KERUGIAN SOSIAL DAN EKONOMI PENGGUNA KENDARAAN BERMOTOR AKIBAT ADANYA KEMACETAN
|
|
- Herman Sudirman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 VI. KERUGIAN SOSIAL DAN EKONOMI PENGGUNA KENDARAAN BERMOTOR AKIBAT ADANYA KEMACETAN Kemacetan di sepanjang jalan Cicurug-Parungkuda sudah menjadi suatu kebiasaan umum bagi pengguna kendaraan bermotor. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain banyaknya pabrik yang terdapat di sepanjang jalan tersebut, bertambahnya jumlah kendaraan, serta pertambahan jumlah penduduk. Adanya arus globalisasi membuat kawasan Cicurug dan Parungkuda menjadi suatu kawasan yang dicari oleh investor untuk menanamkan modalnya di kawasan tersebut mengingat biaya produksi yang lebih murah dibanding dengan tempat lain. Hal ini dapat mendatangkan banyak keuntungan bagi pemerintah daerah karena dapat menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Keadaan ini yang menyebabkan banyak berdirinya pabrik-pabrik yang menyerap banyak tenaga kerja. Mobilitas tenaga kerja tersebut menjadi salah satu faktor spesifik terjadinya kemacetan di sepanjang jalan Cicurug-Parungkuda Kerugian Sosial terhadap Pengguna Kendaraan Bermotor Hasil penelitian terhadap 240 responden di sepanjang jalan Cicurug- Parungkuda menunjukkan bahwa kemacetan merupakan situasi yang sangat merugikan sehingga berdampak pada sosial pengguna kendaraan bermotor itu sendiri. Umumnya setiap responden yang pernah mengalami kemacetan langsung memberikan tanggapan negatif. Kerugian sosial terhadap kendaraan bermotor berdasarkan jenis pekerjaan dapat dilihat pada Tabel
2 Tabel 10. Persepsi Pengguna Kendaraan Bermotor Mengenai Kerugian Sosial Kemacetan Berdasarkan Jenis Pekerjaan Jenis Pekerjaan Dampak Total PS % PM % PNS % S % W % Telambat 36 66, , ,52 0 0, Tidak 30 18,40 7 4, , , , Disiplin Menguras 65 27, , , , , Waktu Mengurangi jam Kerja atau Belajar 61 63, , , ,29 96 Lelah 57 29,38 3 1, , , , Stress 53 32,12 3 1,84 5 3, , , Sumber : Data Primer, 2011 Keterangan : PS = Pegawai Swasta S = Supir PM = Pelajar atau Mahasiswa W = Wiraswasta PNS = Pegawai Negeri Sipil Tabel 10 memperlihatkan bahwa seluruh responden menyatakan setuju bahwa kemacetan dapat menguras waktu pengguna kendaraan bermotor. Tidak hanya menguras waktu, pengguna kendaraan bermotor juga sering merasakan lelah dan stress. Hilangnya waktu merupakan opportunity cost yang harus ditanggung oleh para pengguna kendaraan bermotor dimana waktu tersebut bisa digunakan untuk suatu aktivitas yang mendatangkan keuntungan secara sosial budaya maupun ekonomi. Tabel di atas juga memperlihatkan bahwa responden yang menyatakan merasakan lelah saat terjadi kemacetan yaitu sebanyak 194 orang atau sebesar 80,83 persen dari total keseluruhan responden. Hal ini memperlihatkan bahwa sebagian besar pengguna kendaraan bermotor merasakan lelah saat mereka terjebak kemacetan. Energi yang dibutuhkan menjadi lebih besar saat terjebak dalam kemacetan karena mereka harus lebih fokus dalam berkendara. Pengguna kendaraan bermotor yang berprofesi sebagai supir merupakan responden yang paling merasakan adanya kelelahan tersebut. Sebanyak 100 orang supir merasakan kelelahan saat mereka terjebak dalam kemacetan karena jalan raya tersebut 54
3 merupakan jalur trayek yang harus mereka lewati setiap saat dimana jalan tersebut memiliki intensitas kemacetan tinggi sepanjang waktu. Rasa lelah yang berkepanjangan juga dapat menyebabkan tingkat emosional menjadi lebih tinggi sehingga dapat mengakibatkan stress. Sebanyak 163 responden merasakan adanya stress saat mereka terjebak dalam kemacetan. Sebanyak 76 orang supir merasakan stress saat terjebak kemacetan (46,63 persen dari jumlah responden yang merasakan stress). Kelelahan yang berkepanjangan serta adanya pengaruh terhadap penghasilan yang diterima merupakan penyebab stress yang dirasakan oleh supir. Selain supir, pegawai swasta juga merasakan hal yang sama. Sebanyak 53 orang pegawai swasta merasakan stress saat terjebak dalam kemacetan (31,12 persen dari jumlah responden yang merasakan stress). Pegawai swasta di sekitar jalan Cicurug-Parungkuda sebagian besar merupakan buruh pabrik sehingga mereka harus memiliki energi yang cukup besar untuk bekerja. Adanya kemacetan menyebabkan rasa lelah serta terkurasnya energi, sehingga saat mereka tiba di tempat kerja kondisi fisik dan mental tidak sebanding dengan tuntutan pekerjaan yang membutuhkan ketelitian dan energi yang besar. Hal tersebut merupakan penyebab stress yang dirasakan oleh pegawai swasta. Kerugian lain yang teridentifikasi saat terjebak kemacetan yaitu dapat mengurangi jam kerja atau belajar. Seluruh responden yang berprofesi sebagai PNS, pelajar atau mahasiswa, serta hampir seluruh pegawai swasta merasakan kerugian tersebut. Kemacetan dapat mengakibatkan pelajar terlambat masuk kelas sehingga mereka kehilangan waktu yang seharusnya dapat digunakan untuk belajar. Begitu pula dengan PNS dan pegawai swasta, mereka terlambat tiba di 55
