Bab II Tinjauan Pustaka

dokumen-dokumen yang mirip
Peta Tunggal BPN Untuk Peningkatan Kualitas Sistem Pendaftaran Tanah (Permasalahan, Peluang dan Alternatif Solusinya)

IV.1. Analisis Karakteristik Peta Blok

Bab I Pendahuluan I.1. Latar belakang

Bab IV Analisa dan Pembahasan. Dalam bab ini akan dikemukakan mengenai analisa dari materi penelitian secara menyeluruh.

PENGUKURAN GROUND CONTROL POINT UNTUK CITRA SATELIT CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI DENGAN METODE GPS PPP

KOREKSI GEOMETRIK. Tujuan :

Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

Bab III Pelaksanaan Penelitian

Analisa Kelayakan Penggunaan Citra Satelit WorldView-2 untuk Updating Peta Skala 1:1.000 (Studi Kasus :Surabaya Pusat)

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KAJIAN TERHADAP PENYATUAN PETA-PETA BLOK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DALAM SATU SISTEM KOORDINAT KARTESIAN DUA DIMENSI DENGAN MENGGUNAKAN CITRA QUICKBIRD

2. Tangguh Dewantara (2007), telah melakukan penelitian tentang citra Quickbird yang berjudul Kajian Akurasi Geometrik Citra Quickbird

Bab IV Analisis dan Pembahasan

Analisa Ketelitian Geometric Citra Pleiades Sebagai Penunjang Peta Dasar RDTR (Studi Kasus: Wilayah Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur)

Analisis Ketelitian Geometric Citra Pleiades 1B untuk Pembuatan Peta Desa (Studi Kasus: Kelurahan Wonorejo, Surabaya)

Evaluasi Ketelitian Luas Bidang Tanah Dalam Pengembangan Sistem Informasi Pertanahan

Transformasi Datum dan Koordinat

Bab III. Pelaksanaan Penelitian

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab IV Analisis Hasil Penelitian. IV.1 Analisis Data Titik Hasil Pengukuran GPS

BAB IV. Ringkasan Modul:

Analisa Ketelitian Planimetris Citra Quickbird Guna Menunjang Kegiatan Administrasi Pertanahan (Studi Kasus: Kabupaten Gresik, 7 Desa Prona)

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

DAFTAR PUSTAKA Abidin, H.Z Abidin, H.Z., Ashbly N and JJ. Spilker. Jr., (1997), Badan Pertanahan Nasional, Badan Pertanahan Nasional,

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521

Materi : Bab IV. PROYEKSI PETA Pengajar : Ira Mutiara A, ST

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521

III. BAHAN DAN METODE

JENIS CITRA

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN

Analisis Ketelitian Geometric Citra Pleiades 1A untuk Pembuatan Peta Dasar Lahan Pertanian (Studi Kasus: Kecamatan Socah, Kabupaten Bangkalan)

SIDANG TUGAS AKHIR RG

Bab IV ANALISIS. 4.1 Hasil Revisi Analisis hasil revisi Permendagri no 1 tahun 2006 terdiri dari 2 pasal, sebagai berikut:

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel.

UJI KETELITIAN HASIL REKTIFIKASI CITRA QUICKBIRD DENGAN PERANGKAT LUNAK GLOBAL MAPPER akurasi yang tinggi serta memiliki saluran

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

REKONSTRUKSI/RESTORASI REKONSTRUKSI/RESTORASI. Minggu 9: TAHAPAN ANALISIS CITRA. 1. Rekonstruksi (Destripe) SLC (Scan Line Corrector) off

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang

Bab II Tinjauan Pustaka

Dosen Pembimbing : Ir. Chatarina Nurdjati Supadiningsih,MT Hepi Hapsari Handayani ST, MSc. Oleh : Pandu Sandy Utomo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Updating Peta Dasar Skala 1:1.000 Menggunakan Citra WorldView-2 (Studi Kasus : Surabaya Pusat) QURRATA A YUN

BAB III PENGOLAHAN DATA ALOS PRISM

ISSN Jalan Udayana, Singaraja-Bali address: Jl. Prof Dr Soemantri Brodjonogoro 1-Bandar Lampung

By. Y. Morsa Said RAMBE

BAB III BAHAN DAN METODE

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Tujuan Proyek I.3. Manfaat Proyek I.4. Cakupan Proyek...

