LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

dokumen-dokumen yang mirip
STATUS TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK-ANAK YANG MENJADI KORBAN PENGGUNAAN SENJATA AGENT ORANGE DALAM PERANG VIETNAM

LEGALITAS PENGANCAMAN DAN PENGGUNAAN SENJATA NUKLIR OLEH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL

Kata Kunci : Perang, Perwakilan Diplomatik, Perlindungan Hukum, Pertanggungjawaban

PENEGAKAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK BERSENJATA INTERNAL SURIAH

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan

BAB I PENDAHULUAN. internasional. Berbagai pelanggaran hukum perang dilakukan oleh kedua belah

LEGALITAS PENGGUNAAN PELURU KENDALI BALISTIK ANTARBENUA (INTERCONTINENTAL BALLISTIC MISSILE) DALAM PERANG ANTARNEGARA

KEABSAHAN SUDAN SELATAN SEBAGAI NEGARA MERDEKA BARU DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. bertahun-tahun. Dalam konflik tersebut, terjadi berbagai pelanggaran terhadap

PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARGA SIPIL DALAM KONFLIK BERSENJATA (NON-INTERNASIONAL) LIBYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017

PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PERWAKILAN DIPLOMATIK DI WILAYAH PERANG

ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan

PERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL PADA KONDISI PERANG MENGGUNAKAN CLUSTER BOMBS DAN KAITANNYA DENGAN TEORI JUST WAR

Abstract. Keywords ; Military Attack, NATO, Libya, Civilian

Keywords : Iconoclast, International Law, International Criminal Court

KATA PENGANTAR. Segala puji syukur penulis panjatkan hanya bagi Tuhan Yesus Kristus, oleh karena

Konvensi Munisi Tandan (CCM) tahun 2008

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA OLEH ISRAEL TERHADAP WARGA SIPIL PALESTINA DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipakai untuk melakukan penyerangan kepada pihak musuh. Peraturanperaturan

Sumber Hk.

BAB III PENUTUP. prinsip Pembedaan (distinction principle) maka Tentara Pembebasan Suriah

PERLINDUNGAN PENGUNGSI SURIAH KORBAN GERAKAN NEGARA ISLAM IRAK AN SURIAH DI NEGARA-NEGARA EROPA. Oleh : Nandia Amitaria

BAB I. Pendahuluan. Amsterdam ke Kuala Lumpur pada tanggal 17 Juli 2014 dengan 298 penumpang

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang

PENERAPAN YURISDIKSI NEGARA DALAM KASUS PEMBAJAKAN KAPAL MAERSK ALABAMA DI PERAIRAN SOMALIA. Oleh: Ida Ayu Karina Diantari

HAK VETO DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DALAM KAITAN DENGAN PRINSIP PERSAMAAN KEDAULATAN

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

MAKALAH. Hukum Hak Asasi Manusia & Hukum Humaniter. Oleh: Dr. Fadillah Agus, S.H., M.H. FRR Law Office FH Unpad

bersenjata. Selain direkrut sebagai kombatan, anak-anak seringkali juga menjadi target

BAB IV PENUTUP. Bab ini merupakan bab terakhir yang akan memaparkan kesimpulan atas

PENDAHULUAN. yang sangat menonjol. Hal ini memerlukan perhatian yang bersungguh-sungguh, karena sangat

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang cukup signifikan termasuk dalam peperangan. Perkembangan

HUKUMAN MATI TERKAIT KEJAHATAN NARKOTIKA DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL

PERLAKUAN DISKRIMINASI TERHADAP ETNIS ROHINGYA OLEH MYANMAR DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA...

BAB I PENDAHULUAN. ketika lawan terbunuh, peperangan adalah suatu pembunuhan besar-besaran

PELAKSANAAN INTERVENSI HAK ASASI MANUSIA DALAM KONFLIK BERSENJATA NON INTERNASIONAL DI DARFUR

BAB VI PENUTUP. 1. Imunitas Kepala Negara dalam Hukum Internasional. Meski telah diatur dalam hukum internasional dan hukum kebiasaan

BAB V PENUTUP. 1. Yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional dalam Pasal 17 Statuta Roma

4/8/2013. Mahkamah Pidana Internasional

Norway, di Yogyakarta tanggal September 2005

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara lain yang yang diderita oleh banyak orang di negara-negara lain