4 tempat kerja sehingga mereka kehilangan waktu yang seharusnya dapat digunakan untuk bekerja. Adanya kemacetan juga membawa pengaruh negatif terhadap pengguna kendaraan bermotor. Sebanyak 90 supir (55,21 persen dari jumlah responden yang tidak disiplin) dan 30 orang pegawai swasta (18,40 persen dari jumlah responden yang tidak disiplin) berperilaku tidak disiplin saat mereka terjebak dalam kemacetan. Mereka sering menerobos bahu jalan bahkan jalanan khusus pejalan kaki agar mereka bisa mengefisienkan waktu. Hal tersebut sudah menyalahi aturan yang berlaku dimana bahu jalan tidak diperkenankan untuk pengguna kendaraan bermotor kecuali dalam keadaan darurat. Selain itu, supir angkutan umum selalu berhenti di tempat yang terlarang. Perilaku yang tidak disiplin ini menjadi salah satu penyebab adanya kemacetan. Pengaruh negatif lainnya yang terjadi akibat adanya kemacetan yaitu terlambat. Terlambat juga sudah menjadi kebiasaan yang sering dirasakan oleh para pengguna kendaraan bermotor karena seringnya terjebak dalam kemacetan. Sebanyak 36 pegawai swasta (66,67 persen dari jumlah responden yang terlambat) sering terlambat untuk bekerja atau belajar. Keterlambatan itu sudah menjadi dampak yang negatif karena mereka sudah menyalahi aturan yang berlaku dimana pegawai dan pelajar atau mahasiswa harus datang tepat pada waktunya untuk melaksanakan tugasnya masing-masing Kerugian Ekonomi terhadap Pengguna Kendaraan Bermotor Selain kerugian yang ada di atas, kemacetan juga berpengaruh pada ekonomi masyarakat. Kemacetan dapat mengakibatkan boros bensin dan mengurangi penghasilan bagi pengguna kendaraan bermotor. Kemacetan dapat 56
5 menurunkan manfaat ekonomi yang seharusnya didapat oleh masyarakat. Kerugian ekonomi terhadap pengguna kendaraan bermotor dilihat dari jenis pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Persepsi Pengguna Jalan Mengenai Kerugian Ekonomi Kemacetan Berdasarkan Jenis Pekerjaan Jenis Pekerjaan Dampak PS % PM % PNS % S % W % Total Boros Bensin 65 27, , , , , Mengurangi Penghasilan 0 0,00 0 0,00 0 0, Sumber : Data Primer, 2011 Keterangan : PS = Pegawai Swasta S = Supir PM = Pelajar atau Mahasiswa W = Wiraswasta PNS = Pegawai Negeri Sipil Responden menggunakan kendaraan sebagai alat transportasinya untuk memobilisasi ke tempat tujuan mereka masing-masing sehingga saat mereka terjebak kemacetan, kerugian yang paling berpengaruh yaitu boros bensin. Seluruh responden setuju bahwa kemacetan membuat boros bensin karena sebagian besar kendaraan berada pada posisi menyala saat terjebak macet sehingga konsumsi bensin pun bertambah. Seluruh supir angkutan umum menyatakan bahwa penghasilan mereka berkurang karena sering terjebak kemacetan. Supir angkutan umum menyatakan mereka harus menambah uang bensin agar mereka bisa beroperasi seperti biasa atau harus mengurangi operasional rit kendaraan dari yang biasanya rata-rata 12 kali trip menjadi delapan trip Perhitungan Pengeluaran Biaya BBM Pengguna Kendaraan Bermotor Kemacetan yang sering terjadi tidak hanya berdampak pada sisi sosial, namun juga pada sisi ekonomi. Kendaraan yang melaju pada saat lalu lintas normal akan mengkonsumsi BBM lebih hemat dibanding dengan konsumsi BBM 57
6 saat macet. Meningkatnya pengeluaran biaya BBM ini merupakan kerugian yang harus ditanggung oleh setiap pengguna kendaran bermotor. Hasil penelitian terhadap 240 responden terdapat 130 responden yang mengendarai kendaraan roda empat atau lebih, dan 110 responden yang mengendarai kendaraan roda dua. Seluruh responden dihitung pengeluaran BBM mereka dengan menggunakan rumus rata-rata contoh sehingga didapat pengeluaran rata-rata kerugian individu pengguna kendaraan bermotor tersebut dengan asumsi pengeluaran biaya untuk pembelian BBM digunakan untuk semua titik kemacetan yang ada di sepanjang jalan Cicurug-Parungkuda (Tabel 12). Tabel 12. Perhitungan Rata-Rata Pengeluaran Responden untuk Pembelian BBM untuk satu kali trip Pengeluaran Rata-Rata Kendaraan roda empat atau lebih (n=130 unit) Kendaraan roda dua (n= 110 unit) Pengeluaran rata-rata normal per , ,09 kendaraan (Rp) (per trip) Pengeluaran rata-rata macet per , ,91 kendaraan (Rp) (per trip) Rata-rata kerugian per kendaraan , ,82 (Rp) (per trip) Jumlah kendaraan pada Peak 616* 1.923* hours (unit per jam) Jumlah kerugian BBM per hari , ,86 (Rp) (per peak hour) Total kerugian pembelian BBM per bulan (Rp) , ,80 Total kerugian per tahun (Rp) , ,90 Total kerugian kendaraan bermotor per tahun (Rp) ,10 Sumber : Data Primer, 2011 Keterangan : * = Jumlah kendaraan pada pukul WIB menurut data yang diperoleh dari Dinas Perhubungan Kab.Sukabumi, Hasil perhitungan pengeluaran pengguna kendaraan bermotor roda empat atau lebih untuk pembelian BBM dengan rumus perhitungan rata-rata dalam kondisi lalu lintas normal didapat sebesar Rp ,65 per kendaraan roda empat atau lebih. Namun bila terjebak kemacetan biaya untuk pembelian BBM pun 58
