PENGARUH JUMLAH BUAH DAN PANGKAS PUCUK (TOPING) TERHADAP KUALITAS BUAH PADA BUDIDAYA MELON (Cucumis melo L.) DENGAN SISTEM HIDROPONIK

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH JUMLAH BUAH DAN PANGKAS PUCUK (TOPING) TERHADAP KUALITAS BUAH PADA BUDIDAYA MELON (Cucumis melo L.) DENGAN SISTEM HIDROPONIK

Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas

TINJAUAN PUSTAKA. Melon (Cucumis melo L.) Botani

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Teknik Budidaya Melon

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman melon sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio:

PENGARUH PEMBUNGKUSAN BUAH TERHADAP KUALITAS MELON

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian. C. Rancangan Penelitian dan Analisis Data

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

Novi Rahmawaty 1 dan Anas D Susila 2

MANAJEMEN TANAMAN PAPRIKA

III. MATERI DAN METODE

PENENTUAN VARIETAS DAN MEDIA TANAM TERBAIK PADA BUDIDAYA MELON (Cucumis melo L.) MENGGUNAKAN TEKNOLOGI HIDROPONIK ARGA WISNU PRADANA A

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

III. METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai dengan Januari

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BUDIDAYA DAN PEMELIHARAAN TANAMAN STROBERI

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

I. PENDAHULUAN. Melon (Cucumis melo L.) merupakan tanaman semusim yang tumbuh merambat

RESPON TANAMAN TOMAT TERHADAP FREKUENSI DAN TARAF PEMBERIAN AIR RISZKY DESMARINA A

III. METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

BAHAN METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu

TINJAUAN PUSTAKA Botani

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

II. TINJAUAN PUSTAKA. Semangka merupakan tanaman semusim yang termasuk ke dalam famili

III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

III. MATERI DAN METODE

III. METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan laboratorium Ilmu Tanah Fakultas

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan

HASIL DAN PEMBAHASAN

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode

BAB I PENDAHULUAN. tanaman di dalam larutan hara yang menyediakan semua unsur unsur hara yang

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

I. PENDAHULUAN. Tanaman melon (Cucumis melo L.) merupakan tanaman semusim yang saat ini

PENGARUH VOLUME IRIGASI PADA BERBAGAI FASE TUMBUH PADA PERTUMBUHAN MELON (Cucumis melo L.) DENGAN SISTEM HIDROPONIK OLEH HALIMAH RIYANTI A

EVALUASI DAYA HASIL SEMBILAN HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI REMBANG OLEH DIMAS PURWO ANGGORO A

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

BAB III BAHAN DAN METODE. Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan bulan Januari - Maret Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA Botani

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

MENENTUKAN KONSENTRASI MOLIBDENUM TERBAIK UNTUK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI DUA VARIETAS TANAMAN MELON (Cucumis melo L.) PADA SISTEM HIDROPONIK

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian dan,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan pada bulan Sebtember - Desember

II. TINJAUAN PUSTAKA. Melon (Cucumis melo L.) adalah tanaman merambat termasuk dalam famili

III. BAHAN DAN METODE

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Gunung Terang, Jalan Swadaya IV,

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

III. METODE PELAKSANAAN. Penelitian ini dilakukan di kebun budidaya Ds. Junrejo, Kec. Junrejo,

PENGARUH MANIPULASI BENTUK BUAH TERHADAP KUALITAS BUAH MELON (Cucumis melo L.) HIDROPONIK MUHAMMAD INDRA KUSWARA A

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016

Transkripsi:

PENGARUH JUMLAH BUAH DAN PANGKAS PUCUK (TOPING) TERHADAP KUALITAS BUAH PADA BUDIDAYA MELON (Cucumis melo L.) DENGAN SISTEM HIDROPONIK Oleh : Anna Yuda Norma Sari A34304034 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

PENGARUH JUMLAH BUAH DAN PANGKAS PUCUK (TOPING) TERHADAP KUALITAS BUAH PADA BUDIDAYA MELON (Cucumis melo L.) DENGAN SISTEM HIDROPONIK Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : Anna Yuda Norma Sari A34304034 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

RINGKASAN ANNA YUDA NORMA SARI. Pengaruh Jumlah Buah dan Pangkas Pucuk (Toping) terhadap Kualitas Buah pada Budidaya Melon (Cucumis melo l.) dengan Sistem Hidroponik. Dibimbing oleh ANAS D. SUSILA. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh jumlah buah per tanaman dan pangkas pucuk (toping) terhadap kualitas buah tanaman melon yang dilaksanakan di rumah kaca Unit Lapangan Cikabayan, University Farm, Institut Pertanian Bogor pada bulan Maret sampai Juni 2008. Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak Faktorial (RKLT Faktorial) dengan faktor pertama yaitu jumlah buah per tanaman (1 buah, 2 buah) dan faktor kedua yaitu pangkas pucuk (toping, tanpa toping). Pengelompokkan berdasarkan letak media tanam dalam rumah kaca, yaitu 4 baris sebagai ulangan sehingga terdapat 16 satuan penelitian. Tiap satuan penelitian terdapat 8 polibag. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan jumlah buah berpengaruh nyata pada pertumbuhan buah pada umur 9 MST sampai 11 MST dan variabel kuantitatif (kecuali pada tebal kulit buah). Pada perlakuan 1 buah per tanaman kualitas buah lebih baik dibandingkan pada perlakuan 2 buah per tanaman. Perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan panjang, lingkar dan diameter buah pada umur 9 MST sampai 11 MST lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan 2 buah per tanaman. Pada perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan bobot perbuah (686.63 gram), kekerasan kulit buah (12.53 mm/kg/5 s), padatan terlarut total (11.07 Brix), tebal daging buah (22.90 mm), panjang buah (132.52 mm), lingkar buah (31.27 cm) dan diameter buah (96.39 mm). Perlakuan toping menunjukkan pengaruh yang tidak nyata pada pertumbuhan buah pada umur 9 MST sampai 11 MST (panjang buah, lingkar buah dan diameter buah) dan variabel kuantitatif saat panen (bobot per buah, kekerasan kulit buah, padatan terlarut total, tebal daging buah, tebal kulit buah, panjang buah, lingkar buah, diameter buah). Interaksi antar perlakuan jumlah buah per tanaman dan toping menunjukkan pengaruh yang tidak nyata pada pertumbuhan buah pada umur 9 MST sampai 11 MST dan variabel kuantitatif saat panen.

LEMBAR PENGESAHAN Judul Nama NRP : PENGARUH JUMLAH BUAH DAN PANGKAS PUCUK (TOPING) TERHADAP KUALITAS BUAH PADA BUDIDAYA MELON (Cucumis melo L.) DENGAN SISTEM HIDROPONIK : Anna Yuda Norma Sari : A34304034 Menyetujui, Dosen Pembimbing Dr Ir Anas D. Susila, M. Si NIP : 131 669 950 Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof Dr Ir Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019 Tanggal Lulus :

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pacitan, Propinsi Jawa Timur pada tanggal 15 Februari 1986 dengan nama ANNA YUDA NORMA SARI. Penulis merupakan anak pertama dari H. Dawamuri, SH. MM dan Hj. Siti Juwariah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasarnya di SDN Baleharjo II Pacitan pada tahun 1998, tamat SLTP I Pacitan pada tahun 2001 dan tamat SMU I Pacitan pada tahun 2004. Tahun 2004 penulis diterima di IPB melalui jalur USMI sebagai mahasiswa Progaram Studi Hortikultura, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Dari tahun 2004 hingga 2008 penulis aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan. Tahun 2005/2006 sebagai staf Divisi Sumberdaya Manusia di HIMAGRON (Himpunan Mahasiswa Agronomi) Faperta IPB, tahun 2006 sebagai ketua Gelar Olah Raga dan Seni 2006 Departemen AGH (Agronomi dan Hortikultura) Faperta IPB. Tahun 2005/2006 sebagai staf Departemen Potensi Sumberdaya Manusia di UKM UKF (Unit Kegiatan Mahasiswa Uni Konservasi Fauna) IPB. Selanjutnya tahun 2006/2007 sabagai sekretaris 2 UKM UKF IPB. Tahun 2008, penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-dasar Hortikultura.

KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Jumlah Buah dan Pangkas Pucuk (Toping) terhadap Kualitas Buah pada Budidaya Melon (Cucumis melo L.) dengan Sistem Hidroponik. Skripsi ini merupakan bagian dari tugas akhir sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui pengaruh jumlah buah per tanaman dan pangkas pucuk (toping) terhadap kualitas buah tanaman melon. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret hingga Juni 2008 di rumah kaca Unit Lapangan Cikabayan, University Farm, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr Ir Anas D. Susila, M. Si, yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama kegiatan penelitian hingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. 2. Dr Ir Winarso D. Widodo, M. S dan Dr Ir Darda Efendi, M. Si, selaku dosen penguji atas bantuan saran dan masukannya dalam perbaikan skripsi ini. 3. Prof. Dr Ir Slamet Susanto, MSc sebagai dosen pembimbing akademik selama penulis menempuh perkuliahan di IPB. 4. Seluruh staf dan karyawan Unit Lapangan Cikabayan, University Farm, Institut Pertanian Bogor atas segala fasilitas dan bantuan yang diberikan selama penulis melakukan penelitian. 5. Bapak, Ibu dan adik, terimakasih atas doa yang tak pernah berhenti, cinta yang tak pernah habis dan semangat juang mendapatkan impian. 6. Anita, Novi dan Prima teman seperjuangan selama penelitian serta hortifamily angkt. 41 atas persahabatannya selama ini, terimakasih. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya. Bogor, Februari 2009 Penulis

PENDAHULUAN Latar Belakang Melon (Cucumis melo L.) merupakan salah satu buah yang dikonsumsi segar. Pada perusahaan makanan dan minuman, melon digunakan sebagai bahan penyedap rasa dan memberikan aroma yang khas pada produk seperti sirup, permen dan sabun. Pada tahun 2005 produksi melon di Indonesia meningkat dari 58 440 ton menjadi 59 814 ton pada tahun 2007 (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2009). Menurut Dinas Pertanian Propinsi DIY (2009) konsumsi buah melon akan mencapai 1.34 1.50 kg/kapita/tahun pada tahun 2005 2008. Oleh karena itu, diperlukan buah melon dengan kualitas yang baik. Kualitas buah melon ditentukan oleh rasa manis (kandungan gula), tekstur daging buah, aroma daging buah dan penampakan buah (bentuk buah, bobot buah dan netting bagi varietas yang memiliki net) (Harjadi, 1989). Pencapaian kualitas buah yang baik dapat dilakukan dengan mengoptimalkan lingkungan tumbuh, seperti penggunaan sistem hidroponik. Sistem hidroponik merupakan teknologi budidaya tanaman tanpa tanah dengan pemberian larutan hara yang dibutuhkan tanaman (Jones, 1930). Sistem hidroponik tersebut dapat mengontrol kebutuhan hara tanaman sehingga kualitas buah yang dihasilkan optimal. Selain sistem hidroponik, penjarangan buah dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas buah. Kualitas buah pada tanaman yang diberi perlakuan penjarangan buah lebih baik dibandingkan tanaman yang tidak diberi perlakuan penjarangan buah (Poerwanto, 2003). Penjarangan buah dilakukan dengan mengurangi jumlah buah per tanaman sehingga kompetisi dalam memperoleh fotosintat antar buah menjadi rendah. Budidaya melon hidroponik di rumah kaca memerlukan pemeliharaan khusus, salah satunya adalah dengan perlakuan pangkas pucuk. Pangkas pucuk dilakukan karena tinggi tanaman melon dibatasi oleh tinggi rumah kaca. Pangkas pucuk dapat dilakukan dengan memangkas batang utama setelah buah terpilih. Perlakuan tersebut kemungkina dapat mempengaruhi kualitas buah melon karena buah memperoleh asilmilat lebih banyak dibandingkan organ tanaman yang lain.

Rendahnya tingkat persaingan antar buah dalam memperoleh suplai makanan disebabkan oleh perlakuan jumlah buah, sedangkan perlakuan pangkas pucuk menyebabkan distribusi asimilat lebih diarahkan untuk perkembangan buah daripada perkembangan vegetatif. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penjarangan buah dan pangkas pucuk terhadap kualitas buah. Apabila pangkas pucuk tidak mempengaruhi kualitas buah, maka teknik ini dapat direkomendasikan pada budidaya melon dalam rumah kaca. Tujuan Mengetahui pengaruh jumlah buah per tanaman dan pangkas pucuk (toping) terhadap kualitas buah tanaman melon. Hipotesis 1. Terdapat pengaruh jumlah buah per tanaman terhadap kualitas buah, satu buah per tanaman memilki kualitas buah lebih baik dibanding dua buah per tanaman. 2. Terdapat pengaruh pangkas pucuk (toping) terhadap kualitas buah, kualitas buah lebih baik pada perlakuan toping dibanding tanaman yang tanpa toping. 3. Terdapat pengaruh interaksi antara jumlah buah per tanaman dengan pangkas pucuk (toping) terhadap kualitas buah.

TINJAUAN PUSTAKA Botani Melon (Cucumis melo L.) Melon (Cucumis melo L.) tergolong ordo Cucurbitales suku Cucurbitaceae genus Cucumis (Tjitrosoepomo, 2004). Rubatzky dan Yamaguchi (1999) menyatakan bahwa tanaman melon merupakan tanaman semusim (annual), herbacious, batang berbentuk segi lima tumpul dengan panjang 1,5 m 3 m, berbulu, bersulur tunggal, sebagian besar kultivar merambat dan lunak. Daun melon berbentuk bulat bersudut dengan diameter 8 cm 15 cm, memiliki 5 7 lekukan yang dangkal dan permukaan daunnya berbulu. Sistem perakaran termasuk akar tunggang dengan ujung akar yang mampu menembus tanah sedalam 1 m (Siemonsma dan Piluek, 1994). Ashari (2006) menyatakan bahwa tanaman melon bersifat polimorfik, yang memiliki bunga jantan, betina atau hermafrodit. Sistem pembungaan pada tanaman melon termasuk monoecious (berumah satu atau berkelamin tunggal) atau andromonoecious (satu tanaman menghasilkan bunga jantan dan hermafrodit). Siemonsma dan Piluek (1994) menyatakan bahwa bunga jantan terbentuk pada ketiak daun, sedangkan bunga hermafrodit tumbuh pada cabang lateral. Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1999), melon termasuk dalam buah pepo, yaitu pada biji terdapat lapisan tipis yang menyelimutinya (lendir). Lendir tersebut terasa manis, kenyal dan tidak banyak mengandung air. Buah melon menghasilkan biji dalam jumlah yang banyak (300-500 biji), berwarna putih atau kusam, berbentuk elips dan licin. Panjang biji berkisar dari 5 15 mm, rata rata sekitar 30 biji per buah dengan bobot 1 gram per biji. Bentuk buah bervariasi antara bulat, bulat lonjong atau silindris. Bobot buah rata rata 0,4 2,0 kg/buah. Siemonsma dan Piluek (1994) menyatakan bahwa warna daging buah berkisar antara jingga, merah muda, kuning, hijau, putih sampai putih kehijauan. Buah yang telah masak berubah warna, mengeluarkan aroma harum dan buah terasa lebih lunak. Paje dan van der Vossen (1994) menyatakan bahwa melon merupakan tanaman hortikultura yang dapat digunakan sebagai buah segar (sweet melon) dan sebagai sayuran. Jenis melon yang digunakan sebagai buah segar seperti,

