BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 ANALISIS EFESIENSI DAN EFEKTIFITAS PENERIMAAN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG POTENSIAL SEBAGAI DASAR UNTUK MENINGKATKAN DERAJAD EKONOMI DAERAH KABUPATEN SITUBONDO Ika Wahyuni, SE., M.Ak Drs. Edy Kusnadi Hm, M.Si RINGKASAN Secara umum sumber keuangan Daerah sebagian besar masih berupa bantuan dari Pemerintah Pusat. Selama tahun 1986/1987 sampai dengan tahun 1992/1993 proporsi PAD terhadap total pendapatan daerah di 27 dati I di Indonesia rata-rata hanya 15,4 %. Sedangkan untuk Dati II pengeluaran yang dibiayai oleh PAD kurang dari 15%. Keadaan ini menunjukkan betapa rendahnya kemampuan daerah dalam menggali sumber-sumber daerahnya sendiri, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya derajat Otonomi Daerah Kabupaten Situbondo, mengetahui besarnya sumbangan setiap sumber PAD terhadap PAD, mengetahui efektifitas penerimaan sumber PAD dan mengetahui rata-rata hitung (Mean) mengenai efektifitas penerimaan sumber PAD Obyek penelitian ini adalah Kabupaten Situbondo dengan data PAD selama 5 tahun terakhir, yaitu tahun 2011 sampai dengan tahun Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diambil dari Dinas Pendapatan dan Keuangan Daerah Kabupaten Situbondo. Hasil penelitian Tren Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan kontribusinya terhadap penerimaan Daerah Kabupaten Situbondo Tahun 2011 s.d 2015 berada di kisaran rata 8,075, hal ini sangat jauh untuk daerah yang bisa disebut sebagai daerah yang otonom dimana tingkat minimal kontribusi PAD sebesar 30%., namun perkembangan kontribusi PAD tiap tahun selalu positif dan meningkat, capaian ini menunjukkan kemampuan fiskal Kabupaten Situbondo terus meningkat dengan baik. Untuk mengetahui besarnya sumbangan setiap sumber PAD terhadap PAD. Secara rata-rata komposisi penerimaan PAD terdiri dari Pajak Daerah sebesar 19,52 %, Retribusi Daerah sebesar 15,79 %, Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan sebesar 5,19 % PAD yang Sah sebesar 59,50%. Efektifitas penerimaan sumber PAD antara target dan realisasi setiap tahunnya terus mengalami pertumbuhan, Tahun 2011 dengan tingkat efektifitas sebesar 101,33 %, Tahun 2012 dengan tingkat efektifitas mencapai 102,29 %, Tahun 2013 dengan tingkat efektifitas sebesar 100,94 % Tahun 2014 dengan tingkat efektifitas sebesar 101,15 % dan Tahun 2015 sebesar 99,05 %. Ratarata efektifitas Penerimaan Sumber PAD pada tahun 2011 s.d 2015 dari Pajak daerah mencapai 116,54% (sangat efektif). Retribusi Daerah hanya mencapai 85,35% (cukup efektif), Perusahaan Milik Daerah dan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan mencapai 97,41% ( efektif) dan untuk sumber PAD lain-lain yang sah berada ditingkat 118,77 ( sangat efektif). namun hikmah positif yang merupakan blessing BAB 1. PENDAHULUAN in disguised adalah timbulnya ide dan Terjadinya krisis yang berkepanjangan telah membawa dampak hampir kepada seluruh aspek dan tatanan kehidupan bangsa Indonesia. Walaupun terasa pahit karena menimbulkan keterpurukan bagi bangsa dan rakyat Indonesia, pemikiran dasar yang menimbulkan reformasi total di dalam segala aspek kehidupan bernegara dan berbangsa. Reformasi total ini adalah mewujudkan masyarakat madani (civil society) dalam

2 kehidupan berpemerintahan, bermasyarakat dan bernegara yang memiliki nilai-nilai Good Governance yang memunculkan nilai-nilai demokrasi dan sikap keterbukaan, kejujuran, keadilan, berorientasi kepada kepentingan rakyat, serta bertanggung jawab kepada rakyat. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah daerah dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggungjawab kepada Daerah secara proporsional, yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan daerah, sesuai dengan prinsip demokrasi, peran serta, masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman daerah, yang dilaksnakan dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan pemberian otonomi kepada Daerah, maka sistem pemerintahan yang dianut oleh daerah adalah sistem desentralisasi. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah Otonom. Selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Penyerahan kewenangan pemerintah oleh Pusat kepada daerah harus disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan. Oleh karenanya, Pemerintah Daerah harus memiliki sumber-sumber penerimaan sendiri untuk membiayi pengeluarannya (Simanjuntak 1999). Untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab, diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumber keuangan sendiri yang didukung oleh perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dengan kewenangan tersebut, daerah mempunyai kesempatan untuk secara kreatif mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya, dan menjadikan potensi itu sebagai kekuatan bersaing daerah-daerah lain dalam memakmurkan masyarakat (Rasyid 2000). Pada umumnya sumber keuangan Daerah sebagian besar masih berupa bantuan dari Pemerintah Pusat. Bantuan tersebut berupa dana Perimbangan yang terdiri dari bagian daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); Bea Perolehan Atas Tanah dan Bangunan; dan penerimaan Dari Sumber daya Alam; Umum; Dana Alokasi Khusus. Selama tahun 1986/1987 sampai dengan tahun 1992/1993 proporsi PAD terhadap total pendapatan daerah di 27 dati I di Indonesia rata-rata hanya 15,4 %. Sedangkan untuk Dati II pengeluaran yang dibiayai oleh PAD kurang dari 15% (Kuncoro 1995). Keadaan ini menunjukkan betapa rendahnya kemampuan daerah dalam menggali sumbersumber daerahnya sendiri, dan betapa rendahnya sifat kemandirian daerah di bidang