7 meningkat menjadi Rp ,58 per kendaraan roda empat atau lebih sehingga kerugian yang ditanggung yaitu sebesar Rp ,92 untuk kendaraan bermotor roda empat atau lebih dengan asumsi pengeluaran BBM tersebut digunakan untuk melewati semua titik kemacetan di sepanjang jalan Cicurug-Parungkuda. Kendaraan roda dua seperti motor, penggunaan bahan bakarnya lebih efisien dibanding dengan kendaraan roda empat atau lebih. Pengeluaran responden untuk pembelian BBM dalam kondisi lalu lintas normal didapat sebesar Rp 5.259,09 per motor. Namun apabila mereka terjebak kemacetan maka biaya untuk pembelian BBM pun meningkat menjadi Rp 7.740,91 sehingga kerugian yang ditanggung yaitu sebesar Rp 2.481,82 untuk setiap kendaraan roda dua. Data yang diperoleh dari Dinas Perhubungan Kabupaten Sukabumi (2011) bahwa jumlah kendaraan bermotor yang melewati jalan Cicurug-Parungkuda pada peak hour yaitu pukul WIB berjumlah 616 unit untuk kendaraan roda empat atau lebih dan unit untuk kendaraan roda dua. Apabila jumlah tersebut dikalikan dengan rata-rata kerugian untuk kendaraan roda empat atau lebih yaitu sebesar Rp ,92, maka total kerugian BBM untuk kendaraan roda empat atau lebih yaitu sebesar Rp ,88 per hari dan Rp ,86 per hari untuk kendaraan roda dua. Total kerugian BBM per bulan sebesar Rp ,40 untuk kendaraan roda empat atau lebih dan Rp ,80 untuk kendaraan roda dua sehingga total kerugian per tahun sebesar Rp ,20 untuk kendaraan roda empat atau lebih dan Rp ,90 untuk kendaraan roda dua. Hal ini berarti potensi ekonomi yang hilang dari penggunaan BBM akibat kemacetan di sepanjang jalan Cicurug-Parungkuda mencapai Rp 59
8 ,10 per tahun. Potensi nilai ekonomi yang hilang ini merupakan nilai yang sangat besar untuk wilayah yang termasuk daerah sub-urban. Pengeluaran dalam penelitian ini lebih besar dibanding dengan penelitian sebelumnya untuk kendaraan roda empat atau lebih yaitu sebesar Rp ,93 karena jumlah kendaraan roda empat dan kendaraan besar seperti kendaraan barang yang banyak tidak sebanding dengan kapasitas jalan sehingga terjadi banyak penumpukan kendaraan. Jalan Cicurug-Parungkuda hanya memiliki satu jalan utama untuk menghubungkan Bogor dengan Kabupaten Sukabumi sehingga jalan tersebut sudah pasti memiliki kepadatan yang tinggi yang menyebabkan kemacetan sepanjang waktu. Pertambahan pembelian BBM di Kecamatan Bogor Barat dalam Marwan (2011) hampir sama dengan pertambahan pembelian BBM di Cicurug- Parungkuda yaitu sebesar Rp ,00. Hal ini terjadi karena jarak tempuh di Kecamatan Bogor Barat yang sangat jauh dan hanya memiliki satu jalan utama walaupun volume kendaraan roda empat di daerah ini tidak sebanyak di Cicurug- Parungkuda. Oleh sebab itu, pertambahan pembelian BBM di Kecamatan Bogor Barat cukup besar walaupun kemacetan yang terjadi tidak separah di daerah Cicurug-Parungkuda. Berbeda dengan daerah Cicurug-Parungkuda dan Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor dalam Sapta (2009) mengalami pertambahan pembelian BBM sebesar Rp 5.237,87. Kota Bogor memiliki banyak jalan utama untuk tiba di kotanya yaitu Baranan Siang sehingga tidak terjadi kemacetan setinggi di daerah Cicurug- Parungkuda. Jumlah kendaraan besar yang sedikit dibanding dengan daerah Cicurug-Parungkuda juga menjadikan kemacetan di Kota Bogor tidak separah 60
9 kemacetan di daerah Cicurug-Parungkuda. Hal inilah yang menyebabkan pertambahan untuk pembelian BBM di daerah Cicurug-Parungkuda lebih besar dibanding dengan Kota Bogor dan Kecamatan Bogor Barat. Pertambahan pembelian BBM untuk kendaraan roda dua dalam penelitian ini hampir sama dengan penelitian Sapta (2009) di Kota Bogor yaitu sebesar Rp 2.481,82. Berbeda dengan Cicurug dan Kota Bogor, Marwan (2011) dalam penelitiannya di Kecamatan Bogor Barat mengalami pertambahan pembelian BBM tertinggi untuk roda dua. Hal ini karena jarak tempuh Kecamatan Bogor Barat yang lebih jauh dan titik rawan kemacetan yang lebih banyak dibanding dengan Cicurug-Parungkuda dan Kota Bogor sehingga pertambahan pembelian BBM di Kecamatan Bogor Barat ini paling tinggi dibanding dengan kedua daerah tersebut. Potensi yang hilang dalam penelitian ini relatif kecil bila dibandingkan dengan Kota Surabaya. Potensi ekonomi yang hilang akibat penambahan pembelian BBM yaitu sebesar kurang lebih Rp 102 Triliun per tahun. Nilai yang sangat besar bila dibandingkan dengan potensi ekonomi yang hilang di jalan Cicurug-Parungkuda yaitu sebesar Rp 4 Milyar. Nilai yang sangat besar di Surabaya karena Surabaya merupakan daerah urbanisasi, selain itu Surabaya merupakan Ibukota Propinsi Jawa Timur sehingga nilai penambahan BBM yang didapat sangat besar. Kemacetan menimbulkan banyak kerugian ekonomi seperti pengeluaran pembelian BBM. Hal ini akan berdampak pada persediaan sumberdaya yang semakin menipis karena terjadi eksploitasi sumberdaya yang berlebihan dan pada lingkungan yang semakin rusak karena terjadinya daya dukung lingkungan yang 61
