AKLIMATISASI BENUR UDANG WINDU (Penaeus Monodon) SEBAGAI UPAYA BUDIDAYA DI LUAR LINGKUNGAN HIDUPNYA: SEBUAH KASUS DI KABUPATEN LAMONGAN

dokumen-dokumen yang mirip
MODUL: PENEBARAN NENER

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Udang windu menurut Mujiman dan Suyanto (2003) tergolong ke. Sub Ordo : Matantia. Famili: Penaedae.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Benur Udang Vannamei dan Pengemasan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia,

Produksi benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus)

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan 5.2. Struktur Organisasi

KERANGKA PENDEKATAN TEORI

MODUL: PEMANENAN DAN PENGEMASAN

III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian

PEMBENIHAN KAKAP PUTIH (Lates Calcarifer)

Benih udang windu Penaeus monodon (Fabricius, 1798) kelas benih sebar

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN BETOK (Anabas testudineus) YANG DIPELIHARA PADA SALINITAS BERBEDA

I. PENDAHULUAN. diakibatkan oleh berbagai macam faktor, salah satunya adalah munculnya penyakit yang

PRODUKSI BENIH UDANG VANAME (LITOPENAEUS VANNAMEI) KELAS BENIH SEBAR

PERIKANAN BUDIDAYA (AKUAKULTUR) Riza Rahman Hakim, S.Pi

PEMELIHARAAN POST LARVA (PL4-PL9) UDANG VANNAMEI (Penaeus vannamei) DI HATCHERY PT. BANGGAI SENTRAL SHRIMP PROVINSI SULAWESI TENGAH

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. air tawar, payau, dan perikanan laut, dapat dilihat dari semakin banyaknya

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March :22

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001).

PENOKOLAN UDANG WINDU, Penaeus monodon Fab. DALAM HAPA PADA TAMBAK INTENSIF DENGAN PADAT TEBAR BERBEDA

kelangsungan hidup dan dapat memenuhi target produksi

MODUL: PENETASAN Artemia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 16/PRT/M/2011 Tentang PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI TAMBAK

MODUL: PEMIJAHAN DAN PEMANENAN TELUR

BAB III BAHAN DAN METODE

PENTOKOLAN UDANG WINDU (Penaeus monodon) SISTEM HAPA DENGAN UKURAN PAKAN BERBEDA

Penanganan induk udang windu, Penaeus monodon (Fabricius, 1798) di penampungan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN KUALA KAMPAR

MODUL: PEMELIHARAAN INDUK

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di

BAB III BAHAN DAN METODE

ORDO DECAPODA. Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster

Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PRT/M/2015 TENTANG

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN Nomor: KEP. 41/MEN/2001 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG VANAME SEBAGAI VARIETAS UNGGUL

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 70% wilayah perairan dengan daya dukung lingkungan yang

Tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan bawal air tawar (Collosoma sp.) dengan laju debit air berbeda pada sistem resirkulasi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam situasi pasca krisis ekonomi saat ini, sub sektor perikanan merupakan

Nike: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 3, Nomor 1, Maret 2015

PENDEDERAN IKAN BERONANG (Siganus guttatus) DENGAN UKURAN TUBUH BENIH YANG BERBEDA

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting

I. PENDAHULUAN. (Bahari Indonesia: Udang [29 maret 2011Potensi]

II. BAHAN DAN METODE

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada 17 Januari 2016 di UD.

II. METODE PENELITIAN

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.15/MEN/2002 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG ROSTRIS SEBAGAI VARIETAS UNGGUL

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Larva Rajungan. Jenis Stadia dan Lama Waktu Perkembangan Larva

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGENALAN UMUM BUDIDAYA KEPITING BAKAU

Pengaruh Pemberian Pakan Tambahan Terhadap Tingkat Pertumbuhan Benih Ikan Bandeng (Chanos chanos) Pada Saat Pendederan

TINJAUAN PUSTAKA. lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan

Manfaat dari penelitian ini adalah : silvofishery di Kecamatan Percut Sei Tuan yang terbaik sehingga dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai anggota dari golongan krustasea, semua badan udang dan kepiting terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. telah mendapat prioritas utama dalam pembangunan nasional karena. pembangunan ekonomi diharapkan dapat menjadi motor penggerak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi di Indonesia yang mulai terjadi sekitar pertengahan 1997

