Identifikasi Geometri sebagai Dasar Bentuk pada Arsitektur Tradisional Nusa Tenggara Barat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 STRUKTUR DAN KONSTRUKSI

PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN TAHAN GEMPA

BAB IV: PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Pertimbangan Penentuan Ketinggian Panggung pada Rumah Melayu Kampar

ADAPTASI TEKNOLOGI DI RUMAH ADAT SUMBA

Perkuatan Struktur pada Revitalisasi Bangunan Cagar Budaya Kasus Studi: Toko Dynasti, Jalan AM Sangaji Yogyakarta

Arsitektur Nusantara yang Tanggap Iklim: Paradigma dalam Penentuan Potensi Keberlanjutannya

KONSTRUKSI DINDING BAMBU PLASTER Oleh Andry Widyowijatnoko Mustakim Departemen Arsitektur Institut Teknologi Bandung

ADAPTASI IKLIM PADA HUNIAN RUMAH TINGGAL YANG MENGHADAP MATAHARI

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS)

BAB XI KUDA-KUDA DAN ATAP

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

Penggunaan Langgam Rumoh Aceh pada Bangunan Perkantoran di Kota Banda Aceh

Adaptasi Gedung Museum Kota Makassar Terhadap Iklim Tropis Lembab

Struktur dan Konstruksi II

Metode Pelaksanaan Pembangunan Jalan Lingkungan Datuk Taib Desa Leuhan < SEBELUMNYA BERIKUTNYA >

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai LS sehingga memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata di Indonesia merupakan sektor ekonomi yang penting dalam

Pengaruh Adaptasi Arsitektur Tropis pada Bangunan Kolonial di Koridor Jalan Blang Mee Samudera Pase

BAB III METODE PERANCANGAN. Pembahasan yang dikemukakan dalam bagian bab ini ditujukan untuk

NILAI-NILAI VERNAKULAR PADA ARSITEKTUR MASYARAKAT WANUKAKA, SUMBA BARAT

ELEMEN PEMBENTUK ARSITEKTUR TRADISIONAL BATAK KARO DI KAMPUNG DOKAN

DINDING DINDING BATU BUATAN

1.2. ELEMEN STRUKTUR UTAMA

TKS 4406 Material Technology I

Rumah Tinggal Dengan Gaya Arsitektur Bali Modern Di Denpasar

SAINS ARSITEKTUR II BANGUNAN ARSITEKTUR YANG RAMAH LINGKUNGAN MENURUT KONSEP ARSITEKTUR TROPIS. Di susun oleh : Di Susun Oleh :

Struktur di Arsitektur Nusantara

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. Adapun pengelompokkan jenis kegiatan berdasarkan sifat, yang ada di dalam asrama

IDENTIFIKASI VARIAN ARSITEKTUR LUMBUNG DI BALI

DAFTAR ISI. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian...56

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR

KAJIAN PENDEKATAN TEKTONIKA ARSITEKTUR TORAJA DALAM PERANCANGAN GEDUNG KESENIAN

Kajian Perumahan di Kawasan Gempol Bandung: Tinjauan dari Sistem Struktur dan Konstruksi Bangunan

BAB III METODE PERANCANGAN Ruang Lingkup Penelitian Untuk Rancangan. Penelitian tentang upaya Perancangan Kembali Pasar Karangploso

Sistem Struktur Rumah Adat Barat Rattenggaro

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Studi Tipologi Bangunan Pabrik Gula Krebet. Kawasan Pabrik gula yang berasal dari buku, data arsitek dan sumber-sumber lain

Rumah Jawa adalah arsitektur tradisional masyarakat Jawa yang berkembang sejak abad ke- 13 terdiri atas 5 tipe dasar (pokok) yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Jakarta adalah kota yang setiap harinya sarat akan penduduk, baik yang

ASPEK SAINS ARSITEKTUR PADA PRINSIP FENG SHUI

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR. I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Manfaat Kerangka Pikir.