K NSEP E P D A D SA S R

III. METODOLOGIPENELITIAN Waktu dan Tempat. Penelitian ini telah dilakukan tepatnya pada Agustus 2008, namun penyusunan

Bab III Pelaksanaan Penelitian

Sistem Proyeksi Peta. Arif Basofi PENS 2012

Anyelir Dita Permatahati, Ir. Sutomo Kahar, M.Si *, L.M Sabri, ST, MT *

Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84?

Bab II Tinjauan Pustaka

Drawing, Viewport, dan Transformasi. Pertemuan - 02

BAB III PENGOLAHAN DATA. Pada bab ini akan dibahas tentang aplikasi dan pelaksanaan penelitian yang dilakukan dalam tugas akhir ini.

III. BAHAN DAN METODE

ANALISA TUTUPAN LAHAN TERHADAP RENCANA INVESTASI DI KECAMATAN LABANG, KABUPATEN BANGKALAN PASCA SURAMADU DENGAN CITRA SPOT-5

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

BAB III METODE PENELITIAN

REGISTRASI PETA TUTORIAL I. Subjek Matter: 1.1 GEOFERENSING 1.2 COORDINAT GEOMETRIK (COGO)

BAB IV BASIS DATA SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI DAERAH PENELITIAN

Noorlaila Hayati, Dr. Ir. M. Taufik Program Studi Teknik Geomatika, FTSP-ITS, Surabaya, 60111, Indonesia

Bab II TEORI DASAR. Suatu batas daerah dikatakan jelas dan tegas jika memenuhi kriteria sebagai berikut:

BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Terhadap Citra Satelit yang digunakan 4.2 Analisis Terhadap Peta Rupabumi yang digunakan

METODE PENYATUAN PETA PENDAFTARAN TANAH DENGAN BANTUAN CITRA QUICKBIRD DAN GPS TESIS AGUS INDRA MURTI NIM :

DAFTAR PUSTAKA. 1. Abidin, Hasanuddin Z.(2001). Geodesi satelit. Jakarta : Pradnya Paramita.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BENTUK BUMI DAN BIDANG REFERENSI

KAJIAN KETELITIAN KOREKSI GEOMETRIK DATA SPOT-4 NADIR LEVEL 2 A STUDI KASUS: NUSA TENGGARA TIMUR

GD 319 PENGOLAHAN CITRA DIGITAL KOREKSI GEOMETRIK CITRA

Modul 13. Proyeksi Peta MODUL KULIAH ILMU UKUR TANAH JURUSAN TEKNIK SIPIL POLIBAN. Modul Pengertian Proyeksi Peta

BEBERAPA PEMIKIRAN TENTANG SISTEM DAN KERANGKA REFERENSI KOORDINAT UNTUK DKI JAKARTA. Hasanuddin Z. Abidin

C I N I A. Survei dan Pemetaan Untuk Perencanaan Jaringan Gas Bumi Bagi Rumah Tangga Menggunakan Metode Terrestrial dan Fotogrametri Jarak Dekat

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

BAB 4. METODE PENELITIAN

PROYEKSI PETA DAN SKALA PETA

MAKALAH SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT 2 DIMENSI DISUSUN OLEH : HERA RATNAWATI 16/395027/TK/44319

Proyeksi Peta. Tujuan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

EVALUASI PERKEMBANGAN DAN PERSEBARAN PEMBANGUNAN APARTEMEN SESUAI DENGAN RTRW SURABAYA TAHUN 2013 (Studi Kasus : Wilayah Barat Kota Surabaya)

ACARA IV KOREKSI GEOMETRIK

Gambar 1. prinsip proyeksi dari bidang lengkung muka bumi ke bidang datar kertas

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ORTHOREKTIFIKASI CITRA RESOLUSI TINGGI UNTUK KEPERLUAN PEMETAAN RENCANA DETAIL TATA RUANG Studi Kasus Kabupaten Nagekeo, Provinsi Nusa Tenggara Timur