3 keuangan, serta betapa rendahnya kemampuan daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Sedangkan syarat agar suatu daerah dapat disebut sebagai daerah otonom yang nyata dan bertanggungjawab adalah apabila daerah tersebut mempunyai prosentase kontribusi PAD terhadap total penerimaan daerah minimal sebesar 30% (Widjaya 1992). BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Berbagai penelitian yang berkaitan dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dati II di Indonesia telah dilakukan oleh para peneliti. Hasil penelitian Devas dkk.(1989) dengan menggunakan data runtut waktu tahun anggaran 1979/ /1984 menunjukkan bahwa dari keseluruhan penerimaan Dati II di Indonesia, sumber Pendapat Asli daerah (PAD) hanya menyumbang ± 10%, sementara hampir 80% berasal dari subsidi dan sumbangan pemerintah pusat dan sisanya merupakan pinjaman daerah. Pendapat Asli daerah (PAD) itu sendiri terdir dari ; Pajak Daerah (23%), retribusi/pungatan jasa (49%), penerimaan Dinas-dinas (9%), Laba Perusahaan daerah (2%), dan penerimaan lain-lain (17%). Hasil penelitian Kuncoro (1995) dengan menggunakan data runtun waktu tahun anggaran 1986/ /1993 menunjukkan bahwa penenrimaan terbesar bagi dati II berasal dari sumbangan dan bantuan Pemerintah pusat, diikuti oleh Pendapatan Asli daerah (PAD) kemudian bagi hasil pajak dan bukan pajak. Sebagian besar dati II atau 59,25% dari total dati II di Indonesia (173 dati II ) memiliki angka prosentase PAD terhadap total belanja kurang dari 15%, komposisi PAD atas retribusi daerah sebesar 55,67%, pajak daerah sebesar 26,6% penenerimaan dinas-dinas sebesar 5,7% laba perusahaan daerah sebesar 2,95%, dan penerimaan lain-lain sebesar 9,68%. Penyebab rendahnya PAD berdasarkan pada hasil penelitian Kuncoro (1995) antara lain adalah (1) kurang berperannya perusahaan daerah sebagai sumber pendapatan daerah, (2) tingginya derajat sentralisasi dibidang perpajakan, (3) kendati pajak daerah cukup beragam hanya sedikit yang bisa diandalkan sebagai sumber penenerimaan, (4) alasan politis banyak orang khawatir apabila daerah menpunyai sumber keuangan yang tinggi akan mendorong terjadinya disintegrasi dan separatism, dan (5) kelemahan dalam pemberian subsidi dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Hasil penelitian Santoso (1995) menggambarkan dengan menggunakan data silang tahun anggaran 1988/1989 dan 1991/1992 menunjukkan proporsi PAD dati II di Indonesia terhadap total penenrimaan APBD menurun menjadi 13,52% pada Tahun Anggaran 1991/1992. Beberapa faktor yang meyebabkan rendahnya konstribusi PAD terhadap total penerimaan Dati II diantaranya adalah : (1) banyak sumber pendapatan yang besar yang digali dari suatu dati II tetapi berada diluar wewenang Pemda yang bersangkutan untuk memungutnya, (2) BUMD pada

4 umumnya belum menjadi sumber penenrimaan yang andal, (3) kurangnya kesadaran masyarakat membayar pajak, retribusi dan pungutan lainnya (4) rendahnya tingkat hidup dan ekonomi masyarakat, dan (5) kurangnya kemampuan Pemda yang bersangkutan menggali sumber-sumber pendapatan yang ada. Hasil penelitian Harits (1995) menggambarkan bahwa kompetensi, kreativitas dan persepsi administrator pemerintah satu dengan yang lainnya mempunyai hubungan pengaruh terhadap efektivitas penerimaan retribusi daerah. Dalam hal-hal tertentu retribusi daerah digunakan untuk satu tujuan tertentu, tetapi dalam banyak hal tidak lebih dari pengembalian biaya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk memenuhi permintaan anggota masyarakat. BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui besarnya derajat Otonomi Daerah Kabupaten Situbondo 2. Untuk mengetahui besarnya sumbangan setiap sumber PAD terhadap PAD 3. Untuk mengetahui efektifitas penerimaan sumber PAD 4. Untuk mengetahui rata-rata hitung (Mean) mengenai efektifitas penerimaan sumber PAD 3.2 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pihak-pihak yang berkepentingan antara lain : 1. Bagi pihak-pihak pengambil keputusan baik instansi pemerintah sebagai sebagai dasar untuk mengoptimalkan efektifitas dan eifisiensi pendapatan asli daerah khususnya di Kabupaten Situbondo 2. Bagi masyarakat sebagai pengetahuan apa saja potensi daerah Kabupaten Situbondo yang bisa memberikan kontribusi pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan bagaimana perkembangan PAD setiap tahunnya 3. Bagi peneliti-peneliti selanjutnya, sebagai bahan di dalam memberikan data dan informasi yang berhubungan dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten situbondo BAB 4. METODE PENELITIAN Obyek penelitian ini adalah Kabupaten Situbondo dengan data PAD selama 5 (lima) tahun, yaitu tahun 2011 sampai dengan tahun Variabel penelitian ini adalah (a) besarnya sumbangan setiap sumber PAD, yaitu perbandingan antara penerimaan setiap sumber PAD dan total PAD dan (b) efektivitas sumber PAD dengan target penerimaan sumber PAD. Dikatakan efektif apabila realisasi penerimaan sumber PAD lebih besar dari target penerimaannya. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diambil dari Dinas

5 Pendapatan dan Keuangan dan Aset (DPPKAD) Daerah Kabupaten Situbondo. a. Untuk mengetahui besarnya derajat Otonomi Daerah Kabupaten Situbondo, digunakan formula sebagai berikut : D Pendapatan Asli Daerah X 100% = Total Penerimaan Daerah b. Untuk mengetahui besarnya sumbangan setiap sumber PAD terhadap PAD, digunakan formula sebagai berikut ; Penerimaan Sumber PAD S = X 100% Total PAD c. Untuk mengetahui efektifitas penerimaan sumber PAD, digunakan formula sebagai berikut ; Realisasi Pennerimaan X Sumber PAD X 100% = Target Penenerimaan Sumber PAD d. Untuk mengetahui rata-rata hitung (Mean) mengenai efektifitas penerimaan sumber PAD, digunakan formula sebagai berikut ; X = dimana : n t=1 Xi n t=1 n Xi = jumlah efektivitas penerimaan sumber PAD selama tahun pengamatan n = lamanya tahun pengamatan BAB 5. HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI 5.1 Gambaran Umum Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Situbondo Pemerintah Kabupaten Situbondo berusaha dalam meningkatkan pendapatan daerah khusunya Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang merupakan indikator kekuatan dan kemandirian Pemerintah Kabupaten Situbondo. Pendapatan asli daerah menjadi suatu komponen yang memungkinkan untuk terus dikembangkan dan dioptimalkan penerimaannya, namun hal tersebut juga diupayakan dan dipertimbangkan agar tidak menambah beban bagi masyarakat Kabupaten Situbondo. Pendapatan daerah Kabupaten Situbondo terdiri dari : 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerahdari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Kabupaten Situbondo, Sumber PAD terdiri dari tiga yaitu : a. Pajak Daerah b. Retribusi Daerah c. Hasil BUMD dan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan d. PAD yang Sah 2. Dana perimbangan