PERKEMBANGAN STRUKTUR DAN KONSTRUKSI RUMAH TRADISIONAL SUKU BAJO DI PESISIR PANTAI PARIGI MOUTONG

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Perkembangan pembangunan yang sangat pesat, juga diikuti munculnya

BAB III METODE PERANCANGAN. proses merancang, disertai dengan teori-teori dan data-data yang terkait dengan

KEARIFAN LOKAL DAN MITIGASI BENCANA PADA RUMAH TRADISIONAL BESEMAH, PAGAR ALAM, SUMATERA SELATAN Oleh : M. ALI HUSIN

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. kendaraan dan manusia akan direncanakan seperti pada gambar dibawah ini.

TIANG Gambar Balok Lantai Dimasukkan ke dalam Tiang (Sketsa : Ridwan)

MODEL TEKTONIKA ARSITEKTUR TONGKONAN TORAJA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III TINJAUAN PELINGKUP BANGUNAN DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR TROPIS

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB 6 HASIL PERANCANGAN

KONSTRUKSI ATAP 12.1 Menggambar Denah dan Rencana Rangka atap

BAB V KAJIAN TEORI. Batik di Cirebon adalah langgam arsitektur Neo-Vernakular. Dalam bahasa. Yunani, neo memiliki arti baru, sedangkan vernakular

Pengantar Daftar Tabel Daftar Gambar Rancangan Kegiatan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1 perbandingan bahan Sifat Beton Baja Kayu. Homogen / Heterogen Homogen Homogen Isotrop / Anisotrop Isotrop Isotrop Anisotrop

KEARIFAN LOKAL RUMAH VERNAKULAR DI JAWA BARAT BAGIAN SELATAN DALAM MERESPON GEMPA

BAB IV: KONSEP Konsep Dasar. 1. Transit Hub

MENDEFINISIKAN KEMBALI ARSITEKTUR TROPIS DI INDONESIA

Rumah Baca sebagai Representasi Pemikiran Arsitektur Achmad Tardiyana

A. GAMBAR ARSITEKTUR.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Sebagai strategi passive cooling dengan prinsip ventilasi, strategi night

Observasi Citra Visual Rumah Tinggal

STRUKTUR RANGKA ATAP RUMAH TRADISIONAL SUMBA

OPTIMASI KINERJA TERMAL BANGUNAN RUMAH TINGGAL PEDESAAN

BAB III METODE PERANCANGAN. kualitatif. Dimana dalam melakukan analisisnya, yaitu dengan menggunakan konteks

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

Tipologi Arsitektur Rumah Ulu di Sumatera Selatan

Perancangan Destination Spa Mandalika sebagai Objek Wisata yang Paling Diminati

BANGUNAN BALAI KOTA SURABYA

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

PERAN PERAPIAN DALAM PEMBENTUKAN RUANG BARU DI SASAK

PENDEKATAN KONSEP DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. Pendekatan konsep untuk tata ruang dan tata fisik

BAB I. PENDAHULUAN. Deskripsi Singkat

STRUKTUR DAN KONSTRUKSI BANGUNAN IV

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB VI KONSEP PERENCANAAN

BAB 1. Pendahuluan. Negara Indonesia selain terkenal dengan Negara kepulauan, juga terkenal dengan keindahan alam dan kekayaan hutan.

BAB 3 METODE PERANCANGAN. Metode perancangan yang digunakan dalam perancangan Convention and

BAB I PENDAHULUAN. Adapun budaya-budaya di provinsi NTB yaitu Budaya SASAMBO (SASAK,

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Aktivitas Pengrajin Gerabah di Desa Pagelaran

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi utamanya di dalam bidang

BAB III METODE PERANCANGAN Ruang Lingkup Penelitian Untuk Rancangan

BAB I PENDAHULUAN TAMAN BACAAN DI PATI

1 Membangun Rumah 2 Lantai. Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii\ Tugas Struktur Utilitas II PSDIII-Desain Arsitektur Undip

pada bangunan yang berkembang pada masa Mesir kuno, Yunani dan awal abad

DAFTAR ISI. Desain Premis... BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Gempa Bumi di Indonesia... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang

RESORT DENGAN FASILITAS MEDITASI ARSITEKTUR TROPIS BAB III TINJAUAN KHUSUS. 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema. 3.2 Penjelasan Tema

Belajar Konstruksi Kayu Langsung dari Tukang Bangunan

BAB III METODE PERANCANGAN. pengumpulan data, analisis, dan proses sintesis atau konsep perancangan.

