BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang biasanya dari struktur cangkang terbagi tiga, yaitu : a) Permukaan Rotasional, yaitu bentuk permukaan yang berasal dari

dokumen-dokumen yang mirip
STRUKTUR CANGKANG I. PENDAHULULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. segi estetika dari bangunan tersebut. Salah satu bangunan yang direncanakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan perilakunya. Struktur membran cenderung dapat menyesuaikan diri

ELEMEN-ELEMEN STRUKTUR BANGUNAN

PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 tegangan bidang pada (a) pelat dengan lubang (b) pelat dengan irisan (Daryl L. Logan : 2007) Universitas Sumatera Utara

ANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN STRUKTUR CANGKANG KUBAH (DOME) MATERIAL BETON DAN MATERIAL BAJA DENGAN PROGRAM TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Berkembangnya kemajuan teknologi bangunan bangunan tinggi disebabkan

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Struktur Bentang Lebar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah seperti yang. yang tak terpisahkan dari gedung,

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian rangka

BAB II TEORI DASAR. dengan bangunan adalah bahwa struktur merupakan sarana untuk menyalurkan

Bab 5 Puntiran. Gambar 5.1. Contoh batang yang mengalami puntiran

BAB II LANDASAN TEORI CORE WALL

Struktur Beton. Ir. H. Armeyn, MT. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Jurusan Teknik Sipil dan Geodesi Institut Teknologi Padang

BAB I PENDAHULUAN. Dinding ( wall ) adalah suatu struktur padat yang membatasi dan melindungi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS SHELL YANG BERBENTUK CYLINDRICAL SURFACE BERDASARKAN RADIAN YANG VARIATIF DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM ANSYS ZAINAL AZHARI

BAB I PENDAHULUAN. pesat yaitu selain awet dan kuat, berat yang lebih ringan Specific Strength yang

STRUKTURAL FUNICULAR: KABEL DAN PELENGKUNG

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

BAB II PELENGKUNG TIGA SENDI

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

plat lengkung atau plat lipat yang tebalnya kecil dibandingkan dengan dimensi

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

STRUKTUR PERMUKAAN BIDANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

PUNTIRAN. A. pengertian

Pengenalan Kolom. Struktur Beton II

BAB V PENULANGAN ELEMEN VERTIKAL DAN HORIZONTAL

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

BAB VI KONSTRUKSI KOLOM

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Isi Laporan

BAB III LANDASAN TEORI

Bab 6 Defleksi Elastik Balok

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karbon, baja paduan rendah mutu tinggi, dan baja paduan. Sifat-sifat mekanik dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

03. Semua komponen struktur diproporsikan untuk mendapatkan kekuatan yang. seimbang yang menggunakan unsur faktor beban dan faktor reduksi.

2.5.c Konsep Selembar kertas tipis dan datar tidak dapat menahan beban sendiri.

Bab 11 STRUKTUR MEMBRAN 11.1 PENDAKULUAN

BAB 4 Tegangan dan Regangan pada Balok akibat Lentur, Gaya Normal dan Geser

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang

ANALISA BALOK SILANG DENGAN GRID ELEMEN PADA STRUKTUR JEMBATAN BAJA

berupa penuangan ide atau keinginan dari pemilik yang dijadikan suatu pedoman

A. Pendahuluan. Dalam cabang ilmu fisika kita mengenal MEKANIKA. Mekanika ini dibagi dalam 3 cabang ilmu yaitu :

BAB II STUDI LITERATUR

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

Meliputi pertimbangan secara detail terhadap alternatif struktur yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan prasarana fisik di Indonesia saat ini banyak pekerjaan

BAB II DASAR-DASAR DESAIN BETON BERTULANG. Beton merupakan suatu material yang menyerupai batu yang diperoleh dengan

BAB I PENDAHULUAN Umum. Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral

VI. BATANG LENTUR. I. Perencanaan batang lentur

STATIKA I. Reaksi Perletakan Struktur Statis Tertentu : Balok Sederhana dan Balok Majemuk/Gerbe ACEP HIDAYAT,ST,MT. Modul ke: Fakultas FTPD

POKOK BAHASAN 7 STRUKTUR CANGKANG (SHELL STRUCTURE)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 205. Kolom. Pertemuan 14, 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perencanaan desain struktur konstruksi bangunan, ditemukan dua

Pengertian struktur. Macam-macam struktur. 1. Struktur Rangka. Pengertian :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STRUKTUR DAN KONSTRUKSI BANGUNAN IV