Cantalupensis (Cantaloupe Melon), Inodorus (Winter Melon), Oriental Sweet Melon dan Chinese Hami. Sedangkan jenis melon yang digunakan sebagai sayuran seperti, Flexuous (Snake Melon), Conomon (Oriental Pickling Melon) Chito (Garden Melon) dan Dudaim (Pomegranate Melon). Syarat Tumbuh Melon Tanaman melon dapat tumbuh pada daerah tropik dan subtropik. Menurut Tjahjadi (1987), tanaman melon dapat ditumbuh pada ketinggian diatas 300 m dpl. Whitaker dan Davis (1962) menyatakan bahwa tanaman melon memerlukan curah hujan antara 2.000 3.000 mm/tahun). Suhu optimum untuk pertumbuhan rata rata berkisar antara 18 0 C 28 0 C, pertumbuhan akan terhambat apabila melon ditanam pada suhu dibawah 12 0 C. Siemonsma dan Piluek (1994) menambahkan bahwa kelembaban yang tinggi dapat mempengaruhi pertumbuhan, kualitas buah dan kendala penyakit. Tanah yang ideal untuk pertumbuhan melon, jenis tanah andosol/berpasir yang memiliki porositas dan aerasi yang baik dengan ph 6 7 (Siemonsma dan Piluek, 1994). Harjadi (1989) menyatakan bahwa tanah yang masam akan menyebabkan terjadinya Acid Yellowing yang memiliki gejala seperti tanaman kerdil, pertumbuahan terhambat dengan daun berwarna kuning, sehingga diperlukan pengapuran sebelum ditanami melon. Tanah gambut, tanah liat berat atau tanah cadas tidak disarankan untuk ditanami melon. Melon Genotipe H-52 Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura (2004) menyatakan bahwa genotipe H-52 merupakan salah satu hasil persilangan Pusat Kajian Buah-buahan Tropika, IPB. Hasil persilangan tersebut merupakan melon jenis inodorus yang tidak memiliki net atau jala pada permukaan kulit buah. Genotipe H-52 memiliki beberapa kelebihan yaitu tahan terhadap embun bulu (Pseudoperonospora cubensis), embun tepung (Erysiphe cichoracearum), kulit berwarna kuning cerah dan daging buah berwarna hijau cerah. Genotipe H-52 jika ditanam di rumah kaca berbeda dengan jika ditanam di lapang. Genotipe H-52 yang dibudidayakan di rumah kaca, memiliki umur panen

70 HST, warna kulit buah kuning cerah, warna daging buah hijau, aroma buah wangi, PTT 10.89 0 Brix dan bobot buah 639.6 gram/ buah (Rahardjo, 2007). Sedangkan jika ditanam di lapang, genotipe H-52 memiliki umur panen 59 HST, warna kulit buah kuning, warna daging hijau, aroma buah wangi, PTT 11.7 0 Brix dan bobot buah 1043.4 gram/ buah (Andriyani, 2006). Kualitas Buah Menurut Santoso dan Purwoko (1995), kualitas komoditi hortikultura segar seperti buah dan sayuran dilihat dari penampakan, tekstur, rasa dan aroma, nilai nutrisi serta keamanan. Faktor faktor yang mempengaruhi kualitas tersebut adalah faktor genetik, lingkungan prapanen, perlakuan pasca panen dan interaksi antar berbagai faktor di atas. Harjadi (1989) menambahkan bahwa kualitas buah melon dipengaruhi oleh karakter eksternal buah. Kualitas tersebut meliputi rasa manis (padatan terlarut total), tekstur daging buah, penampakan buah dan aroma daging buah. Penampakan buah yang dimaksud adalah bobot per buah, bentuk buah (bulat/ agak lonjong) dan jaring pada kulit buah bagi varietas yang menghasilkan jaring. Sismiyati (2003) panen melon dilakukan saat buah melon menunjukkan tanda-tanda kematangan (aroma harum, warna kulit berubah, tangkai buah retak dan net mulai tampak jelas pada melon tipe netting). Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1999) tingginya kadar padatan terlarut total pada buah melon akan menyebabkan meningkatnya kualitas buah dan karakter tersebut telah digunakan sebagai indikator tingkat kemanisan, rasa dan kematangan. Aroma melon yang khas berasal dari berbagai senyawa atsiri, khususnya alkohol, asam dan ester yang terbentuk selama pematangan. Jumlah Buah dan Pangkas Pucuk Poerwanto (2004) menyatakan bahwa penjarangan buah sering dilakukan oleh petani untuk mengoptimalkan kualitas buah. Pada perlakuan penjarangan buah, nisbah daun terhadap jumlah buah meningkat yang mengakibatkan pertumbuhan buah lebih optimal dan menurunnya kompetisi dalam memperebutkan asimilat. Hal tersebut akan meningkatkan ukuran buah,

kandungan padatan terlarut dan bobot kering buah. Menurut Saladin (2002) pada tanaman tomat Galur Harapan IPB yang dibudidayakan di lapang, dengan penjarangan buah dapat mengurangi persentase gugur buah per tanaman dari 58.6 % menjadi 34.57 %. Persaingan buah dalam mendapatkan fotosintat makin kecil dengan jumlah buah yang terbatas sehingga dapat memperkecil tingkat gugur buah. Pemangkasan merupakan suatu teknik untuk mengatur bentuk tanaman agar dapat menumbuhkan tunas baru dan memungkinkan melakukan panen pada tingkat produksi tertentu (Atmosoedarjo et al, 2000). Secara fungsional pemangkasan akan mengurangi kapasitas produksi karbohidrat sehingga menyebabkan pertumbuhan akar terganggu dan mempengaruhi pertumbuhan tanaman (Edmond et al, 1964). Pemangkasan pada tomat memiliki keuntungan yaitu buah lebih cepat matang, meningkatkan panen awal dan total panen, mengurangi hama dan penyakit, buah lebih besar dan mempermudah pemanenan serta penyemprotan pestisida (Thompson dan Kelly, 1957). Menurut Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura (2004) pemangkasan tanaman melon adalah memangkas dan membuang cabang cabang yang tidak produktif dengan bertujuan untuk menjamin pertumbuhan tanaman sehingga proses produksi berlangsung maksimal dan mengurangi kelembaban dalam tajuk tanaman. Hal tersebut akan mengurangi resiko terjadinya serangan hama dan penyakit, serta merangsang tumbuhnya tunas tunas produktif. Pangkas pucuk (toping) pada tanaman melon dilakukan dengan memangkas batang utama setelah buah dipilih dengan menyisakan minimum 25 helai daun per satu buah per tanaman. Hidroponik Budidaya melon dengan sistem hidroponik mulai dikembangkan di Indonesia. Hidroponik merupakan teknologi budidaya tanaman menggunakan larutan hara dengan atau tanpa media tanam (Jensen, 1997). Keunggulan sistem hidroponik yaitu: 1)tenaga kerja dapat ditekan, 2)lingkungan dapat dikontrol dan disesuaikan dengan kebutuhan tanaman, 3) penggunaan lahan lebih efisien, 4)

tanaman dapat tumbuh di media tanpa tanah, 5) kebutuhan hara dapat dikontrol (Jones, 1930). Media tanam dalam sistem hidroponik berfungsi sebagai penopang tubuh tanaman, penampung larutan hara, memiliki kemampuan memegang air dan aerasi (Nelson, 1978). Media tanam harus bersifat inert, porous dan steril (Hanan et al., 1978). Arang sekam merupakan salah satu media yang sering digunakan dalam sistem hidroponik. Murniati (2003) menyatakan bahwa arang sekam memiliki sifat kasar sehingga sirkulasi udara tinggi, ringan dengan berat jenis sekitar 0,2 g/cm 3, kapasitas menahan air tinggi dan dapat menghilangkan pengaruh penyakit karena telah melalui tahap sterilisasi, sehingga relatif bersih dari hama, bakteri dan gulma. Sistem irigasi tetes merupakan sistem irigasi yang sering digunakan pada sistem hidroponik karena memiliki efisiensi yang tinggi yaitu mencapai 90% (Hillel, 1982). Dalam sistem irigasi tetes, aplikasi pupuk dan pengairan dapat dilakukan secara bersamaan (fertigasi) (Susila, 2002). Nakayama dan Bucks (1986) menyatakan bahwa larutan pupuk yang digunakan memiliki kriteria bahan kimia yang tidak menyebabkan korosi, softening dan tidak menimbulkan penyumbatan pada peralatan irigasi, aman terhadap hasil panen, tidak mengurangi kualitas hasil panen, mudah larut dalam air dan tidak bereaksi dengan bahan kimia dalam air irigasi. Larutan pupuk terdiri dari dua kelompok, yaitu larutan stok A yang terdiri dari unsur makro (unsur kalsium yang dominan) dan larutan stok B yang terdiri dari unsur mikro (sulfat dan fosfat). Susila (2002) menyatakan bahwa dalam aplikasi, larutan stok A dan stok B yang telah dilarutkan tidak boleh tercampur karena akan mengendap sehingga menyumbat jaringan irigasi tetes.