BAB III METODE PERANCANGAN

ANALISIS SITE LAHAN/TAPAK RELATIF DATAR

BAB V. KONSEP PERENCANAAN dan PERANCANGAN. Bina Nusantara adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Pengujian kualitas genteng pres. (produk kabupaten Kebumen dan produk kabupaten Sukoharjo) UNIVERSITAS SEBELAS MARET.

IMPLEMENTASI PAGAR RUMAH DI KAWASAN PERUMAHAN

ARSITEKTUR BERKELANJUTAN, BELAJAR DARI KEARIFAN ARSITEKTUR NUSANTARA

PERENCANAAN DAN PENERAPAN SISTEM STRUKTUR

Lebih Dekat dengan Masjid Agung Kauman, Semarang

Transkripsi:

SEMINAR HERITAGEIPLBI 2017 PENELITIAN Identifikasi Geometri sebagai Dasar Bentuk pada Arsitektur Tradisional Nusa Tenggara Barat Erlina Laksmiani Wahjutami erlina.laksmiani@unmer.ac.id Sejarah, Kritik dan Perancangan Arsitektur, Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Merdeka Malang Abstrak Geometri membicarakan sifat dari bentuk-bentuk dalam ruang atau, wujud permukaan, atau isi. Pembahasan tentang geometri selalu terkait garis, bidang dan ruang. Permasalahannya, geometri merupakan pemahaman pemikiran arsitektur Barat (dikaji terhadap teori Crowe), bukan pada pengetahuan masyarakat tradisional. Pada kenyataannya, geometri jelas terlihat pada bentuk arsitektur tradisonal Nusa Tenggara Barat (NTB). Cara berpikir masyarakat setempat yang mendasari bentuk arsitekturnya menjadi kajian utama penelitian. Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi geometri yang mendasari bentuk arsitektur tradisional Nusa Tenggara Barat, yang ditelaah berdasarkan teori Crowe. Pengumpulan data melalui teknik survei, observasi lapangan dan pengumpulan arsip-arsip terhadap 4 rumah tinggal tradisional di NTB. Analisis data dilakukan dengan pengujian teori Crowe terhadap arsitektur tradisional NTB. Geometri dari arsitektur tradisional NTB dikaji berdasarkan susunan bangunan dan tektonikanya. Ditemukan bahwa geometri arsitektur tradisional NTB bersesuaian dengan teori Crowe. Sifat konstruksi, cara berkonstruksi, sifat bahan bangunan yang dipakai menjadi penentu aspek geometrinya. Geometri menjadi unsur penyusun bentuk arsitektur tradisional NTB. Kata-kunci : arsitektur tradisonal NTB, susunan bangunan, tektonika, teori geometri Crowe Pendahuluan Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terbagi menjadi dua pulau yaitu Lombok dan Sumbawa (Kebudayaan D. P., 1996). Meskipun terpisah jarak yang tidak terpaut jauh, dengan kondisi iklim dan geografis yang relatif tidak berbeda, bentuk arsitektur tradisional pada kedua pulau tersebut jelas berbeda (Kebudayaan D. P., 1991). Arsitektur tradisional Lombok berdiri di atas pondasi umpak dengan lantai rumah langsung di atas tanah (Umar, 1988), sedangkan arsitektur tradisional Sumbawa berdiri di atas pondasi umpak untuk mendukung tiang-tiang konstruksi rumah panggung (Budihartono, 1985), (Prijotomo, 1984). Pada saat melihat bentuk arsitektur tradisional, secara tidak langsung akan terpikirkan pula geometrinya. Diskusi mengenai geometri menjadi menarik karena masyarakat tradisional tidak pernah mendapatkan pengetahuan geometri secara formal. Maka menjadi pentinglah untuk menelusuri asal usul terjadinya geometri yang menjadi dasar bentuk arsitektur tradisionalnya karena hal inilah yang menjadikan bentuk-bentuk bangunannya menjadi berbeda. Adanya perbedaan bentuk bangunan berarti sekaligus menunjukkan perbedaan geometrinya. Menurut (Klassen, 1990), untuk mewujudkan totalitas bentuk arsitektural diperlukan tahapan making membuat, experiencing mengalami dan understanding memahami, yang masing-masing merupakan bagian dari proses. Landasan teori yang dipakai pada penelitian ini adalah kajian geometri menurut Norman Crowe. Menurut (Crowe, 1997), sumber-sumber alami untuk geometri Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 9