10 melebihi batas. Keadaan ini bertolak belakang dengan konsep ekonomi sumberdaya dan lingkungan itu sendiri yaitu pembangunan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan pemerintah untuk mengatasi kemacetan yang terjadi di setiap tempat agar pembangunan yang berkelanjutan dapat terwujud Perhitungan Besarnya Penghasilan yang Hilang Akibat Kemacetan Pertumbuhan ekonomi tidak bisa lepas dari peranan sektor transportasi. Transportasi membuat distribusi barang dan jasa serta mobilitas pelaku ekonomi menjadi lebih cepat, mudah, dan efisien. Apabila terjadi kemacetan lalu lintas, maka arus transportasi pun terhambat sehingga dampaknya akan berpengaruh besar pada aktivitas ekonomi dan produktivitas masyarakat. Supir yang terjebak kemacetan merasakan kerugian ekonomi yang paling besar dibanding dengan jenis pekerjaan lainnya. Pengeluaran yang semakin meningkat untuk operasional kendaraan mengurangi penghasilan para supir. Para supir mengalami penurunan penghasilan karena mereka harus membeli BBM lebih banyak dibanding saat lalu lintas berjalan normal. Misalnya untuk dua kali trip operasi biasanya menghabiskan Rp ,00. Namun karena sering terkena macet, konsumsi pembelian BBM pun bertambah menjadi Rp ,00. Supir angkutan umum biasanya dalam sehari dapat beroperasi sebanyak 12 kali trip, menjadi 8 kali trip karena sering terjebak macet. Karena itu, kemacetan dapat menyebabkan berkurang atau hilangnya penghasilan masyarakat khususnya supir. Hasil penelitian terhadap 240 responden, 116 responden diantaranya berprofesi sebagai supir. Berikut adalah perhitungan terhadap 116 responden yang berprofesi sebagai supir yang penghasilannya hilang akibat adanya kemacetan 62
11 dengan asumsi PNS, pekerja swasta, wiraswasta dan pelajar atau mahasiswa tidak masuk dalam perhitungan walau terjebak kemacetan karena berdasarkan hasil survei, keterlambatan tidak akan mempengaruhi penghasilan mereka. Hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Perhitungan Penghasilan Supir yang Hilang Supir Kendaraan Umum Total Durasi Kemacetan (menit) (per trip) Jumlah Responden 116 Rata-rata durasi kemacetan (menit) (per trip) 33,36 Rata-rata pendapatan per bulan (Rp) ,03 Rata-rata jumlah jam kerja per hari (jam) 11 Rata-rata jumlah hari kerja per minggu (hari) 7 Rata-rata jumlah jam kerja per bulan (30 hari x rata-rata jam kerja per hari) (jam) 330 Rata-rata penghasilan (Rata-rata penghasilan per bulan : jam kerja) (Rp) 5.758,88* 95,98** Rata-rata penghasilan yang hilang satu kali jalan (Rp) 3.202,14 Jumlah perjalanan per hari (trip) 12*** Rata-rata penghasilan per hari (Rp) 38,425,68 Jumlah supir kendaraan umum 970 Total penghasilan yang hilang per hari (Rp) ,60 Total penghasilan yang hilang per bulan (Rp) ,00 Total penghasilan yang hilang per tahun (Rp) ,00 Sumber : Data Primer, 2011 Keterangan : * = per jam ** = per menit *** = jumlah perjalanan supir untuk enam rit Berdasarkan data yang diperoleh, rata-rata durasi kemacetan yang dialami oleh supir yaitu 33,36 menit. Rata-rata penghasilan responden per bulan yang berprofesi sebagai supir yaitu sebesar Rp ,03. Rata-rata jam kerja supir dalam sehari adalah 11 jam yaitu pada saat aktivitas ekonomi cukup tinggi yang biasanya terjadi pada pukul WIB dan selalu bekerja setiap hari. Bila jumlah jam kerja supir dalam satu bulan yaitu 330 jam, maka penghasilan supir per jam yaitu Rp 5.758,88. Durasi kemacetan supir selama 33,36 menit sehingga penghasilan supir yang hilang yaitu sebesar Rp 3.202,14 untuk satu kali perjalanan dimana daerah Cicurug-Parungkuda memiliki kecenderungan terjadi kemacetan sepanjang waktu. 63
12 Seorang supir dalam sehari beroperasi sebanyak 12 kali trip maka jumlah penghasilan seorang supir yang hilang dalam sehari yaitu sebesar Rp ,68. Bila masyarakat yang berprofesi sebagai supir berjumlah 970 orang dengan rincian 400 supir angkutan umum, 400 orang supir angkutan Bogor-Sukabumi, dan 170 supir merupakan supir bis dengan asumsi satu kendaraan umum dikemudikan oleh satu orang supir dan jumlah operasional untuk semua kendaraan umum sama yaitu 12 kali trip, maka total penghasilan supir yang hilang dalam sehari yaitu sebesar Rp ,60, sehingga penghasilan supir yang hilang dalam satu bulan yaitu sebesar Rp ,00. Total penghasilan supir yang hilang per tahun yaitu sebesar Rp ,00. Jumlah penghasilan supir yang hilang karena adanya kemacetan dalam penelitian ini yaitu sebesar Rp ,00. Nilai ini lebih kecil dibanding dengan penghasilan supir yang hilang di Kota Bogor dalam Sapta (2009) yaitu sebesar Rp ,00. Hal ini karena penghasilan untuk supir per jam di sepanjang jalan Cicurug-Parungkuda lebih kecil dibanding dengan supir yang berada di Kota Bogor sehingga jumlah penghasilan supir yang hilang untuk satu tahun di Cicurug-Parungkuda lebih kecil dibanding dengan penghasilan supir di Kota Bogor. Hilangnya potensi ekonomi ini merupakan nilai yang belum pernah diketahui sebelumnya oleh masyarakat. Oleh karena itu, dengan adanya penelitian ini setidaknya masyarakat bisa mengetahui penghasilan mereka yang hilang akibat sering terjebak macet sehingga mereka bisa lebih mengefisienkan waktu agar tidak hilang akibat adanya kemacetan. 64
I. PENDAHULUAN. manusia dengan tempat yang dituju. Transportasi digunakan untuk memudahkan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi merupakan salah satu sarana yang dapat menghubungkan manusia dengan tempat yang dituju. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM LOKASI. Cicurug memiliki luas sebesar hektar. Kecamatan Cicurug terletak pada
V. GAMBARAN UMUM LOKASI 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Keadaan Umum Kecamatan Cicurug Kecamatan Cicurug berada di bagian Sukabumi Utara. Kecamatan Cicurug memiliki luas sebesar 4.637 hektar.
