MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM WAJIB BELAJAR DI KOTA SALATIGA TAHUN 2011/2012. Donald Samuel Slamet Santosa

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KEPUTUSAN PENGGUNA ANGGARAN DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BANJAR NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA TASIKMALAYA

RESPONDEN KEPALA SEKOLAH

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Kata Pengantar

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 43 TAHUN 2012 TENTANG

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

Grafik 3.2 Angka Transisi (Angka Melanjutkan)

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LPF 7. PENYUSUNAN RENCANA PEMANTAUAN & EVALUASI 120 menit

BAB I PENDAHULUAN. mengamanatkan bahwa pemerintah daerah, yang mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia bukan merupakan tugas yang

BAB 26 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP PENDIDIKAN YANG LEBIH BERKUALITAS

BUPATI GUNUNG MAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DI KABUPATEN GUNUNG MAS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Ringkasan Eksekutif

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan sesuatu hal

BAB I PENDAHULUAN. keinginan pemerintah dan kebutuhan masyarakat. Paradigma baru manajemen

KEBIJAKAN STRATEGIS DI BIDANG PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

SASARAN Uraian Sasaran Indikator Satuan 1 2. Formulasi perhitungan: (Jumlah siswa usia tahun dijenjang SD/MI/Paket A,

2013, No.71 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 T

Bab 6 INDIKATOR KINERJA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR. A. Tujuan dan Sasaran Strategis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENDIDIKAN APA, BAGAIMANA, DAN MENGAPA

2014, No.16 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi adalah pengaturan

BAB I PENDAHULUAN. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan, salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan peserta didik, baik secara mental maupun intelektual, digembleng agar

BAB I PENDAHULUAN. akan dilakukan perubahan dari dana APBN menjadi dana perimbangan. yang dilakukan melalui mekanisme transfer ke daerah dalam bentuk

I. PENDAHULUAN. UUD 1945 pasal 31 menyatakan bahwa setiap warga Negara berhak mendapat

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB II PERENCANAAN DAN PENETAPAN KINERJA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI DAN PENGELOLAAN PERGURUAN TINGGI

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang Republik

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) & INDIKATOR KINERJA INDIVIDU (IKI)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI DAN PENGELOLAAN PERGURUAN TINGGI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

BAB VI INDIKATOR KINERJA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR YANG MENGACU PADA RPJMD PROVINSI JAWA TIMUR

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA. NOMOR 129a/U/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PENDIDIKAN

ISU-ISU STRATEGIS. 3.1 Analisis Situasi Strategis

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 21 TAHUN 2009

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 51 B. TUJUAN 51 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 52 D. UNSUR YANG TERLIBAT 52 E. REFERENSI 52 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 52

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 51 B. TUJUAN 51 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 52 D. UNSUR YANG TERLIBAT 52 E. REFERENSI 52 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 53

BAB 1 PENDAHULUAN. respon positif atas krisis ekonomi dan krisis kepercayaan yang terjadi.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil temuan dari penelitian, hasil pengolahan data, analaisis

BAB I PENDAHULUAN. yang bernama komite sekolah (SK Mendiknas Nomor 044/U/2002). karena pembentukan komite sekolah di berbagai satuan pendidikan atau

BAB I PENDAHULUAN. terdidik yang mampu menjawab tantangan-tantangan yang. masa mengisyaratkan bahwa secara keseluruhan mutu SDM Indonesia saat ini

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 TAHUN DI KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DAYA DUKUNG DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) DI SD NEGERI WONOTINGAL 04 KECAMATAN CANDISARI KOTA SEMARANG TESIS

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN EVALUASI KINERJA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KOTA SALATIGA TAHUN 2017

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dalam

INDIKATOR KINERJA UTAMA TAHUN 2017 (Berdasarkan Format : PERMENPAN Nomor 53 Tahun 2014 dan PERMENPAN & RB Nomor: PER/20/menpan/II/2008)

LKIP (LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH THN 2016)

PETUNJUK TEKNIS KEBIJAKAN DAK BIDANG PENDIDIKAN DASAR TAHUN ANGGARAN 2013

BAB VI INDIKATOR KINERJA SKPD YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan temuan-temuan penelitian

BAB VII STANDAR PENGELOLAAN

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor penyebab..., Rika Aristi Cynthia, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan. pendidikan. Untuk mendasarinya, Undang-Undang Dasar 1945 di

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN KEOLAHRAGAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR : 09 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, keterampilan, teknologi dan sikap profesionalisme tinggi yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Studi tentang..., Aris Roosnila Dewi, FISIP UI, 2010.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB IV BAB IV LANGKAH-LANGKAH TEROBOSAN PENDIDIKAN TAMAN KANAK-KANAK DAN SEKOLAH DASAR

EVALUASI PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL BERDASARKAN PRINSIP GOOD GOVERNANCE DI SD NEGERI 4 KALIAMAN JEPARA. Abstrak

KEBIJAKAN- KEBIJAKAN PENDIDIKAN FORMAL. Rahmania Utari, M. Pd.

BAB III RENCANA STRATEGIS PENDIDIKAN TAMAN KANAK-KANAK DAN SEKOLAH DASAR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pada

I. PENDAHULUAN. dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri.

BAB VI INDIKATOR KINERJA SKPD YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

BAB 26 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP PENDIDIKAN YANG LEBIH BERKUALITAS

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 41 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 911 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN UNTUK RAKYAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN KEOLAHRAGAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN BAB I

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

BAB I PENDAHULUAN. Program Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS BBM) adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pesat terhadap akses yang dapat dilakukan masyarakat untuk. masyarakat akan adanya suatu pengukuran kinerja.

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 7 Oktober 2015

PERATURAN DAERAH KOTA TERNATE NOMOR 37 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BERITA DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2010 NOMOR : 22

BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH PADA JENJANG PENDIDIKAN DASAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), oleh karena itu

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 37 TAHUN 2011 TANGGAL 23 AGUSTUS 2011

Transkripsi:

MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM WAJIB BELAJAR DI KOTA SALATIGA TAHUN 2011/2012 Donald Samuel Slamet Santosa Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang PENDAHULUAN Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan taraf dan kualitas hidup masyarakat Indonesia adalah dengan memberi layanan pendidikan yang baik bagi segenap anak bangsa. Layanan pendidikan yang disediakan pemerintah termasuk program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dalam pasal 1 ayat 18 dinyatakan bahwa Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah. Sasaran program wajib belajar adalah meningkatnya partisipasi jenjang pendidikan dasar yang diukur dengan meningkatnya Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) jenjang SD, meningkatnya APK jenjang SMP/MTs/Paket B setara SMP, meningkatnya Angka Partisipasi Sekolah (APS) penduduk usia 7-12 tahun, dan meningkatnya APS penduduk usia 13-15 tahun. Saat ini, perbaikan mutu pendidikan nasional telah menunjukan hasil positif yang terlihat dari pencapaian Angka Partisipasi Pendidikan pada semua jenjang. Dengan demikian, dalam konteks wajib belajar, kinerja pembangunan pendidikan nasional mengalami peningkatan yang cukup berarti. Peningkatan dalam hal kuantitas pendidikan tersebut tidak akan ada artinya apabila tidak diimbangi dengan kualitas atau mutu pendidikan. Dalam upaya memperbaiki mutu pendidikan, khususnya pendidikan dasar, layanan pendidikan terus ditingkatkan agar sesuai dengan standar nasional pendidikan dengan merujuk pada standar pelayanan minimal (SPM), yang sejauh ini belum sepenuhnya dapat dipenuhi. Meskipun Kebijakan desentralisasi dan otonomi pendidikan telah dilaksanakan selama tujuh tahun, manajemen pelayanan pendidikan belum sepenuhnya efektif dan efisien. Oleh karena itu

sasaran kebijakan dalam hal kualitas pendidikan, sangat perlu untuk terus ditingkatkan karena lembaga pendidikan belum sepenuhnya mampu memenuhi tuntutan masyarakat untuk melahirkan lulusan-lulusan yang berkompeten. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: manajemen, kurikulum, dan sarana pendukung pembelajaran maupun administrasinya, guru, evaluasi, dan pengelolaan pelayanan pendidikan. Faktor manajemen atau pengelolaan sekolah sejalan dengan sasaran kebijakan pembangunan pendidikan yaitu meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan untuk secara bertahap mencapai standar nasional pelayanan pendidikan melalui penataan perangkat lunak (software) seperti perbaikan kurikulum, pemantapan sistem penilaian dan pengujian, dan penyempurnaan sistem akreditasi. Secara khusus untuk pengelolaan sekolah, diluncurkan kebijakan Akreditasi Sekolah. Sehubungan dengan kulikulum, diberlakukan Kurikulum Satuan Pendidikan (KTSP). Sehubungan dengan faktor pendukung pembelajaran dikembangkan Pembelajaran berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (ICT) yang selanjutnya populer dengan E-pembelajaran, dan sehubungan dengan Sistem Administrasi dikembangkan sistem yang berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (ICT) yang selanjutnya populer dengan E- administrasi. Berkaitan dengan guru terdapat dua hal yang menjadi fokus perhatian, yaitu ketersediaan pendidik yang belum memadai secara kualitas dan dengan distribusi yang kurang merata, dan kesejahteraan pendidik yang masih terbatas. Guru yang berkualitas memainkan peranan sentral dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan. Untuk itulah sertifikasi guru menjadi sangat urgent. Sasaran kebijakan pembangunan pendidikan yang diamanatkan dalam Rencana Strategis Kementrian Pendidikan Nasional 2010-2014 sehubungan dengan guru, adalah tersedianya pendidik pendidikan dasar yang berkompeten yang merata diseluruh provinsi, kabupaten, dan kota yang meliputi pemenuhan guru SD/SDLB dan SMP/SMPLB serta tutor Paket A dan Paket B berkompeten. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, perlu ditingkatkannya proporsi pendidik yang memenuhi kualifikasi pendidikan dan standar kompetensi yang disyaratkan, serta memperbaiki distribusi guru dan peningkatan kesejahteraan guru. Saat ini masih banyak guru yang belum memiliki kualifikasi pendidikan S-1 atau D-4 seperti yang disyaratkan oleh Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Dari hasil survei Kemendiknas tahun 2009 diperoleh informasi bahwa rata-rata kualifikasi pendidikan guru SD/MI baik negeri

maupun swasta yang memiliki ijazah sarjana (S-1) atau D-4 hanya 24,59 persen. Selain itu, dijumpai pula guru yang mengajar tidak sesuai dengan latar belakang bidang ilmu yang dimilikinya atau lazim disebut mismatch. Selain itu, diperlukan sistem evaluasi untuk mengukur kinerja satuan pendidikan dan sistem pengujian untuk mengukur prestasi setiap peserta didik. Selama ini, sistem evaluasi kinerja para pendidik dan standarisasi prestasi peserta didik masih belum sepenuhnya memenuhi seperti yang diamanatkan di dalam Standar Nasional Pendidikan. Sistem evaluasi dan sistem pengujian ini sangat penting untuk melihat tingkat keberhasilan penyelenggaraan pendidikan secara nasional, dengan membuat perbandingan antardaerah dan antarsatuan pendidikan sebagai landasan bagi perencanaan pembangunan pendidikan lebih lanjut. Untuk kepentingan itu diterapkan akreditasi kelembagaan sekolah dan Ujian Nasional. Peningkatan kualitas pengelolaan pelayanan pendidikan di atas, sejalan dengan penerapan prinsip good governance yang mencakup transparansi, akuntabilitas, dan partisipatif, untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan sumber daya pendidikan. Sejalan dengan itu adalah peningkatan peranserta masyarakat dalam pembangunan pendidikan baik dalam penyelenggaraan maupun pembiayaan pendidikan, termasuk yang diwadahi dalam bentuk Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Berbagai upaya yang sedang dan telah dilakukan oleh pemerintah dan segenap stake holder pendidikan perlu dievaluasi guna mengetahui progres yang telah dicapai. Selama ini, evaluasi terkait dengan upaya-upaya tersebut dilakukan oleh pihak internal pendidikan, seperti Badan Akreditasi Sekolah dan Badan Standar Nasional Pendidikan. Evaluasi yang dilakukan oleh pihak internal perlu divalidasi oleh evaluator independen. Bertolak dari pemikiran tersebut, maka sangatlah strategis apabila dilakukan penelitian mengenai Monitoring dan Evaluasi Independen Pelaksanaan Program Wajib Belajar. Keberhasilan program wajib belajar di kota Salatiga dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan pendidikan di Jawa Tengah. Hal ini dikarenakan Salatiga merupakan salah satu trend centre pendidikan di Provinsi Jawa Tengah. Salatiga memiliki ratusan SD/MI/SDLB, serta puluhan SMP/MTS/SMPLB yang tersebar hampir diseluruh penjuru kota. Diantara ratusan

sekolah tersebut terdapat beberapa sekolah yang dapat dijadikan sampel purposive untuk melihat pelaksanaan program wajib belajar di Salatiga. ISI Penelitian evaluasi kebijakan ini merupakan penelitian evaluative dengan pendekatan kualitatif. Model evaluasi yang digunakan merujuk pada model illuminative karya Malcolm Parlett dan Hamilton. Model ini lebih menekankan pada evaluasi kualitatif terbuka (open-ended). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari secara cermat dan hati-hati kualitas pelaksanaan program wajib belajar di kota Salatiga. Hasil evaluasi lebih bersifat deskriptif dan interpretasi, bukan pengukuran dan prediksi. Fungsi evaluasi adalah sebagai input untuk kepentingan pengambilan keputusan dalam rangka penyesuaian dan penyempurnaan sistem pembelajaran yang sedang dikembangkan. Cara-cara yang digunakan tidak bersifat standar, tetapi bersifat fleksibel dan selektif. Terdapat 3 fase evaluasi yang harus ditempuh, yaitu observe, inquiry further, dan seek to explain. Satuan analisis dalam penelitian ini adalah pelaksanaan program wajib belajar di kota Salatiga, sedangkan yang menjadi satuan observasi adalah beberapa SD, SMP, komite sekolah, dewan pendidikan, dinas pendidikan, dan pengamat pendidikan. Untuk mendapatkan sumber data, peneliti menggunakan sampel purposive yang dilanjutkan dengan snowball sampling. Untuk memperoleh data, peneliti memilih 3 SD, yaitu SD Salatiga 6, SD Laboratorium, FKIP- UKSW, dan SD Muhammadiah Plus. Untuk SMP, dipilih 1 SMP, yaitu SMP Negeri 8. Berikut ini merupakan sajian data penelitian yang diperoleh dari sumber pimpinan sekolah. Manajemen merupakan serangkaian kegiatan yang diawali dari perencanaan, serta diikuti dengan pengorganisasian, pendelegasian/pengarahan, dan pengawasan. Berdasarkan hasil dari wawancara mendalam yang dilakukan terhadap responden, sekolah selalu memiliki 3 jenis perencanaan jika ditinjau dari segi waktunya, yaitu perencanaan jangka panjang (8 tahunan), perencanaan jangka menengah (4 tahunan), dan perencanaan jangka pendek (1 tahunan). Perencanaan tersebut meliputi berbagai komponen sekolah yang pada dasarnya mengacu pada 8 Standar Nasional Pendidikan. Perencanaan jangka panjang kemudian dijabarkan dalam rencana jangka menengah, dan rencana jangka pendek. Dalam kaitannya dengan implementasi perencanaan, setiap sekolah memiliki kemudahan dan kesulitan masing-masing.

Terkait dengan sarana dan prasarana pendukung, sekolah sampel cenderung mengalami kesulitan dalam rangka implementasi perencanaan yang telah dibuat. Target sarana dan prasaran menjadi sulit dicapai karena alasan biaya. Sarana dan prasaran merupakan salah satu kebutuhan sekolah yang memerlukan biaya yang tinggi. Meski demikian, sekolah telah dan sedang berkomitmen untuk melakukan berbagai usaha terkait dengan pengadaan sarana dan prasarana sekolah. Upaya tersebut bukan merupakan upaya yang akan membebani orang tua atau wali murid. Upaya-upaya tersebut meliputi pencarian sumber dana lain, seperti dari sponsor, usaha dana, dan efisiensi dari anggaran belanja yang lain. Kaitannya dengan standar pendidik, sekolah sampel tidak mengalami permasalahan yang berarti. Pendidik disemua sekolah sampel sebagian besar telah berkualifikasi akademik minimal S1, dan hanya sebagian kecil yang sedang dalam proses menuju S1. Pendidik disekolah sampel juga telah melakukan berbagai inovasi terkait dengan standar proses. Pendidik tidak hanya mengajar dengan metode konvensional, tetapi telah menggunakan metode pembelajaran yang inovatif (meski banyak tidak menerapkan Eksplorasi, Elaborasi, dan Konfirmasi sebagaimana diamanatkan dalam Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses). Berdasar data yang dikumpulkan, hal-hal yang merupakan kelemahan dari pendidik adalah yang terkait dengan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Sebagian besar guru memutuskan untuk menerapkan metode pengajaran tertentu berdasarkan uji coba sederhana, dan pengalaman semata. Di SD Muhammadiyah misalnya, PTK sudah dilaksanakan tanpa adanya dokumentasi. Sementara itu di SD Lab, PTK masih melibatkan pihak lain seperti mahasiswa dan praktisi pendidikan yang lain. Meski demikian, sekolah tetap memiliki upaya optimalisasi pendidik. Sekolah senantiasa mengadakan program pembinaan guru, dan pengembangan kompetensi. Terkait dengan standar isi, guru-guru dapat melaksanakan KTSP dengan baik. Guru dapat menyusun kurikulum dan silabusnya secara mandiri dengan berpedoman pada rambu-rambu yang ada dalam permendiknas. Berdasarkan data yang telah diperoleh, penilaian pendidikan telah dilaksanakan sebagaimana diatur dalam Permendiknas No. 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Sekolah telah melakukan evaluasi dan penilaian hasil belajar peserta didik secara komprehensif dan sistematis. Sekolah mengadakan beberapa evaluasi sesuai dengan kebijakan dan kebutuhan di sekolah masing-masing.

Terkait dengan pengelolaan layanan, sekolah senantiasa melibatkan komite sekolah dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan strategis. Komite sekolah memiliki hubungan yang baik dengan sekolah, dan setiap periode melakukan pertemuan dengan sekolah. Dalam pertemuan tersebut diagendakan pembahasan mengenai hal-hal strategis yang menjadi program sekolah. Komite memberikan masukan dan saran terkait dengan program sekolah. Selain itu, sekolah yang menjadi sampel penelitian juga melaksanakan rapat bersama orang tua siswa, dalam rangka membahas hal-hal yang terkait dengan siswa. Berbagai komponen dalam yang menjadi focus penelitian tersebut kemudian dikonfirmasi dengan menggunakan triangulasi sumber. Peneliti kemudian mewawancarai seorang pengamat pendidikan kota Salatiga (Dr. Bambang Ismanto). Menurut beliau, dari 8 standar yang ada dalam standar nasional pendidikan, komponen yang justru paling baik yang ada dikota Salatiga adalah Standar Sarana Prasarana. Menurut beliau, dalam disertasinya mengenai pembiayaan pendidikan kota Salatiga, pemerintah kota mengalokasikan dua macam anggaran untuk pendidikan, yaitu Bantuan Operasional Sekolah yang dapat digunakan untuk penyelenggaraan sekolah, dan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk pengadaan sarana dan prasaran fisik. Kecenderungan SIMPULAN SD dan SMP sebagai satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar telah melaksanakan berbagai upaya dalam rangka menyukseskan program wajib belajar. Upaya-upaya tersebut nampak dari 5 komponen yang menjadi focus penelitian, yaitu manajemen sekolah, sarana dan prasaran, guru/pendidik, evaluasi pembelajaran, dan pengelolaan layanan. Hal-hal yang berkaitan dengan sumber daya manusia memiliki kecenderungan yang telah baik. Sedangkan hal-hal yang diluar kemampuan guru atau diluar kompetensi guru cenderung belum baik (seperti sarana dan prasarana).