Telaah Geometri sebagai Dasar Bentuk pada Arsitektur Tradisional Nusa Tenggara Barat arsitektur yang pertama bersifat fisik berupa susunan bangunannya, misal: bahan bangunan yang diterapkan pada kondisi konstruksi yang benar serta rasional. Sumber alami kedua bersifat perseptual, yang merupakan pemahaman persepsi manusia dalam konteks badan dan lingkungannya, yang masing-masing bersifat spesifik tergantung pada daerahnya. Pada penelitian ini bahasan fisik yang menjadi syarat pertama, menjadi penekanannya. Susunan bangunan identik dengan penentuan sistem konstruksi bangunan yang dibarengi dengan pemilihan bahan serta melibatkan proses pengerjaannya. Sistem konstruksi bangunan yang benar akan melihat dan belajar dari keadaan alam di sekitarnya. Pemilihan bahan akan lebih efisien apabila mengambil dari potensi setempat. Proses perangkaian yang logis dari konstruksi dan bahan melewati proses trial and error, yang akhirnya akan menjadi tektonika bangunan. Ketiga komponen tersebut dengan melibatkan kreatifitas perancang, akan menghasilkan geometri. Geometri akan menjadi dasar bentuk bangunan. Geometri adalah pemahaman yang ada pada pengetahuan Barat bukan pada pengetahuan masyarakat tradisional. Kenyataannya, geometri jelas terpancarkan pada bentuk arsitektur tradisional NTB. Untuk itu perlu ditelusuri landasan-landasan berpikir masyarakat setempat yang berupa cara-cara, norma-norma atau pandangan-pandangan mereka yang mendasari bentuk arsitektur tradisional NTB. Ketidak sepahaman tersebutlah yang menjadi permasalahan penelitian ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi geometri yang mendasari bentuk arsitektur tradisional Nusa Tenggara Barat, yang ditelaah berdasarkan teori Crowe. Metode Paradigma penelitian yang dipakai adalah post-positivism dimana hubungan antara peneliti dengan obyek yang diteliti tidaklah bisa dipisahkan dan bersifat interaktif. Metode penelitian adalah kualitatif dimana landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. Sifat penelitian deskriptif karena penelitian berupaya untuk menghasilkan gambaran yang akurat terhadap obyek kajian arsitektur tradisional NTB. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan menjelaskan dan memahami objek yang diteliti secara khusus sebagai sebuah kasus. Untuk keperluan tersebut, peneliti melakukan pendekatan terhadap tokoh-tokoh yang terkait dengan bangunan yang diteliti antara lain: tokoh budaya setempat, tukang tradisional, maupun pemilik bangunan untuk mendapatkan gambaran yang paripurna terhadap obyek arsitektur tradisional NTB yang diteliti. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan melalui teknik survei dengan wawancara terstruktur (Moleong, 1994) terhadap pemilik bangunan maupun pakar budaya setempat yang sekaligus berperan sebagai ahli bangunan yang mampu menjelaskan proses konstruksinya secara rinci. Proses konstruksi dikaji baik secara fisik maupun non fisik. Pengamatan bangunan yang di teliti di lapangan menjadi bagian dari observasi untuk melengkapi data survei. Setiap detil konstruksi yang menunjang tektonika diamati secara mendalam. Pengumpulan arsip-arsip yang berhubungan dengan penelitian dilakukan dengan kompilasi data peta, foto, buku, hasil-hasil penelitian terdahulu untuk mempertajam proses analisis. Obyek pengamatan adalah rumah tinggal di Nusa Tenggara Barat yang meliputi rumah tinggal Sasak-Sade dan Sasak-Segenter di Lombok; rumah tinggal Samawa-Tepas di Sumbawa Besar; dan rumah tinggal Sambori Lama di Dompu. Dua rumah merupakan representasi arsitektur tradisional Lombok dan dua lainnya representasi arsitektur tradisional Sumbawa. Setiap rumah tinggal diteliti dasar geometrinya untuk kemudian ditentukan sebagai dasar bentuknya. Detil konstruksi, bahan bangunan dan proses konstruksinya dikaji untuk bisa ditemukan tektonikanya. Tektonika akan menunjukkan kebenaran susunan bangunan dan bentuknya, yang tergambar pada geometrinya. 10 ProsidingSeminar Heritage IPLBI 2017