PEMILIHAN LOKASI JEMBATAN

Pertemuan V,VI III. Gaya Geser dan Momen Lentur

5ton 5ton 5ton 4m 4m 4m. Contoh Detail Sambungan Batang Pelat Buhul

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Profil C merupakan baja profil berbentuk kanal, bertepi bulat canai,

BAB 2 DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori. TUGAS AKHIR Perencanaan Struktur Show Room 2 Lantai Dasar Perencanaan

TUGAS MAHASISWA TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

menahan gaya yang bekerja. Beton ditujukan untuk menahan tekan dan baja

STUDI DESAIN STRUKTUR BETON BERTULANG TAHAN GEMPA UNTUK BENTANG PANJANG DENGAN PROGRAM KOMPUTER

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

Macam-macam Tegangan dan Lambangnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman

MENGGAMBAR RENCANA PELAT LANTAI BANGUNAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

KESEIMBANGAN BENDA TEGAR

I.1 Latar Belakang I-1

Pertemuan I, II I. Gaya dan Konstruksi

ANALISIS LINIER STRUKTUR CANGKANG PADA SILO SEMEN DENGAN METODE ELEMEN HINGGA

Dinamika Rotasi, Statika dan Titik Berat 1 MOMEN GAYA DAN MOMEN INERSIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

TEATER IMAX KEONG EMAS, TAMAN MINI INDONESIA INDAH

Gambar 7.1. Stabilitas benda di atas berbagai permukaan

1.2. ELEMEN STRUKTUR UTAMA

KESEIMBANGAN BENDA TEGAR

Gambar 2.1 Rangka dengan Dinding Pengisi

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BANK MANDIRI JL. NGESREP TIMUR V / 98 SEMARANG

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

Kuliah ke-6. UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI FAKULTAS TEKNIK Jalan Sudirman No. 629 Palembang Telp: , Fax:

APLIKASI STRUKTUR SHELL PADA ROYAN MARKET HALL, ROYAN

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Struktur Cangkang Menurut (Schodeck, 1998), pengertian cangkang merupakan suatu bentuk struktur berdimensi tiga yang tipis dan kaku serta memiliki permukaan lengkung. Permukaan cangkang dapat memiliki bentuk yang sembarang. Bentuk yang biasanya dari struktur cangkang terbagi tiga, yaitu : a) Permukaan Rotasional, yaitu bentuk permukaan yang berasal dari kurva yang diputar terhadap satu sumbu. Misalnya, permukaan bola, elips, kerucut dan parabola. b) Permukaan Translasional, yaitu bentuk permukaan yang dibentuk dengan menggeserkan kurva bidang di atas kurva bidang lainnya. Misalnya, permukaan siilindris dan eliptik paraboloid. c) Permukaan Ruled, yaitu bentuk permukaan yang dibentuk dengan menggeserkan dua ujung segmen garis pada dua kurva bidang. Misalnya, permukaan koloid dan hiperbolik paraboloid. Beban-beban yang bekerja pada struktur cangkang diteruskan ke tanah dengan menyebabkan terjadinya tegangan tarik, tekan serta geser pada arah dalam bidang. Struktur cangkang yang bersifat tipis membuat tidak adanya momen tahanan yang berarti. Tipisnya permukaan cangkang lebih tepat dipakai untuk memikul beban terbagi rata pada atap gedung dan tidak sesuai untuk memikul beban terpusat. 15

Struktur cangkang yang sangat kuat memikul beban terbagi rata dan tidak sesuai untuk memikul beban terpusat ini dapat kita analogikan dengan sebuah telur. Telur juga merupakan struktur cangkang, misalnya, jika kita menggenggam telur dengan kedua telapak tangan kemudian ditekan dengan sekuat tenaga, telur yang kulitnya begitu tipis tersebut tidak akan pecah. Tetapi jika kita membenturkan benda padat ke salah satu sisi titik telur tersebut, maka dengan begitu mudah telur tersebut akan pecah. Sumber : (Schodek, 1998) Gambar 2.1. Berbagai Jenis Permukaan Struktur Cangkang Menerus 16