6 Dana perimbangan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang dana Perimbangan dijelaskan bahwa Dana Bagi Hasil (DBH) pajak yaitu bagian daerah yang berasal dari pajak bumi dan bangunan, Bea Perolehan Hak ataas tanah dan bangunan, pajak penghasilan Pasal 25 dan 29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri, dan pajk penghasilan pasal 21, dengan diterimanya pelimpahan pajak PBB dan BPHTB, maka sejak tahun 2014 kedua pajak tersebut sudah menjadi PAD. Dana Perimbangan terdiri dari tiga sumber yaitu : a. Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak, b. Umum c. Khusus 3. pendapatan yang sah pendapatan yang sah yaitu terdiri dari dana bagi hasil pajak dari propinsi, bantuan keuangan propinsi dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. 5.2 Derajat Otonomi Daerah Kabupaten Situbondo Salah satu aspek yang dapat menentukan keberhasilan otonomi daerah adalah kemandirian pemerintah daerah. Dengan demikian implikasi dari pengembangan otonomi daerah bukan semata-mata merupakan penambahan urusan yang diserahkan, akan tetapi juga seberapa besar wewenang yang TH diserahkan tersebut memberikan kemampuan mengambil prakarsa dalam pengelolaan keuangan daerah termasuk desentralisasi fiskal sehingga daerah dapat mengurangi derajat ketergantungannya kepada pusat dan dapat membiayai kegiatan pembangunan daerahnya. Berikut data tingkat atau derajat otonomi daerah Kabupaten Situbondo selama kurun waktu tahun 2011 sampai 2015 yang digambarkan dalam tabel 5.1 berikut : Tabel 5.1 Tren Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Situbondo Tahun 2011 s.d 2015 PAD TOTAL PENERIMAAN DAERAH 2011 Rp ,44 Rp ,44 7, Rp ,22 Rp ,22 6, Rp ,91 Rp ,91 7, Rp ,62 Rp ,37 9, Rp ,47 Rp ,47 9,75 Rata rata 8,07 Masa Jabatan Sumber pendapatan asli daerah (PAD) kabupaten situbondo setiap tahunnya mengalami pertumbuhan yang signifikan. Untuk mengukur derajat otonomi daerah Kabupaten Situbondo dilakukan dengan membandingkan seberapa besar % kontribusi PAD terhadap total pendapatan daerah. Tahun 2011kontribusi PAD Kabupaten situbondo terhadap total pendapatan daerah sebesar 7,247%. Pada tahun 2012 kontribusi PAD mengalami penurunan, dengan tingkat kontribusi sebesar 6,80%. Tahun 2013 tingkat kontribusi PAD mengalami kenaikan menjadi 7,034, hal ini dihasilkan dari dari penerapan

7 langkah strategis yang dilakukan untuk mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan daerah dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kenaikan yang cukup signifikan tepatnya pada tahun 2014 dimana perolehan angka kontribusi PAD mencapai 9,53%. dan di tahun 2015 kenaikan kembali rendah dengan angka kontribusi sebesar 9,75% dan hanya meningkat sebesar 0,22% dari tahun sebelumnya. Meskipun hanya memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah yang cukup kecil atau dibawah 30%, namun pencapaian PAD Kabupate situbondo terus mengalami kenaikan dari tahun 2012 s.d capaian ini menunjukkan kemampuan fiskal Kabupaten Situbondo terus meningkat dengan baik. Berbagai kebijakan Pemerintah kabupaten Situbondo mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi selama lima tahun dan berdampak terhadap pertumbuhan PAD. 5.3 Kontribusi masing-masing sumber PAD terhadap jumlah PAD Untuk mengetahui besarnya sumbangan setiap sumber PAD terhadap PAD, digunakan formula dengan cara membandingkan masingmasing sumber PAD dengan total PAD yang diperoleh dalam jangka waktu 2011 s.d Hasil perhitungan kontribusi PAD dapat digambarkan dalam tabel 5.2 berikut : No Tabel 5.2 Komposisi Relisasi Pendapatan Asli Daerah Sumber PAD 1 Pajak Daerah 2 Retribusi Daerah 3 Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 4 PAD yang Sah Kabupaten Situbondo 2011s.d Tahun rata-rata Kontribusi 17,94 21,07 22,02 18,73 17,84 19,52 14,81 17,58 20,52 11,71 14,31 15,79 8,13 6,32 5,50 3,16 2,85 5,19 59,12 55,03 51,96 66,40 64,99 59,50 Masa Jabatan Berdasarkan data diatas dapat digambarkan, Realisasi PAD diperoleh dari penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan pendapatan lain-lain yang sah. Secara ratarata komposisi penerimaan PAD terdiri dari Pajak Daerah sebesar 19,52 %, Retribusi Daerah sebesar 15,79 %, Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan sebesar 5,19 % Lainlain PAD yang Sah sebesar 59,50 %. Tahun 2011 hingga tahun 2015 kontribusi jenis pendapatan terhadap proporsi PAD Kabupaten Situbondo masih didominasi oleh penerimaan lain-lain yang Sah. 5.4 Efektifitas Penerimaan Sumber PAD Efektivitas pada dasarnya berhubungan dengan pencapaian tujuan atau target kebijakan, untuk mengetahui efektifitas penerimaan sumber PAD, digunakan analisis perbandingan antara anggaran (target) PAD