Metode Analisis Data Erlina Laksmiani Wahjutami Proses analisis pertama kali dilakukan dengan melihat batasan-batasan yang ada pada teori Crowe antara lain tentang pemahamannya terhadap: geometri, susunan bangunan dan tektonikanya. Selanjutnya batasan-batasan ini dilihat dari kacamata pandang arsitektur tradisional NTB yang meliputi: rumah tinggal tradisional di desa Sade dan Segenter sebagai bagian dari masyarakat Sasak di pulau Lombok; rumah tinggal tradisional di desa Tepas sebagai bagian dari masyarakat Samawa, Sumbawa; dan rumah tinggal tradisional di desa Sambori Lama sebagai bagian dari masyarakat Mbojo di Dompu, Sumbawa. Analisis terhadap komponen arsitekturnya meliputi: bentuk bangunan untuk melihat geometrinya secara umum. Pemakaian bahan bangunan, sistem struktur dan konstruksi beserta proses konstruksinya untuk melihat susunan bangunan serta tektonikanya. Geometri itu sendiri merupakan bagian-bagian yang dikomposisikan dengan cara-cara tertentu untuk mendapatkan sebuah kesatuan, yaitu sebuah bentuk. Cara yang umum untuk mengkomposisikan geometri menjadi sebuah bentuk adalah dengan melihatnya sebagai bagian-bagian dari kepala-badan-kaki atau pondasi-dinding-atap. Analisis dan Interpretasi Analisis pertama merupakan analisis geometri sebagai sebuah komposisi kepala-badan-kaki secara 2 dan 3 dimensi (tabel 1). Geometri bisa menunjukkan wujud (shape) yang dua dimensional maupun bentuk (form) yang tiga dimensional. Secara umum geometri yang terlihat pada arsitektur tradisional NTB sangat sederhana. Wujud dan bentuk dasar sedikit mengalami bentuk penambahan atau pengurangan sehingga terlihat bentuk dan wujud aslinya. Wujud geometri yang umum terlihat adalah segitiga dan empat persegi panjang, sedangkan bentuk geometrinya adalah balok dan limas segitiga perisai atau pelana. Tabel 1. Analisis geometri dua dimensi dan tiga dimensi pada arsitektur tradisional NTB Prosiding Seminar Arsitektur Nusantara IPLBI 2018 11