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam rumah kaca yang terletak di Unit Lapangan Cikabayan, University Farm, Institut Pertanian Bogor. Dengan elevasi 250 m dpl. Penelitian dilaksanakan mulai Maret sampai Juni 2008. Bahan dan Alat Bahan tanaman yang digunakan adalah benih melon hibrida dari Pusat Kajian Buah buahan Tropika IPB, varietas H52. Pupuk cair yang digunakan berupa larutan AB Mix yang terdiri dari pupuk stok A (KNO 3, Ca(NO 3 ) 2 dan FeEDTA) dan pupuk stok B (KNO 3, K 2 SO 4, KH 2 PO 4, MgSO 4, MnSO 4, CuSO 4, (NH 4 )SO 4, Na 2 HBO 3, ZnSO 4 dan NaMoO 4 ). Komposisi hara yang digunakan yaitu: Ca ++ 177 ppm, Mg ++ 24 ppm, K + 210 ppm, NH + - - 4 25 ppm, NO 3 233 ppm, SO 4 113 ppm, PO - 4 60 ppm, Fe 2.14 ppm, B 1.2 ppm, Zn o.26 ppm, Cu 0.048 ppm, Mn 0.18 ppm dan Mo 0.046 ppm. Media tanam berupa arang sekam. Pestisida yang digunakan berupa fungisida, insektisida dan bakterisida. Peralatan yang digunakan berupa tray semai, instalasi irigasi tetes, gelas ukur 1000 ml, kontainer 100 liter (2 buah), kontainer 2000 liter, termohygrometer, hand refraktometer, penetrometer, Royal Horticulture Society-Mini Color Chart (RHS-MCC), ph meter, EC meter, jangka sorong digital, benang, ember, label, alat tulis, meteran, gunting pangkas, alkohol, sarung tangan, pisau, timbangan digital dan polibag 35x35 cm. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak dengan dua faktor perlakuan yaitu jumlah buah per tanaman (1 dan 2 buah per tanaman) dan pangkas pucuk (toping dan tanpa toping). Pengelompokkan berdasarkan letak media tanam dalam rumah kaca, yaitu 4 baris sebagai ulangan. Sehingga terdapat 16 satuan penelitian. Tiap satuan penelitian terdapat 8 polibag. Model linier aditif Faktorial RAKL : Y ijk = µ + α i + β j + (αβ) ij + P k + ε ijk

Ket : Y ijk : nilai pengamatan pada faktor A taraf ke i, faktor B taraf ke j dan kelompok ke - k µ : rataan umum α i β j (αβ) ij P k : pengaruh utama faktor A : pengaruh utama faktor B : interaksi faktor A dan faktor B : pengaruh aditif dari kelompok dan diasumsikan tidak berinteraksi dengan perlakuan ε ijk : pengaruh acak yang menyebar normal (0, σ 2 ) Jarak tanam yang digunakan adalah double rows dengan jarak 0.5 x 0.4 m dengan polibag ditempatkan secara zig zag. Pengolahan data dilakukan dengan uji F. Jika hasil yang ditunjukkan berpengaruh nyata dilakukan uji DMRT 5%. Pelaksanaan Sebelum penelitian dilaksanakan, rumah kaca dibersihkan dan disterilkan serta alat dan bahan disiapkan. Pupuk A dan B dilarutkan menjadi 90 liter ke kontainer A dan B (100 liter). Larutan pupuk A dan B diambil masing-masing 10 liter, kemudian diencerkan menjadi 2000 liter ke dalam kontainer 2000 liter. Penyemaian benih dilakukan selama 3 minggu dengan media kascing. Kemudian dilakukan pindah tanam dengan menggunakan polibag (35x35 cm) dengan media arang sekam, satu bibit untuk satu polibag. Jarak antar polibag 60 cm ditempatkan dalam 2 baris secara zig zag. Irigasi yang digunakan adalah irigasi tetes. Sebelum penanaman, media disiram dengan air hingga cukup lembab. Lalu, dripper stick ditancapkan pada media tanam. Pencucian (leaching ) dengan air dilakukan 2-3 mingggu sekali pada media tanam. Penyiraman dan pemupukan dilakukan bersamaan (fertigasi) dengan menggunakan irigasi tetes. Aplikasi fertigasi disesuaikan dengan umur tanaman, seperti pada awal pindah tanam sampai umur 2 MST volume yang diaplikasikan sebesar 250ml per tanaman, serta larutan fertigasi diukur kadar ph dan EC sesuai dengan umur tanaman. Jadwal fertigasi dan nilai Ph serta EC terdapat pada Tabel Lampiran 2.

Pemeliharaan dilakukan mulai awal pindah tanam dengan melakukan pelilitan batang tanaman pada benang sebagai ajir dan pemangkasan cabang lateral dengan gunting pangkas. Pemangkasan cabang lateral dilakukan dengan membuang cabang lateral dibawah ruas ke 11 dan diatas ruas ke 20, dengan menyisakan 2 helai daun. Cabang ke 11 s/d ke 20 dibiarkan untuk calon buah. Cabang yang memiliki buah, daunnya dipangkas sampai sisa 2 helai daun. Perlakuan jumlah buah per tanaman dilakukan pada 8 MST dengan melakukan penjarangan buah sesuai perlakuan yang ada dengan ukuran buah lebih dari 3 cm. Perlakuan toping juga dilakukan pada 8 MST dengan memangkas batang utama pada ruas ke-30 sampai ruas ke-32. Penyemprotan tanaman dilakukan untuk meminimalisir OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) yang menyerang tanaman dengan menggunakan pestisida. Pada awal penanaman, tanaman disemprot pestisida sebanyak 3 hari sekali. Saat tanaman mulai berbuah, penyemprotan dilakukan seminggu sekali sampai 3 minggu sebelum panen. Pengamatan Pengamatan dilakukan tiap minggu sejak pindah tanam sampai sebelum perlakuan dilakukan pada 5 tanaman contoh tiap perlakuan yaitu pada fase vegetatif dan fase generatif. Pengamatan fase vegetatif meliputi: 1. Jumlah buku, dihitung dari buku pertama hingga buku terakhir. 2. Tinggi tanaman (cm), diukur dari buku pertama hingga ujung titik tumbuh. 3. Panjang ruas rata rata (cm), dihitung dari tinggi tanaman dibagi jumlah ruas. Pengamatan fase generatif meliputi: 1. Umur bunga, dihitung dari pindah tanam sampai 50% anthesis. 2. Umur panen, dihitung dari pindah tanam sampai panen Pengamatan setelah perlakuan sampai sebelum panen pada 5 tanaman contoh pada masing-masing perlakuan meliputi: 1. Panjang buah (mm), diukur dengan penggaris dari pangkal ujung buah. 2. Diameter buah (mm), diukur dengan jangka sorong pada bagian tengah buah.