8 yang direncanakan dengan Realisasi PAD Kabupaten Situbondo. Untuk kriteria efektifitas berdasarkan Depdagri, Kepmendagri No Tahun dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut : Tabel 5.3 Kriteria Efektivitas. Efektivitas Kriteria Lebih dari 100% Sangat Efektif 90%-100% Efektif 80%-90% Cukup Efektif 60%-80% Kurang Efektif Kurang dari 60% Tidak Efektif Sumber: Depdagri, Kepmendagri No Tahun 2006 Hasil analisis untuk membandingkan antara target dan realisasi, dilakukan secara detail setiap tahunnya untuk mengukur seberapa efektif penerimaan PAD di Kabupaten Situbondo Target dan Realisasi Pendapatan Tahun 2011 Realisasi pendapatan Daerah Kabupaten Situbondo pada tahun 2011 mencapai Rp ,44 dari target yang ditetapkan sebesar Rp ,99 atau dalam hal ini telah melebihi target, dengan tingkat efektifitas sebesar 101,33 % yang berada dalam posisi kriteria sangat efektif. Dibandingkan dengan tahun 2010, maka realisasi pendapatan daerah tahun 2011 mengalami kenaikan sebesar 125,01% atau Rp ,78 pada tahun Berikut data target dan realisasi pendapatan Daerah Kabupaten Situbondo selama tahun 2011, yang digambarkan pada tabel 5.4 : TABEL 5.4 TARGET DAN REALISASI PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO TAHUN 2011 NO. 1 1,1 1,2 1,3 1,4 2 2,1 2,3 2, URAIAN TARGET REALISASI Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rp ,99 Rp ,44 116,29 Pajak Daerah Rp ,00 Rp ,03 119,27 Retribusi Daerah Rp ,00 Rp ,00 111,68 Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Rp ,62 Rp ,46 99,46 Kekayaan Daerah yg Dipisahkan PAD yang Sah Rp ,37 Rp ,95 119,41 Dana Perimbangan Rp ,00 Rp ,00 100,36 Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak/Sumber 105,15 Daya Alam Rp ,00 Rp ,00 Umum Rp ,00 Rp ,00 99,94 Khusus Rp ,00 Rp ,00 99,98 Pendapatan yang Sah Rp ,00 Rp ,00 100,19 JUMLAH PENDAPATAN Rp ,99 Rp ,44 101,33 DPPKAD Target dan Realisasi Pendapatan Tahun 2012 Realisasi pendapatan Daerah Kabupaten Situbondo pada tahun 2012 mencapai Rp ,22 dari target yang ditetapkan sebesar Rp ,40 atau dalam hal ini telah melebihi target, dengan tingkat efektifitas sebesar 102,29 % yang berada dalam posisi kriteria sangat efektif. Dibandingkan dengan tahun 2011, maka realisasi pendapatan daerah tahun 2012 mengalami kenaikan sebesar 115,78% atau Rp ,44 pada tahun Berikut data target dan realisasi pendapatan Daerah Kabupaten Situbondo selama tahun 2012, yang digambarkan pada tabel 5.5 :

9 NO. 1 1,1 1,2 1,3 1,4 2 2,1 2,3 2,4 3 TABEL 5.5 TARGET DAN REALISASI PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO TAHUN URAIAN TARGET REALISASI Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rp ,40 Rp ,22 110,66 Pajak Daerah Rp ,86 Rp ,60 121,52 Retribusi Daerah Rp ,00 Rp ,00 84,12 Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Rp ,16 Rp ,97 83,31 Kekayaan Daerah Dipisahkan PAD yang Sah Rp ,38 Rp ,65 123,54 Dana Perimbangan Rp ,00 Rp ,00 101,37 Bagi Hasil Pajak/Bukan Rp ,00 Rp ,00 Pajak/Sumber 118,38 Daya Alam Umum Rp ,00 Rp ,00 100,00 Khusus Rp ,00 Rp ,00 100,00 Pendapatan Rp ,00 Rp ,00 yang Sah 103,37 JUMLAH PENDAPATAN Rp ,40 Rp ,22 Masa Jabatan Target dan Realisasi Pendapatan Tahun 2013 Realisasi pendapatan Daerah Kabupaten Situbondo pada tahun 2013 mencapai Rp ,91 dari target yang ditetapkan sebesar Rp ,42 atau dalam hal ini telah melebihi target, dengan tingkat efektifitas sebesar 100,94 % yang berada dalam posisi kriteria sangat efektif. Dibandingkan dengan tahun 2012, maka realisasi pendapatan daerah tahun 2013 mengalami kenaikan sebesar 112,57% atau Rp ,22 pada tahun Berikut data target dan realisasi pendapatan Daerah Kabupaten Situbondo 102,29 selama tahun 2013, yang digambarkan pada tabel 5.6 : NO. 1 1,1 1,2 1,3 1,4 2 2,1 2,3 2,4 3 TABEL 5.6 TARGET DAN REALISASI PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO TAHUN 2013 URAIAN TARGET 2013 REALISASI Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rp ,42 Rp ,91 106,63 Pajak Daerah Rp ,70 Rp ,65 120,31 Retribusi Daerah Rp ,00 Rp ,00 91,96 Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Rp ,82 Rp ,02 102,07 Kekayaan Daerah yang Dipisahkan PAD yang Sah Rp ,90 Rp ,24 108,75 Dana Rp ,00 Rp ,00 Perimbangan 100,93 Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak/Sumber Daya Alam Rp ,00 Rp ,00 113,28 Umum Rp ,00 Rp ,00 100,00 Khusus Rp ,00 Rp ,00 100,00 Pendapatan Rp ,00 Rp ,00 yang Sah 98,87 JUMLAH PENDAPATAN Rp ,42 Rp ,91 100,94 Masa Jabatan Target dan Realisasi Pendapatan Tahun 2014 Realisasi pendapatan Daerah Kabupaten Situbondo pada tahun 2014 mencapai Rp ,37 dari target yang ditetapkan sebesar Rp ,07 atau dalam hal ini telah melebihi target, dengan tingkat efektifitas sebesar 101,15 % yang berada dalam posisi kriteria sangat efektif. Dibandingkan dengan tahun 2013, maka realisasi pendapatan daerah tahun 2014 mengalami kenaikan sebesar 122,50 % atau Rp ,91 pada tahun Berikut data target dan realisasi