Menurut (Schodek, 1998), sebagai akibat dari menahan beban dan terjadinya tegangan pada arah dalam bidang, struktur cangkang yang tipis bisa memiliki bentang yang relatif besar. Perbandingannya bisa saja digunakan tebal cangkang 8 cm untuk permukaan yang memiliki bentang 30 sampai 40 m. Struktur cangkang tersebut memakai material yang relatif baru untuk dikembangkan, misalnya beton bertulang yang didesain untuk membuat struktur cangkang. Bentuk yang menggunakan material pasangan bata yang mempunyai ketebalan lebih besar tidak bisa digolongkan sebagai struktur yang memikul tegangan pada arah dalam bidang karena pada struktur dengan material ini momen lentur sudah mulai dominan. Bentuk struktur cangkang berdimensi tiga juga bisa dibuat dari batangbatang kaku dan pendek. Struktur ini juga bisa disebut dengan struktur cangkang meskipun tegangannya berada terpusat pada setiap batang berbeda dengan struktur cangkang biasa yang tegangannya menerus. Struktur tersebut pertama diperkenalkan oleh Schwedler pada tahun 1863 dengan desain kubah yang memiliki bentang 48 m. Struktur tersebut dikenal dengan Kubah Schwedler, yang terdiri dari jaring-jaring batang bersendi tak teratur. Struktur baru lainnya menggunakan batang-batang yang diletakkan pada kurva yang dibentuk oleh garis melintang dan membujur pada suatu permukaan putar. Untuk mengantisipasi kesukaran yang ditimbulkan dari penggunaan batang-batang bersendi tak teratur yang membentuk struktur cangkang seperti Kubah Schwedler itu dapat pula menggunakan batang-batang yang panjangnya sama. Salah satunya adalah Kubah Geodesik. 17

Bentuk-bentuk lain yang bukan merupakan permukaan putaran juga bisa diciptakan dengan menggunakan elemen-elemen batang. Beberapa diantaranya adalah atap barrel ber-rib dan atap Lamella yang terbuat dari grid berbentuk miring seperti pelengkung yang membentuk elemen-elemen diskrit. Bentuk tersebut banyak dibuat dengan menggunakan material kayu meskipun dewasa ini dapat juga dengan menggunakan material yang terbuat dari baja ataupun beton bertulang. Sumber : (Schodek, 1998) Gambar 2.2. Contoh Permukaan Jala Pada Struktur Cangkang 18

2.2. Analisis dan Desain Cangkang 2.2.1. Gaya-gaya Meridional Menurut (Schodek, 1998), tegangan dan gaya-gaya dalam yang terjadi pada struktur cangkang yang dibebani dengan terbagi rata dapat diperoleh dengan memakai persamaan keseimbangan dasar. Jika dianggap pada suatu struktur kubah menerima beban mati yang berasal dari berat sendiri dan lapisan penutupnya, apabila beban mati total disebut W dan gaya dalam per bidang satuan panjang yang terjadi pada permukaan cangkang adalah N ϕ, maka persamaan keseimbangan dalam arah horizontal akan dihasilkan sebagai berikut : ΣFx = 0 ; W = ( N ϕ sin θ) (2πa) (2.1) dimana θ adalah sudut yang terjadi pada potongan cangkang dan a adalah jari-jari kelengkungan di titik tersebut. Gaya N ϕ adalah gaya normal tekan yang terjadi pada potongan horizontal yang didefinisikan dengan ϕ. Komponen vertikal dari gaya ini yang dianggap merata pada keliling cangkang adalah N ϕ sin θ. Karena gaya N ϕ dinyatakan dalam gaya per satuan panjang (kn/m) di sepanjang potongan, maka gaya total adalah keliling potongan (2πa) dikalikan dengan N ϕ sin θ, atau dengan kata lain, panjang total dikalikan dengan gaya per satuan panjang akan didapat gaya total. Gaya ke atas ini harus sama besar dengan gaya ke bawah yakni berat sendiri total struktur cangkang tersebut, sehingga didapat W =(N ϕ sin θ) (2πa). Persamaan tersebut dapat pula dinyatakan dalam jari-jari aktual dengan menggunakan hubungan a = R sin θ, jadi : W = ( N ϕ sin θ) (2π R sin θ) (2.2) dengan demikian dapat diperoleh : N ϕ = WW 2π RR sin 2 θθ (2.3) 19

Apabila beban total (W) telah diketahui, maka gaya dalam pada cangkang dapat diperoleh secara langsung. Karena gaya-gaya dalam ini dinyatakan dalam gaya per satuan panjang, maka tegangan dalam yang dinyatakan dalam gaya per satuan luas (kn/mm 2 ) dapat diperoleh dengan membaginya dengan tebal cangkang. Jadi, f ϕ = N ϕ t L, dimana L mempunyai satuan panjang dan N ϕ mempunyai satuan gaya per satuan panjang. Sedangkan untuk persamaan keseimbangan dalam arah vertikal dengan beban mati total W akan didapat : φφ 2 ww( 2π R sin θ) R dϕ + N φφ ϕ sin θ (2π R sin θ) = 0 (2.4) 1 dimana ϕ 1 dan ϕ 2 adalah segmen cangkang yang ditinjau. Suku di sebelah kiri adalah beban total W. Untuk ϕ 1 = 0, maka : N ϕ = RRRR 1+cos θθ (2.5) Persamaan ini pada kenyataannya sama dengan N ϕ = W/2π RR sin 2 θθ. Kedua persamaan tersebut menunjukkan gaya meridional yang ada pada potongan tersebut. Sumber : (Schodek, 1998) Gambar 2.3. Gaya Meridional Pada Cangkang 20

