ANALISIS KEPEMILIKAN KENDARAAN TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN PADA SOPIR ANGKOT DI KOTA SALATIGA Rahmanita Lestari 1), Nurul Hidayah 2) 1 Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta officialrahmanita@gmail.com 2 1 Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta nurulhiida08@gmail.com Abstrak Sopir angkot di Kota Salatiga menggunakan kendaraan dengan status sewa dengan pendapatan harian kurang dari Rp 100.000 sementara beban sewa kendaraan Rp 80.000 per hari. Tentunya hal ini akan berpengaruh terhadap pendapatan bersih harian dan tingkat kesejahteraan sopir angkot di Kota Salatiga yang telah menikah dan memiliki tanggungan keluarga. Penelitian ini menggunakan metode survey sementara penentuan sampel menggunakan teknik accidentally sampling sementara pengambilan data dilakukan dengan wawancara pada 128 responden yang berprofesi sebagai sopir angkot disekitar Pasar Blauran, Pasar Raya dan Tamansari Kota Salatiga untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan sopir angkot di Kota Salatiga. Adapun yang berpengaruh dalam pendapatan harian sopir angkot Kota Salatiga adalah ; (1) 39,84% sopir angkot berusia diatas 50 tahun hal ini tentunya berpengaruh terhadap produktivitas (2) 36,72% didominasi tingkat pendidikan rendah yang berimplikasi pada kesempatan memilih pekerjaan yang lebih layak (3) beban sewa kendaraan per hari mencapai Rp 80.000 yang harus ditanggung oleh 72% sopir angkot, (4) jumlah muatan penumpang kurang dari 50 orang per hari tidak berbanding lurus dengan curahan jam kerja 7 jam per hari, (5) nominal tarif yang berlaku rendah untuk jarak jauh maupun jarak dekat sebesar Rp 1000 Rp 5000 per orang sehingga pendapatan harian kurang dari Rp 100.000 sehingga hanya cukup untuk membayar beban sewa harian. Kata Kunci : Sopir Angkot, Kesejahteraan, Kota Salatiga PENDAHULUAN Permasalahan ekonomi didalam masyarakat selalu timbul akiba ketidakseimbangan antara kebutuhan dan pendapatan ( income). Jika ditarik kedalam ruang lingkup yang lebih luas lagi, hal-hal tersebut sangat dipengaruhi oleh kualitas sumber daya manusia. Kota Salatiga memiliki indeks pembangunan manusia (IPM) sebesar 80,96 dan merupakan salah satu IPM tertinggi di Indonesia pada tahun 2015 (BPS, 2015) maka kondis i tersebut menjadi sangat kontras dengan kondisi yang berada di lapangan. Sopir angkot menggantungkan penghasilan pada kegiatannya mengendarai angkutan umum. Banyaknya penghasilan tergantung dari sekuat apa mereka membawa kendaraan, sebanyak apa penumpang yang bisa dibawa mengingat sebagian besar kalangan masyarakat di tiap-tiap daerah memiliki kendaraan pribadi. Hal tersebut berpengaruh terhadap profesi sopir angkot. Semakin banyak warga yang memiliki kendaraan pribadi, maka semakin berkurang penghasilan si supir angkot ditambah besarnya biaya yang harus disetorkan kepada pemilik angkot setiap harinya, biaya bahan bakar angkot, serta perawatan angkot yang berdampak langsung pada pendapatan bersih para sopir untuk mencukupi kebutuhan hidup. Keadaan yang semacam ini semestinya mendapat perhatian dan penangan khusus dari Pemerintah Kota Salatiga pelatihan THE 5 TH URECOL PROCEEDING 661 ISBN 978-979-3812-42-7