Telaah Geometri sebagai Dasar Bentuk pada Arsitektur Tradisional Nusa Tenggara Barat (Sumber: sketsa peneliti) Secara umum bentuk bangunan pada arsitektur tradisional NTB sangat ditentukan oleh bidang atapnya yang lebih dominan dibandingkan dengan dindingnya (tabel 2). Rumah tinggal Sade dan Segenter mempunyai bidang atap yang menjorok ke bawah sampai menutup hampir separuh dindingnya. Pada rumah tinggal Tepas bidang atap dan bidang dinding hampir seimbang, dominasi atap kurang kuat. Sebaliknya. Rumah Sambori Lama mempunyai bidang atap yang sekaligus menjadi bidang dindingnya. Komposisi kepala-badan-kaki kurang sempurna karena yang terlihat hanya kepala dan kaki dengan beban yang berat pada atapnya. Menurut (Santosa, 1997), bentuk hunian tradisional tropis lembap didominasi oleh konstruksi atap, dinding bukan merupakan elemen bangunan yang penting. Atap merupakan bagian dari bangunan yang menerima radiasi langsung paling lama. Oleh karena itu prinsip memperluas bidang atap merupakan upaya untuk memperkecil satuan panas yang diterima oleh bidang atap. Pembentukan sudut kemiringan atap juga merupakan upaya yang sama. Pada pertimbangan aliran angin, bentuk atap yang memuncak mampu menghasilkan akselerasi aliran angin untuk penghapusan akumulasi udara panas di dalam ruang disertai dengan optimasi bukaan pada bidang vertikal. Maka bisa dipahami bila bentuk atap pada sebagian besar arsitektur tradisional NTB menjadi bagian yang lebih dominan daripada dindingnya. Hal ini menunjukkan bahwa arsitektur tradisional NTB mampu memecahkan permasalahan iklim mikronya dengan teknologi yang tepat. Tabel 2. Perbandingan Bentuk Bangunan pada Arsitektur Tradisional Nusa Tenggara Barat Bentuk Arsitektur Tradisional Nusa Tenggara Barat Sasak-Sade (dokumentasi pribadi) Sasak-Segenter (dokumentasi pribadi) Samawa-Tepas (Budihartono, 1985) Sambori Lama-Dompu (Kebudayaan D. P., 1991) Secara umum struktur yang dipakai pada semua arsitektur tradisional NTB adalah struktur rangka. Pada bangunannya akan selalu terlihat hubungan antara komponen-komponen struktur yang horisontal (balok) dengan yang vertikal (kolom) membentuk satu kesatuan yang kokoh dan kaku mula dari kaki sampai dengan kepala bangunan. Bahan penutup atap, dinding dan lantai selalu dipasang terakhir pada saat struktur rangka selesai diberdirikan (tabel 3). Konstruksi dipisahkan menjadi 3 bagian yang mendasar yaitu konstruksi pondasi, dinding dan atap. Perbedaan mendasar pada konstruksi pondasinya adalah pada kaki bangunannya. Rumah Sade dan Segenter langsung berdiri di atas tanah, walaupun di Sade bangunan berdiri di atas bataran. Rumah Tepas dan Sambori Lama memakai konstruksi rumah panggung. Pondasinya didirikan di atas umpak. 12 ProsidingSeminar Heritage IPLBI 2017

