PROSIDING ISSN : Seminar Nasional Statistika 12 November 2011 Vol 2, November 2011

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA Pemilihan Peubah Gizi Buruk

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurnal MIPA 38 (2) (2015): Jurnal MIPA.

(R.5) Pemodelan Regresi Poisson Terboboti Geografis Pada Kasus Gizi. buruk di Jawa Timur.

MODEL SPASIAL OTOREGRESIF POISSON UNTUK MENDETEKSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP JUMLAH PENDERITA GIZI BURUK DI PROVINSI JAWA TIMUR

pendekatan dalam penelitian ini dinilai cukup beralasan.

Regresi Poisson dan Penerapannya Untuk Memodelkan Hubungan Usia dan Perilaku Merokok Terhadap Jumlah Kematian Penderita Penyakit Kanker Paru-Paru

MODEL REGRESI POISSON YANG DIPERUMUM UNTUK MENGATASI OVERDISPERSI PADA MODEL REGRESI POISSON

PENERAPAN MODEL SPASIAL DURBIN PADA ANGKA PARTISIPASI MURNI JENJANG SMA SEDERAJAT DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMODELAN JUMLAH KASUS TETANUS NEONATORUM DENGAN MENGGUNAKAN REGRESI POISSON UNTUK WILAYAH REGIONAL 2 INDONESIA (SUMATERA)

Kematian wanita saat melahirkan dan saat 42 hari setelah melahirkan bukan dikarenakan kecelakaan

PENERAPAN REGRESI POISSON DAN BINOMIAL NEGATIF DALAM MEMODELKAN JUMLAH KASUS PENDERITA AIDS DI INDONESIA BERDASARKAN FAKTOR SOSIODEMOGRAFI

(DS.4) MODEL OTOREGRESIF SIMULTAN BAYES UNTUK ANALISIS DATA KEMISKINAN

Kata Kunci: Model Regresi Logistik Biner, metode Maximum Likelihood, Demam Berdarah Dengue

Regresi Spasial untuk Menentuan Faktorfaktor Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur

(R.11) PENGGUNAAN MATRIKS PEMBOBOT SPASIAL PADA MODEL SMALL AREA ESTIMATION DENGAN METODE SPATIAL EMPIRICAL BEST LINEAR UNBIASED PREDICTION

(DS.5) MODEL SPASIAL BAYES DALAM PENDUGAAN AREA KECIL DENGAN PEUBAH RESPON BINER

Dosen Pembimbing : Dr. Purhadi, M.Sc

MODEL REGRESI BINOMIAL NEGATIF TERBOBOTI GEOGRAFIS UNTUK DATA KEMATIAN BAYI. Lusi Eka Afri

Pengujian Overdispersi pada Model Regresi Poisson (Studi Kasus: Laka Lantas Mobil Penumpang di Provinsi Jawa Barat)

PEMODELAN JUMLAH KEMATIAN BAYI DI KOTA PADANG TAHUN 2013 DAN 2014 DENGAN PENDEKATAN REGRESI BINOMIAL NEGATIF

ANALISIS GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION (GWR) DENGAN PEMBOBOT KERNEL GAUSSIAN UNTUK DATA KEMISKINAN. Rita Rahmawati 1, Anik Djuraidah 2.

ABSTRAK. Mariana, Dosen Pendidikan Matematika Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, IAIN Ambon ,

Pengembangan dan Aplikasi Geoinformatika Bayesian pada Data Kemiskinan di Indonesia (Studi Kasus Jawa Timur)

PEMODELAN JUMLAH ANAK PUTUS SEKOLAH DI PROVINSI BALI DENGAN PENDEKATAN SEMI-PARAMETRIC GEOGRAPHICALLY WEIGHTED POISSON REGRESSION