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah sepanjang jalan Cicurug-Parungkuda, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara
Lebih terperinciALTERNATIF KEBIJAKAN DALAM MENGATASI PERMASALAHAN KEMACETAN Analisis Posisi dan Peran setiap Elemen dalam Pengolahan Horizontal
VII. ALTERNATIF KEBIJAKAN DALAM MENGATASI PERMASALAHAN KEMACETAN 7.1. Analisis Posisi dan Peran setiap Elemen dalam Pengolahan Horizontal 7.1.1. Analisis Posisi dan Peran setiap Elemen Faktor Analisis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam wilayah suatu negara akan ada kota yang sangat besar, ada kota
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam wilayah suatu negara akan ada kota yang sangat besar, ada kota yang cukup besar, ada kota sedang dan ada kota kecil. Kota Medan merupakan salah satu kota di Indonesia
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. mengangkut dari suatu tempat ke tempat lain. Sementara menurut Papacostas
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Transportasi Pengertian transportasi menurut Morlok (1981) adalah memindahkan atau mengangkut dari suatu tempat ke tempat lain. Sementara menurut Papacostas (1987), transportasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. transportasi yang sekarang selalu dihadapi kota-kota besar di Indonesia adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan salah satu komponen yang penting bagi kehidupan dan perkembangan ekonomi, sosial, politik dan mobilitas penduduk. Permasalahan transportasi yang
Lebih terperinciKERUGIAN SOSIAL EKONOMI DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN DALAM MENGATASI PERMASALAHAN KEMACETAN DI SEPANJANG JALAN CICURUG- PARUNGKUDA, KABUPATEN SUKABUMI
KERUGIAN SOSIAL EKONOMI DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN DALAM MENGATASI PERMASALAHAN KEMACETAN DI SEPANJANG JALAN CICURUG- PARUNGKUDA, KABUPATEN SUKABUMI NUZULIA FARHANI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Administrasi (2010), Jakarta mempunyai luas 7.659,02 km 2. penduduk sebesar jiwa. Jakarta juga mempunyai kepadatan penduduk
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jakarta merupakan ibu kota negara dan sebagai pusat pemerintahan Indonesia. Menurut Suku Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Administrasi (2010), Jakarta mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu elemen yang sangat penting bagi kebutuhan manusia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan salah satu elemen yang sangat penting bagi kebutuhan manusia untuk menunjang kehidupan perekonomian di masyarakat, baik dalam bentuk
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. mengumpulkan literature baik berupa buku buku transportasi, artikel, jurnal
18 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Langkah pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan mengumpulkan literature baik berupa buku buku transportasi, artikel, jurnal jurnal dan
Lebih terperinciANALISIS BIAYA-MANFAAT SOSIAL PERLINTASAN KERETA API TIDAK SEBIDANG DI JALAN KALIGAWE, SEMARANG TUGAS AKHIR
ANALISIS BIAYA-MANFAAT SOSIAL PERLINTASAN KERETA API TIDAK SEBIDANG DI JALAN KALIGAWE, SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : LINDA KURNIANINGSIH L2D 003 355 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sistem transportasi seimbang dan terpadu, oleh karena itu sistem perhubungan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perhubungan nasional pada hakekatnya adalah pencerminan dari sistem transportasi seimbang dan terpadu, oleh karena itu sistem perhubungan sebagai penunjang utama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan pembangunan di segala bidang. Pelaksanaan pembangunan tersebut bertujuan untuk mewujudkan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kompleks dibanding daerah sekitarnya (Bintarto, 1977). perekonomian, atau sebagai pusat pemerintahan (Darmendra, 2011).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkotaan merupakan bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dan corak kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun jumlah penduduk Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tahun jumlah penduduk Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta semakin meningkat. Banyak pelajar, mahasiswa bahkan wisatawan (mancanegara maupun lokal) yang datang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bintaro Utama 3 Jalan Bintaro Utama 3A Jalan Pondok Betung Raya Jalan Wr
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persimpangan jalan adalah simpul transportasi yang terbentuk dari beberapa pendekat, dimana arus kendaraan dari berbagai pendekat bertemu dan memencar meninggalkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di sisi jalan. hal ini seringkali mengakibatkan terjadinya penumpukan kendaraan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai kawasan Kota Industri, wilayah Kabupaten Tangerang khususnya wilayah Balaraja Barat juga tidak lepas dari masalah kemacetan yang merupakan masalah umum yang
Lebih terperinci2016 HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP KEMACETAN LALU LINTAS DENGAN COPING STRATEGY PADA PENGEMUDI MOBIL PRIBADI DI KOTA BANDUNG
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peran transportasi di Indonesia sangat berpengaruh sebagai kebutuhan perjalanan yang membantu mobilitas penduduk itu sendiri. Tetapi, perkembangan transportasi
Lebih terperinciLampiran 1. Wawancara dengan Moda Transportasi Penumpang/Orang (angkutan Kota, Mobil Pribadi dan Kendaraan bermotor Roda dua)
Lampiran 1. Wawancara dengan Moda Transportasi Penumpang/Orang (angkutan Kota, Mobil Pribadi dan Kendaraan bermotor Roda dua) 1. Bagaimana tanggapan Bapak/Ibu, apabila mengemudi kendaraan di dalam kota
Lebih terperinciJAKARTA YANG NYAMAN ADALAH Jakarta yang aman dengan seluruh aspek kehidupan yang berjalan dengan tertib, teratur, damai, indah, bersih, sehat.