10 pendapatan Daerah Kabupaten Situbondo selama tahun 2014, yang digambarkan pada tabel 5.7 : NO. 1 1,1 1,2 1,3 1,4 2 2,1 2,3 2,4 3 TABEL 5.7 TARGET DAN REALISASI PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO TAHUN URAIAN TARGET REALISASI Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rp ,25 Rp ,62 112,14 Pajak Daerah Rp ,00 Rp ,47 122,08 Retribusi Daerah Rp ,00 Rp ,00 57,35 Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Rp ,99 Rp ,98 100,00 Kekayaan Daerah yang Dipisahkan PAD yang Sah Rp ,26 Rp ,15 132,14 Dana Perimbangan Rp ,00 Rp ,00 99,87 Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak/Sumber Daya Alam Umum Khusus Pendapatan yang Sah JUMLAH PENDAPATAN Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,82 Rp ,00 98,38 100,00 100,00 100,87 Rp ,07 Rp ,37 101,15 Masa Jabatan Target dan Realisasi Pendapatan Tahun 2015 Realisasi pendapatan Daerah Kabupaten Situbondo pada tahun 2015 mencapai Rp ,47 dari target yang ditetapkan sebesar Rp ,68 atau dalam hal ini telah melebihi target, dengan tingkat efektifitas sebesar 99,05 % yang berada dalam posisi kriteria efektif. Dibandingkan dengan tahun 2014, maka realisasi pendapatan daerah tahun 2015 mengalami kenaikan sebesar 111,84 % atau Rp ,37 pada tahun Berikut data target dan realisasi pendapatan Daerah Kabupaten Situbondo selama tahun 2015, yang digambarkan pada tabel 5.8 : NO. 1 1,1 1,2 1,3 1,4 2 2,1 2,3 2,4 3 TABEL 5.8 TARGET DAN REALISASI PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO TAHUN URAIAN TARGET REALISASI Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rp ,81 Rp ,47 Pajak Daerah Retribusi Daerah Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan PAD yang Sah Dana Perimbangan Rp ,50 Rp ,73 Rp ,00 Rp ,96 Rp ,73 Rp ,98 Rp ,58 Rp ,80 Rp ,00 Rp ,00 Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak/Sumber Daya Alam Rp ,00 Rp ,00 Umum Rp ,00 Rp ,00 Khusus Rp ,00 Rp ,00 Pendapatan yang Rp ,87 Rp ,00 Sah JUMLAH PENDAPATAN Rp ,68 Rp ,47 Masa Jabatan Kesimpulannnya adalah dari 5 tahun laporan pendapatan asli daerah (PAD), Tahun 2011 sampai tahun 2014 kriteria efektifitas berada di tingkat sangat efektif yaitu terus melampaui target PAD yang ditentukan dengan tingkat efektifitas diatas 100 %, untuk tahun 2015 mengalami penurunan dengan tingkat efektifitas dibawah 100 % yaitu sebesar 99,05 %, maka berada dalam `kriteria efektif. 5.5 Rata-rata Efektifitas Sumber PAD tahun 2011 s.d 2015 Hasil pembahasan untuk target dan realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten 102,74 99,53 81,66 102,22 110,00 97,75 81,49 100,00 94,58 100,98 99,05

11 Situbondo berbeda-beda di kisaran diatas dan di bawah 100%, berdasarkan tabel efektifitas dapat disimpulkan bahwa tahun 2011 s.d 2015 efektiftas sumber PAD dari Pajak daerah selama lima tahun mencapai 116,54% yaitu sangat efektif. Efektiftas sumber PAD dari Retribusi Daerah hanya mencapai 85,35% yaitu yang berarti cukup efektif. Untuk sumber PAD lainnya seperti Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan selama lima tahun terakhir mencapai 97,41% yang artinya efektif dan untuk sumber PAD lain-lain yang sah berada ditingkat 118,77 yang artinya sangat efektif. Hasil analisis efektifitas masing-masing sumber PAD dapat dilihat pada tabel 5.9 berikut: NO TABEL 5.9 EFEKTIFITAS PENERIMAAN SUMBER PAD SUMBER PAD TAHUN 2011 s.d 2015 PERSENTASE Pajak Daerah 119,27 121,52 120,31 122,08 99,53 Retribusi Daerah 111,68 84,12 91,96 57,35 81,66 Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan PAD yang Sah 99,46 83,31 102,07 100,00 102,22 119,41 123,54 108,75 132,14 110,00 Sumber : Laporan pertanggung jawaban Akhir Masa Jabatan RATA- RATA 116,54 85,35 97,41 118,77 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Kesimpulan yang bisa diambil dari penelitian tentang Efektifitas Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Situbondo selama 5 tahun 2011 s.d 2015 adalah sebagai berikut : 1. Hasil penelitian Tren Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan kontribusinya terhadap penerimaan Daerah Kabupaten Situbondo Tahun 2011 s.d 2015 berada di kisaran rata 8,075, hal ini sangat jauh untuk daerah yang bisa disebut sebagai daerah yang otonom dimana tingkat minimal kontribusi PAD sebesar 30%., namun perkembangan kontribusi PAD tiap tahun selalu positif dan meningkat, capaian ini menunjukkan kemampuan fiskal Kabupaten Situbondo terus meningkat dengan baik. Untuk mengetahui besarnya sumbangan setiap sumber PAD terhadap PAD. 2. Secara rata-rata komposisi penerimaan PAD terdiri dari Pajak Daerah sebesar 19,52 %, Retribusi Daerah sebesar 15,79 %, Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan sebesar 5,19 % PAD yang Sah sebesar 59,50%. 3. Efektifitas penerimaan sumber PAD antara target dan realisasi setiap tahunnya terus mengalami

