja pembangunan akan mengalami penurunan. Hal ini berarti pemerintah Kota Bandar Lampung masih bergantung kepada transfer pemerintah pusat dalam hal pembiayaan daerah yang tercermin dari besarnya belanja rutin Kota Bandar Lampung dibandingkan belanja pembangunan. UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah telah membawa dampak yang besar dan mendasar dalam hubungan keuangan pusat dan daerah. UU ini menyatakan bahwa untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah melalui penyediaan sumber-sumber pembiayaan berdasarkan desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan, perlu diatur perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah berupa sistem keuangan yang diatur berdasarkan pembagian kewenangan, tugas, dan tanggung jawab yang jelas antar tingkat pemerintahan. Dampak pengimplementasian UU No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan ini terhadap satu daerah dengan daerah lain akan berbeda, tergantung pada sumber-sumber

penerimaan (khusus nya dari sumber bagi hasil) yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Dengan demikian disamping akan memicu pembangunan daerah juga mempunyai potensi untuk mendorong munculnya disparitas. Namun sebenarnya keberadaannya memberikan perubahan ke arah yang lebih baik khususnya pada sektor penerimaan keuangan daerah. Pembangunan daerah merupakan hal yang tidak dapat terpisahkan dan menjadi integral dari pembangunan nasional. Pembangunan daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumber daya nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penyelenggaraan pemerintahan daerah dimaksudkan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. Daerah mempunyai kewenangan dan tanggung jawab menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip keterbukaan, partisipasi masyarakat, dan pertanggung jawaban kepada masyarakat. Menurut Suparmoko (2001 : 99), adalah tidak mudah untuk mengetahui potensi ekonomi suatu daerah. Yang dimaksud dengan potensi ekonomi daerah adalah kemampuan ekonomi yang ada di daerah yang mugkin dan layak untuk dikembangkan sehingga akan terus berkembang menjadi sumber penghidupan rakyat setempat bahkan dapat mendorong perekonomian daerah secara keseluruhan untuk berkembang dengan sendirinya dan berkesinambungan. UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 33 Tahun 2004 akan berpengaruh terhadap pengelolaan keuangan daerah. Hal ini berkaitan dengan konsep otonomi dan desentralisasi yang pada hakekatnya memberikan kekuasaan, kewenangan, dan keleluasaan kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan menentukan penggunaan dana untuk melaksanakan urusan-urusan daerahnya.

Sumber-sumber pokok keuangan daerah terdiri dari PAD dan Dana Perimbangan yang terdiri dari DAU dan DAK. Besarnya dana perimbangan akan berimplikasi pada struktur dan proporsi pengeluaran APBN dan penerimaan pada APBD. Evaluasi terhadap pengelolaan keuangan daerah dan pembiayaan pembangunan daerah yang tergambar melalui APBD mempunyai implikasi yang sangat luas. Kedua komponen tersebut akan sangat menentukan kedudukan suatu pemerintah daerah dalam rangka melaksanakan otonomi daerah. B. Permasalahan Dengan diberlakukannya UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, diharapkan dapat menjadi pemacu bagi pemerintah daerah Kota Bandar Lampung bagi upaya untuk meningkatkan kemandirian dalam membiayai pembangunan di daerah. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merumuskan suatu permasalahan : Bagaimana dampak implementasi perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah terhadap belanja daerah di Kota Bandar Lampung?. C. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah : Untuk mengetahui bagaimana dampak implementasi perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah terhadap belanja daerah di Kota Bandar Lampung. D. Kerangka Pemikiran Ada tiga fungsi utama yang dapat diemban oleh pemerintah suatu negara, yaitu fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Ketiga fungsi tersebut dilakukan dalam rangka

penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan masyarakat, dan pembangunan. Fungsi alokasi meliputi sumber-sumber ekonomi dalam bentuk barang dan jasa pelayanan masyarakat. Fungsi distribusi meliputi pendapatan dan kekayaan masyarakat, pemerataan pembangunan, dan fungsi stabilasi meliputi pertahanan-keamanan, ekonomi dan moneter. Dari sisi keefektifan fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi pada umumnya lebih efektif jika dilaksanakan oleh pemerintah pusat sedangkan fungsi alokasi pada umumnya lebih efektif dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Pada umumnya daerah lebih mengetahui kebutuhan serta standar pelayanan masyarakat di daerahnya sendiri. Dengan demikian, pembagian ketiga fungsi sangat penting sebagai landasan dalam penentuan dasar-dasar perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah secara jelas dan tegas. Dalam penyelenggaran otonomi daerah perlu ada dukungan berupa kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab di daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Sumber pembiayaan pemerintah daerah dalam rangka perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dilaksanakan atas dasar desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi merupakan suatu alat untuk mencapai tujuan bernegara, terutama dalam pelaksanaan pelayanan umum yang lebih baik dan proses pengambilan keputusan yang lebih demokratis. Dengan dilaksanakannya desentralisasi, maka terjadi proses pelimpahan kewenangan kepada tingkat pemerintahan dibawahnya untuk melaksanakan pembelanjaan, memungut pajak (taxing power), membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), memilih Kepala Daerah, serta adanya bantuan dalam bentuk transfer dari pemerintah pusat kepada tingkat pemerintah dibawahnya. Implikasi langsung pelaksanaan desentralisasi fiskal

adalah kebutuhan dana yang cukup besar sehingga diperlukan pengaturan perimbangan keuangan pusat dan daerah untuk membiayai tugas dan tanggung jawab daerah. Sumber-sumber pembiayaan pelaksanaan desentralisasi terdiri dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah, dan lain-lain penerimaan yang sah. Sumber pendapatan asli daerah merupakan sumber keuangan daerah yang digali dari dalam wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Dana perimbangan merupakan sumber pembiayaan yang berasal dari bagian Daerah dari Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam, serta dana alokasi umum dan dana alokasi khusus. Dana perimbangan tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena tujuan masing-masing jenis sumber tersebut saling mengisi dan melengkapi. Pembentukan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dimaksudkan untuk mendukung pendanaan atas penyerahan urusan kepada Pemerintah daerah yang diatur dalam UU tentang pemerintah daerah. Pendanaan tersebut menganut prinsip money follows function, yang mengandung makna bahwa pendanaan mengikuti fungsi pemerintah yang menjadi kewajiban dan tanggungjawab masing-masing tingkat pemerintah. Menurut Mardiasmo (2002 : 147), pada dasarnya pemerintah daerah dihadapkan pada persoalan tingginya kebutuhan fiskal daerah sementara kapasitas fiskal daerah tidak mencukupi. Hal ini menyebabkan terjadinya kesenjangan fiskal. Transfer dari pemerintah

ditingkat propinsi maupun kabupaten/kota merupakan satu cara untuk mengoreksi kesenjangan fiskal tersebut. Dalam menciptakan kemandirian daerah, pemerintah daerah diharapkan mampu menggali sumber-sumber keuangan lokal, khususnya melalui PAD sehingga ketergantungan pada transfer dari pemerintah pusat akan semakin dibatasi setiap tahunnya. Oates (1995) memberikan alasan kenapa pemerintah daerah harus mengurangi ketergantungan ini : 1. Transfer pusat biasanya disertai dengan persyaratan tertentu, sehingga otomatis relatif bersifat kompromis, terlebih lagi dana transfer merupakan sumber dominan penerimaan lokal. 2. Ketergantungan pada transfer justru mengurangi kreatifitas lokal untuk mengambil kebijakan terkait dengan penerimaan lokal yang lebih efisien. Tujuan dari perimbangan keuangan pusat dan daerah adalah agar daerah otonom dapat mengurus rumah tangganya sendiri dengan sebaik-baiknya. Namun karena tidak semua sumber pembiayaan dapat diserahkan kepada daerah otonom, maka kepada daerah otonom diwajibkan untuk menggali sumber keuangannya sendiri berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. Dengan demikian maka pemerintah daerah otonom dapat merencanakan APBD sendiri sesuai dengan kebijaksanaan serta inisiatif sendiri dalam menyelenggarakan urusan rumah tangganya/belanja daerah.