Bab IX MEKANISME PENEGAKAN HUKUM HUMANITER

KONVENSI JENEWA II TENTANG PERBAIKAN KEADAAN ANGGOTA ANGKATAN PERANG DI LAUT YANG LUKA, SAKIT, DAN KORBAN KARAM DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. perang dan damai. Peristiwa-peristiwa besar yang menjadi tema-tema utama

BAB I PENDAHULUAN. beberapa belahan dunia. Salah satu dari konflik tersebut adalah konflik Israel

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

No Laut Kepulauan (archipelagic sea lane passage) dan jalur udara di atasnya untuk keperluan lintas kapal dan Pesawat Udara Asing sesuai denga

TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP KEJAHATAN TERORISME YANG MELEWATI BATAS-BATAS NASIONAL NEGARA-NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. dunia ini. Hal ini dikarenakan perang memiliki sejarah yang sama lamanya dengan

Tujuan pendirian Negara Indonesia tertuang dalam Pembukaan UUD 1945:

PENERAPAN YURISDIKSI UNIVERSAL MELALUI MEKANISME EKSTRADISI ATAS KEJAHATAN TERHADAP KEMANUSIAAN (CRIMES AGAINTS HUMANITY)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA MENURUT KETENTUAN UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA 1982

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 006/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl 25 April 2006

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

DAFTAR PUSTAKA. J.G.Starke, Pengantar Hukum Internasional 1, Sinar Grafika, Jakarta, 2010

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

PENULISAN HUKUM (Skripsi)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

BAB I PENDAHULUAN. berbagai peperangan yang ganas akibat digunakannya berbagai persenjataan modern

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. International Committee of the Red Cross (ICRC) dalam usahanya menegakkan

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions)

1. PENDAHULUAN. meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP KASUS PENGGUNAAN SENJATA KIMIA OLEH SURIAH S K R I P S I

Oleh : Ardiya Megawati E BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MAHKAMAH INTERNASIONAL

BAB III PENUTUP. bersenjata internasional maupun non-internasional. serangan yang ditujukan kepada mereka adalah dilarang.

PENERAPAN ASAS NE BIS IN IDEM DALAM HUKUM PIDANA INTERNASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. perang sebisa mungkin harus dihindari. lebih dikenal dengan istilah Hukum Humaniter Internasional.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara dalam hukum internasional disebut sebagai subyek hukum utama

A. LATAR BELAKANG MASALAH

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB II ATURAN-ATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PEROMPAKAN. A. Perompakan Menurut UNCLOS (United Nations Convention on the

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, maka

BAB I PENDAHULUAN. Perperangan sejak dahulunya adalah hal yang tidak diinginkan semua orang karena

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN. tuntutan. Jadi peradilan internasional diselenggarakan untuk mencegah pelaku

BAB II PENGERTIAN DAN PERKEMBANGAN HUKUM HUMANITER DAN HAK AZASI MANUSIA. A. Pengertian Humaniter dan Hak Azasi Manusia

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI WILAYAH YANG MENGALAMI KONFLIK BERSENJATA. Oleh : Dentria Cahya Sudarsa*

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara ialah subjek hukum internasional dalam arti yang klasik,

c. Menyatakan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DAN HAK ASASI MANUSIA. Lembar Fakta No. 13. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

INTERNATIONAL MILITARY TRIBUNAL NUREMBERG

Transkripsi:

LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Oleh: Alan Kusuma Dinakara Pembimbing: Dr. I Gede Dewa Palguna SH., M.Hum Anak Agung Sri Utari SH., MH Program Kekhususan/ Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Abstract: Israel has been accused for the use of white phosphorous cluster bombs in its military aggression to Palestine. This article analyzes the legality and legal consequences of the use of cluster bombs in such military aggression from the perspectives of Geneva Convention and Cluster Munition Convention in relation with the Distinction Principle. This is a normative legal research that employs regulatory approach, case approach and historical approach. The research shows that Israel has violated International Humanitarian Law specifically regarding Distinction Principle in such military aggression. Keywords: Cluster Bombs, Israel, Palestine, International Humanitarian Law Abstrak: Israel selama ini dituduh menggunakan bom curah berjenis fosfor putih yang dikategorikan sebagai bom curah (cluster bomb) dalam agresi militernya ke Palestina. Tulisan ini menganalisis legalitas dan akibat hukum dari penggunaan bom curah (cluster bomb) pada agresi militer tersebut ditinjau dari Konvensi Jenewa dan Konvensi Cluster Munition dalam kaitannya dengan Prinsip Pembedaan. Tulisan ini merupakan penelitian hukum normatif yang menggunakan pendekatan peraturan, pendekatan kasus, dan pendekatan sejarah. Hasil yang diperoleh dalam penulisan ini adalah Israel telah terbukti melanggar Hukum Humaniter Internasional mengenai Prinsip Pembedaan dalam agresi militer tersebut. Kata Kunci: Bom Curah, Israel, Palestina, Hukum Humaniter Internasional I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Ada kontroversi dalam serangan Israel di Jalur Gaza, Palestina dimana Israel dituduh menggunakan bom curah (cluster bomb) berjenis fosfor putih. Sejumlah fakta menunjukkan bahwa angkatan bersenjata Israel (Israel Defence Force/IDF) melancarkan serangan udara menggunakan bom tersebut ke arah daerah-daerah padat penduduk di wilayah Jalur Gaza yang menyebabkan warga sipil Palestina menjadi korban. 1 h. 63. 1 Human Right Watch, 2009, Rain of Fire, Israel s Unlawful Use of White Phosphorus In Gaza, New York, 1

Investigasi yang dilakukan oleh Human Rights Watch menemukan bahwa Israel telah melakukan pelanggaran hukum perang karena Israel Defence Force (IDF) dinilai gagal dalam mengambil tindakan pencegahan untuk meminimalkan bahaya terhadap warga sipil ketika menggunakan bom fosfor putih. 2 Selain itu, dalam kasus-kasus spesifik, IDF menggunakan jenis tersebut secara sembarangan dan menyebabkan kematian warga sipil. 3 Penggunaan bom curah (cluster bomb) sebenarnya telah menjadi perdebatan di berbagai negara karena bahaya yang ditimbulkan oleh bom tersebut. Salah satu instrumen internasional yang mengatur adalah Konvensi Cluster Munition. Penggunaan bom curah berjenis fosfor putih ini secara luas dianggap memiliki jenis yang sama dengan cluster bomb sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Konvensi yang mendefinisikan bom curah sebagai bom yang disebarkan melalui udara atau ditembakkan dari artileri yang melepaskan beberapa submunisi bahan peledak atau bom-bom di atas wilayah yang luas. 4 2 Situasi ini sesungguhnya mengandung permasalahan hukum berkaitan dengan keabsahan penggunaan cluster munition dan akibat hukum yang ditimbulkan dari penggunaan senjata tersebut. 1.2. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis legalitas penggunaan bom curah (cluster bomb) pada agresi militer Israel ke Palestina dan menganalisis akibat hukum penggunaan bom curah (cluster bomb) ditinjau dari Konvensi Jenewa dan Konvensi Cluster Munition dalam kaitannya dengan Prinsip Pembedaan. 1.3. Metode Penelitian Tulisan ini merupakan penelitian Hukum Normatif. Penelitian Hukum Normatif ini beranjak dari adanya pendekatan kasus (case approach), pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan sejarah (historical approach). Metode pendekatan kasus digunakan karena tulisan ini memfokuskan pada kasus mengenai agresi militer Israel ke Palestina. Metode pendekatan perundang-undangan secara luas-- dalam artian tidak hanya terbatas pada peraturan perundang-undangan nasional suatu negara saja karena juga menganalisis instrumen internasional yang relevan-- digunakan karena menggunakan perjanjian internasional berupa Konvensi Jenewa dan Konvensi Cluster Munition. Adapun pendekatan 2 Ibid, h. 60. 3 Ibid. 4 Ole Kristian Fauchald, David Hunter dan Vang Xi, 2008, Yearbook of International Environmental Law, cet.19, Oxford University Press, New York, h. 223.

sejarah digunakan karena tulisan ini melihat sejarah mengenai faktor-faktor penyebab terjadinya agresi militer Israel ke Palestina. II. Hasil dan Pembahasan 2.1. Legalitas Penggunaan Bom Curah (Cluster Bomb) dalam Agresi Militer Israel ke Palestina. Dalam agresinya ke Palestina, Israel menggunakan senjata-senjata yang dilarang penggunaannya oleh beberapa instrumen hukum internasional. Pelarangan penggunaan senjata-senjata tertentu terdapat dalam beberapa instrumen internasional. Dalam Pasal 23 ayat (1) Hague Regulations dinyatakan bahwa penggunaan racun atau senjata beracun adalah dilarang. Selanjutnya dalam pasal 23 ayat (5) juga melarang penggunaan senjata berbahaya. Pasal 51 Protokol Tambahan I Tahun 1977 tentang perlindungan terhadap penduduk sipil, khususnya pada ayat (5) huruf (a) menentukan penyerangan yang dianggap bertentangan dengan prinsip pembedaan yaitu penyerangan melalui pemboman dengan cara atau sarana yang memperlakukan sebagai sebuah sasaran militer tunggal sejumlah sasaran militer yang jelas-jelas saling terpisah dan berdiri sendiri-sendiri tetapi sama-sama terletak di dalam sebuah kota besar, kota kecil, desa, atau kawasan tertentu yang terdapat pemusatan orang sipil atau objek sipil. Dalam Konvensi Cluster Munition dinyatakan pelarangan terhadap penggunaan bom curah. Dalam Pasal 1 ayat (1) konvensi tersebut dinyatakan bahwa setiap negara peserta tidak akan pernah dalam kondisi apapun menggunakan bom curah. Pasal 2 konvensi ini juga melarang penggunaan bom-bom peledak yang secara khusus dirancang untuk tersebar atau dilepaskan dari hulu ledak pesawat udara. Dalam hal ini, Israel telah jelas melanggar ketentuan Pasal 1 dan 2 Konvensi Cluster Munition tersebut. Faktanya, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, Israel menggunakan bom curah berjenis fosfor putih yang ditembakan melalui artileri dan pecah atau meledak di udara sehingga menyebabkan timbulnya banyak korban warga sipil dalam agresi militernya ke Palestina. Israel bukanlah negara peserta Protokol Tambahan I Tahun 1977 dan Konvensi Cluster Munition. Dengan demikian penggunaan bom curah dalam agresi militer Israel ke Palestina dapat dikualifikasikan sebagai suatu pelanggaran Hukum Humaniter Internasional Kebiasaan. 3

2.2. Akibat Hukum dari Penggunaan Bom Curah (Cluster Bomb) pada Agresi Militer Israel ke Palestina. Dalam kasus agresi Israel ke Palestina, Israel dapat dimintakan pertanggungjawaban karena Israel telah melakukan pelanggaran terhadap beberapa instrumen hukum internasional dalam agresi militernya ke Palestina. Dalam agresi militernya, Israel menggunakan bom curah berjenis fosfor putih ke arah penduduk Palestina. Israel mengklaim bahwa penggunaan fosfor putih tersebut hanya untuk membuat asap pengalih perhatian lawan (smokescreens). 5 Namun investigasi Human Rights Watch menyatakan bahwa penggunaan fosfor putih oleh IDF yang berulang kali ditembakkan ke arah pemukiman penduduk mengakibatkan terbunuhnya dan terlukainya warga sipil serta merusak fasilitas umum, seperti sekolah, pasar, dan rumah sakit. 6 Posisi Israel sebagai negara bukan peserta Konvensi Cluster Munition tentu menjadikannya bebas dari kewajiban hukum yang tertuang di dalam konvensi tersebut. Namun demikian Israel sesungguhnya secara moral terikat untuk menghormati ketentuan-ketentuan di dalam konvensi tersebut. Adapun akibat hukum langsung yang dapat diterima Israel sebagai pihak ketiga dari konvensi tersebut hanyalah mendengar anjuran dan ajakan dari negara peserta konvensi untuk menghormati substansi Konvensi Cluster Munition. Namun sekali lagi Israel tidak memiliki kewajiban hukum untuk mematuhi konvensi ini. Ada sejumlah akibat hukum yang dapat dikenakan sebagai konsekuensi dari penggunaan bom curah (cluster bomb) pada agresi militer Israel ke Palestina apabila ditinjau dari Konvensi Jenewa dan Konvensi Cluster Munition dalam kaitannya dengan Prinsip Pembedaan (Distinction Principle). Sanksi dapat diberikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berupa penurunan derajat hubungan diplomatik atu penyerangan menggunakan kekuatan bersenjata oleh Dewan Keamanan PBB sesuai dengan Pasal 41 dan 42 Piagam PBB. Selain sanksi dari PBB, sanksi dapat juga diberikan berdasarkan Hukum Humaniter khususnya Protokol Tambahan I Tahun 1977 dan Hukum Humaniter Internasional Kebiasaan dalam kaitannya dengan isu tanggung jawab negara dalam hukum internasional yaitu dapat berupa kompensasi, berupa kepuasan yang diberikan melalui pengakuan perbuatan, ekspresi penyesalan, dan permintaan maaf resmi oleh Israel. Perkembangan terbaru adalah 5 Ibid. 6 Ibid. 4

dimungkinkannya Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court) untuk mengadili tentara Israel karena Israel telah jelas-jelas melakukan suatu pelanggaran hukum sesuai dengan apa yang diatur dalam Pasal 8 ayat (2) (b) (xx) Statuta Roma. 7 III. PENUTUP 3.1 Kesimpulan Ada 2 (dua) kesimpulan yang dapat diambil dari tulisan ini, yaitu: 1. Dalam kaitannya dengan Prinsip Pembedaan (Distinction Principle) yang menentukan pembedaan antara kombatan dan penduduk sipil serta pembedaan antara sasaran militer dan objek sipil, maka penggunaan bom curah (cluster bomb) tidaklah sah berdasarkan Konvensi Jenewa khususnya ketentuan yang terdapat di dalam Protokol Tambahan I Tahun 1977 serta berdasarkan Konvensi Cluster Munition. Mengingat Israel bukanlah negara peserta baik dari kedua instrumen internasional tersebut, maka penggunaan bom jenis ini dalam agresi militer Israel ke Palestina dapat dikualifikasikan sebagai suatu pelanggaran Hukum Humaniter Internasional Kebiasaan (HHIK) mengenai Prinsip Pembedaan. 2. Ada sejumlah akibat hukum yang dapat dikenakan sebagai konsekuensi dari penggunaan bom curah (cluster bomb) pada agresi militer Israel ke Palestina apabila ditinjau dari Konvensi Jenewa dan Konvensi Cluster Munition dalam kaitannya dengan Prinsip Pembedaan (Distinction Principle). Adapun akibat hukumnya dapat berupa penurunan derajat hubungan diplomatik atau penyerangan menggunakan kekuatan bersenjata oleh Dewan Keamanan PBB berdasarkan Piagam PBB; kompensasi; kepuasan yang diberikan melalui pengakuan perbuatan, ekspresi penyesalan, dan permintaan maaf resmi oleh Israel; serta proses hukum ke Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court). 7 http://www.dw.com/id/palestina-masuk-icc-israel-kepanasan/a-18174809 diakses tanggal 3 Agustus 2015 pada pukul 00.52 WITA. 5

3.2 Saran Penulis hendak mengemukakan 2 (dua) saran sebagai berikut: 1. Israel hendaknya meratifikasi Konvensi Cluster Munition demi menjamin tidak adanya penggunaan cluster bomb di kemudian hari. 2. Terlepas dari pro dan kontra yang saat ini masih terjadi berkaitan dengan status Palestina, Mahkamah Pidana Internasional hendaknya mengadili individu pelaku kejahatan internasional yang menggunakan cluster bomb dalam agresi militer Israel ke Palestina dengan yurisdiksi yang dimilikinya. DAFTAR PUSTAKA Ang Swee Chai, 2006, From Beirut to Jerusalem, Mizan, Bandung. Arlina Permanasari dkk, 1999, Pengantar Hukum Humaniter, International Committee of the Red Cross, Jakarta. Human Rights Watch, 2009, Rain of Fire, Israel s Unlawfull Use of White Phosphorus in Gaza, New York. Ole Kristian Fauchald, David Hunter dan Vang Xi, 2008, Yearbook of International Environmental Law, cet.19, Oxford University Press, New York. INSTRUMEN INTERNASIONAL Charter of United Nations Convention on Cluster Munition Hague Regulation 1907 Protocol Additional to the Geneva Conventions of 12 August 1949, and relating to the Protection of Victims of International Armed Conflicts (Protocol I), 8 June 1977. Rome Statute of the International Criminal Court 6