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

AQUACULTURE POND BOTTOM SOIL QUALITY MANAGEMENT

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu komoditas perikanan

METODE PENELITIAN. Materi Penelitian

PORTOFOLIO PEMBESARAN UDANG VANAME UNIT 16 ROI

MODUL: PEMANENAN DAN PENGANGKUTAN

telur, dimana setelah jam diinkubasi pada suhu 25 C kista akan menetas

PENGARUH UMUR LARVA IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PEMBENTUKAN SEL KELAMIN JANTAN RINDHIRA HUMAIRANI Z¹, ERLITA¹

USAHA PENGGELONDONGAN IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN BUDIDAYA LAUT DI SULAWESI TENGGARA

BAHAN DAN METODE. = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah data τ i ε ij

METODE PENELITIAN. Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Haliman dan Adijaya (2005), klasifikasi udang vannamei

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pematangan Gonad di kolam tanah

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

MODUL PELATIHAN GARAM LANJUTAN

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 1(1) :46-56 (2013) ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelautan dan Perikanan Provinsi Gorontalo, yang melaksanakan tugas operasional

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi.

PEMILIHAN dan PEMELIHARAAN INDUK UDANG

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah

MODUL: PENYIAPAN TAMBAK

MODUL: PEMELIHARAAN LARVA SAMPAI UKURAN PASAR

KHAIRUL MUKMIN LUBIS IK 13

Benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar

II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Penentuan Betina dan Jantan Identifikasi Kematangan Gonad

Studi Potensi Air Tanah di Pesisir Surabaya Timur Untuk Budidaya Perikanan Air Payau

Widi Setyogati, M.Si

Transkripsi:

JRL Vol. 4 No.2 Hal 93-98 Jakarta, Mei 2008 ISSN : 2085-3866 AKLIMATISASI BENUR UDANG WINDU (Penaeus Monodon) SEBAGAI UPAYA BUDIDAYA DI LUAR LINGKUNGAN HIDUPNYA: SEBUAH KASUS DI KABUPATEN LAMONGAN Maryadi Pusat Kebijakan Daya Saing Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Jl MH Thamrin No 8 Jakarta 10340 Abstract Penaeus monodon or tiger prawn is the most prominent farmed crustacean product in international trade and has driven a signifi cant expansion in aquaculture in many developing countries in Asia. Market prices during its early development were quite good due to little competition and strong demand from the international markets, mainly Japanese market. Culture technology in inland areas has been improved using a very minimal amount of seawater (only 2-3ppt) and closed systems to prevent salinization of freshwater resources. The model of culturing commercial tiger prawn on minimal amount of seawater in Lamongan Regency was applied since 1987. Key words : benur udang windu, Peneaeus Monodon 1. Pendahuluan Kabupaten Lamongan adalah salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Timur yang terletak di pantai bagian utara. Luas wilayahnya kurang lebih 1.813 Km 2. Ibu kotanya tepat berada pada poros jalan Surabaya Jakarta dan berjarak kurang lebih 50 km di sebelah barat kota Surabaya. Secara garis besar daratan yang ada di kabupaten ini dibagi ke dalam tiga ketegori. Yang pertama adalah bagian utara yang berupa kawasan pantai. Kawasan ini didominasi oleh pegunungan kapur sehingga luas daratan di sekitar pantai yang dapat digunakan untuk tambak relatif sempit.yang kedua adalah bagian tengah yang didominasi oleh dataran rendah. Pada musim penghujan sebagian besar kawasan ini tergenang. Namun akhir-akhir ini luas genangan tersebut cenderung turun sejalan dengan selesainya pembangunan saluran pembuangan. Yang ketiga adalah bagian selatan yang relatif tinggi. Daerah ini hampir sepanjang tahun dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian, terutama palawija. Dari ketiga wilayah ini bagian tengah memegang peranan penting dalam perekonomian Kabupaten Lamongan, karena arealnya paling luas dan banyak kegiatan ekonomi yang dilakukan di wilayah ini. Kegiatan tersebut terutama adalah kegiatan pertanian dan budidaya perikanan. Tidak kurang dari 16 ribu hektar lahan di wilayah ini diusahakan oleh masyarakat sebagai sawah tambak. Sawah tambak adalah petakan yang pada musim kemarau digunakan untuk menanam padi dan pada musim penghujan digunakan untuk memelihara ikan. Di tempat-tempat yang genangan airnya cukup tinggi budidaya tanaman padi dilakukan sekali, sedangkan budidaya ikan dua kali. Sementara di tempat-tempat yang genangan airnya tidak terlalu tinggi, tanaman padi ditanam dua kali dan budidaya ikan hanya satu 93 JRL Vol. 4 No. 2, Mei 2008 : 93-98