2.2.2. Gaya Terpusat Menurut (Schodek, 1998), mengapa struktur cangkang yang sangat kuat memikul beban terbagi rata dan tidak sesuai untuk memikul beban terpusat dapat dilihat dengan menganalisis gaya-gaya meridional yang terjadi akibat beban tersebut. Persamaan yang telah didapat sebelumnya N ϕ = W/2π RR sin 2 θθ dimana W adalah beban terbagi rata total yang mempunyai arah ke bawah. Untuk cangkang yang memikul beban terpusat P, persamaan tersebut berubah menjadi N ϕ = P/2π RR sin 2 θθ. Apabila beban terpusat tersebut bekerja pada θ = 0 (puncak cangkang), maka tegangan tepat di bawah beban tersebut menjadi tak terhingga, karena untuk θ = 0, maka sin θ = 0 dan N ϕ =. Hal tersebut dalam mengakibatkan keruntuhan jika permukaan struktur cangkang tidak dapat memberikan tahanan momen dan beban tersebut benar-benar terpusat. Itulah sebabnya mengapa sebaiknya beban terpusat dihindari pada struktur cangkang. 2.2.3. Kondisi Perletakan Menurut (Schodek, 1998), seperti yang terjadi pada strukur-struktur lainnya, kondisi perletakan struktur cangkang terutama kubah sangat mempengaruhi perilaku dan desain struktur. Secara ideal, perletakannya tidak boleh menimbulkan momen lentur pada permukaan cangkang. Jadi, kondisi jepit harus dihindari. Salah satu solusi adalah struktur cangkang tersebut mempunyai perletakan sendi diseluruh kelilingnya. Tidak seperti pada struktur pelengkung, adanya gaya melingkar pada cangkang menyebabkan cangkang tersebut mengalami deformasi yang berarah ke luar bidang. Untuk menahan deformasi ini dengan menggunakan hubungan sendi adalah sama saja dengan memberikan gaya 21

pada tepi cangkang yang menyebabkan akan terjadi momen lentur pula. Oleh karena itu, perletakan rol lebih disukai. Akan tetapi, perletakan tersebut sulit dibuat pada struktur cangkang. Selain itu, perubahan sudut sedikit saja pada perletakan tersebut dapat menimbulkan momen lentur walaupun masih lebih kecil daripada momen yang ditimbulkan dari penggunaan perletakan sendi atau jepit. Menurut peninjauan kemudahan konstruksi, momen lentur yang tidak besar biasanya boleh terjadi di tepi cangkang dengan maksud agar kondisi pondasi dan tepi cangkang lebih mudah dilaksanakan. Cangkang dibuat kaku sedemikian rupa secara lokal di sekitar tepi dengan cara menambah ketebalannya dan khusunya diperkuat terhadap momen lentur. Sumber : (Schodek, 1998) Gambar 2.4. Kondisi Perletakan Cangkang Tinjauan utama pada desain ini adalah bagaimana menahan gaya horizontal yang terjadi dengan komponen yang mempunyai arah ke dalam dari 22

meridional bidang dalam. Untuk itu dapat digunakan sistem penyokong (buttreness). Sistem demikian sudah banyak dipakai pada gedung, khusunya pada struktur kubah pasangan bata sejak zaman dahulu. Sumber : (Schodek, 1998) Gambar 2.5. Kondisi Perletakan Struktur Cangkang Berbentuk Bola 23