Erlina Laksmiani Wahjutami Pada saat tiang diberdirikan di bawahnya selalu diberi umpak. Ini berlaku pada semua rumah tinggal yang menunjukkan kesadaran bahwa tiang tidak akan mudah lapuk karena kelembapan tanah atau karena dimakan rayap. Rumah Sade dan Segenter hubungan kolom baloknya sederhana. Di Tepas kolom-balok dihubungkan dengan sistem pen dan pasak. Di Sambori Lama hubungan kolom-balok dengan cara menumpang, menggapit, menusuk dan dipaku dengan pasak. Untuk struktur rangka dinding dan atap biasa dipakai bahan kayu dan bambu. Bahan kayu tergantung dari masing-masing potensi daerahnya. Bahan penutup dinding dipakai anyaman bambu atau papan. Bahan penutup atap berupa rumbia/alang-alang. Bahan penutup lantai ada yang berupa tanah, campuran tanah dan kotoran sapi yang dipadatkan (Sade), atau papan kayu. Bahan dasar pondasi biasa dipakai batu kali atau batu gunung. Sebagai bahan penguat struktur seperti pasak dipakai kayu, tali, dan hampir tidak ada pemakaian paku. Untuk bahan perapi tepi-tepi bangunan dipakai bahan kayu atau bambu. Menurut (Lippsmeier, 1980), alang-alang/rumbia menguntungkan untuk iklim panas lembap karena tahan terhadap hujan, pengudaraannya baik untuk bahan atap maupun dinding dan tidak menyerap panas. Bambu permukaannya sangat tahan terhadap air, pengudaraannya baik sebagai bahan dinding maupun atap walaupun sedikit menyerap panas. Kayu memiliki ketahanan yang tinggi terhadap pengaruh iklim walaupun dimungkinkan penguraian sel-sel kayu oleh air, panas, angin, udara dan cahaya. Dengan perawatan yang baik serta penggunaan yang tepat, sangat tahan terhadap hujan. Kemampuan pengisolasian panas sedang. Penyerapan panas kecil dan tahan terhadap angin serta angin r Dari pemilihan bahan bangunannya terlihat adanya kesadaran dari masyarakat untuk menggunakan bahan alami yang ada di sekitar lingkungannya. Secara turun temurun bahan-bahan tersebut terus dipakai melalui proses trial and error dan sudah teruji kekuatannya ditinjau dari struktur dan konstruksinya serta ketangguhan dan keawetannya terhadap iklim. Proses konstruksi yang berlaku umum di arsitektur tradisional NTB pada prinsipnya pertama kali adalah penyelesaian kerangka bangunannya dulu baru kemudian dimulai tahap pengisian kerangka bangunan. Pada tahap fisik, kegiatan pertama adalah mendirikan tiang-tiang utama yang kemudian diletakkan di atas umpak. Selanjutnya dikakukan dengan balok horisontal. Hubungan kolom-balok ini merupakan tempat untuk berdirinya rangka atap. Ini berlaku di sade dan Segenter. Pada rumah Tepas yang berupa rumah panggung, konstruksi jelas terbagi menjadi 3 yaitu konstruksi kepala-badan-kaki. Karena pembagian ini, balok pengaku menjadi ada dua yaitu pada bagian bawah di atas tiang yang berdiri di atas tanah dan di bagian atas pada tiang yang menjadi rangka dinding. Kelebihan yang lain adalah, konstruksi atap yang cukup berat bisa dirangkai terlebih dahulu (bersifat sementara) sebelum pekerjaan pemasangan kolom-balok ini. Hal ini dimungkinkan karena konstruksi atap merupakan kontruksi yang terpisah. Setelah konstruksi kaki dan badan siap berdiri, konstruksi atap tinggal dipasang dan disetel secara permanen. Rumah Sambori Lama walaupun berupa rumah panggung, atap sekaligus menjadi dinding rumah tinggalnya. Penyelesaian konstruksi atap sekaligus sebagai penyelesaian konstruksi dindingnya. Ada pemasangan elemen lampu karena rumah tinggal ini sekaligus menjadi lumbung sehingga harus dijaga dari kemungkinan masuknya tikus. Setelah rangka struktur ini berdiri barulah dimulai tahap pemasangan penutup lantai, dinding dan atap.dari teknik perangkaian struktur konstruksi penyusun bangunan ditunjang dengan bahan bangunan alami sebagai elemen pengisinya, tektonika bangunan akan terlihat dengan sendirinya. Prosiding Seminar Arsitektur Nusantara IPLBI 2018 13

Telaah Geometri sebagai Dasar Bentuk pada Arsitektur Tradisional Nusa Tenggara Barat Tabel 3. Perbandingan konstruksi, proses konstruksi serta tektonika padaarsitektur tradisional NTB 14 ProsidingSeminar Heritage IPLBI 2017