tenaga kerja di Balai Latihan Kerja, penetapan regulasi berkaitan dengan tarif per trayek berdasarkan jarak tempuh, harga sewa minimum harian per armada serta mempersuasi masyarakat untuk menggunakan jasa angkutan umum kota daripada menggunakan kendaraan pribadi terutama pada masyarakat yang bermobilitas hanya dalam lingkup Kota Salatiga saja. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan sopir angkot di Kota Salatiga. KAJIAN LITERATUR Pendapatan adalah seluruh hasil yang diterima dari pembayaran atas penggunaan faktor-faktor produksi yang dimiliki, baik berupa uang maupun barang yang berasal dari pihak lain maupun dari hasil industri yang dinilai atas dasar sejumlah uang dari harta yang berlaku saat itu (Sukirno, 2000:43) Menurut Sumardi dkk (1995:93) bahwa pendapatan adalah penghasilan yang berupa uang yang diterima dari : 1. gaji atau upah yang diperoleh dari kerja pokok, sampingan, lembur dan kerja kadang-kadang; 2. dari usaha sendiri yang meliputi hasil dari usaha sendiri, komisi, pengumpulan dari kerajinan rumah; 3. dari investasi yakni pendapatan yang diperoleh dari kerja sosial. Tingkat pendapatan seseorang akan mempengaruhi terhadap kondisi fisik maupun psikis dari setiap kegiatan yang diikutinya. Tingkat pendapatan adalah suatu ukuran untuk memenuhi status ekonomi seseorang (Bintarto, 1996:228) Jika seseorang belum dapat memenuhi kebutuhan pokoknya maka orang itu senantiasa berada dalam keadaan tidak seimbang sampai hal yang diinginkannya itu terpenuhi, maka seluruh daya potensinya akan ditujukan kepada pemenuhan keinginan yang mendesak sampai suatu kebutuhannya. Dari adanya keinginan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seseorang terdorong untuk bekerja, akan tetapi bekerja tidak sematamata didorong oleh adanya kebutuhan 2.1 Pengaruh jam kerja terhadap pendapatan Jam kerja dan pendapatan merupakan variabel yang sulit untuk dipisahkan. Pendapatan dan upah diperoleh seeorang dari suatu pekerjaan melalui pencurahan jam kerja untuk bekerja yang menghasilkan barang dan jasa. Tingkat upah para sopir ini, umumnya dipengaruhi oleh curahan jam kerja, karena tingkat upah yang ditentukan dalam sektor ini tingkat upah target. Jumlah orang yang bekerja dipengaruhi oleh tingkat produktivitas kerja. Banyak yang bekerja keras tetapi banyak juga yang bekerja dengan sedikit usaha atau curahan jam kerja tetapi hasil yang diperoleh dari kedua cara itu tidak sama. 2.2 Pengaruh pengalaman kerja terhadap pendapatan Lamanya bekerja seseorang akan memperluas wawasannya, dan dengan demikian juga akan dapat meningkatkan daya serapnya terhadap hal-hal yang baru. Pengalaman kerja dengan sendirinya juga akan dapat meningkatkan pengetahuan dan kecerdasan serta ketrampilan seseorang. Semakin lama dan semakin intensif, pengalaman kerja akan semakin besarlah peningkatan tersebut. Inilah yang memungkinkan orang bisa menghasilkan barang dan jasa yang makin lama makin banyak, beragam dan bermutu (Suroto, 1992:7). METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode survey yang memfokuskan pada bidang pekerjaan transportasi khususnya sopir angkot di Kota Salatiga. Penentuan sampel menggunakan teknik accidentally sampling pada 128 responden yang berprofesi sebagai sopir angkot di sekitar Pasar Blauran, Pasar Raya dan Tamansari Kota Salatiga pada 26-28 Desember 2016. Teknik pengambilan data dilakukan dengan wawancara untuk mengetahui THE 5 TH URECOL PROCEEDING 662 ISBN 978-979-3812-42-7