12 pertumbuhan, Tahun 2011 dengan tingkat efektifitas sebesar 101,33 %, Tahun 2012 dengan tingkat efektifitas mencapai 102,29 %, Tahun 2013 dengan tingkat efektifitas sebesar 100,94 % Tahun 2014 dengan tingkat efektifitas sebesar 101,15 % dan Tahun 2015 sebesar 99,05 %. 4. Rata-rata efektifitas Penerimaan Sumber PAD pada tahun 2011 s.d 2015 dari Pajak daerah mencapai 116,54% (sangat efektif). Retribusi Daerah hanya mencapai 85,35% (cukup efektif), Perusahaan Milik Daerah dan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan mencapai 97,41% ( efektif) dan untuk sumber PAD lain-lain yang sah berada ditingkat 118,77 (sangat efektif). 6.2 Saran Saran yang bisa diberikan kepada Pemerintah Daerah Kabupate Situbondo dan peneliti selanjutnya diatas adalah sebagai berikut : 1. Perlunya untuk mengoptimalkan sumber-sumber PAD Kabupaten Situbondo agar tujuan derah menjadi Daerah yang Otonom menjadi terwuud, minimnya kontribusi PAD terhadap penerimaan Daerah manjadi salah satu tolak ukur yang harus terus diupayakan agar pendapatan asli daerah lebih optimal, baik dengan merubah strategi perpajakan, retribusi Daerah pendapatan BUMD, dan sumber pendapatan lainnya. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan juga menambah faktor-faktor yang diukur tidak hanya dalam lingkup pendapatan asli daerah (PAD) saja namun juga menggali secara lebih mendalam pengelolaan sistem di setiap sumbersumber PAD yang ada di Kabupaten Situbondo DAFTAR PUSTAKA Devas, Nick, dkk, Keuangan pemerintah Daerah di Indonesia. Terjemahan Masri Maris. UI-Press. Jakarta. Djarwanto, Ps dan Subagyo, Pangestu, Statistic Induktif Edisi Ketiga. BPFE. Yogyakarta. Harits, Benyamin, Peran Administrator Pemerintah Daerah. Dalam Prisma No. 4. April LP3ES. Jakarta. Hal Kuncoro, Mudrajarat, Desentralisasi Fiskal di Indonesia dalam Prisma No.4 April LP3ES. Jakarta. Hal Lembaran Negara RI Undang-undang No. 22 tahun 1999 Tentang Pemerintahan daerah dan Undang- Undang Nomor 25 tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemmerintah Pusat dan Daerah Pusat dandaerah. Kuraiko Pratama. Bandung. Rasyid, M. Ryaas, Kebijakan Penyiapan Sumber Daya Aparatur yang Professional Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah, dalam Jurnal Ilmu

13 Pemmerintahan. Edisi 10 Tahun Masyarakat ilmu pemmerintahan. Jakarta. Hal Suprapto, J, Statistik, Teori dan Aplikasi. Jilid 1, Edisi1, Edisi Kelima, Erlangga, Jakarta. Julastiana Yaneka dan Wayan Suartana, Analisis Efisiensi Dan Efektivitas Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Klungkun

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tekad pemerintah pusat untuk meningkatkan peranan pemerintah daerah dalam mengelola daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

Lebih terperinci

ANALISIS KONTRIBUSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR. Calen (Politeknik Bisnis Indonesia) Abstrak

ANALISIS KONTRIBUSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR. Calen (Politeknik Bisnis Indonesia) Abstrak ANALISIS KONTRIBUSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR Calen (Politeknik Bisnis Indonesia) Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pemerintahan daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru dengan dikeluarkannya Undangundang No.22 tahun 1999 dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia yang didasari UU No. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah secara efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Untuk memelihara kesinambungan dan peningkatan pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur, maka pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan Pemerintah Daerah di Indonesia sejak tahun 2001 memasuki era baru yaitu dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mengacu pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa Otonomi Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan wujud partisipasi dari masyarakat dalam. pembangunan nasional. Pajak merupakan salah satu pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan wujud partisipasi dari masyarakat dalam. pembangunan nasional. Pajak merupakan salah satu pendapatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak merupakan wujud partisipasi dari masyarakat dalam pembangunan nasional. Pajak merupakan salah satu pendapatan Negara yang terbesar yang memberikan peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah sebagai suatu konsekuensi reformasi yang harus dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah merupakan suatu harapan cerah bagi pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki kesempatan untuk mengelola,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang meliputi seluruh kehidupan manusia, bangsa dan negara, untuk. Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil makmur

BAB 1 PENDAHULUAN. yang meliputi seluruh kehidupan manusia, bangsa dan negara, untuk. Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil makmur BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan rangkaian upaya yang berkesinambungan, yang meliputi seluruh kehidupan manusia, bangsa dan negara, untuk melaksanakan tugas mewujudkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah merupakan landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia, akan tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan. Otonomi daerah memberikan kesempatan yang luas kepada daerah untuk berkreasi dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi otonomi daerah merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi otonomi daerah merupakan sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Besarnya tuntutan reformasi di segala bidang yang didukung oleh sebagian masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era reformasi pengelolaan keuangan daerah sudah mengalami berbagai perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan Pemerintah Daerah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang membawa kepada

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran... DAFTAR ISI Sampul Depan Judul... Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran... Intisari... i iii iv vii vii ix xviii BAB 1 PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuntutan reformasi di segala bidang yang didukung oleh sebagian masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini, membawa dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah merupakan suatu konsekuensi reformasi yang harus dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota sebagai unit pelaksana otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah (Pemda) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah (Pemda) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Pemda) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena dari era reformasi yang sangat menarik untuk dikaji oleh berbagai kalangan

BAB I PENDAHULUAN. fenomena dari era reformasi yang sangat menarik untuk dikaji oleh berbagai kalangan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Otonomi daerah yang sedang dilaksanakan dewasa ini merupakan salah satu fenomena dari era reformasi yang sangat menarik untuk dikaji oleh berbagai kalangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setelah beberapa dekade pola sentralisasi dianut oleh Bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Setelah beberapa dekade pola sentralisasi dianut oleh Bangsa Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Setelah beberapa dekade pola sentralisasi dianut oleh Bangsa Indonesia. Namun semenjak tahun 2001 pola tersebut berganti dengan pola baru yang disebut desentralisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pusat mengalami perubahan. Jika sebelumnya pemerintah bersifat sentralistik

BAB I PENDAHULUAN. pusat mengalami perubahan. Jika sebelumnya pemerintah bersifat sentralistik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perubahan kepemimpinan nasional dari Orde Baru menuju Orde Reformasi, pola hubungan pemerintah antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah merupakan hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001,

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001, pemerintah daerah merupakan organisasi sektor publik yang diberikan kewenangan oleh pemerintah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah dan Pemerintahan Daerah 2.1. Otonomi Daerah Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah daerah, otonomi daerah adalah kewenangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Tugas Pembantuan.