kali musim saja. Namun akhir-akhir ini penduduk cenderung lebih senang memelihara ikan (terutama bandeng) sehingga pola tanamnya lebih banyak menjadi padi tambak tambak, bahkan ada yang digunakan untuk tambak sepanjang tahun. Kekurangan air untuk kebutuhan tambak biasanya diambilkan dari sungai Bengawan Solo, atau sungai-sungai lain yang melintas di kabupaten itu. Budidaya ikan bandeng di Kabupaten Lamongan tergolong unik karena dilakukan di tempat yang relatif jauh dari pantai. Kalau pada umumnya tambak untuk memelihara ikan bandeng berada di sekitar pantai, di Lamongan tambaktambak tersebut berada di pedalaman yang berjarak kurang lebih 10 20 km dari garis pantai. Selain itu air yang digunakan juga bukan air laut atau air payau, tetapi air hujan yang kadar garamnya sangat rendah. Rata-rata kadar garam di dalam tambak adalah 3 4 ppt. Menurut Mudjiman (1995) karena ikan bandeng bersifat eurihalin (tahan terhadap perubahan kadar garam yang besar), maka ikan bandeng masih dapat berkembang dengan baik di dalam tambak yang kadar garam airnya berkisar dari 3 4 ppt. Sejak tahun 1987 banyak petani sawah tambak di Kecamatan Deket, Kabupaten Lamongan mulai mencoba memelihara udang windu secara polikultur dengan ikan bandeng. Beberapa petani ternyata dapat memperoleh hasil yang memuaskan. Bahkan ketika nilai tukar rupiah terhadap dolar turun pada tahun 1998, banyak petani yang memperoleh keuntungan berlipat ganda. Keberhasilan para petani di Kecamatan Deket ini kemudian coba ditiru oleh petani di daerah lain. 2. Pembahasan 2.1 Biologi Udang Windu Udang windu adalah udang laut yang dalam bahasa daerah juga sering disebut udang pancet, udang bago atau udang tepus. Dalam dunia perdagangan biasa disebut dengan tiger prawn. Di alam bebas udang ini menjadi dewasa dan berteluar di laut. Setelah telur menetas, keluarlah larva tingkat pertama yang disebut dengan nauplius. Dalam waktu 46-50 jam nauplius berubah menjadi larva tingkat ke dua yang dinamakan zoea. Setelah lima hari zoea berubah menjadi larva tingkat ketiga yang disebut mysis. Dalam waktu 4-5 hari mysis berubah lagi menjadi larva tingkat terakhir yang disebut post larva dan biasa disingkat menjadi PL (Suyanto dan Mujiman, 1995). Selama hidupnya, yaitu dari nauplius sampai post larva hidup terkatung-katung dalam air laut dan ikut arus. Biasanya mereka mulai mendekat ke pantai setelah menjadi post larva. Post larva kemudian menyusuri pantai dan muara sungai dan akhirnya masuk ke rawa-rawa yang airnya payau. Di daerah air payau mereka tumbuh menjadi udang muda (juvenil) sampai dewasa. Udang jantan dan udang betina dapat dibedakan dengan melihat alat kelamin luarnya. Alat luar kelamin jantan disebut petasma dan terdapat pada kaki renag pertama. Sementara itu lubang kelaminnya terdapat diantara pangkal kaki jalan ke 4 dan ke 5. Alat kelamin primer yang disebut gonade terdapat di dalam bagian kepala dada. Pada udang jantan yang dewasa, ganode akan menjadi testes yang berfungsi menghasilkan sperma. Sedangkan pada udang jantan betina, gonade akan menjadi ovarium yang berfungsi menghasilkan telur. Ovarium yang telah matang akan meluas sampai ekor. Sperma yang dihasilkan oleh udang jantan pada waktu kawin akan dikeluarkan dalam kantung lendir yang dinamakan spermatophora (kantung sperma). Dengan bantuan petasma, spermatophora dilekatkan pada thelicum udang betina dan disimpan sampai saatnya bertelur. Apabila udang betina bertelur, spermatophora akan pecah dan sel-sel spermanya akan membuahi telor di luar badan induknya. 2.1 Budidaya Udang Windu di Air Tawar Udang windu adalah salah satu jenis udang yang telah berhasil dibudidayakan di Indonesia. Perkembangan budidaya udang windu sejak tahun 1980 hingga sekarang telah banyak mengalami kemajuan, baik pada 94 JRL Vol. 4 No. 2, Mei 2008 : 93-98