3. Lingkar buah (cm), diukur mengelilingi bagian tengah buah dengan menggunakan meteran. Pengamatan buah dilakukan setelah panen dilakukan pada 5 tanaman contoh yaitu variabel kuantitatif dan variabel kualitatif. Pengamatan variabel kuantitatif meliputi: 1. Bobot buah (gram), diukur dengan timbangan digital. 2. Panjang buah (mm), diukur dari pangkal hingga ujung buah. 3. Lingkar buah (cm), diukur pada bagian tengah buah 4. Diameter buah (mm), diukur dengan jangka sorong pada bagian tengah buah 5. Kekerasan kulit buah (mm/kg/5 s), diukur menggunakan penetrometer pada bagian pangkal, tengah dan ujung buah. 6. Tebal daging buah (mm), diukur dengan jangka sorong digital. 7. Tebal kulit buah (mm), diukur dengan jangka sorong digital. 8. Padatan terlarut total (PTT), diukur menggunakan hand refraktometer. Pengamatan variabel kualitatif meliputi: 1. Warna daging buah dan warna kulit buah, diukur dengan RHS Mini-colour chart 2. Ada atau tidaknya cacat fisik pada buah yang dilakukan secara subjektif. Pengamatan uji organoleptik dilakukan dengan memberikan lembar quisioner pada 60 responden untuk mengetahui tingkat kesukaan dan penerimaan konsumen (Tabel Lampiran 3.). Responden berasal dari mahasiswa Institut Pertanian Bogor yang diambil secara acak. Pengujian yang dilakukan adalah kemanisan daging buah, aroma daging buah dan tekstur daging buah. Metode yang digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan menggunakan skor yang kemudian diolah dengan standar devisiasi. Skor yang digunakan adalah (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) netral (biasa saja), (4) suka dan (5) sangat suka.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Selama pengamatan, hama yang menyerang terutama hama ulat daun (Margaronia indica) dan kutu kebul (Bemisia tabacii) dengan persentase serangan sebesar 16,41%. Penyakit yang menyerang tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman karena intensitas penyerangannya hanya sekitar 5,47% yaitu embun tepung (Erysiphe cichoracearum) dan penyakit kerdil. Pengendalian hama dan penyakit menggunakan pestisida Decis 2 cc/ liter. Aplikasi pestisida dilakukan tiap 4 hari sekali mulai 1 MST sampai 5 MST dan dilakukan 2 kali pada 8 MST. Sehingga penyakit dan hama dapat dikendalikan. Gambar 1. Tanaman Melon dalam Budidaya Hidroponik pada Umur 8 MST Suhu rata-rata rumah kaca yang cukup tinggi dan kelembaban relatif yang rendah pada siang hari tidak menyebabkan tanaman mengalami kelayuan permanen. Suhu rata-rata terendah adalah 36.0 o C dan tertinggi 44.5 o C. Kelembaban relatif rata-rata terendah adalah 40.0 % dan tertinggi adalah 55.3 % (Tabel 1).

Tabel 1. Kelembaban dan Suhu Udara Rata-rata pada Umur 1 MST sampai 11 MST Umur Tanaman Rh (%) T ( O C) 1 MST 55.3 36.0 2 MST 42.0 44.2 3 MST 45.4 43.4 4 MST 40.0 44.5 5 MST 45.0 41.0 6 MST 48.3 41.3 7 MST 49.2 40.7 8 MST 50.0 40.0 9 MST 50.8 38.8 10 MST 51.5 38.0 11 MST 51.0 39.0 Tinggi tanaman mulai mengalami peningkatan yang signifikan mulai umur 5 MST dengan tinggi 24.05 cm. Pertumbuhan tinggi tanaman tercepat terjadi antara umur 5 MST sampai 8 MST (Gambar 2). Tinggi Tanaman (cm) 250 200 150 100 50 0 231.80 160.86 78.20 24.05 2.00 6.33 3 4 5 6 7 8 Minggu Setelah Tanam Gambar 2. Tinggi Tanaman (cm) Sebelum Perlakuan Jumlah Buah dan Toping Jumlah buku meningkat mulai umur 5 MST (6 buah) sampai 8 MST (30 buah). Pertumbuhan tercepat terjadi antara umur 5 MST sampai 8 MST (Gambar 3).

35 30 30 Jumlah Buku 25 20 15 10 5 0 22 13 6 3 2 3 4 5 6 7 8 Minggu Setelah Tanam Gambar 3. Jumlah Buku Sebelum Perlakuan Jumlah Buah dan Toping Panjang ruas rata rata mulai mengalami peningkatan pada umur 4 MST sampai 7 MST. panjang ruas rata-rata mulai melambat pada umur 7 MST sampai 8 MST (Gambar 4). 9 Panjang Ruas Rata-rata (cm) 8 7 6 5 4 3 2 1 1.00 2.13 3.72 5.87 7.21 7.67 0 3 4 5 6 7 8 Minggu Setelah Tanam Gambar 4. Panjang Ruas Rata Rata (cm) Sebelum Perlakuan Jumlah Buah dan Toping Bunga jantan mulai mekar pada umur 30 hari setelah tanam, sedangkan bunga hermaprodit mulai mekar pada umur 47 hari setelah tanam. Panen buah

dilakukan secara bertahap, dengan panen pertama dilakukan pada umur 78 hari setelah tanam. Selanjutnya panen dilakukan setiap hari selama kurang lebih 4 minggu. Total buah yang teramati sebanyak 151 buah dari total 192 buah. Pengaruh Jumlah buah Per Tanaman Pertumbuhan Buah pada Umur 9 MST sampai 11 MST Perlakuan jumlah buah, pada 9 MST sampai 11 MST menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap panjang buah. Pada 9 MST perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan buah lebih panjang (99.63 mm) dibandingkan 2 buah per tanaman (69.50 mm). Pada 10 MST dan 11 MST, perlakuan 1 buah per tanaman juga menghasilkan buah lebih panjang dibanding perlakuan 2 buah per tanaman (Tabel 2). Tabel 2. Panjang Buah (mm) dengan Perlakuan Jumlah Buah Per Tanaman pada 9 MST sampai 11 MST Perlakuan Panjang buah (mm) 9 MST 10 MST 11 MST Jumlah Buah 1 Buah 99.63 119.18 126.65 2 Buah 69.50 83.05 86.48 Uji F * * * Ket: * berpengaruh nyata pada uji F taraf 5% Perlakuan jumlah buah per tanaman pada 9 MST sampai 11 MST, menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap variabel lingkar buah. Pada 9 MST lingkar buah dengan perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan buah lebih lebar (218.6 mm) dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman (151.4 mm). Pada 10 MST dan 11 MST, perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan buah lebih lebar dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman (Tabel 3).

Tabel 3. Lingkar Buah (mm) dengan Perlakuan Jumlah Buah Per Tanaman pada 9 MST sampai 11 MST Perlakuan Lingkar buah (mm) 9 MST 10 MST 11 MST Jumlah Buah 1 Buah 218.6 315.5 347.2 2 Buah 151.4 191.7 233.7 Uji F * * * Ket: * berpengaruh nyata pada uji F taraf 5% Perlakuan jumlah buah per tanaman pada 9 MST sampai 11 MST menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap variabel diameter buah. Pada 9 MST dengan perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan buah lebih lebar (66.31 mm) dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman (44.92 mm). Pada 10 MST dan 11 MST, perlakuan 1 buah per tanaman juga menghasilkan buah lebih lebar dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman (Tabel 4). Tabel 4. Diameter Buah (mm) dengan Perlakuan Jumlah Buah Per Tanaman pada 9 MST sampai 11 MST Perlakuan Diameter buah (mm) 9 MST 10 MST 11 MST Jumlah Buah 1 Buah 66.31 85.09 91.61 2 Buah 44.92 58.48 62.97 Uji F * * * Ket: * berpengaruh nyata pada uji F taraf 5% Pertumbuhan buah pada umur 9 MST sampai 11 MST menunjukkan pengaruh yang nyata pada variabel panjang, lingkar dan diameter buah. Pada perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan buah yang lebih baik dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman. Hal ini diduga karena pada perlakuan 2 buah per tanaman terjadi kompetisi dalam memperoleh fotosintat antar buah dalam satu tanaman, sehingga perlakuan tersebut menghasilkan buah lebih kecil dibandingkan perlakuan 1 buah per tanaman. Bobot Per buah, Kekerasan Kulit dan Padatan Terlarut Total Saat Panen Perlakuan jumlah buah per tanaman menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap variabel bobot per buah saat panen. Perlakuan 1 buah per tanaman

menghasilkan bobot per buah lebih berat (686.63 gram) dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman (459.00 gram) (Tabel 5). Pada penelitian yang dilakukan di lapang dengan perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan bobot per buah sebesar 1043.4 gram (Andriyani, 2006). Perbedaan bobot per buah yang ditanam di dalam rumah kaca dengan di lapang ini diduga karena tingginya suhu dan rendahnya kelembaban di dalam rumah kaca. Poerwanto (2003) menyatakan tingginya suhu udara dapat menyebabkan mobilitas fotosintat berkurang, akibatnya kemampuan sel dalam mengakumulasi karbohidart berkurang. Hal ini yang menyebabkan bobot per buah dalam rumah kaca lebih kecil dibandingkan bobot per buah di lapang. Perlakuan jumlah buah per tanaman menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap variabel kekerasan kulit buah saat panen. Perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan buah lebih keras (12.53 mm/kg/5s) dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman (15.68 mm/kg/5s) (Tabel 5). Pengukuran kekerasan kulit buah menggunakan penetrometer dengan satuan mm/kg/5s. Pada perlakuan 1 buah per tanaman kekerasan kulit buah sebesar 12.53 mm/kg/5s yang berarti dengan tekanan 1 kg kedalaman jarum pada buah mencapai 12.53 mm selama 5 detik. Perlakuan jumlah buah per tanaman menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap variabel padatan terlarut total (PTT) saat panen. Pada perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan buah lebih manis (11.07 o Brix) dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman (9.56 o Brix) (Tabel 5). Widyawati (1995) menyatakan bahwa pengukuran PTT menggambarkan kandungan gula dalam buah yang disebut fruktosa, sehingga nilai PTT menunjukkan kemanisan buah. Semakin tinggi nilai PTT dalam buah maka semakin manis, sehingga nilai PTT dapat dijadikan indikator kemanisan buah. Berdasarkan standar Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) bahwa melon yang berkualitas tinggi memiliki kadar PTT berkisar antara 9-11 o Brix (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999). Pada perlakuan 1 buah dan 2 buah per tanaman pada percobaan ini masuk ke dalam standar USDA.

Tabel 5. Bobot Per Buah, Kekerasan Kulit dan Padatan Terlarut Total (PTT) dengan Perlakuan Jumlah Buah Per Tanaman Saat Panen Perlakuan Bobot Kekerasan kulit PTT per buah (g) (mm/kg/5s) ( o Brix) Jumlah Buah 1 Buah 686.63 12.53 11.07 2 Buah 459 15.68 9.56 Uji F * Ket: * berpengaruh nyata pada uji F taraf 5% * * Tebal Daging dan Tebal Kulit Buah Saat Panen Perlakuan jumlah buah per tanaman menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap variabel tebal daging buah. Perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan daging buah lebih tebal (22.90 mm) dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman (19.85 mm) (Tabel 6). Afandi (2004) menyatakan bahwa buah yang besar dan panjang memiliki daging buah yang tebal. Perlakuan 1 buah per tanaman memiliki bobot per buah dan panjang buah yang lebih tinggi, sehingga menghasilkan tebal daging buah yang lebih tebal dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman. Perlakuan jumlah buah per tanaman menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap variabel tebal kulit (Tabel 6). Tebal kulit buah melon lebih dipengaruhi oleh faktor genetik, mungkin hal ini yang menyebabkan variabel ketebalan kulit buah tidak berbeda nyata pada perlakuan jumlah buah per tanaman. Pada penelitian ini ketebalan kulit buah melon genotipe H-52 (0.35-0.40 mm) tergolong tipis dibandingkan melon genotipe H-36 atau Midori Meta (7mm) (Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura, 2004). Tabel 6. Tebal Daging dan Kulit Buah Per Tanaman dengan Perlakuan Jumlah Buah Per Tanaman Saat Panen Perlakuan Tebal daging (mm) Tebal kulit (mm) Jumlah Buah 1 Buah 22.9 0.34 2 Buah 19.85 0.4 Uji F * tn Ket: tn tidak berbeda nyata pada uji F taraf 5%, * berpengaruh nyata pada uji DMRT taraf 5%

Panjang, Lingkar dan Diameter Buah Saat Panen Perlakuan jumlah buah per tanaman menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap variabel panjang buah saat panen. Perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan buah lebih panjang (132.52 mm) dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman (116.61 mm). Perlakuan jumlah buah per tanaman menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap variabel lingkar buah saat panen. Perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan buah lebih lebar (312.7 mm) dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman (278.5 mm). Perlakuan jumlah buah per tanaman menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap variabel diameter buah saat panen. Perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan buah lebih lebar (96.39 mm) dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman (85.35 mm) (Tabel 7). Tabel 7. Panjang, Lingkar dan Diameter Buah dengan Perlakuan Jumlah Buah Per Tanaman Saat Panen Perlakuan Panjang buah (mm) Lingkar buah (mm ) Diameter buah (mm) Jumlah Buah 1 Buah 132.52 312.7 96.39 2 Buah 116.61 278.5 85.35 Uji F * * * Ket: * berpengaruh nyata pada uji F taraf 5% Perlakuan 1 buah per tanaman lebih baik dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman pada variabel panjang, lingkar dan diameter buah saat panen. Hal ini diduga karena pada perlakuan 1 buah per tanaman, source hanya mendistribusikan hasil fotosintesis untuk perkembangan 1 buah, sedangkan pada perlakuan 2 buah per tanaman source harus membagi hasil fotosintesis pada perkembangan 2 buah. Pada perlakuan jumlah buah per tanaman melalui teknik penjarangan buah, source akan mentransportasikan hasil fotosintesis ke bagian sink yaitu buah sebagai sink utama. Kompetisi hasil fotosintesis antar buah akan rendah dengan adanya penjarangan buah (Poerwanto, 2003). Warna Daging Buah Saat Panen Kode RHS Mini Color Chart memiliki 2 unsur yaitu angka sebelum kata RHS menunjukkan jenis warna dan angka setelah kata RHS menunjukkan

semakin rendah nilainya warna yang dihasilkan semakin terang atau muda. Tabel 8 pada perlakuan 1 buah per tanaman menunjukkan kode 44 RHS 145 C dengan warna hijau muda. Perlakuan 2 buah per tanaman menunjukkan kode 44 RHS 145 B dengan warna hijau tua. Warna yang dihasilkan berbeda-beda pada perlakuan jumlah buah per tanaman, diduga karena daya tangkap warna yang berbeda. Menurut Sari (2008) kelemahan penggunaan Royal Horticultre Society-Mini Color Chart (RHS-MCC) dalam penentuan warna tergantung posisi mata memandang buah, faktor cahaya, sudut pandang dan bias yang dapat memberikan hasil yang berbeda dalam penentuan skala atau kode warna. Tabel 8. Warna Daging Buah dengan Perlakuan Jumlah Buah Per Tanaman Saat Panen Perlakuan RHS Mini Color Chart Warna kasat mata Jumlah Buah 1 Buah 44 RHS 145 C Hijau Muda 2 Buah 44 RHS 145 B Hijau Tua Warna Kulit Buah Saat Panen Pada perlakuan jumlah buah per tanaman menunjukkan kode yang sama yaitu 4 RHS 13 B dengan warna jingga. Hal ini mungkin karena daya tangkap warna yang dihasilkan sama, akibatnya warna yang dihasilkan tidak berbeda antar perlakuan. Tabel 9. Warna Kulit Buah dengan Perlakuan Toping dan Jumlah Buah Per tanaman Saat Panen Perlakuan RHS Mini Color Chart Warna kasat mata Jumlah Buah 1 Buah 4 RHS 13 B Jingga kuning Muda 2 Buah 4 RHS 13 B Jingga kuning Muda Uji Organoleptik Uji organoleptik digunakan sebagai uji kesukaan untuk mengukur penilaian subjektivitas terhadap buah melon dengan perlakuan jumlah buah per tanaman berdasarkan panca indra, yaitu kemanisan daging buah, aroma daging

buah dan tekstur daging buah. Pengujian ini dilakukan oleh 60 responden. Metode yang digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan menggunakan skor yang kemudian diukur dengan standar devisiasi. Standar devisiasi merupakan rata-rata jarak data dengan nilai tengahnya berupa selang dimana suatu nilai bisa ditoleransi. Semakin kecil nilai selang, maka semakin baik nilai yang dihasilkan dalam perlakuan tersebut. Perlakuan jumlah buah per tanaman, variabel kemanisan daging buah paling manis terdapat pada perlakuan 1 buah per tanaman (3.28±0.94) dibandingkan peralakuan 2 buah per tanaman (3.21±1.01). Pada variabel aroma daging buah, perlakuan 1 buah per tanaman (3.26±0.80) lebih wangi dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman (3.15±0.84). Pada variabel tekstur daging buah, perlakuan 1 buah per tanaman (3.21±0.82) lebih lunak dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman (3.25±0.86) (Tabel 10). Tabel 10. Uji Organoleptik Terhadap Kemanisan, Aroma dan Tekstur Daging Buah dengan Perlakuan Jumlah Buah Per Tanaman Saat Panen Perlakuan Kemanisan Aroma Tekstur daging buah daging buah daging buah Jumlah Buah 1 Buah 3.28 ± 0.94 3.26 ± 0.80 3.21 ± 0.82 2 Buah 3.21 ± 1.01 3.15 ± 0.84 3.25 ± 0.86 Ket : 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = netral (biasa saja), 4 = suka dan 5 = sangat suka Cacat Buah Perlakuan 1 buah per tanaman menunjukkan cacat buah 50% sebanyak 1 buah, cacat 25% sebanyak 23 buah dan mulus 100% sebanyak 30 buah. Perlakuan 2 buah per tanaman menunjukkan cacat buah 75% sebanyak 2 buah, cacat 25% sebanyak 4 buah dan mulus 100% sebanyak 58 buah (Tabel 14). Pada perlakuan 1 buah per tanaman menunjukkan cacat buah 25% lebih tinggi dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman. Hal ini diduga karena pada perlakuan 1 buah per tanaman tidak terdapat kompetisi dalam memperebutkan asimilat, akibatnya buah kelebihan asimilat. Menurut Poerwanto (1996) dengan buah yang menerima asimilat lebih banyak akan lebih rentan terhadap pecah buah. Keterangan gambar tentang cacat buah terdapat di Gambar Lampiran 1.

Tabel 11.Cacat Buah Pada Perlakuan Jumlah Buah Per Tanaman Saat Panen Perlakuan Cacat Cacat Cacat Cacat 100% 75% 50% 25% Mulus 100% Jumlah Buah 1 Buah - - 1 Buah 23 Buah 30 Buah 2 Buah - 2 Buah - 4 Buah 58 Buah Pengaruh Pangkas Pucuk (Toping) Pertumbuhan Buah pada Umur 9 MST sampai 11 MST Pada umur 9 MST sampai 11 MST dengan perlakuan toping menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap variabel panjang buah (Tabel 12). Pada perlakuan toping terjadi peningkatan panjang buah sebesar 9.16% pada umur 10 MST dan 2.57% pada umur 11 MST. Pada perlakuan tanpa toping terjadi peningkatan panjang buah sebesar 8.65% pada umur 10 MST dan 2.67% pada umur 11 MST sehingga peningkatan panjang buah hampir sama antara perlakuan toping dan tanpa toping. Tabel 12. Panjang Buah (mm) dengan Perlakuan Toping pada 9 MST sampai 11 MST Perlakuan Panjang buah (mm) 9 MST 10 MST 11 MST Toping Toping 87.00 104.54 110.06 Tanpa Toping 82.14 97.69 103.06 Uji F tn tn tn Ket: tn tidak berbeda nyata pada uji F taraf 5% Pada umur 9 MST sampai 11 MST dengan perlakuan toping menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap variabel lingkar buah (Tabel 13). Pada perlakuan toping terjadi peningkatan lingkar buah sebesar 11.94% pada umur 10 MST dan 6.25% pada umur 11 MST. Pada perlakuan tanpa toping terjadi peningkatan lingkar buah sebesar 19.24% pada umur 10 MST dan 7.25% pada umur 11 MST.

Tabel 13. Lingkar Buah (mm) dengan Perlakuan Toping pada 9 MST sampai 11 MST Perlakuan Lingkar buah (mm) 9 MST 10 MST 11 MST Toping Toping 190.6 242.3 274.6 Tanpa Toping 179.4 264.9 306.3 Uji F tn tn tn Ket: tn tidak berbeda nyata pada uji F taraf 5% Pada umur 9 MST sampai 11 MST dengan perlakuan toping menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap variabel diameter buah (Tabel 14). Pada perlakuan toping terjadi peningkatan diameter buah sebesar 12.85% pada umur 10 MST dan 3.98% pada umur 11 MST. Pada perlakuan tanpa toping terjadi peningkatan diameter buah sebesar 12.51% pada umur 10 MST dan 3.38% pada umur 11 MST. Tabel 14. Diameter Buah (mm) dengan Perlakuan Toping pada 9 MST sampai 11 MST Perlakuan Diameter buah (mm) 9 MST 10 MST 11 MST Toping Toping 57.46 74.41 80.58 Tanpa Toping 53.78 69.16 74.00 Uji F tn tn tn Ket: tn tidak berbeda nyata pada uji F taraf 5% Bobot Per Buah, Kekerasan Kulit dan Padatan Terlarut Total Saat Panen Perlakuan toping menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap variabel bobot per buah, kekerasan kulit dan padatan terlarut total saat panen (Tabel 15). Hal ini diduga karena perlakuan toping dilakukan pada saat bunga hermaprodit telah mekar penuh sehingga mengakibatkan terjadinya kompetisi yang tinggi antar buah dan pertumbuhan vegetatif dalam memperebutkan fotosintat. Menurut Poerwanto (2003), kompetisi antar buah yang sedang berkembang dan pertumbuhan vegetatif akan berkurang apabila pemangkasan dilakukan saat bunga belum mekar penuh.

Tabel 15. Bobot Per Buah, Kekerasan Kulit dan Padatan Terlarut Total (PTT) dengan Perlakuan Toping Saat Panen Perlakuan Bobot Kekerasan kulit PTT per buah (g) (mm/kg/5 s) ( o Brix) Toping Toping 581.75 13.59 10.2 Tanpa Toping 563.88 14.62 10.44 Uji F tn tn tn Ket: tn tidak berbeda nyata pada uji F taraf 5% Tebal Daging dan Tebal Kulit Buah Saat Panen Perlakuan toping menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap variabel tebal daging (Tabel 16). Pada perlakuan toping secara hidroponik di dalam rumah kaca menunjukkan tebal daging buah 21.65 mm. Tebal daging melon H-52 dengan perlakuan toping secara non-hidroponik di lapang sebesar 18.33 mm (Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura, 2004). Dengan demikian, perlakuan toping secara hidroponik maupun non-hidroponik tidak menunjukkan perbedaan yang berarti terhadap variabel tebal daging buah. Perlakuan toping menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap variabel tebal kulit (Tabel 16). Hal ini diduga karena tebal kulit dipengaruhi oleh faktor genetik. Tebal kulit melon H-52 tergolong tipis antara 0.35-0.40 mm (Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura, 2004). Tabel 16. Tebal Daging dan Kulit Buah dengan Perlakuan Toping Saat Panen Perlakuan Tebal daging (mm) Tebal kulit (mm) Toping Toping 21.65 0.39 Tanpa Toping 21.1 0.35 Uji F tn tn Ket: tn tidak berbeda nyata pada uji F taraf 5% Panjang, Lingkar dan Diameter Buah Saat Panen Perlakuan toping menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap variabel panjang, lingkar dan diameter buah saat panen (Tabel 17). Hal ini diduga karena perlakuan toping mempengaruhi jumlah fotosintat yang ditransportasikan untuk perkembangan buah. Perlakuan toping sebaiknya dilakukan saat bunga

mekar penuh, sehingga fotosintat lebih ditujukan untuk perkembangan buah dibandingkan untuk perkembangan vegetatif (Poerwanto (2003). Perlakuan toping pada penelitian ini dilakukan saat perkembangan buah, akibatnya perlakuan toping tidak menunjukkan pengaruh yang nyata pada variabel panjang, lingkar dan diameter buah saat panen. Tabel 17. Panjang, Lingkar dan Diameter Buah dengan Perlakuan Toping Saat Panen Panjang buah (mm) Lingkar buah (mm ) Diameter buah (mm) Perlakuan Toping Toping 124.89 297.6 91.59 Tanpa Toping 124.25 293.6 90.15 Uji F tn tn tn Ket: tn tidak berbeda nyata pada uji F taraf 5% Warna Daging Buah Saat Panen Kode RHS Mini Color Chart memiliki 2 unsur yaitu angka sebelum kata RHS menunjukkan jenis warna dan angka setelah kata RHS menunjukkan semakin rendah nilainya warna yang dihasilkan semakin terang atau muda. Tabel 18 pada perlakuan toping menunjukkan kode 44 RHS 145 B dengan warna hijau tua. Perlakuan tanpa toping menunjukkan kode 44 RHS 145 C dengan warna hijau muda. Seperti halnya pada perlakuan jumlah buah per tanaman, pada perlakuan toping menunjukkan warna yang berbeda baik pada perlakuan toping maupun tanpa toping. Hal ini merupakan kelemahan menggunakan RHS-MCC yang dipengaruhi posisi mata memandang buah, faktor cahaya, sudut pandang dan bias yang dapat memberikan hasil yang berbeda dalam penentuan skala atau kode warna. Tabel 18. Warna Daging Buah dengan Perlakuan Toping Saat Panen Perlakuan RHS Mini Color Chart Warna kasat mata Toping Toping 44 RHS 145 B Hijau Tua Tanpa Toping 44 RHS 145 C Hijau Muda

Warna Kulit Buah Saat Panen Warna kulit buah menggunakan RHS-MCC dengan angka setelah kata RHS menunjukkan semakin rendah nilainya warna yang dihasilkan semakin terang atau muda. Tabel 19 pada perlakuan toping menunjukkan kode yang sama yaitu 4 RHS 13 B dengan warna jingga kuning muda. Tabel 19. Warna Kulit Buah dengan Perlakuan Toping Saat Panen Perlakuan RHS Mini Color Chart Warna kasat mata Toping Toping 4 RHS 13 B Jingga kuning Muda Tanpa Toping 4 RHS 13 B Jingga kuning Muda Uji Organoleptik Metode yang digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan menggunakan skor yang kemudian diukur dengan standar devisiasi. Semakin kecil nilai selang, maka semakin baik nilai yang dihasilkan dalam perlakuan tersebut. Perlakuan toping dengan variabel kemanisan daging buah paling baik atau paling manis terdapat pada perlakuan tanpa toping (3.40±0.93) dibandingkan perlakuan toping (3.09±1.02). Pada variabel aroma daging buah pada perlakuan toping (3.18±0.84) lebih tidak wangi dibanding perlakuan tanpa toping (3.23 ± 0.80). Pada variabel tekstur daging buah pada perlakuan toping (3.35 ± 0.75) lebih lunak dibanding perlakuan tanpa toping (3.11 ± 0.92) (Tabel 20). Tabel 20. Uji Organoleptik Terhadap Kemanisan, Aroma dan Tekstur Daging Buah dengan Perlakuan Toping Saat Panen Perlakuan Kemanisan Aroma Tekstur daging buah daging buah daging buah Toping Toping 3.09 ± 1.02 3.18 ± 0.84 3.35 ± 0.75 Tanpa Toping 3.40 ± 0.93 3.23 ± 0.80 3.11 ± 0.92 Ket : 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = netral (biasa saja), 4 = suka dan 5 = sangat suka Cacat Buah

Tabel 21 pada perlakuan toping menunjukkan cacat buah 75% sebanyak 1 buah, cacat 50% sebanyak 1 buah, cacat 25% sebanyak 14 buah dan mulus 100% sebanyak 48 buah. Pada perlakuan tanpa toping menunjukkan cacat buah 75% sebanyak 1 buah, cacat 25% sebanyak 13 buah dan mulus 100% sebanyak 40 buah. Pada perlakuan toping menunjukkan cacat buah 25% lebih tinggi dibandingkan perlakuan tanpa toping. Hal ini diduga karena pada perlakuan toping distribusi asimilat terganggu. Pada perlakuan tanpa toping asimilat ditransportasikan untuk pertumbuhan buah dan pertumbuhan vegetatif (Poerwanto, 1996). Dengan demikian, perlakuan tanpa toping terdapat keseimbangan dalam memperoleh asimilat antar organ tanaman menyebabkan rendahnya cacat pada buah atau pecah buah. Keterangan gambar tentang cacat buah terdapat di Gambar Lampiran 1. Tabel 21. Cacat Buah Pada Perlakuan Toping Saat Panen Perlakuan Cacat Cacat Cacat Cacat 100% 75% 50% 25% Mulus 100% Toping Toping - 1 Buah 1 Buah 14 Buah 48 Buah Tanpa Toping - 1 Buah - 13 Buah 40 Buah Interaksi Antara Perlakuan Jmlah Buah Per Tanaman dan Pangkas Pucuk (Toping) Interaksi antara perlakuan jumlah buah per tanaman dan toping menunjukkan pengaruh yang tidak nyata pada pertumbuhan buah pada umur 9 MST sampai 11 MST (Tabel 22). Pertumbuhan buah meliputi variabel panjang, lingkar dan diameter buah. Tabel 22. Interaksi antara Perlakuan Jumlah Buah Per Tanaman dan Toping pada Pertumbuhan Buah pada Umur 9 MST sampai 11 MST No Variabel Interaksi 1. Panjang buah (mm) tn 2. Lingkar buah (mm) tn 3. Diameter buah (mm) tn Ket: tn tidak berbeda nyata uji F pada taraf 5%

Interaksi antara perlakuan jumlah buah per tanaman dan toping juga tidak berpengaruh nyata pada variabel kuantitatif pada saat panen (Tabel 23). Variabel kuantitatif meliputi bobot per buah, kekerasan kulit, tebal daging, tebal kulit, padatan terlarut total (PTT), panjang buah, lingkar buah dan diameter buah. Tabel 23. Interaksi antara Perlakuan Jumlah Buah Per Tanaman dan Toping pada Variabel Kuantitatif Saat Panen No Variabel Interaksi 1. Bobot per buah (Gram) tn 2. Kekerasan kulit buah (Kg/cm 2 ) tn 3. Tebal daging (mm) tn 4. Tebal kulit (mm) tn 5. PTT ( o Brix) tn 6. Panjang buah (mm) tn 7. Lingkar buah (mm ) tn 8. Diameter buah (mm) tn Ket: tn tidak berbeda nyata pada uji F taraf 5% Pembahasan Umum Perlakuan jumlah buah mempengaruhi perkembangan buah per tanaman. Pada perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan panjang, lingkar dan diameter buah lebih tinggi dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman. Hal ini karena tidak terjadi kompetisi dalam memperoleh fotosintat antar buah per tanaman dalam perlakuan 1 buah per tanaman. Peningkatan panjang, lingkar dan diameter buah tersebut menghasilkan bobot per buah semakin tinggi, sehingga daging buah lebih tebal. Afandi (2004) menyatakan bahwa bobot per buah dan panjang buah yang tinggi memiliki daging buah yang tebal. Pada perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan padatan terlarut total (PTT) lebih tinggi dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman. Rubatzky dan Yamaguchi (1999) menyatakan bahwa peningkatan kadar PTT dapat mempengaruhi tingginya kualitas buah. Kadar PTT digunakan sebagai indikator tingkat kemanisan, rasa dan kematangan buah melon. Pada perlakuan 1 buah per tanaman, kadar PTT tinggi sehingga pada uji organoleptik tingkat kemanisan buah yang dihasilkan tinggi. Kematangan buah melon menghasilkan tingginya kadar PTT, sehingga tekstur buah pada uji organoleptik dengan perlakuan 1 buah per tanaman semakin lunak. Menurut Whitaker dan Davis (1962) salah satu ciri-ciri kematangan buah melon adalah munculnya aroma yang khas terutama pada ujung