1 JAKARTA YANG NYAMAN ADALAH Jakarta yang aman dengan seluruh aspek kehidupan yang berjalan dengan tertib, teratur, damai, indah, bersih, sehat. JAKARTA YANG SEJAHTERA ADALAH Terwujudnya derajat kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. aktifitas sehari-hari. Angkutan kota atau yang biasa disebut angkot adalah salah satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi adalah pemindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah alat yang digerakkan oleh manusia atau mesin. Transportasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permintaan akan transportasi dalam suatu wilayah merupakan kebutuhan akan akses untuk menuju fungsi-fungsi pelayanan kota di lokasi berbeda yang ditentukan oleh masyarakat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Umum Menurut Kamala (1993), transportasi merupakan fasilitas yang sangat penting dalam pergerakan manusia dan barang. Jalan sebagai prasarana transportasi darat memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya kemacetan pada jalan perkotaan maupun jalan luar kota yang diakibatkan bertambahnya kepemilikan kendaraan, terbatasnya sumberdaya untuk pembangunan jalan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Berbagai aktivitas perkotaan terutama di kota-kota besar dimana mobilitas. lintas dan pergerakan manusia didaerah tersebut.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permintaan akan jasa transportasi semakin lama semakin meningkat sejalan dengan semakin tinggi arus lalu lintas di suatu perkotaan. Pertumbuhan penduduk yang semakin meninggi
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas penentu kelangsungan perekonomian suatu negara. Hal ini disebabkan oleh berbagai sektor dan kegiatan ekonomi di Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Malang telah dinobatkan sebagai kota pendidikan dan juga merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa Timur karena potensi alam dan iklim yang dimiliki. Kurang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. penataan ruang adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota 2.1.1 Pengertian Kota Menurut Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007, dinyatakan bahwa penataan ruang adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu kota dapat dilihat dari tingginya aktivitas perekonomian, aktivitas perkotaan tersebut perlu didukung dengan adanya transportasi. Konsep transportasi
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kemacetan 2.1.1 Pengertian Kemacetan Kemacetan adalah keadaan di mana kendaraan mengalami berbagai jenis kendala yang mengakibatkan turunnya kecepatan kendaraan di bawah keadaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemakaian energi karena sumbernya telah menipis. Krisis lingkungan sangat mempengaruhi disiplin arsitektur di setiap
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Arsitek pada jaman ini memiliki lebih banyak tantangan daripada arsitekarsitek di era sebelumnya. Populasi dunia semakin bertambah dan krisis lingkungan semakin menjadi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat, di samping berbagai indikator sosial ekonomi lainnya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat pendapatan masih menjadi indikator utama tingkat kesejahteraan masyarakat, di samping berbagai indikator sosial ekonomi lainnya. Perkembangan tingkat pendapatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Salah satu permasalahan penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan Kota Bandung adalah permasalahan transportasi. Transportasi adalah penunjang fungsi sosial ekonomi dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kawasan perkotaan saat ini telah menjadi kawasan sangat luas dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan perkotaan saat ini telah menjadi kawasan sangat luas dengan penyebaran daerah hunian sampai ke daerah sub urban. Karakteristik dasar pergerakan dalam kota juga
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata banyaknya rit dan jumlah penumpang yang diamati Trayek Rata-rata Rit per 9 Jam
pukul 1.-16. dan sore hari dilakukan pada pukul 16.-19.. Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1. Mencari data awal tentang aturan mengenai angkutan perkotaan, jumlah tiap trayek, dan lintasan
Lebih terperinciKAJIAN KINERJA JALAN ARTERI PRIMER DI SIMPUL JALAN TOL JATINGALEH KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Penggal Ruas Jalan Setia Budi)
KAJIAN KINERJA JALAN ARTERI PRIMER DI SIMPUL JALAN TOL JATINGALEH KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Penggal Ruas Jalan Setia Budi) TUGAS AKHIR Oleh: SYAMSUDDIN L2D 301 517 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Perkembangan usaha dewasa ini telah diwarnai dengan berbagai macam persaingan di segala bidang. Salah satunya adalah persaingan di dunia otomotif yang semakin ketat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengoperasian fasilitas transportasi yang ada (Wahyuni.R, 2008 ).
BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Kemacetan lalu lintas pada jalan perkotaan di kota-kota besar telah menjadi topik utama permasalahan di negara berkembang seperti Indonesia. Secara umum ada tiga faktor yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek (manusia atau barang) dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lalu lintas yang ada. Hal tersebut merupakan persoalan utama di banyak kota.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masalah transportasi secara umum dan lalu lintas pada khususnya adalah merupakan fenomena yang terlihat sehari-hari dalam kehidupan manusia. Semakin tinggi tingkat mobilitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. interaksi yang baik dan ideal antara komponen komponen transportasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi didefinisikan sebagai kegiatan pemindahan penumpang dan barang dari suatu tempat ke tempat lain, dimana di dalamnya terdapat unsur pergerakan (movement).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Agus Imam Rifusua, FE UI, 2010.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Urbanisasi merupakan fenomena yang dialami oleh kota-kota besar di Indonesia khususnya. Urbanisasi tersebut terjadi karena belum meratanya pertumbuhan wilayah terutama
Lebih terperinciAnalisis Dampak Pelaksanaan Program Low Cost Green Car Terhadap Pendapatan Negara
Analisis Dampak Pelaksanaan Program Low Cost Green Car Terhadap Pendapatan Negara Pendahuluan Program Low Cost Green Car (LCGC) merupakan program pengadaan mobil ramah lingkungan yang diproyeksikan memiliki
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Salah satu rencana untuk mengurangi kemacetan di kota Yogyakarta adalah penerapan Electronic Road Pricing (ERP). (Pratama, 2012) kemacetan akan memberi dampak negatif, baik dari
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Pertumbuhan dan penggunaan sepeda motor di Negara Indonesia sebagai salah
PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan dan penggunaan sepeda motor di Negara Indonesia sebagai salah satu alat transportasi semakin tinggi. Hal ini dikarenakan rata-rata masyarakat Indonesia lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perjalanan pulang-pergi dengan menggunakan sepeda motor setiap harinya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepeda motor adalah salah satu alat transportasi yang sedang banyak digemari oleh masyarakat di indonesia. Dari tahun ke tahun jumlah pengendara sepeda motor mengalami
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Permasalahan di sektor transportasi merupakan permasalahan yang banyak terjadi
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan di sektor transportasi merupakan permasalahan yang banyak terjadi di berbagai kota. Permasalahan transportasi yang sering terjadi di kota-kota besar adalah
Lebih terperinciPerilaku Pergerakan Masyarakat Perkotaan Dalam Proses Urbanisasi Wilayah di Kabupaten Tegal TUGAS AKHIR. Oleh: TITI RATA L2D
Perilaku Pergerakan Masyarakat Perkotaan Dalam Proses Urbanisasi Wilayah di Kabupaten Tegal TUGAS AKHIR Oleh: TITI RATA L2D 004 357 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. simpang merupakan faktor penting dalam menentukan penanganan yang paling tepat
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Simpang jalan merupakan tempat terjadinya konflik lalu lintas. Kinerja dari suatu simpang merupakan faktor penting dalam menentukan penanganan yang paling tepat untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jakarta merupakan ibu kota Republik Indonesia, dikenal juga sebagai kota
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jakarta merupakan ibu kota Republik Indonesia, dikenal juga sebagai kota metropolitan. Sebagai kota besar Jakarta pasti memiliki banyak masalah, salah satunya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong dan penunjang. dan prasarana yang didukung oleh tata laksana dan sumber daya manusia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Umum Transportasi sebagai urat nadi kehidupan berbangsa dan bernegara, mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong dan penunjang pembangunan. Transportasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang murah untuk mencari oleh oleh dan menjadi tujuan utama bagi pengunjung
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu kota besar yang memiliki banyak potensi untuk dikembangkan adalah kota Yogyakarta. Dengan jumlah penduduk yang cukup padat dan banyaknya aset wisata yang
Lebih terperinciStudi Demand Kereta Api Komuter Lawang-Kepanjen
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) E-47 Studi Demand Kereta Api Komuter Lawang-Kepanjen Rendy Prasetya Rachman dan Wahju Herijanto Jurusan Teknik Sipil, Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sektor transportasi merupakan hal yang sangat mutlak dibutuhkan terutama oleh negara yang sedang berkembang. Karena transportasi menjadi nadi perkembangan suatu negara,
Lebih terperinciCRITICAL CARE UNIT. Berfikir kritis bagaimana tanda-tanda shock yang selalu kita hadapi dalam kegawatdaruratan medis di Unit Gawat Darurat
CRITICAL CARE UNIT Berfikir kritis bagaimana tanda-tanda shock yang selalu kita hadapi dalam kegawatdaruratan medis di Unit Gawat Darurat Rabu, 16 Februari 2011 PROSEDUR TETAP MENGOPERASIKAN AMBULANS GAWAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Jakarta adalah kota yang setiap harinya sarat akan penduduk, baik yang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Jakarta adalah kota yang setiap harinya sarat akan penduduk, baik yang bertempat tinggal dan bekerja di dalam kota maupun yang berasal dari daerah pinggiran seperti,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Transportasi adalah proses memindahkan suatu benda mencakup benda hidup
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Transportasi adalah proses memindahkan suatu benda mencakup benda hidup dan benda mati dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah wahana yang digerakkan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jakarta merupakan salah satu kota di Indonesia dengan jumlah penduduk yang relatif padat. Jakarta juga dikenal sebagai kota dengan perlalulintasan tinggi karena banyaknya
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pendekatan yang diambil dalam penyusunan penulisan ini berdasarkan pada metode analisa kinerja ruas jalan yang mengacu kepada Manual Kapasitas Jalan Indonesia tahun 1997 sehingga
Lebih terperinciANALISIS KINERJARUAS JALAN PERINTIS KEMERDEKAAN JATI - PADANG
ANALISIS KINERJARUAS JALAN PERINTIS KEMERDEKAAN JATI - PADANG Wilton Wahab (1), Delvi Gusri Yendra (2) 1) Dosen Jurusan Teknik Sipil 2) Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur. Untuk menunjang pembangunan tersebut, salah satu
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia dewasa ini membawa dampak positif bagi masyarakat Indonesia yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat
Lebih terperinciV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN
V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi Gambaran umum Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi dalam penelitian ini dihat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kebijakan di kawasan tertentu. Kawasan tersebut adalah wilayah yang berada
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan di kawasan tertentu. Kawasan tersebut adalah wilayah yang berada dibawah kekuasaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh Negara Negara yang telah maju maupun oleh Negara yang sedang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Transportasi merupakan masalah yang selalu dihadapi baik oleh Negara Negara yang telah maju maupun oleh Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota sebagai pusat pertumbuhan menyebabkan timbulnya daya tarik yang tinggi terhadap perekonomian sehingga menjadi daerah tujuan untuk migrasi. Dengan daya tarik suatu
Lebih terperinciBAB 4 PENGARUH PEMBANGUNAN PASUPATI TERHADAP KARAKTERISTIK PERGERAKAN CIMAHI-BANDUNG
BAB 4 PENGARUH PEMBANGUNAN PASUPATI TERHADAP KARAKTERISTIK PERGERAKAN CIMAHI-BANDUNG Pada bab ini akan dipaparkan mengenai responden pelaku pergerakan Cimahi-Bandung yang berpotensial untuk menggunakan
Lebih terperinciFakultas Psikologi, Universitas Gunadarma, Depok, Jawa Barat
GAMBARAN COPING STRESS PADA KARYAWAN SWASTA DALAM MENGHADAPI KEMACETAN LALU LINTAS Anes Eka Widya Pertiwi 10509673 Hally Weliangan Spsi, MPsi Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma, Depok, Jawa Barat
Lebih terperinciKINERJA LAYANAN BIS KOTA DI KOTA SURABAYA
KINERJA LAYANAN BIS KOTA DI KOTA SURABAYA Dadang Supriyatno Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Surabaya Gedung A4 Kampus Unesa Ketintang Surabaya dadang_supriyatno@yahoo.co.id Ari
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. dan diatur dalam beberapa peraturan dan undang-undang sebagai berikut :
BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Peraturan dan Undang-Undang Terkait. Peraturan dan pedoman teknis dari pelayanan trayek angkutan umum dimuat dan diatur dalam beberapa peraturan dan undang-undang sebagai berikut
Lebih terperinciBERBAGAI DAMPAK KEMACETAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENDAPATAN PETANI SAYUR
BERBAGAI DAMPAK KEMACETAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENDAPATAN PETANI SAYUR Oleh : Yoga Setiawan S. 1 (Dalam Lomba Penulisan Artikel Ilmiah Pertanian Berbasis Web TPB IPB 2010) MACET. Adalah hal yang sudah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertahanan keamanan. Pertumbuhan sektor ini akan mencerminkan pertumbuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor transportasi merupakan salah satu mata rantai jaringan distribusi barang dan penumpang yang telah berkembang sangat dinamis serta berperan di dalam menunjang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dishubkominfo DIY dalam hal ini UPTD Jogja Trans dalam penyelenggaraan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian ini mengkaji kerja sama antara PT. Jogja Tugu Trans dan Dishubkominfo DIY dalam hal ini UPTD Jogja Trans dalam penyelenggaraan layanan Trans Jogja. Berdasarkan
Lebih terperinciVI. DAMPAK PENINGKATAN VOLUME LALU LINTAS TERHADAP LINGKUNGAN. Volume lalu lintas pada dasarnya merupakan proses perhitungan yang