usaha budidaya tradisionil maupun intensif. Hal ini didukung oleh penguasaan teknologi budidaya dalam usaha pembenihan maupun pemeliharaan. Budidaya udang windu di tambak sejak awal perkembangannya sudah menjadi usaha yang mempunyai daya tarik luar biasa. Usaha ini menjanjikan keuntungan yang relatif besar karena memiliki harga yang cukup mahal. Permintaan pasar internasional seolah tidak pernah putus dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Tidak dapat disangkal bahwa usaha budidaya udang windu memberi andil yang besar bagi peningkatan devisa negara dari sektor non migas. Terbatasnya lahan-lahan yang cocok untuk budidaya di daerah pantai telah mendorong dunia industri perikanan untuk memngembangkan pemeliharaan udang di daerah pedalaman dengan menggunakan air tawar. Secara teoritis budidaya udang windu di air yang mendekati tawar (kurang dari 5 ppt) adalah suatu hal yang memungkinkan. Berdasar tabiat hidupnya di alam, udang windu memperlihatkan kemampuannya untuk hidup pada salinitas yang bervariasi atau tidak stabil. Perairan estuarian merupakan tempat hunian udang windu mulai stadia post larva, juvenil, sampai ukuran dewasa. Budidaya udang windu di air tawar telah banyak dikembangkan di Thailand. Pengembangan udang windu di air tawar berdasarkan pada suatu kenyataan bahwa udang ini memiliki toleransi terhadap perubahan salinitas (kadar garam). Selain itu juga dilakukan karena terdorong oleh semakin meningkatnya permintaan udang di pasaran internasional, berkurangnya hasil tangkapan udang dari laut dan tingginya harga udang di pasaran internasional (Nur, 1998). Menurut Hamid dan Mardjono (1983), udang windu tahan hidup pada kisaran salinitas 4-45 ppt. Sedangkan Darmono (1991) mengatakan tahan hidup pada kisaran salinitas 5-60 ppt. Dengan kemampuan menyesuaikan diri pada salinitas seperti yang disebutkan, berarti udang windu dapat hidup pada lingkungan air yang salinitasnya rendah atau mendekati tawar. Namun perubahan salinitas yang terjadi secara mendadak dari air asin ke air tawar dapat mengganggu fungsi fi siologi bahkan kematian, karena cairan tubuh udang cenderung mengeluarkan garam untuk menyesuaikan lingkungan air tawar sementara sel-sel tubuhnya belum sanggup menyesuaikan dengan lingkungan air tawar. Di Indonesia, budidaya udang windu di air tawar pertama kali dilakukan di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Petani tambak di kabupaten itu mulai tertarik pada budidaya udang windu ketika panen ikan bandeng juga menemukan udang windu. Berbeda dengan budidaya ikan bandeng di daerah lain, di Kabupaten Lamongan para petambak sudah sejak lama melakukan budidaya ikan bandeng di dalam tambak-tambak yang letaknya jauh dari pantai dan berair tawar. Dengan melihat kenyataan tersebut para petambak memiliki keyakinan bahwa udang windu dapat dibudidayakan di tambak yang bersalinitas rendah seperti halnya dengan ikan bandeng. Sayang usaha untuk budidaya udang tidak sebaik budidaya ikan bandeng karena mereka mengalami kesulitan untuk mendapat benur yang siap untuk dibudidayakan di air tawar. Menurut Widaningroem dan Isnansetyo (1966), keberhasilan budidaya suatu organisme sangat erat kaitannya dengan kemampuan adaptasi organisme tersebut terhadap perubahan lingkungan hidupnya. Para petani tambak di Lamongan memang banyak yang telah mampu menghasilkan benur yang toleran terhadap kadar garam rendah melalui proses aklimatisasi. Yang dimaksud dengan aklimatisasi adalah suatu proses penurunan kadar garam air yang digunakan untuk membesarkan benur. Penurunan tersebut dilakukan secara periodik sampai akhirnya menyamai kadar garam air tambak dimana benur tersebut nantinya akan dipelihara. Untuk mencapai salinitas sesuai dengan yang dikehendaki dapat mengunakan rumus pengenceran V 1 N 1 = V 2 N 2. dimana V adalah volume air dan N adalah salinitas atau kadar garam di dalam air. Selama ini aklimatisasi dilakukan dengan menurunkan kadar garam sebesar 1 ppt per hari. Dengan metode ini umumnya diperlukan waktu selama 17 hari. Bila ditambah dengan berbagai persiapan yang harus dilakukan, aklimatisasi tersebut dapat berlangsung lebih dari 25 hari. 95 JRL Vol. 4 No. 2, Mei 2008 : 93-98