Cara lain untuk mengatasi gaya horizontal tersebut adalah dengan menggunakan cincin tarik. Cincin tarik ini berfungsi un tuk menahan dorongan ke luar dari cangkang, jadi cincin ini mengalami tarik. Besar dorongan ke luar ini dalam satuan panjang adalah N ϕ cos θ. Gaya ini lah yang mengakibatkan datangnya gaya tarik sebesat T = (N ϕ sin θ) a, dimana a adalah jari-jari cincin tarik tersebut. Cincin tarik harus dapat menahan semua dorongan horizontal yang ada. Apabila terletak di atas permukaan tanah maka harus dipakai pondasi menerus yang berfungsi untuk meneruskan komponen gaya vertikal ke tanah. Cara lainnya adalah dengan menumpu cincin tersebut pada elemen-elemen lain, seperti kolom yang hanya dapat menahan gaya vertikal. Penggunaan cincin tarik, bagaimana pun dapat mengakibatkan terjadinya momen lentur juga pada permukaan cangkang dimana terdapat pertemuan antara cangkang dan cincin. Momen lentur ini disebabkan akibat ketidaksamaan deformasi yang terjadi di antara cangkang dan cincin tersebut. Deformasi melingkar pada cangkang dapat bersifat tekan dimana tepi permukaan cangkang berdeformasi ke arah dalam. Sedangkan deformasi balok cincin berbeda dengan deformasi cangkang. Karena elemen-elemen tersebut harus digabungkan, maka cincin tepi membatasi gerakan bebas permukaan cangkang sehingga timbul momen di tepi cangkang. Momen tersebut kemudian dimatikan dengan cepat pada cangkang sehingga permukaan cangkang secara keseluruhan tidak terpengaruh. Tetapi cangkang secara lokal diperkaku dan diperkuat terhadap lentur. Permasalahan berbedanya deformasi tersebut menyebabkan struktur cangkang harus direncanakan sedemikian rupa agar dapat mengurangi segala 24

akibat dari deformasi tersebut. Salah satu cara yang efektif adalah dengan menggunakan cara pascatarik dalam mengontrol deformasi. Balok cincin tersebut biasanya mengalami tarik. Jadi, dapat diberi haya pascatarik sedemikian rupa sehingga gaya tekan dapat timbul terlebih dahulu pada balok cincin sehingga deformasinya menjadi sama dengan yang terjadi pada tepi cangkang. Gaya dorong ke luar dari cangkang akan mengurangi gaya tekan yang dapat memperbesar gaya tarik pada kabel pascatarik. Apabila besar gaya pascatarik awal dikontrol dengan baik, maka deformasi cincin juga dapat dokontrol sehingga perbedaan dengan cangkang dapat diperkecil. Permukaan cangkang itu sendiri dapat juga diberi gaya pascatarik dalam arah melingkar untuk mengontrol deformasi dan gaya pada cangkang. Sumber : (Schodek, 1998) Gambar 2.6. Gangguan Tepi Pada Struktur Cangkang 25

2.2.4. Tinjauan-tinjauan Lain Banyak faktor lain yang harus ditinjau dalam mendesain suatu struktur cangkang. Menurut (Schodek, 1998), salah satu faktor nya adalah keharusan menjamin bahwa cangkang tersebut tidak akan mengalami tekuk. Apabila kelengkungan permukaan cangkang relatif datar, maka dapat terjadi tekuk snapthrough atau tekuk lokal. Seperti yang terjadi pada kolom panjang, ketidakstabilan dapat terjadi pada taraf tegangan rendah. Hal ini dapat dihindari dengan memakai permukaan yang mempunyai lengkung tajam. Penggunaan lengkung tajam ini tentu saja mengakibatkan tidak dapat menggunakan cangkang berprofil rendah dan berbentang panjang. Masalah ini juga terjadi pada cangkang yang terbuat dari elemen-elemen linear kaku seperti kubah geodesik. Sumber : (Schodek, 1998) Gambar 2.7. Tekuk Pada Struktur Cangkang Tipis Masalah lain yang perlu diperhatikan Menurut (Schodek, 1998), adalah cangkang harus mampu menahan beban-beban yang berarah tidak vertikal. 26

Biasanya beban angin bukan merupakan masalah yang besar dalam desain struktur cangkang. Beban gempa, yang juga berarah lateral dapat menimbulkan masalah serius dalam desain. Apabila terjadi beban tersebut, maka sebaiknya harus didesain dengan sangat berhati-hati. Sumber : (Schodek, 1998) Gambar 2.8. Trajektori Tegangan Pada Cangkang Kubah Akibat Beban Angin 2.3. Struktur Membran Menurut (Schodek, 1998), cara yang tepat untuk mempelajari perilaku permukaan cangkang adalah dengan melihatnya sebagai analogi dari membran, yaitu elemen permukaan yang sedemikian tipisnya sehingga muncul gaya tarik pada permukaannya. Gelembung sabun atau lembaran tipis dari karet adalah contoh-contoh dari membran. Membran yang memikul beban tegak lurus dari permukaannya akan berdeformasi secara tiga dimensi serta diikuti dengan terjadinya gaya tarik pada permukaan membran. Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya dua kumpulan gaya dalam pada permukaan membran yang mempunyai arah saling tegak lurus serta yang paling penting adalah adanya 27