Erlina Laksmiani Wahjutami (Sumber: sketsa peneliti, foto: dokumentasi pribadi, (Budihartono, 1985)) Prosiding Seminar Arsitektur Nusantara IPLBI 2018 15

Telaah Geometri sebagai Dasar Bentuk pada Arsitektur Tradisional Nusa Tenggara Barat Kesimpulan Dari hasil identifikasi geometri pada rumah tradsisional NTB ditemukan bahwa segitiga dan persegi panjang merupakan geometri penyusun dua dimensinya. Geometri penyusun tiga dimensinya berupa balok dan limas segitiga perisai dan pelana. Geometri-geometri ini merupakan penyusun utama bentuk arsitekturnya walaupun ada sedikit perbedaan di antaranya. Dengan unsur-unsur konstruksi yang berbeda-beda istilahnya pada masing-masing bentuk arsitekturnya, terlihat bahwa keempat bangunan yang diteliti dikerjakan dengan teknik yang benar dan memenuhi azas-azas struktur dan sangat memperhatikan pemakaian bahan bangunan alami yang tepat dan mudah didapatkan di lingkungan sekitarnya serta sudah teruji keawetannya terhadap iklim setempat. Proses konstruksi secara fisik hampir sama di mana semua dimulai dari bagian kaki badan dan diakhiri dengan penutup atap. Kecuali pada arsitektur Samawa, perakitan bagian kepala dimulai terlebih dahulu. Setelah penyetelan atap selesai baru dimulai penyusunan kaki dan badan. Proses konstruksi yang bersifat non fisik berbeda-beda didasarkan pada masing-masing budayanya. Kebenaran cara penyusunan geometrinya sekaligus juga memperlihatkan keindahan tektonikanya. Geometri akan muncul sebagai bagian-bagian yang akan mendasari bentuk arsitektur sebagai sebuah kesatuan yang utuh. Unsur-unsur pembentuk geometri dari arsitektur tradisional Nusa Tenggara Barat yang dipakai untuk pengujian teori Crowe bersesuaian sebagai sebagai suatu dasar bentuk arsitektural. Pada variabel susunan bangunan dan tektonikanya bisa dibuktikan bahwa teori Crowe benar. Daftar Pustaka Budihartono, S. (1985). Aspek Bangunan Tradisional Masyarakat Samawa di Kabupaten Sumbawa. Surabaya: ITS. Crowe, N. (1997). Nature and The Idea of a Man-made World. Cambridge: MIT Press. Kebudayaan, D.P. (1991). Arsitektur Tradisional Daerah Nusa Tenggara Barat. Kebudayaan, D.P. (1996). Wujud, Arti dan Fungsi Puncak-puncak Kebudayaan Lama dan Asli bagi Masyarakat Pendukunya di Daerah Nusa Tenggara Barat. Klassen, W. (1990). Architecture and Philosophy. Cebu City: University of San Carlos. Lippsmeier, G. (1980). Tropenbau Building in The Tropics (2 ed.). (S. Nasution, Penerj.) Munchen, Germany. Mangunwijaya, Y. (1995). Wastu Citra. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Moleong, L..J. (1994). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Prijotomo, J. (1984). Penelitian Arsitektur Tradisional Nusa Tenggara Barat. Surabaya: ITS. Rapoport, A. (1969). House, Form and Culture. London: Prentice Hall Inc. Santosa, M. (1997). Arsitektur tradisional tropis lembab. Sebuah referensi untuk pengembangan arsitektur di Indonesia. Bunga rampai Arsitektur ITS. Schodek, D. L. (1980). Structures. London: Prentice-Hall Inc. Suryabrata, S. (1994). Metode Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Umar, M. H. (1988). Sekilas Rumah Tradisional Sasak di Lombok. Waterson, R. (1990). The Living House. New York: Oxford University Press. 16 ProsidingSeminar Heritage IPLBI 2017