informasi yang berkenaan dengan : usia, tingkat pendidikan, status perkawinan, status pekerjaan, status kepemilikan armada, jumlah penumpang per hari, tarif angkutan, jam kerja, jumlah tanggungan, jenis pekerjaan sampingan sopir, keinginan ganti profesi serta hambatan dalam pekerjaan. Bentuk analisa data menggunakan analisis deskriptif dalam menjelaskan tingkat kesejahteraan sopir angkutan yang diakibatkan oleh kepemilikan armada serta faktor pendukung lainnya. Secara garis besar tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah : 1. Tahap Pendahuluan Dilakukan dengan mengidentifikasi lokasi sebaran sampel dan mengumpulkan data yang berkaitan dengan tujuan penelitian. 2. Tahap Penyusunan Kuisioner Penentuan variabel untuk memeperoleh data tentang karateristik sosial ekonomi sopir angkot di Kota Salatiga. 3. Tahap Kompilasi Data Primer Berupa klasifikasi data berdasarkan parameter tertentu menggunakan tabulasi sebelum dianalisis. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil survey, sopir angkot di Kota Salatiga dominan pada usia 50 tahun keatas dengan presentase 39,84%. Wirosuhardjo (1996:302) yang menyatakan bahwa tingkat usia dari tenaga kerja itu berpengaruh terhadap pendapatan kerja seseorang karena pada tingkat umur masih produktif berpengaruh terhadap kemampuan fisik dari tenaga kerja. Tabel 1. Tingkatan Usia Usia Presentase < 15 Tahun 5 3.91 15-29 Tahun 10 7.81 30-39 Tahun 30 23.44 40-49 Tahun 32 25 > 50 Tahun 51 39.84 Usia juga dapat dikaitkan dengan status pernikahan seseorang. Secara umum di Indonesia, usia nikah untuk laki-laki minimal 25 tahun. Berdasarkan tingkatan usia, sebagian besar sopir angkot di Kota Salatiga berstatus menikah sebanyak 89,84% sisanya berstatus belum menikah dan duda. Tabel 2. Status Pernikahan Status Menikah 115 89.84 Belum Nikah 13 10.16 Duda/Janda 5 3.91 Selain usia, pendidikan pun diyakini sangat berpengaruh terhadap kecakapan, tingkah laku dan sikap seseorang, dan hal ini semestinya terkait dengan tingkat pandapatan seseorang. Dalam kondisi tertentu hal ini berlaku mengingat pendidikan sebagai modal utama seseorang dalam mendapatkan pekerjaan yang layak dengan penghasilan yang cukup. Berdasarkan hasil survey, pendidikan sopir angkot di Kota Salatiga sebagian besar hanya menamatkan pendidikan hingga jenjang sekolah dasar sebanyak 36,72%, sekolah menengah pertama sebanyak 27,34% dan sekolah menengah atas sebanyak 21,88%. Tabel 3. Tingkat Pendidikan Jenjang Tidak Sekolah 15 11.72 SD 47 36.72 SMP 35 27.34 SMA 28 21.88 D3 2 1.56 S1 1 0.78 Sudirman (1990:66) menyatakan bahwa besarnya penghasilan dilain pihak THE 5 TH URECOL PROCEEDING 663 ISBN 978-979-3812-42-7
tergantung pada sedikit banyaknya waktu yang digunakan atau dicurahkan untuk bekerja. Semakin lama ia bekerja maka akan semakin besar pula penghasilannya.tetapi konsekuensinya semakin lama ia bekerja semakin sedikit waktu yang tersedia untuk bersenangsenang. Berdasarkan tabel, 88,28% sopir angkot di Kota Salatiga bekerja lebih dari 7 jam per hari. Tabel 4. Lama Jam Kerja Durasi (Jam) 3-4 3 2.34 5-6 12 9.38 > 7 113 88.28 Namun hal ini tidak mesti selaras dengan tingkat pendapatan yang diterima diakibatkan dari faktor lain yang terjadi di lapangan yaitu : a. Kepemilikan armada Dari hasil survey, 72% sopir angkot di Kota Salatiga menggunakan armada