BAB II DASAR TEORI II.1 Sistem referensi koordinat

BAB I PENDAHULUAN. tujuan dan manfaat penelitian. Berikut ini uraian dari masing-masing sub bab. I.1. Latar Belakang

Konsep Geodesi untuk Data Spasial. by: Ahmad Syauqi Ahsan

PRAKTIKUM INTERPRETASI CITRA DIJITAL. Ratna Saraswati

PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI GEOSPASIAL INFRASTRUKTUR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

11 Bab II Tinjauan Pustaka II.1. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu mengenai penerapan teknologi penginderaan jauh citra resolusi tinggi sebagai media untuk memetakan suatu daerah antara lain : 1. Solikhun, M. (006) memanfaatkan Mosaik terkontrol Foto Udara Format Kecil Digital untuk meningkatkan kualitas Peta SIGPBB menghasilkan bahwa beda luas yang diperoleh 99,1% memenuhi persyaratan toleransi teknis. Dalam prosedur pelaksanaannya untuk luasan yang cukup besar diperlukan waktu yang relatif lebih cepat, pekerjaan menjadi efisien dengan hasil yang lebih baik dibandingkan kegiatan teristris, sehingga metode ini dapat digunakan sebagai media perbaikan Peta SIGPBB.. Astor, Y (005) menggunakan Orthophoto untuk melakukan kadaster fiskal terutama sangat efisien untuk daerah padat dan daerah berbukit, namun perlu memerhatikan penggunaan pixel spacing untuk menjaga kualitas peta. Menyarankan penambahan jumlah GCP maupun Tie Point untuk meningkatkan kualitas orthophoto yang dihasilkan, serta memperhitungkan distribusi GCP dan jangan menempatkan pada daerah yang ekstrim perbedaan tingginya. 3. Adi, E.C (005) melakukan unifikasi Peta Blok PBB menuju sistem koordinat UTM WGS 1984 dengan transformasi metode Helmert dan Affine. Dari penelitian perlu memperhatikan pemilihan titik sekutu dan identifikasi titik sekutu yang diperoleh dari pengamatan GPS. Diperoleh 55% dari toleransi % untuk kesalahan kontrol sudut dan 93% memenuhi toleransi luas 10%. Untuk menghindari tumpang tindih dalam kegiatan unifikasi dibuat hirarki mulai peta blok, peta kelurahan baru ke koordinat UTM WGS 1984. Diharapkan tidak menggunakan metode rubbersheeting dalam pendijitalkan data karena merusak karakteristik data grafis yang ada.

1 4. Wikantika, et al (005) mengkaji ketelitian planimetrik, pemanfaatan dan pengolahan citra QuickBird sebagai dasar pembuatan peta garis skala besar. Pelaksanaan dengan membandingkan nilai σgcp, RMSe Independent Control Point dan CE-90 terhadap citra terektifikasi dan terorthorektifikasi terhadap standar baku pemetaan di Indonesia. Dari penelitian tersebut dihasilkan bahwa peta garis hasil digitasi citra QuickBird terektifikasi mempunyai skala 1 : 3.990-1 : 4.000 dan citra QuickBird yang terorthorektifikasi mempunyai skala 1 :.56-1 : 3.000. 5. Budiman, I (007) melakukan peningkatan kualitas data spasial PBB menggunakan koordinat dengan pendekatan Iterative Closest Point Algorithm terhadap Segmentasi Objek di Citra QuickBird dengan memperoleh peningkatan kualitas bidang sebesar 8% terhadap segementasi objek referensi dan 35% terhadap titik cek pada sampel. Metode ICP meningkatkan kualitas secara signifikan dari rata-rata awal,34 m menjadi 1,14 m. Transformasi ditambahkan dengan metode Thin Plate Spline dan meningkatkan kualitas yang lebih lagi. Metode transformasi Affine dari penelitian menghasilkan lebih baik daripada metode Helmert ditinjau dari kecepatan diperoleh RMS yang kecil dan besaran RMS-nya. Dalam penelitian ini juga mengharapkan untuk penelitian lebih lanjut untuk melakukan standarsasi peta-peta blok sebelum dilakukan transformasi. II.. Peta Pendaftaran Peta Pendaftaran merupakan peta tematik, adalah peta yang menginformasikan mengenai bentuk, batas, letak, nomor bidang dari setiap bidang tanah dan digunakan untuk keperluan pembukuan bidang sesuai pasal 1 ayat 15 PP No. 4 Tahun 1997 dan pasal 141 PMNA/KBPN No. 3 Tahun 1997. Peta pendaftaran yang digunakan untuk kegiatan sehari-hari di Kantor Pertanahan haruslah peta dalam satu sistem koordinat tertentu dan format tertentu, sehingga semua bidang tanah yang tercakup pada lembar peta harus dapat dipetakan sesuai keadaan lapangan.

13 Jaminan kepastian hukum obyek berkaitan erat dengan masalah luas, letak, batas dan bentuk bidang tanah (Hermanses, 1965). Dalam rangka memenuhi syarat jaminan kepastian hukum adalah bidang tanah yang akan didaftar dan dimohon haknya harus diukur dan dipetakan ke dalam Peta Pendaftaran. Dinamika permasalahan pertanahan seperti sertipikat ganda, bidang tanah melayang, overlapping dan tidak dipetakan secara teliti memberikan arti pentingnya Peta Pendaftaran yang bersifat tunggal. Pembuatan Peta Pendaftaran didasarkan pada dua kondisi yaitu tersedianya peta dasar pendaftaran (pasal 16 ayat 4 PP 4/1997) atau tidak tersedianya peta dasar pendaftaran (pasal 0 ayat 3 PP 4/1997). Pembuatan peta pendaftaran yang tidak adanya peta dasar dilakukan bersamaan dengan pengukuran dan pemetaan bidangbidang tanah. Sedangkan pembuatan peta pendaftaran yang tersedia peta dasar, hasil pengukuran bidang-bidang harus dipetakan/dikartir diatas peta dasarnya yang telah disahkan penggunaannya dengan mencoret kata Dasar. Beberapa kriteria peta dasar pendaftaran agar dapat digunakan sebagai peta pendaftaran adalah : Berupa peta garis atau peta foto. Kesalahan planimetris 0,3 mm x faktor skala peta. Skala, sistem koordinat dan format peta harus memenuhi persyaratan dan peraturan yang berlaku. Apabila terdapat peta lain dapat dilakukan transformasi sesuai ketentuan yang berlaku yaitu skala, sistem koordinat dan format peta nasional. Toleransi Ketelitian dari penghitungan luas (KL) bidang tanah tidak lebih besar dari KL 0,5L (dalam m ). II.3. Sistem Koordinat TM-3 Menurut aturan dalam PP 4 Tahun 1997, Sistem Koordinat Nasional yang digunakan dalam pengukuran dan pemetaan kadastraal adalah Sistem Koordinat Transverse Mercator dengan lebar zone 3 yang dikenal dengan TM-3. Meridian

14 sentral zone TM-3 terletak 1,5 di timur dan barat daripada meridian sentral zone UTM yang bersangkutan. Skala 1: 1,0001 Meridian sentral Skala 1: 1,0001 Ekuator Skala 1: 1,0001 Meridian sentral Ekuator Skala 1: 1,0001 Gambar II.1. Proyeksi Transverse Mercator 3 Sistem Koordinat ini menggunakan model matematik bumi sebagai bidang referensi adalah spheroid pada datum WGS-1984 dengan parameter semimajor a = 6.378.137 m dan penggepengan f = 1/98,57357. Sistem WGS-1984 adalah sistem koordinat kartesian terikat bumi yang pusatnya berimpit dengan pusat massa bumi dan sumbu Z berimpit dengan sumbu putar bumi yang melalui (Conventional Terrestrial Pole). Sedangkan sumbu X terletak pada bidang meridian nol (Greenwich) dan sumby Y tegak lurus sumbu X dan Z serta membentuk sistem tangan kanan. Besaran faktor skala di meridian sentral (k) yang digunakan adalah 0,9999 dengan titik nol semu adalah timur (x) = 00.000 m dan utara (y) = 1.500.000 m. Dalam pelaksanaan pemetaan oleh BPN dibuatkan format khusus penomoran zone masing-masing peta, sehingga setiap daerah telah ditentukan zone dan nomor lembar petanya. Ini menghindari adanya duplikasi dalam pemetaan. Peta-peta tadi dibuatkan dalam 3 skala yaitu skala 1 : 1.000, 1 :.500, 1 : 10.000 dan pemilihan

15 skala disesuai dengan kondisi lapangan serta penggunaannya serta tidak tertutup kemungkinan skala lain baik skala yang lebih besar maupun lebih kecil. Selanjutnya semua program pemetaan nasional maupun daerah diharapkan menggunakan georeferensi standar nasional yaitu Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN95). Indonesia menetapkan datum yaitu Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN-95) yang geosentrik. Datum ini menggunakan ellipsoid referensi WGS-84. II.4. Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi suatu obyek, daerah dan fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa mengadakan kontak langsung dengan obyek, daerah dan fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1997). Citra Satelit merupakan salah satu cara atau teknik penginderaan jauh. Pengumpulan data dengan menggunakan metode penginderaan jauh mempunyai keunggulan waktu yang relatif lebih cepat dan data keruangan yang lebih rinci daripada pengukuran teristris. Dengan data rujukan lapangan yang tepat dapat diperoleh pengukuran teliti atas posisi, jarak, arah, luas, ketinggian, volume dan lereng. Satelit Qiuckbird adalah satelit komersial yang dibuat dan dioperasikan oleh DigitalGlobe. Satelit QuickBird dapat menghasilkan citra dengan sapuan daerah yang luas dan penyimpanan data yang besar serta resolusi yang tinggi. Resolusi spasial citra QuickBird adalah 61 cm untuk pankromatik dan,44 m untuk multispektral. Resolusi spasial, spektral dan tipe produk citra QuickBird dapat dilihat pada tabel II.1.

16 Tipe Produk Tabel II.1. Resolusi spasial, spektral dan tipe produk QuickBird Resolusi Pankromatik Multispektral Hitam putih Biru Hijau Merah Near-IR 450-900 nm 450-50 nm 50-600 nm 630-690 nm 760-900 nm Pankromatik 60, 70 cm V MS.4,.8 m V V V V Color 60, 70 cm V V V V Color IR 60, 70 cm V V V V Pansharpened 60, 70 cm V V V V V Sumber: DigitalGlobe.com II.5. Pengolahan Citra Citra satelit memerlukan serangkaian operasi pengolahan agar informasi dapat digunakan. Pengolahan yang dapat diterapkan pada berbagai macam data citra satelit ada tiga tahapan, yaitu : pemulihan citra (image restoration), penajaman citra (image enhancement) dan klasifikasi citra (image clasification) (Lillesand dan Kiefer, 1997). Komputer sangat berperan dalam pengolahan citra dijital. Dalam hal melakukan pengolahan algortima, penggunaan model matematika, penyimpanan data dijital, penyiaman citra dijital sebagai masukan dan penyajian informasi keluaran (Jensen, 1996). Pada proses rektifikasi, hal utama yang dilakukan adalah merelokasi setiap pixel dalam suatu citra input {x,y } pada posisi tertentu di citra output (x,y) yang telah dikoreksi dengan melakukan transformasi koordinat (Saputra, 005). Rektifikasi merupakan proses yang dilakukan untuk memproyeksikan citra ke bidang datar agar bentuknya konform (sebangun) dengan sistem proyeksi peta yang digunakan dan mempunyai orientasi arah yang benar. Rektifikasi ini umum digunakan untuk mengoreksi citra pada terain yang datar dan relatif datar. II.6. Penajaman Citra Penajaman citra bertujuan untuk meningkatkan kemungkinan interprestasi citra dengan mempertajam kontrast tampak antara wujud dengan suatu adegan. Salah satu metode dengan memperjelas tepi pada obyek di dalam citra, karena penajaman citra lebih berpengaruh pada tepi (edge) obyek maka sering disebut

17 juga dengan penajaman tepi (edge sharpening) atau peningkatan kualitas tepi (edge enhancement) (Munir, 004). Penajaman citra sendiri digunakan sebelum dilakukan interpretasi visual, selain untuk kepentingan analisis citra kadang juga untuk analisis kualitatif. Dengan penajaman secara sederhana dapat diartikan mentransformasikan data kebentuk yang lebih ekpresif. Proses penajaman dapat dilakukan dengan modifikasi histogram, penajaman kontras linier (linier contrast enhancement), penajaman kontras linier siturasi, penajaman kontras otomatik, penajaman logaritma dan eksponensial (Purwadhi, 001). Teknik penajaman secara umum dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu manipulasi kontras, manipulasi kenampakan spasial dan manipulasi multi-citra. Manipulasi kontras menggunakan teknik modifikasi histogram. Manipulasi kenampakan spasial mencakup penggunaan filter spasial, penajaman tepi dan analisis Fourier. Manipulasi multi citra mencakup multi spketral band rasioning, transformasi warna dan perentangan dekorelasi. II.7. Koreksi Geometrik Citra Koreksi geometrik adalah tindakan pemulihan citra akibat cacat atau kesalahan geometrik yang melalui dua tahapan : a. Koreksi terhadap kesalahan sistematis dengan menerapkan rumus-rumus yang diturunkan b. Koreksi terhadap kesalahan non sistematis dengan melakukan analisis titik kontrol tanah (Ground Control Point) Koreksi geometrik mempunyai tiga tujuan yaitu melakukan rektifikasi atau restorasi pemulihan citra agar koordinat citra sesuai dengan koordinat geografis, mencocokkan posisi citra dengan citra lain atau mentransformasikan sistem koordinat citra multispektral, registrasi citra ke peta atau transformasi sistem koordinat citra ke peta yang menghasilkan citra dengan sistem proyeksi tertentu. Sehingga koreksi geometrik dilakukan dengan proses transformasi (Purwadhi, 001). Tujuan dari koreksi geometrik ini dalam penelitian ini untuk melakukan

18 registrasi citra sesuai sistem koordinat dengan sistem koordinat TM 3º. Koreksi geometri untuk pengolahan citra terhadap titik didasarkan pada adanya sifat affinitas obyek sehingga metode yang digunakan metode Affine. II.8. Transformasi Koordinat Transformasi koordinat adalah suatu prosedur untuk mengkonversikan suatu sistem koordinat ke sistem koordinat lainnya. Hubungan antara koordinat sistem satu dengan sistem lainnya diformulasikan dalam bentuk persamaan transformasi yang digambarkan dengan besaran-besaran (Parameter Transformasi). Parameter Transformasi terdiri dari : a. Translasi ; pergeseren titik awal (nol) sistem koordinat b. Rotasi ; perputaran sumbu-sumbu koordinat c. Perbesaran ; perbandingan jarak dalam sistem satu dengan jarak yang bersangkutan pada sistem lainnya. Transformasi Koordinat dapat dibagi menjadi kelompok yaitu Transformasi Koordinat Dimensi (Transformasi D) dan Transformasi Koordinat 3 Dimensi (Transformasi 3D). Peta Pendaftaran Tanah yang ada saat ini masih dalam dua dimensi sehingga transformasi dilakukan dengan transformasi dua dimensi. Transformasi koordinat yang digunakan adalah untuk mentransformasi koordinat bidang-bidang tanah yang berada dalam peta pendaftaran ke sistem koordinat TM-3. II.8.1. Metode Helmert Transformasi Helmert merupakan transformasi konform D dengan polinom berderajat satu. Suatu sistem koordinat dengan koordinat (x, y) akan ditransformasikan menjadi sistem koordinat dengan koordinat (X, Y) maka persamaannya menjadi (Purworahardjo, 1994) : X ( cos ) x ( sin ) y C... (II.1) Y ( cos ) y - ( sin ) x C... (II.) Apabila, cos p dan - sin q, maka persamaan diatas menjadi : 1 X p x - q y C... (II.3) 1