Oleh para petani proses aklimatisasi ini dirasakan terlalu lama, karena akan menggurangi waktu pemeliharaan di dalam tambak. Hasil penelitian Hertuti (2000) yang disponsori oleh BPPT dan Jurusan Perikanan- Fakultas Pertanian UGM pada tahun 2000 menunjukkan bahwa penurunan kadar air dapat dilakukan sebesar 2-6 ppt perhari. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penurunan salinitas sebesar 2 ppt per hari memberi hasil awal yang lebih baik dibandingkan dengan penurunan salinitas yang lebih tinggi. Hasil penelitian ini kemudian banyak diadopsi petani tambak di Lamongan, khususnya di Kecamatan Karanggeneng. 2.3 Teknik Aklimatisasi Seperti yang telah disebutkan, penurunan salinitas dilakukan dengan menggunakan rumus V1N1 = V2N2 dimana V1 adalah volume bak atau tandon tempat benur yang berasal dari laut dipelihara. N1 adalah salinitas awal air laut. Sedangkan V2 adalah volume yang seharusnya tersedia bila N2 sudah ditetapkan, yaitu lebih rendah dari N1. Namun ada cara lain yang lebih sederhana, yaitu tandon tempat benur yang semula hanya berisi air laut dialiri dengan air tawar secara terus menerus namun volumenya diatur sesuai dengan kebutuhan. Berikut ini akan disampaikan contoh penurunan salinitas sebesar 2 ppt yang dilakukan oleh petani tambak di Lamongan dalam upayanya untuk mendapatkan benur yang akan dipelihara di sawah tambaknya yang umumnya bersalinitas 3 ppt. Alat yang diperlukan untuk kegiatan ini diantaranya adalah : 1. Bak fiber glass atau bak semen dengan ukuran 60x60x60 cm 2. Aerator dan batu aerator 3. Refraktometer 4. Pipa pralon dan selang plastik 5. Kran plastik sebagi pengatur aliran 6. Seser Sedangkan bahan yang diperlukan diperlukan diantaranya adalah : 1. Benur PL 12 2. Pakan, Artemia 3. Air laut dan air tawar 4. KMnO4 Cara kerjanya di perlihatkan pada tabel di bawah: Dengan penurunan salinitas sebesar 2 ppt ini petani memerlukan waktu sekitar 20 hari untuk menebar benur yang telah teraklimatisasi ke dalam sawah tambaknya. Selain itu mereka juga dapat menghemat pemberian pakan yang harganya cukup mahal. 96 JRL Vol. 4 No. 2, Mei 2008 : 93-98

Tabel 1. Cara Kerja Hari ke 1 2 3 4 5-6 7 8-17 18-19 20 Kegiatan Bak-bak yang akan digunakan dibersihkan terlebih dulu dengan detergen dari kotoran-kotoran yang menempel dan kemudian dikeringkan. Setelah itu bak direndam dengan KMnO4 3-5 ppm selama 24 jam dan kemudian dibilas dengan air bersih dan dikeringkan kembali Berikutnya setiap bak dipasangi dua buah aerator. Batu aerator diatur kedudukannya, sebuah berada pada sisi tempat masuknya air tawar agar air tawar yang masuk dapat langsung tercampur. Yang satu lagi ditempatkan dekat tempat pembuangan air yang berada dekat dasar bak. Pengisian bak pemeliharaan dengan air laut dilakukan dan kemudian diaerasi selama 24 jam. Salinitas air laut ini umumnya berkisar antara 28-30 ppt. Benur udang windu PL 8 PL 12 dimasukkan ke dalam bak pemeliharaan. Sebelum dilepas, benur yang biasanya berada di dalam kantong plastik dibiarkan terlebih dulu selama 10 menit di dalam kantong tersebut dan diapungkan agar terjadi penyesuaian temperatur dengan aiar yang ada di dalam bak. Satu jam setelah pelepasan, benur diberi pakan artemia. Benur dibiarkan hidup terlebih dulu selama 2 hari dan hanya diberi pakan artemia. Selain itu juga mulai dilakukan penyiponan, yaitu membuang sisa-sisa pakan di dasar bak dengan cara membuka kran yang ada dekat dasar bak. Proses penurunan salinitas dimulai dengan penurunan sebesar 2 ppt per hari. Penurunan dilakukan dengan cara membuang air laut dan menambah air tawar melalui rumus V1N1 = V2N2. V = Volume air dan N = salinitas. Penurunan salinitas sebesar 2 ppt terus berlanjut. Setiap hari diberi pakan artemia sebanyak dua kali, yaitu pagi dan sore. Selain itu juga dilakukan penyiponan untuk membuang sisa pakan. Benur yang sudah dapat hidup pada air dengan salinitas 3-5 ppt dibiarkan hidup selama 2 hari sebelum disebar ke tambak. Tingkat kelulusan hidup (survival rate) umunya berkisar antara 80%-90%. Benur siap ditebar ke tambak yang salinitasnya 3-5 ppt. 97 JRL Vol. 4 No. 2, Mei 2008 : 93-98

3. Kesimpulan Dari pengalaman petani tambak di Kabupaten Lamongan ini dapat disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan dapat digunakan untuk menjadikan lingkungan hidup yang semula dianggap atau dirasakan tidak sesuai untuk suatu kehidupan makluk hidup menjadi sesuai atau layak. Alam sebetulnya telah banyak mengajarkan manusia akan hal tersebut, namun biasanya manusia tidak pandai membaca tandatanda yang ada di alam. Hanya manusia yang pandai membaca tanda alam itulah yang akhirnya memperoleh manfaat. Salah satu masyarakat yang dimaksud adalah masyarakat di Kabupaten Lamongan yang berhasil menjadikan daerahnya sebagai daerah budidaya ikan bandeng dan udang windu kendati kedua jenis komoditas tersebut sebetulnya lebih cocok dibudidayakan di tambak dengan salinitas tinggi. Khusus untuk kegiatan aklimatisasi udang windu, beberapa kelompok masyarakat lebih senang untuk menurunkan salinitas 3-4 ppt per hari dengan alasan lebih menghemat waktu dan biaya, karena penggunaan pakan yang berupa artemia dapat dihemat. Bagi para petani tambak, biaya pembelian artemia adalah salah satu yang dirasakan memberatkan karena harganya mahal. Namun sebetulnya harga itu tidak sebanding dengan hasil yang akan diperolehnya kelak ketika panen tiba. Daftar Pustaka 1. Darmono, 1991. Budidaya Udang Penaeus. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 104 p. 2. Hamid N. Dan M. Mardjono, 1983. Pengangkutan dan Penampungan Benih Udang. Dalam Pedoman Pembenihan Udang Penaeid. Ditjen Perikanan Deptan. BBAP, Jepara. 95-109. 3. Hertuti, D., 2000. Pengaruh Kecepatan Penurunan Salinitas Terhadap Kelulushidupan dan Pertumbuhan Benur udang Windu (Penaeus monodon). Skripsi Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian. UGM. Tidak diterbitkan. 4. Mujiman, A., 1995. Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta. 178p. 5. Nur, A. 1998. Thailand Menghasilkan Udang Windu di Air Tawar. Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Perikanan, BBAP, Jepara. 6. Suyanto S.R. dan A. Mudjiman, 1995. Budidaya Udang Windu. Penebar Swadaya. Jakarta. 7. Widaningroem R. Dan A. Isnansetyo, 1966. Kemampuan Adaptasi Kepiting Bakau (Scylla serrata) Terhadap Perubahan Salinitas. Jurnal Perikanan UGM, 1 (1) : 22-26. 98 JRL Vol. 4 No. 2, Mei 2008 : 93-98