BAB I PENDAHULUAN. dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Tugas Pembantuan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Faktor keuangan merupakan faktor utama yang merupakan sumber daya finansial bagi pembiayaan penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan upaya pencapaian sasaran nasional di daerah sesuai

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan upaya pencapaian sasaran nasional di daerah sesuai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan upaya pencapaian sasaran nasional di daerah sesuai masalah, potensi, aspirasi dan prioritas kebutuhan masyarakat di daerah, karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan yang dilaksanakan secara bersama-sama. Untuk mewujudkan

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MEMBIAYAI BELANJA DAERAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus DPPKAD Kota Gorontalo)

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MEMBIAYAI BELANJA DAERAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus DPPKAD Kota Gorontalo) ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MEMBIAYAI BELANJA DAERAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus DPPKAD Kota Gorontalo) MERI IMELDA YUSUF 921 409 130 PROGRAM STUDI SRATA 1 AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan.

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang melanda indonesia pada pertengahan tahun 1997 telah menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat ekonomi lemah berupa ketimpangan ekonomi.

Lebih terperinci

BAB II KINERJA SEKTOR PUBLIK. hendak dicapai. Tujuan tiap-tiap organisasi sangat bervariasi tergantung pada

BAB II KINERJA SEKTOR PUBLIK. hendak dicapai. Tujuan tiap-tiap organisasi sangat bervariasi tergantung pada 11 BAB II KINERJA SEKTOR PUBLIK 2.1. SEKTOR PUBLIK 2.1.1. Organisasi Sektor Publik Setiap organisasi pasti mempunyai tujuan spesifik dan unik yang hendak dicapai. Tujuan tiap-tiap organisasi sangat bervariasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada pembangunan nasional. Pembangunan nasional tidak hanya mengalami pertumbuhan, tetapi juga mengalami

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan

I. PENDAHULUAN. berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah pada prinsipnya lebih berorientasi kepada pembangunan dengan berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan daerah untuk mengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan bertujuan untuk menciptakan perubahan ke arah yang lebih baik. Sejalan dengan perkembangan era globalisasi, nampaknya pembangunan yang merata pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pembangunan merupakan usaha terencana dan terarah untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia yang menuntut adanya perubahan sosial budaya sebagai pendukung keberhasilannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional, BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional, Indonesia menganut pada asas desentralisasi dengan memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah dalam menyelenggarakan pemerintah kewenangan tersebut diberikan secara profesional yang

Lebih terperinci

1 UNIVERSITAS INDONESIA

1 UNIVERSITAS INDONESIA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan pemerintahan daerah di Indonesia memasuki babak baru seiring diberlakukannya desentralisasi fiskal. Dengan diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kesatuan, Indonesia mempunyai fungsi dalam membangun masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lama bahkan sejak sebelum kemerdekaan, dan mencapai puncaknya PADa era

BAB I PENDAHULUAN. lama bahkan sejak sebelum kemerdekaan, dan mencapai puncaknya PADa era BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pelaksanaan konsep desentralisasi dan otonomi daerah telah berlangsung lama bahkan sejak sebelum kemerdekaan, dan mencapai puncaknya PADa era reformasi dengan dikeluarkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemandirian suatu daerah dalam pembangunan nasional merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang diputuskan oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertumpu pada penerimaan asli daerah. Kemandirian pembangunan baik di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. bertumpu pada penerimaan asli daerah. Kemandirian pembangunan baik di tingkat BAB I PENDAHULUAN A. latar Belakang Masalah Dalam menunjang keberhasilan pembangunan daerah diperlukan penerimaan keuangan yang kuat, dimana sumber pembiayaan diusahakan tetap bertumpu pada penerimaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan otonomi daerah berlaku secara efektif sejak awal Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik Indonesia disamping sektor migas dan ekspor barang-barang non migas. Sebagai salah satu sumber penerimaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem sentralisasi menjadi desentralisasi. Bentuk pelaksanaan desentralisasi ditandai dengan diberlakukannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggaran pendapatan dan belanja daerah merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemerintah pusat sehingga dengan demikian pembangunan daerah diupayakan sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemandirian pembangunan diperlukan baik tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Hal ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap hubungan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap hubungan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Salah satunya adalah tuntutan pemberian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan antar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri berdasarkan pada prinsip-prinsip menurut Devas, dkk (1989) sebagai berikut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri berdasarkan pada prinsip-prinsip menurut Devas, dkk (1989) sebagai berikut. 3. Bagi masyarakat, memberikan informasi yang jelas tentang pengelolaan keuangan di Provinsi Sumatera Utara BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 4. Prinsip-prinsip pengelolaan keuangan daerah Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, walaupun sumber daya alam itu belum dimanfaatkan secara maksimal. Untuk memanfaatkan sumber-sumber

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI Oleh: Muhammad Alfa Niam Dosen Akuntansi, Universitas Islam Kadiri,Kediri Email: alfa_niam69@yahoo.com

Lebih terperinci

Oleh : Drs. Yonathan Palinggi,MM Peneliti adalah Dosen Fakultas Ekonomi dan Ketua Program Studi Pasca Sarjana Manajemen Administrasi Publik Unikarta

Oleh : Drs. Yonathan Palinggi,MM Peneliti adalah Dosen Fakultas Ekonomi dan Ketua Program Studi Pasca Sarjana Manajemen Administrasi Publik Unikarta ANALISIS PENERIMAAN PAJAK PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C SEBELUM DAN SESUDAH OTONOMI DAERAH SEBAGAI SUMBER PAD PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA Oleh : Drs. Yonathan Palinggi,MM Peneliti adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan dan melancarkan

Lebih terperinci

EVALUASI PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA

EVALUASI PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA EVALUASI PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi

Lebih terperinci

BAB V PENDANAAN DAERAH

BAB V PENDANAAN DAERAH BAB V PENDANAAN DAERAH Dampak dari diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah merupakan subsistem keuangan negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada masa Orde Baru dilakukan secara sentralistik, dari tahap perencanaan sampai dengan tahap implementasi ditentukan oleh pemerintah pusat dan dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan tata cara pemerintahan terwujud dalam bentuk pemberian otonomi daerah dan desentralisasi fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Konsekuensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengingat kebutuhan serta kompleksitas permasalahan yang ada saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. mengingat kebutuhan serta kompleksitas permasalahan yang ada saat ini. BAB I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pemerintah daerah merupakan bagian yang integral dari sistem pemerintahan nasional di suatu negara kesatuan, khususnya di

Lebih terperinci

: Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Badung Bali. : Tyasani Taras NIM :

: Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Badung Bali. : Tyasani Taras NIM : Judul Nama : Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Badung Bali. : Tyasani Taras NIM : 1306205188 Abstrak Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB IV METODA PENELITIAN

BAB IV METODA PENELITIAN BAB IV METODA PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai kondisi dan kateristik obyek penelitian, maka penjelasan terhadap lokasi dan waktu penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang memadai dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang memadai dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang memadai dan dapat diandalkan. Pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE 2005-2009 Muhammad Amri 1), Sri Kustilah 2) 1) Alumnus Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Muhammadiyah Purworejo 2) Dosen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Adanya perubahan Undang-Undang Otonomi daerah dari UU

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Adanya perubahan Undang-Undang Otonomi daerah dari UU BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Adanya perubahan Undang-Undang Otonomi daerah dari UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rakyat. Dalam rangka mewujudkan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rakyat. Dalam rangka mewujudkan tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah Negara yang menjujung tinggi hak dan kewajiban setiap orang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Oleh karena itu menempatkan pajak sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah merupakan dampak reformasi yang harus dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik atau dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu kemandirian,

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PAJAK HIBURAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) (Studi Kasus Pada Pemerintah Daerah Kota Kediri)

EFEKTIVITAS PAJAK HIBURAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) (Studi Kasus Pada Pemerintah Daerah Kota Kediri) EFEKTIVITAS PAJAK HIBURAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) (Studi Kasus Pada Pemerintah Daerah Kota Kediri) Ayu Wulansari Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Univ. Islam Kadiri ABSTRAK Pemerintah daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pajak daerah, retribusi daerah, laba BUMD dan pendapatan lain-lain yang sah.

BAB I PENDAHULUAN. pajak daerah, retribusi daerah, laba BUMD dan pendapatan lain-lain yang sah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu sumber keuangan yang dimiliki oleh daerah. Pendapatan berasal dari berbagai komponen seperti pajak daerah, retribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No 22 tahun 1999 dan UU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu semangat reformasi keuangan daerah adalah dilakukannya pertanggungjawaban keuangan oleh pemerintah daerah dan penilaian kinerja keuangan daerah otonomi secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tersebut dibutuhkan sumber-sumber keuangan yang besar. Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang

I. PENDAHULUAN. tersebut dibutuhkan sumber-sumber keuangan yang besar. Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan Daerah didasarkan asas otonomi daerah dengan mengacu pada kondisi dan situasi satuan wilayah yang bersangkutan.dengan daerah tidak saja mengurus rumah tangganya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam tahun anggaran tertentu yang berisi sumber pendapatan dan penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah mencanangkan suatu gerakan pembangunan yang dikenal dengan istilah pembangunan nasional. Pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan pelaksanaan pembangunan nasional. Keberhasilan suatu

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan pelaksanaan pembangunan nasional. Keberhasilan suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi Negara Indonesia yang sedang meningkatkan pembangunan disegala bidang menuju masyarakat yang adil dan makmur, pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara

Lebih terperinci

KAJIAN KAPASITAS KABUPATEN SEMARANG DALAM MELAKUKAN PINJAMAN (STUDI KASUS : PEMDA DAN PDAM KABUPATEN SEMARANG) TUGAS AKHIR

KAJIAN KAPASITAS KABUPATEN SEMARANG DALAM MELAKUKAN PINJAMAN (STUDI KASUS : PEMDA DAN PDAM KABUPATEN SEMARANG) TUGAS AKHIR KAJIAN KAPASITAS KABUPATEN SEMARANG DALAM MELAKUKAN PINJAMAN (STUDI KASUS : PEMDA DAN PDAM KABUPATEN SEMARANG) TUGAS AKHIR Oleh: WIBYCA FUISYANUAR L2D 003 379 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah untuk kemandirian keuangan daerah. Hal ini membuat topik tentang kemandirian keuangan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu bentuk apresiasi pelaksanaan otonomi daerah yang memberikan. kewenangan yang semakin besar kepada daerah dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. suatu bentuk apresiasi pelaksanaan otonomi daerah yang memberikan. kewenangan yang semakin besar kepada daerah dalam rangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fiscal stress merupakan tekanan anggaran yang terjadi akibat keterbatasan penerimaan daerah yang dapat memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap penerimaan daerah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era reformasi saat ini, Pemerintah Indonesia telah mengubah sistem sentralisasi menjadi desentralisasi yang berarti pemerintah daerah dapat mengurus keuangannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era otonomi daerah yang ditandai dengan adanya Undang- Undang Nomor 32 tahun 2004 mengatur mengenai kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilimpahkan ke daerah. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 5

BAB I PENDAHULUAN. dilimpahkan ke daerah. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 5 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999. Sistem pemerintahan yang semula sentralisasi berubah menjadi desentralisasi, artinya wewenang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam Undang-Undang Dasar 1945 antara lain menegaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan rangkaian dari program-program di segala bidang secara menyeluruh, terarah dan berkesinambungan

Lebih terperinci

ANALISIS KEMANDIRIAN FISKAL DALAM UPAYA MENDUKUNG PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU

ANALISIS KEMANDIRIAN FISKAL DALAM UPAYA MENDUKUNG PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU ANALISIS KEMANDIRIAN FISKAL DALAM UPAYA MENDUKUNG PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU Taryono Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan dalam pembangunan nasional sangat didukung oleh pembiayaan yang berasal dari masyarakat, yaitu penerimaan pajak. Segala bentuk fasilitas umum seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pusat (Isroy, 2013). Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab,

BAB I PENDAHULUAN. pusat (Isroy, 2013). Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dalam era otonomi daerah yang sedang berjalan dewasa ini di Indonesia, pemerintah daerah dituntut untuk mampu menjalankan pemerintahannya secara mandiri. Penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci