Peta Rencana Lanskap (Zonasi) Kawasan Situ Gintung

dokumen-dokumen yang mirip
3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB IV ANALISIS KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA CIREBON

19 Oktober Ema Umilia

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

EVALUASI ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

METODE PENELITIAN Kerangka Pendekatan

TINJAUAN BENCANA SITU GINTUNG DARI SUDUT PANDANG PENATAAN RUANG

Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan

Gambar 2. Lokasi Studi

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN SITU GINTUNG PASCA BENCANA, KECAMATAN CIPUTAT TIMUR, KOTA TANGERANG SELATAN, PROVINSI BANTEN NURIKA NAULIE FAIZAH

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 14. Peta Lokasi Penelitian (Sumber: Data Kelurahan Kuin Utara) Peta Kecamatan Banjarmasin Utara. Peta Kelurahan Kuin Utara

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

POLA ZONASI RUANG UNTUK REHABILITASI KAWASAN SITU CILEDUG DENGAN KAJIAN MORFOKONSERVASI. Catherine Mary Nayuki

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

PANDUAN PENGAMATAN LANGSUNG DI LOKASI/KAWASAN WISATA TERPILIH

BAB VII PERENCANAAN a Konsep Ruang

3. METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta administrasi Kota Sintang

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Kebutuhan tersebut terkait untuk pemenuhan kebutuhan hidup

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran

Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi. Diajukan Oleh : Mousafi Juniasandi Rukmana E

PERSPEKTIF KRONO SPASIAL PENGEMBANGAN PANTAI UTARA JABODETABEKPUNJUR

PEMBUATAN PETA TINGKAT KERAWANAN BANJIR SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MENGURANGI TINGKAT KERUGIAN AKIBAT BENCANA BANJIR 1 Oleh : Rahardyan Nugroho Adi 2

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

WALIKOTA PANGKALPINANG

KONDISI GEOGRAFIS. Luas Wilayah (Ha)

PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DI KABUPATEN KENDAL

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011).

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

Warta Kebijakan. Tata Ruang dan Proses Penataan Ruang. Tata Ruang, penataan ruang dan perencanaan tata ruang. Perencanaan Tata Ruang

2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL.

Analisis DAS Sambong Dengan Menggunakan Aplikasi GIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

Kata Pengantar. Yogyakarta, Desember Tim Penyusun. Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayui

IPB International Convention Center, Bogor, September 2011

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA)

KONDISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH ACEH TAHUN 2013 DISAMPAIKAN GUBERNUR ACEH PERTEMUAN DENGAN DUTA BESAR NORWEGIA/SCANDINAVIA 22 MEI 2013

IDENTIFIKASI PERKEMBANGAN KAWASAN PERKEBUNAN TERHADAP KEBERADAAN KAWASAN LINDUNG TAMAN NASIONAL TESSO NILO DI KABUPATEN PELALAWAN, PROVINSI RIAU

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN KAWASAN LINDUNG DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ADENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB II SITU GINTUNG DAN TINJAUAN TERHADAP KONTEKS

Studi Arahan Kesesuaian Fungsi Kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Progo

STUD1 RUANG TERBUKA HIJAU DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA BERDASARKAN PENDEKATAN KEBUTUHAN OKSlGEN

STUD1 RUANG TERBUKA HIJAU DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA BERDASARKAN PENDEKATAN KEBUTUHAN OKSlGEN

Oleh: Tarsoen Waryono **)

AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan)

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI BERBASIS BIOREGION. Oleh : ARIN NINGSIH SETIAWAN A

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha

BAB I PENDAHULUAN I-1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

HASIL PENELITIAN ANALISIS SPASIAL KESESUAIAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TIMUR DENGAN SIG (STUDI KASUS: KECAMATAN TUTUYAN)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang

4.17 PERENCANAAN DAN PEMETAAN GARIS SEMPADAN KALI SEMEMI

Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Gambar 11 Lokasi Penelitian

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

50 BAB VI SINTESIS Untuk menetapkan zonasi perencanaan tapak diterapkan teori Marsh (2005) tentang penataan ruang pada Daerah Aliran Sungai (DAS) yang membagi tapak menjadi tiga satuan lahan, yaitu Satuan Lahan Pengelolaan Air, Satuan Lahan Penyangga, dan Satuan Lahan Pengembangan. Satuan lahan penyangga dan satuan lahan pengembangan, akan diperoleh setelah menentukan satuan lahan pengelolaan air. Karena satuan lahan pengelolaan air merupakan inti dari perencanaan lanskap Situ Gintung pasca bencana. Pada bab sebelumnya telah dilakukan analisis yang berkaitan dengan kondisi eksisting tapak dan kriteriakriteria untuk pencapaian ketiga satuan lahan tersebut. Kemudian dihasilkan beberapa peta tematik yang dilanjutkan dengan tahap sintesis untuk memperoleh tiga satuan lahan, sebagaimana disajikan pada Gambar 23 : Daerah Hulu Situ + Daerah Hilir Situ Badan Air Peta kemiringan Lahan + Peta Jenis Tanah + Peta Curah Hujan Overlay Overlay S.K. Menteri Pertanian tentang Kawasan Lindung Kawasan Lindung, Kawasan Penyangga, Kawasan Batas Pasang Peta Buffer Danau Peraturan Pemerintah No. 32 Penutupan Lahan Analisis Koefisien Runoff dan Ketersediaan Air Kebutuhan Air Masy. Kawasan Situ Gintung Luas RTH untuk Mencukupi Kebutuhan Air Area untuk RTH Peta Satuan Lahan Pengelolaan Air + Peta Satuan Lahan Penyangga + Peta Satuan Lahan Pengembangan Peta Rencana Lanskap (Zonasi) Kawasan Situ Gintung Gambar 23 Tahap Untuk Mendapatkan Tiga Satuan Lahan

51 6.1 Satuan Lahan Pengelolaan Air Untuk menentukan satuan lahan pengelolaan air dapat dilihat dari ekosistem air yang akan dilindungi yakni badan Situ Gintung (cekungan situ) dan aliran situ menuju Sungai Pesanggrahan (Gambar 15). Setelah didapatkan satuan lahan pengelolaan air. Maka dapat ditetapkan satuan lahan penyangga yang berfungsi untuk melindungi satuan pengelolaan air. Berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/II/1980. Menurut kriteria umumnya, Kawasan Situ Gintung dapat difungsikan sebagai kawasan penyangga danau, karena areanya yang memenuhi syarat untuk dilakukan budidaya secara ekonomis, mudah dikembangkan sebagai kawasan penyangga, dan tidak mengganggu dari segi ekologis ketika kawasan ini dikembangkan. Satuan lahan penyangga dapat diperoleh melalui pendekatan peraturan pemerintah dan ketersediaan air masyarakat kawasan Situ Gintung. 6.2 Satuan Lahan Penyangga 6.2.1 Pendekatan Peraturan Pemerintah Secara spesifik, terdapat dua peraturan pemerintah yang sesuai untuk menetapkan satuan lahan penyangga yaitu penerapan metode skoring menurut SK Menteri Pertanian dan Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1990 tentang kawasan lindung serta penerapan metode buffering menurut Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang No. 12 Tahun 2006 tentang Garis Sempadan dan Peraturan Menteri PU No. 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai yang menjelaskan bahwa garis sempadan situ minimal 50 meter. Berikut merupakan metode dengan dasar peraturan pemerintah yang dapat digunakan untuk menentukan satuan lahan penyangga : 1. Metode Skoring Menurut SK Menteri Pertanian tentang Kawasan Lindung Pada metode ini digunakan tiga jenis peta tematik, yaitu peta kemiringan lahan, peta intensitas rata-rata curah hujan harian, dan peta jenis tanah dengan pemberian skor yang didasarkan pada kriteria penilaian berdasarkan SK Menteri Pertanian No 837/Kpts/Um/11/1980 tentang peruntukan kawasan lindung. Ketiga peta tematik ini akan di overlay dan dikalkulasikan skornya untuk

52 masing-masing area yang didapatkan. Area dengan skor <124 merupakan kawasan budidaya, area dengan jumlah skor 125 175 termasuk pada kawasan penyangga, dan area dengan jumlah skor > 175 termasuk pada kawasan lindung. Untuk mendapatkan klasifikasi kawasan Situ Gintung menurut SK Menteri Pertanian tersebut maka dilakukan overlay antar peta tematik kemiringan lahan (Gambar 17), Jenis Tanah (Gambar 18), dan peta Intensitas Curah Hujan (Gambar 19), setelah itu dilakukan penjumlahkan skor untuk masing-masing satuan lahan. Peta komposit tersebut menghasilkan tiga warna yang berbeda dengan jumlah skor masing-masing yaitu 75 untuk warna cokelat muda, 95 untuk warna hijau, dan 115 untuk warna merah. Ketiga warna tersebut menurut SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/II/1980 memiliki jumlah nilai skor yang tergolong dalam kawasan Budidaya yaitu jumlah nilai skor < 124. Berikut merupakan hasil overlay ketiga peta tematik beserta akumulasi skor untuk masing-masing kawasan (Gambar 24). Jadi dari hasil skoring menurut S.K. Menteri Pertanian ini, tidak ada area yang termasuk dalam kawasan penyangga.

53 Dr. Ir. Setia Hadi, MS Ir. Qodarian Pramukanto, MSi Gambar 24 Peta Komposit, Hasil Overlay Peta Kemiringan Lahan, Peta Jenis Tanah, dan Peta Rata-rata Curah Hujan Harian.

54 Dr. Ir. Setia Hadi, MS Ir. Qodarian Pramukanto, MSi Gambar 25 Peta Pembagian Kawasan Berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/II/1980 Selain penetapan kawasan berdasarkan pada SK Menteri Pertanian, ditentukan juga penetapan kawasan penyangga berdasarkan peraturan pemerintah

55 lainnya yang menerapkan metode buffering untuk menentukan kawasan penyangga. 2. Metode Buffering Menurut Peraturan Pemerintah tentang Daerah Penyangga Penentuan kawasan penyangga menggunakan metode buffering ini mengacu pada Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang Penetapan Kawasan Lindung, Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang No. 12 Tahun 2006 tentang Garis Sempadan dan Peraturan Menteri PU No. 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai yang menjelaskan bahwa garis sempadan danau/waduk minimal 50 meter dari titik pasang tertinggi (Gambar 15). Menurut keputusan presiden No. 32 Tahun 1990, kawasan-kawasan yang termasuk dalam kawasan lindung dibedakan menjadi empat kawasan, yaitu kawasan yang memberikan perlindungan kawasan dibawahnya, kawasan perlindungan setempat, kawasan suaka alam dan cagar budaya, dan kawasan rawan bencana. Pada penelitian kali ini, kawasan Situ Gintung termasuk pada kriteria kawasan lindung untuk perlindungan setempat dimana kawasan lindung untuk perlindungan setempat ini terdiri dari: 1. Sempadan sungai 2. Sempadan pantai 3. Kawasan sekitar danau/ waduk 4. Kawasan sekitar mata air Kawasan Situ Gintung termasuk dalam kawasan lindung yang memberikan perlindungan pada kawasan danau/ waduk. Kawasan ini merupakan suatu kawasan tertentu di sekeliling danau/ waduk yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi danau/ waduk. Kriteria kawasan lindung sekitar danau/ waduk adalah daratan sepanjang tepian danau/ waduk yang lebarnya proporsional dengan bentuk kondisi fisik danau/ waduk, antara 50 sampai 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Berdasarkan titik pasang tertinggi yang telah diketahui sebelumnya, dapat ditetapkan kawasan penyangga (buffer) sejauh 50 meter di sekeliling badan situ (Gambar 26).

56 Dr. Ir. Setia Hadi, MS Ir. Qodarian Pramukanto, MSi Gambar 26 Peta Area Penyangga (Menurut Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2006)

57 Dr. Ir. Setia Hadi, MS Ir. Qodarian Pramukanto, MSi Gambar 27 Peta Rencana Satuan Lahan Kawasan Situ Gintung Menurut Peraturan Pemerintah

58 6.2.2 Pendekatan Kebutuhan Air Masyarakat Berdasarkan perhitungan kebutuhan air penduduk di kawasan Situ Gintung, maka diperoleh Ruang Terbuka Hijau (RTH) seluas 218 Ha dari total area seluas 305,7 Ha. RTH yang tersedia sudah termasuk area penyangga yang direncanakan (26 ha) hanya mampu memenuhi 12% dari total RTH yang dibutuhkan. Tingginya kebutuhan air di kawasan ini berbanding lurus dengan pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk menyebabkan kebutuhan akan air bersih juga bertambah. Ketika terjadi hal seperti ini, maka terdapat dua kemungkinan, yang pertama penduduk di kawasan ini memiliki konsumsi air bersih di bawah standar konsumsi yang telah ditetapkan oleh Departemen Pekerjaan Umum (138,5 liter/orang/hari). Yang kedua, penduduk di kawasan ini mendatangkan air bersih dari wilayah lain. Kebutuhan air pada suatu kawasan bergantung pada faktor : kebutuhan air bersih per tahun, jumlah air yang disediakan oleh Perusahaan Air Minum, potensi air saat ini, kemampuan ruang terbuka hijau saat ini. Faktor tersebut dapat ditulis dalam persamaan : La La = =P 0.K(1+r-c)-PAM-Pa z Keterangan : La : Luas RTH yang diperlukan untuk mencukupi kebutuhan air (ha) P 0 K : Jumlah penduduk kota pada tahun ke 0 (Jiwa) : Konsumsi air per kapita (liter/ hari) r : Laju kebutuhan air bersih; sama dengan laju pertumbuhan penduduk (%) c : Faktor pengendali; upaya pengendalian laju pertumbuhan penduduk (%) PAM : Kapasitas supply perusahaan air minum (m 3 /tahun) Pa : Potensi air tanah (m 3 /tahun) z : Kemampuan RTH menyimpan air (m 3 /ha/tahun) Persamaan di atas dapat disederhanakan menjadi : La = KA total SA total S lahan

59 Keterangan : Katotal : Kebutuhan air total (m 3 / tahun) SAtotal : Simpanan air total (m 3 / tahun) Slahan : Kemampuan lahan untuk menyimpan air (m 3 / tahun) Suplai Air Total (SAtotal) Pada penelitian ini diasumsikan suplai air hanya berasal dari kecamatan Cirendeu, dan tidak menerima dari daerah lain. Suplai air total merupakan jumlah dari suplai air tanah dan air permukaan (Situ Gintung). SAtotal = Pa+SP Berikut tabel hasil perhitungan berdasarkan pada rumus perhitungan kebutuhan RTH kawasan Situ Gintung. Tabel 10. Kebutuhan RTH Di Kawasan Situ Gintung Tahun Jumlah Penduduk KA domestik m3/hari Potensi Air Tanah (danau) m3 Kad - Pa = Kebutuhan Air Simpanan Air pada Lahan Luas RTH yang Dibutuhkan (Ha) 2009 27820.16372 3860272 690561 3169711 14532 218.1194 2014 33263.42084 4606925.5 690561 3916364.5 14532 269.4993 2019 39697.22902 5498034.5 690561 4807473.5 14532 330.8198 Tingginya kebutuhan RTH pada wilayah penelitian ini menunjukkan bahwa perluasan lahan RTH sebagai lahan resapan tidak dapat menjadi satusatunya solusi yang digunakan untuk memecahkan permasalahan ketersediaan air bersih. Usaha pemenuhan kebutuhan air di kawasan ini harus integrasikan dengan upaya-upya lain selain perluasan RTH. Bila dikaji lebih mendalam, hasil analisis kecukupan RTH dalam penelitian ini menunjukkan fakta yang bertentangan dengan penyataan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/M/PRT/2008. Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa proporsi 30% dari luas wilayah merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem

60 hidrologi, keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat kota. Namun berdasarkan analisis, walaupun luas RTH di kota Tangerang masih lebih dari 30%, luasan ini tidak dapat menjamin ketersediaan air tanah bagi masyarakat sekitar Situ Gintung. Padahal dalam analisis kecukupan RTH tersebut, seluruh RTH diasumsikan berupa hutan kota, dimana jenis RTH ini memiliki kemampuan tertinggi dalam memproduksi oksigen dan meresapkan aliran permukaan (Ardiyansyah, 2007 dan Iverson et al, 1993). 6.3 Satuan Lahan Pengembangan Setelah mendapatkan satuan lahan pengelolaan air dan satuan lahan penyangga, sisanya merupakan satuan lahan pengembangan yang dapat digunakan untuk kebutuhan masyarakat kawasan sekitar situ. Baik untuk kawasan pemukiman maupun untuk fasilitas lainnya. Satuan lahan pengembangan ini memiliki luas 65,7 ha 6.4 Rencana Blok Kawasan Situ Gintung Untuk mendapatkan rencana blok kawasan Situ Gintung maka dilakukan penggabungan hasil antara rencana blok yang dihasilkan berdasarkan peraturan pemerintah dan analisis kebutuhan air masyarakat yang kemudian dispasialkan. Kebutuhan air masyarakat ini berkaitan dengan luas ruang terbuka hijau (RTH) yang diperlukan pada kawasan ini. Luas RTH yang diperlukan untuk mencukupi kebutuhan air masyarakat adalah seluas 218 ha, luasan ini dispasialkan dalam peta kawasan dan dijadikan sebagai satuan lahan penyangga. Dari hasil analisis dan sintesis yang telah dilakukan maka diperoleh rencana blok kawasan Situ Gintung (Gambar 28).

Gambar 28 Peta Rencana Blok Kawasan Situ Gintung 61