19 Y q x p y C... (II.4) Besarnya faktor rotasi () dan skala () : -1 tan (- q/ p)... (II.5) ( p q )... (II.6) Dimana, = elemen perbesaran = elemen rotasi p, q = elemen perbesaran dan rotasi C1, C = elemen translasi Untuk menghitung parameter transformasi p, q, C 1 dan C diperlukan minimal buah titik sekutu. II.8.. Metode Lauf Transformasi Lauf merupakan transformasi konform D dengan bentuk polinom berderajat dua. Persamaan untuk metode ini adalah (Purworahardjo, 1994) : Dimana : X ax - by c( x - y )- dxy C1... (II.7) Y bx ay d( x - y ) cxy C...... (II.8) a, b, c, d = elemen perbesaran dan rotasi C1, C = elemen translasi Untuk menghitung parameter transformasinya untuk metode ini diperlukan minimal 3 titik sekutu. Parameter transformasi terdiri dari a, b, c, d, C 1 dan C, apabila titik sekutu lebih dari 3 maka dapat dilakukan penghitungannya melalui metode kuadrat terkecil. II.8.3. Metode Affine Transformasi Affine didefinisikan sebagai transformasi koordinat yang mempertahankan kesejajaran dan kelurusan garis dalam prosedur perubahan nilai koordinat dari sistem koordinat awal menuju sistem koordinat akhir (Slama, 1980). Kompensasi dipertahankan kesejajaran garis pada proses transformasi

0 maka perubahan bentuk ukuran, arah referensi dan jarak akan terjadi, sehingga transformasi Affine tidak bersifat konform. Kelebihan dari transformasi ini adalah memperhitungkan faktor ketidaktegaklurusan sumbu, dipahami ada kalanya suatu sistem koordinat tidak memiliki sumbu koordinat yang tidak orthogonal. Persamaan matematis transformasi Affine adalah sebagai berikut (Purworahardjo, 1994) : Dimana : X i x j y C... (II.9) 1 Y k x l y C... (II.10) i, j, k, l = elemen perbesaran dan rotasi C1, C = elemen translasi Karena ada 6 unsur parameter transformasi maka diperlukan minimal 3 buah titik sekutu untuk penyelesaiannya, agar hasilnya lebih teliti jumlah titik sekutu lebih dari 3 dan dilakukan pemecahannya dengan perataan kuadrat terkecil. Dalam metode ini perbesaran ke arah sumbu X berbeda dengan perbesaran ke arah sumbu Y. Dari persamaan final besarnya rotasi ( ) dan skala (S x dan S y ) adalah sebagai berikut : 1 tan ( k/ i)... (II.11) 1 lsin jcos tan... (II.1) lcos jsin i cos x. (II.13) cos l y.. (II.14) (cos sintan ) Dimana, = elemen rotasi i, j, k, l = elemen perbesaran dan rotasi x = elemen perbesaran pada sumbu X y = elemen perbesaran pada sumbu Y

1 II.9. Kualitas Hasil Transformasi Kualitas hasil proses transformasi koordinat biasanya dengan cara membandingkan koordinat hasil titik sekutu hasil transformasi dengan titik sekutu dari ukuran atau pengamatan lapangan (Titik Kontrol Tanah). Perbedaan nilai koordinat titik sekutu dinyatakan dengan residual atau penyimpangan dari nilai definitifnya. Secara matematis ditulis : Dimana : V u o V X X... (II.15) = residual u X = koordinat definitif o X = koordinat hasil hitungan Nilai residual yang kecil menunjukkan hasil transformasi yang baik, sedangkan nilai residual yang besar menunjukkan sebaliknya yaitu hasil yang tidak baik. Parameter lainnya untuk menunjukkan kualitas hasil transformasi adalah nilai RMS (Root Mean Square). Metode pengukuran kualitas data adalah akurasi posisi (Yeung, 00). Nilai RMS dihitung dengan rumus sebagai berikut : RMS i i Vxi Vyi n1 n1 ( n. (II.16) Dimana : V xi = besarnya residual pada arah x V yi = besarnya residual pada arah y n = jumlah data