dengan status sewa, tentunya hal ini berpengaruh terhadap pendapatan harian dikarenakan beban sewa harian yang harus disetorkan kepada pemilik angkutan sebesar Rp 80.000, - per hari. Tabel 5. Kepemilikan Armada Status Milik sendiri 17 13.28 Sewa 111.72 b. Banyaknya Muatan Penumpang Sementara itu, pendapatan sopir angkot bergantung pada banyaknya penumpang yang dapat diangkut berdasarkan lama jam kerja harian. Tabel 6. Banyaknya Muatan Penumpang Penumpang (orang) <50 76 59.38 50-100 49 38.28 100-200 1 0.78 >200 2 1.56 Berdasarkan tabel diatas, 59,38% responden mampu mengangkut 76 orang per hari. Selain sedikitnya jumlah penumpang yang diangkut selama jam kerja sopir angkot per hari juga dipengaruhi oleh masyarakat yang lebih memilih menggunakan kendaran pribadi untuk bermobilitas c. Tarif Hampir keseluruhan responden memberlakukan tarif mulai dari Rp 1.000 Rp 5.000,-. Tabel 7. Tarif Per Penumpang Tarif ( Ribuan) Frekuens i Persentas e Rp 1-5 121 94.53 Rp 6-10 6 4.69 Rp 11-15 1 0.78 Jika jumlah muatan penumpang dalam satu hari dikalikan dengan tarif yang berlaku lalu dikurangi oleh biaya sewa armada serta beban tanggungan keluarga maka reponden memiliki pendapatan harian minim. Tabel 8. Jumlah Pendapatan Harian Pendapatan (Dalam Ribuan) > 500 3 2,3 300-500 9 7,0 100-300 56 43,8 <100 60 46,9 Tabel 9. Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah Presentase THE 5 TH URECOL PROCEEDING 664 ISBN 978-979-3812-42-7
<2 39 30,47 3-5 39 30,47 >6 10 7,81 Total 128 100 Beberapa hal diatas tidak banyak memengaruhi para sopir untuk beralih keprofesi lain dikarenakan beberapa kendala dan status pekerjaan sebagai sopir angkot masih sebagai pekerjaan pokok bagi 93,75% dari 128 responden dengan masa kerja yang cukup lama. Tabel 10. Hambatan Dalam Pekerjaan Hambatan Pangkalan Tidak Nyaman 1 0,8 Sewa mahal 7 5,5 Sepi penumpang 37 28,9 Armada Mogok 3 2,3 Kesehatan 4 3,1 Pengguna kendaran pribadi 19 14,8 Tidak ada hambatan 16 12,5 Macet 10 7,8 Saingan 12 9,4 Cuaca 3 2,3 Tidak Punya SIM 2 1,6 Pendapatan Kecil 5 3,9 Biaya perawatan 3 2,3 Lainnya 6 4,7 Tabel 11. Status Pekerjaan Sebagai Sopir Status Pokok 120 93.75 Sampingan 8 6.25 Tabel 12. Masa Kerja Lama (Tahun) < 9 38 29.69 10-18 31 24.22 19-27 30 23.44 28-36 18 14.06 37-45 9 7.03 > 46 2 1.56 KESIMPULAN Sopir angkot Kota Salatiga bekerja dengan sistem kejar setoran. Hal ini dikarenakan sebanyak 72% menggunakan kendaraan dengan status sewa dengan beban harian Rp 80.000 sementara jumlah jam kerja dan banyaknya jumlah penumpang yang mampu diangkut dalam sehari tidak selalu berbanding lurus terhadap pendapatan sopir angkot yang memiliki tanggungan keluarga dalam mencukupi kebutuhan harian. REFERENSI Bintarto. 1996. Tenaga Kerja Dalam Pembangunan. Universitas Indonesia. Jakarta : LP3ES. Simanjuntak, P. 2001. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: LP3ES. Sukirno, S. 1995. Ekonomi Pembangunan, Proses, Masalah, dan Dasar Kebijaksanaan, Jakarta : LPFE UI. Sumardi, M dan Hans DE. 1982. Sumber Pendapatan Kebutuhan Pokok dan Perilaku Menyimpang. Jakarta: Rajawali. Suroto. 1992. Strategi Pembangunan dan Perencanaan Kesempatan Kerja. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Wirasuhardjo. 1996. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineke Cipta. THE 5 TH URECOL PROCEEDING 665 ISBN 978-979-3812-42-7