tegangan geser tangensial pada permukaan membran yang juga memiliki fungsi sebagai pemikul beban. Membran itu sendiri menurut (Schodek, 1998), adalah struktur permukaan fleksibel tipis yang memikul beban dengan mengalami yang paling utama adalah tegangan tarik. Struktur membran cenderung dapat menyesuaikan diri dengan cara struktur tersebut dibebani. Selain itu, struktur ini juga sangat peka terhadap efek aerodinamika dari angin. Efek tersebut dapat menyebabkan terjadinya getaran (fluttering). Oleh karena itu, membran yang digunakan pada gedung harus distabilkan dengan cara tertentu sehingga bentuknya dapat dipertahankan pada saat memikul berbagai kondisi pembebanan. Ada beberapa cara dasar untuk menstabilkan membran. Rangka penumpu dalam yang kaku, misalnya dapat digunakan. Selain itu, yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan prategang pada permukaan membran. Dalam hal ini dapat dilakukan dengan memberikan gaya luar yang menarik membran atau dengan menggunakan tekanan dalam jika membrannya mempunyai volume tertutup. Salah satu contoh pemberian prategang adalah struktur tenda. Akan tetapi, ada tenda yang tidak mempunyai permukaan yang benar-benar ditarik sehingga dapat bergerak apabila dibebani. Meskipun dapat memikul beban angin normal, banyak permukaan tenda yang dapat bergetar sebagai akibat dari efek beban angin yang terlalu kencang. Oleh karena itu, tenda lebih banyak digunakan sebagai struktur sementara, bukan sebagai struktur permanen. Akan tetapi, pemberian gaya prategang pada membran dapat juga dilakukan dengan memberikan gaya jacking yang cukup untuk tetap menegangkan membran pada 28

berbagai kondisi pembebanan yang mungkin terjadi. Biasanya membran tersebut diberi tegangan dalam arah tegak lurus di seluruh permukaannya. Menstabilkan membran dengan menggunakan tegangan dalam dapat dilakukan jika membran mempunyai volume tertutup. Struktur membran tersebut sering dinamakan struktur pneumatis. Meskipun struktur pneumatis masih bisa dibilang baru untuk digunakan, pengetahuan tentang pneumatis ini sudah lama diketahui. Seperti contoh kulit air, salah satu jenis struktur pneumatis yang sudah lama digunakan oleh manusia. Penggunaan struktur pneumatis pada gedung masih relatif baru. Seorang ahli dari Inggris yang bernama William Lanchester yang menerapkan prinsip balon ke dalam bangunan rumah sakit pada tahun 1917. Pada tahun 1922 dibangun pula Oasis Theater di Paris yang menggunakan struktur atap berlubang pneumatis. Banyak penelitian mengenai pneumatis yang dilakukan pada masa Perang Dunia II karena adanya nilai militer pada struktur pneumatis. Penggunaan struktur yang ditumpu udara (air supported structures) dimulai pada tahun 1946, yaitu pada bangunan radomes yang didalamnya terdapat antenna radar yang sangat besar. Dewasa ini, struktur pneumatis sudah menjadi hal yang umum pada pembangunan gedung. 2.4. Deformasi Dinding Struktur Cangkang Tanpa Lenturan Menurut (Timoshenko, 1992), untuk membahas tentang deformasi dan tegangan dalam pada struktur cangkang, anggap ketebalan cangkang adalah h, dimana besarnya selalu dianggap kecil bila dibandingkan dengan besaran lain dari cangkang dan jari-jari kelengkungannya. Permukaan yang membagi ketebalan 29

pelat sama besar disebut permukaan tengah (middle surface). Dengan merincikan bentuk permukaan tengah dan ketebalan pada setiap titik, maka suatu cangkang ditentukan sepenuhnya secara geometris. Untuk menganalisis gaya-gaya dalam pada struktur cangkang, bagi suatu elemen yang kecilnya tak terhingga dari cangkang itu yang dibentuk oleh dua pasang bidang yang berdekatan dan tegak lurus terhadap permukaan tengah dari cangkang tersebut, dan memiliki kelengkungan utamanya (Gambar 2.9. (a)). Ambil sumbu-sumbu koordinat x dan y yang menyinggung garis kelengkungan utama pada titik O dan sumbu z yang tegak lurus pada permukaan tengah, seperti pada gambar. Jari-jari utama kelengkungan yang terletak pada bidang xz dan yz ditandai masing-masing oleh r x dan r y. Tegangan yang bekerja pada permukaan bidang elemen itu diuraikan dalam arah sumbu-sumbu koordinat dan komponen tegangan ditunjukkan oleh simbol σ x, σ y, τ xy = τ yx, τ xz. Dengan notasi ini, gaya resultan per satuan panjang penampang melintang normal seperti pada Gambar 2.9. (b) adalah : NN xx = + h/2 h/2 σσ xx 1 zz rr yy + h/2 h/2 dddd NN yy = σσ yy 1 zz rr xx dddd (2.6) NN xxxx = + h/2 h/2 ττ xxxx 1 zz rr yy + h/2 h/2 dddd NN yyyy = ττ yyyy 1 zz rr xx dddd(2.7) QQ xx = + h/2 h/2 ττ xxxx 1 zz rr yy + h/2 h/2 dddd QQ yy = ττ yyyy 1 zz rr xx dddd (2.8) Besaran z/r x dan z/r y yang kecil tampak pada persamaan (2.6), (2.7), (2.8), karena sisi-sisi lateral elemen yang diperlihatkan pada Gambar 2.9. (a) memiliki bentuk trapesium yang disebabkan oleh kelengkungan cangkang. Hal ini menyebabkan tidak samanya gaya geser N xy dan N yx satu dengan lainnya, meskipun disini masih berlaku bahwa τ xy = τ yx. Selanjutnya diasumsikan bahwa 30

ketebalan h adalah sangat kecil dibandingkan dengan jari-jari r x, r y dan mengabaikan suku-suku z/r x dan z/r y pada persamaan-persamaan (2.6), (2.7), (2.8). Kemudian N xy = N yx dan resultan gaya geser dinyatakan oleh persamaan yang sama seperti pada pelat. Sumber : (Timoshenko, 1992) Gambar 2.9. Elemen yang Dibentuk Oleh Dua Bidang, Gaya Resultan Per Satuan Panjang Penampang Momen lentur dan puntir per satuan panjang penampang normal menurut (Timoshenko, 1992) dituliskan dengan persamaan berikut ini : MM xx = + h/2 h/2 σσ xx zz 1 zz + h/2 dddd MM rr yy = σσ yy zz yy h/2 1 zz rr xx dddd (2.9) MM xxxx = + h/2 h/2 ττ xxxx zz 1 zz + h/2 dddd MM rr yyyy = ττ yyyy zz yy h/2 1 zz rr yy dddd (2.10) dimana penentuan arah momennya mengikuti penentuan arah momen pada struktur pelat. Jika mengabaikan sekali lagi besaran z/r x dan z/r y yang kecil yang disebabkan oleh kelengkungan cangkang, dan untuk momennya digunakan persamaan yang sama dengan persamaan yang digunakan pada pelat. 31

Untuk membahas lenturan cangkang, dianggap bahwa elemen linear, seperti AD dan BC (Gambar 2.9. (a)), yang tegak lurus pada permukaan tengah, tetap lurus dan menjadi tegak lurus pada permukaan tengah cangkang yang dideformasikan. Selama pelenturan, permukaan lateral atau melintang elemen ABCD hanya berotasi terhadap garis-garis perpotongannya dengan permukaan tengah. Jika r x dan r y adalah jari-jari kelengkungan setelah deformasi, maka perpanjangan satuan suatu lamina atau belahan tipis pada jarak z dari permukaan tengah (Gambar 2.9. (a)) adalah : εε xx = zz 1 zz rrxx 1 rr xx 1 rr xx εε yy = zz 1 zz rryy 1 rr yy 1 rr yy (2.11) selain rotasi, sisi-sisi lateral elemen berpindah tempat sejajar sebagai akibat meregangnya permukaan tengah. Dan jika perpanjangan satuan bagian tengah permukaan yang bersangkutan pada arah x dan y ditandai masing-masing dengan εε 1 dan εε 2, maka perpanjangan εε xx dari belahan yang ditinjau seperti pada Gambar 2.9. (c) adalah : dengan mensubstitusikan : εε xx = ll 2 ll 1 ll 1 (2.12) ll 1 = dddd 1 zz rr xx ll 2 = dddd (1 + εε 1 ) 1 zz rr xx (2.13) maka akan didapat : εε xx = εε 1 1 zz rrxx zz 1 zz rrxx 1 1 (2.14) (1 εε 1 ) rr xx rr xx persamaan yang sama dapat diperoleh untuk pertambahan panjang εε yy. Selanjutnya ketebalan cangkang h akan selalu dianggap kecil bila dibandingkan dengan jarijari kelengkungannya. Dalam hal ini, besaran z/r x dan z/r y dapat diabaikan jika 32

dibandingkan dengan satu. Pengaruh pertambahan panjang εε 1 dan εε 2 pada kelengkungan juga diabaikan. Oleh karena itu, sebagai pengganti Persamaan (2.14) didapatkan : εε xx = εε 1 zz 1 rr xx 1 rr xx = εε 1 XX xx zz (2.15) εε yy = εε 2 zz 1 rr yy 1 rr yy = εε 2 XX yy zz (2.16) dimana XX xx dan XX yy menunjukkan perubahan kelengkungan. Dengan mempergunakan persamaan untuk menghitung komponen regangan suatu belahan ini dan dengan menganggap bahwa tidak ada tegangan normal antara belahan (σσ zz = 0), maka diperoleh persamaan untuk menghitung komponen tegangan seperti berikut : σσ xx = σσ yy = EE 1 vv 2 εε 1 + vvεε 2 zz XX xx + vvxx yy (2.17) EE 1 vv 2 εε 2 + vvεε 1 zz(xx yy + vvxx xx ) (2.18) dengan mensubstitusikan persamaan ini ke Persamaan (2.6) dan (2.7) dan dengan mengabaikan besaran z/r x dan z/r y yang kecil dibandingkan dengan angka satu, maka akan diperoleh : NN xx = EEh 1 vv 2 (εε 1 + vvεε 2 ) NN yy = EEh 1 vv 2 (εε 2 + vvεε 1 ) (2.19) MM xx = DD (XX xx + vvxx yy ) MM yy = DD (XX yy + vvxx xx ) (2.20) dimana D menunjukkan ketegaran lentur cangkang dan memiliki arti yang sama seperti pada struktur pelat yaitu : DD = EEh 3 12 (1 vv 2 ) (2.21) Untuk deformasi elemen pada Gambar 2.9. akan dapat diperoleh bahwa selain tegangan normal, tegangan gesernya juga bekerja pada sisi-sisi lateral dari 33

elemen. Bila regangan geser pada permukaan tengah cangkang ditandai dengan γγ, dan rotasi tepi BC relatif terhadap OO zz sekitar sumbu x (Gambar 2.9. (a)) ditandai dengan XX xxxx dx maka akan diperoleh : τ xy = (γγ 2zzXX xxxx ) G (2.22) dengan mensubstitusikan persamaan ini ke dalam persamaan (2.7) dan (2.10) serta dengan menggunakan penyederhanaan, maka diperoleh : NN xxxx = NN yyyy = γγhee 2(1+vv) (2.23) MM xxxx = MM yyyy = DD (1 vv)xx xxxx (2.24) jadi, dengan menganggap bahwa selama pelenturan suatu cangkang, elemen linear yang tegak lurus pada permukaan tengah adalah tetap lurus dan menjadi tegak lurus pada permukaan tengah yang mengalami deformasi, maka kita dapat menyatakan gaya resultan per satuan panjang NN xx, NN yy, dan NN xxxx serta MM xx, MM yy, dan MM xxxx atas suku-suku yang terdiri dari enam buah besaran yaitu tiga buah komponen regangan εε 1, εε 2, dan ββ dari permukaan tengah cangkang dan tiga buah besaran XX xx, XX yy, dan XX xxxx yang menggambarkan perubahan kelengkungan serta puntiran permukaan tengah. Pada banyak permasalahan deformasi cangkang, menurut (Timoshenko, 1992), tegangan lentur dapat diabaikan dan hanya tegangan yang disebabkan oleh regangan pada permukaan tengah cangkang saja yang dapat diperhitungkan. Sebagai contoh, jika suatu wadah yang berbentuk bola mengalami pengaruh tekanan-dalam yang terbagi secara merata dan tegak lurus pada permukaan cangkang. Di bawah pengaruh ini, permukaan tengah cangkang mengalami suatu regangan terbagi rata. Dan karena ketebalan cangkang ternyata kecil, tegangan tarik dapat dianggap terbagi secara merata ke seluruh tebalnya. 34

Jika kondisi cangkang sedemikian rupa sehingga lenturan dapat diabaikan, permasalahan analisis tegangan dapat dibuat menjadi sangat sederhana, karena momen resultan Persamaan (2.9) dan (1.10) serta resultan gaya geser Persamaan (2.8) hilang. Jadi, yang belum diketahui adalah tiga buah besaran NN xx, NN yy, dan NN xxxx = NN yyyy, yang dapat ditetapkan dari kondisi keseimbangan suatu elemen, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.9.. Oleh karena itu, permasalahannya menjadi statis tertentu bila semua gaya yang bekerja pada cangkang telah diketahui. Gaya-gaya NN xx, NN yy, dan NN xxxx yang diperoleh dengan cara ini sering kali disebut dengan gaya selaput tipis, dan teori cangkang yang berdasarkan pada pengabaian tegangan lentur disebut teori selaput tipis. 35