VI. DAMPAK PENINGKATAN VOLUME LALU LINTAS TERHADAP LINGKUNGAN 6.1 Peningkatan Volume Lalu Lintas Volume lalu lintas pada dasarnya merupakan proses perhitungan yang berhubungan dengan jumlah gerakan per
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemacetan Lalu Lintas Kemacetan adalah kondisi dimana arus lalu lintas yang lewat pada ruas jalan yang ditinjau melebihi kapasitas rencana jalan tersebut yang mengakibatkan
Lebih terperinciangkutan umum missal merupakan system angkutan umum yang efektif dan
1 I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Perkeretaapian sebagai salah satu moda transportasi memiliki karakteristik dan keunggulan khusus. Kemampuannya untuk mengangkut baik orang maupun barang secara massal,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM
BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Pembangunan di segala bidang yang dilaksanakan pemerintah Republik Indonesia merupakan usaha untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan terutama di bidang ekonomi. Pembangunan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Permintaan akan jasa transportasi dari penumpang/orang timbul akibat adanya
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permintaan akan jasa transportasi dari penumpang/orang timbul akibat adanya kebutuhan untuk melakukan perjalanan dari satu lokasi ke lokasi lainnya untuk beraktivitas dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tahun perkembangan jumlah penduduk kota Yogyakarta semakin meningkat
BAB I PENDAHLAN 1.1 Latar Belakang Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dikenal sebagai kota pelajar, setiap tahun perkembangan jumlah penduduk kota Yogyakarta semakin meningkat dikarenakan banyak pelajar,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Kota Semarang yang merupakan Ibukota Jawa Tengah adalah salah satu kota besar di Indonesia yang sedang berkembang. Secara geografis kota ini terletak di sebelah utara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembangunan jalan diharapkan mampu untuk memenuhi
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, pembangunan jalan diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas angkutan barang dan jasa (orang) yang aman, nyaman, dan berdaya guna.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan dan pertumbuhan jumlah penduduk, industri dan perdagangan merupakan unsur utama dalam perkembangan kota Pematangsiantar. Keadaan ini juga
Lebih terperinciBAB IV PENGUMPULAN DAN PENYAJIAN DATA
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENYAJIAN DATA 4.1 DASAR-DASAR PENGUMPULAN DATA Perancangan simpang yang individual atau tidak terkoordinasi dengan simpang lainnya pada prinsipnya hanya dipengaruhi oleh kendaraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keberhasilan pembangunan yang dilakukan pemerintah memberikan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pembangunan yang dilakukan pemerintah memberikan dampak luas terhadap berbagai segi kehidupan, khususnya bagi lalu lintas dan angkutan jalan. Seiring
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap
1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Jumlah penduduk di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai 237,6
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pertumbuhan volume lalu lintas jalan khususnya di Kota Semarang terus meningkat dengan pesat akibat dari pertumbuhan dan perkembangan kota serta laju pertumbuhan penduduk.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bermotor pribadi baik kendaraan sepeda motor pertumbuhannya dari tahun ke tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor transportasi merupakan sektor yang strategis dan semakin penting dalam kelancaraan pembangunan bagi era industrialisasi di Indonesia. Salah satu masalah yang
Lebih terperinci: Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan. b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif
MINGGU 7 Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan : Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan : a. Permasalahan tata guna lahan b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif Permasalahan Tata Guna Lahan Tingkat urbanisasi
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. yang dibutuhkan yang selanjutnya dapat digunakan untuk dianalisa sehingga
19 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Umum Metodologi penelitian adalah suatu cara bagi peneliti untuk mendapatkan data yang dibutuhkan yang selanjutnya dapat digunakan untuk dianalisa sehingga memperoleh
Lebih terperinciD3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring berkembangnya kota dan tingginya populasi penduduk berdampak meningkatnya aktivitas perkotaan yang menimbulkan kemacetan lalu lintas. Kemacetan lalu lintas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemacetan adalah situasi keadaan tersendatnya atau terhentinya lalu lintas yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemacetan adalah situasi keadaan tersendatnya atau terhentinya lalu lintas yang disebabkan oleh banyaknya jumlah kendaraan melebihi kapasitas jalan. Kemacetan banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang sangat vital. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM mengambil peran di hampir semua
Lebih terperinciEVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER. Jalan Karangmenjangan Jalan Raya BAB I
EVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jalan Karangmenjangan Jalan Raya Nginden jika dilihat berdasarkan Dinas PU
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Inti dari metodologi penelitian adalah menguraikan cara penelitian ini
20 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Umum Inti dari metodologi penelitian adalah menguraikan cara penelitian ini dilakukan. Studi dilakukan dengan mengumpulkan literatur yang membahas tentang tingkat kinerja
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. diiringi dengan peningkatan mobilitas manusia dan kegiatan yang dilakukan. Jakarta
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kecenderungan pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada suatu daerah umumnya diiringi dengan peningkatan mobilitas manusia dan kegiatan yang dilakukan. Jakarta sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan pertumbuhan jumlah penduduknya. Pesatnya pertumbuhan penduduk ini
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dan pertumbuhan suatu kota pada umumnya disertai dengan pertumbuhan jumlah penduduknya. Pesatnya pertumbuhan penduduk ini pada akhirnya akan menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mobilitas berarti pergerakan atau perpindahan dari satu tempat ke tempat yang lain. Dalam implementasinya mobilitas membutuhkan alat (instrument) yang dapat mendukung.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam kurun waktu tertentu. (Hazian,2008) Transportasi dapat diartikan sebagai
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Umum Kinerja adalah kemampuan atau potensi angkutan umum untuk melayani kebutuhan pergerakan pada suatu daerah, baik berupa transportasi barang maupun transportasi orang.
Lebih terperinciEVALUASI U-TURN RUAS JALAN ARTERI SUPADIO KABUPATEN KUBU RAYA
EVALUASI U-TURN RUAS JALAN ARTERI SUPADIO KABUPATEN KUBU RAYA Rian Doto Gumilar 1), Slamet Widodo 2), Siti Mayuni 2) ABSTRAK Bukaan median dengan fasilitas u-turn tidak secara keseluruhan mengatasi masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan salah satu kebutuhan utama dalam melaksanakan aktifitas kehidupan masyarakat untuk menunjang kegiatan ekonomi, sosial, politis dan budaya. Terutama
Lebih terperinci