TINJAUAN PUSTAKA Profil Kabupaten Jember Pengeluaran Per kapita

ESTIMASI PARAMETER MODEL REGRESI POISSON TERGENERALISASI TERBATAS DENGAN METODE MAKSIMUM LIKELIHOOD

(R.1) KAJIAN MODEL GEOGRAPHICALLY WEIGHTED POISSON REGRESSION UNTUK MASALAH DATA SPASIAL DISKRIT

Sarimah. ABSTRACT

BAB III MODEL REGRESI BINOMIAL NEGATIF UNTUK MENGATASI OVERDISPERSI PADA MODEL REGRESI POISSON

PEMODELAN PRODUKSI TANAMAN PANGAN BERDASARKAN KARAKTERISTIK TENAGA KERJA MENGGUNAKAN REGRESI AKAR CIRI

PEMODELAN REGRESI TIGA LEVEL PADA DATA PENGAMATAN BERULANG. Indahwati, Yenni Angraeni, Tri Wuri Sastuti

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

Masalah Overdispersi dalam Model Regresi Logistik Multinomial

PEMODELAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN PENDEKATAN SPASIAL AUTOREGRESSIVE MODEL PANEL DATA

MODEL REGRESI COX PROPORTIONAL HAZARD PADA LAJU TAMAT MAHASISWA JURUSAN MATEMATIKA UNIVERSITAS ANDALAS

Pemodelan Pneumonia pada Balita di Surabaya Menggunakan Spatial Autoregressive Models

MODEL REGRESI DATA TAHAN HIDUP TERSENSOR TIPE III BERDISTRIBUSI EKSPONENSIAL. Jln. Prof. H. Soedarto, S.H., Tembalang, Semarang.

BAB III PEMBAHASAN. Pada pembahasan kali ini akan diuraikan langkah-langkah dalam melakukan

E-Jurnal Matematika Vol. 2, No.2, Mei 2013, ISSN:

ESTIMASI MODEL SIMULTAN SPASIAL PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR

PEMODELAN DATA PANEL SPASIAL DENGAN DIMENSI RUANG DAN WAKTU (Spatial Panel Data Modeling with Space and Time Dimensions)

PROSIDING SEMINAR NASIONAL STATISTIKA UNIVERSITAS DIPONEGORO 2011 ISBN:

PEMODELAN KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI JAWA TIMUR DENGAN MODEL POISSON DAN BINOMIAL NEGATIF THERESIA MARIANE DEBORA NATALIA LUMBAN TOBING

(Geographically Weighted Binary Logistic Regression with Fixed Bi-Square Weight)

III. METODE PENELITIAN

PENERAPAN REGRESI SPASIAL UNTUK DATA KEMISKINAN KABUPATEN DI PULAU JAWA MIA AMELIA

IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MAHASISWA PASCASARJANA IPB BERHENTI STUDI MENGGUNAKAN ANALISIS CHAID DAN REGRESI LOGISTIK

BAB III GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION (GWR)

(M.9) PEMODELAN MELEK HURUF DAN RATA-RATA LAMA STUDI DENGAN PENDEKATAN MODEL BINER BIVARIAT

Pemodelan Jumlah Kematian Bayi Di Kabupaten Bojonegoro Dengan Menggunakan Metode Analisis Regresi Binomial Negatif

Simulasi Radius Jarak Pengaruhnya terhadap Kebaikan Model Regresi Logistik Spasial 1. Abstrak

PEMODELAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BALITA GIZI BURUK DI JAWA TIMUR DENGAN PENDEKATAN REGRESI SPASIAL

S - 13 PEMODELAN SPASIAL KEMISKINAN DENGAN MIXED GEOGRAPHICALLY WEIGHTED POISSON REGRESSION DAN FLEXIBLY SHAPED SPATIAL SCAN STATISTIC

PENDEKATAN EKONOMETRIKA PANEL SPASIAL UNTUK PEMODELAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO DI KALIMANTAN BARAT

ESTIMASI PARAMETER MODEL REGRESI LOGISTIK ORDINAL TERBOBOTI GEOGRAFIS (RLOTG) DENGAN METODE FISHER SCORING

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental

STRUCTURAL EQUATIO MODELLI G (SEM) DE GA MODEL STRUKTURAL REGRESI SPASIAL. Tisti Ilda Prihandini 1, Sony Sunaryo 2

Pemodelan Jumlah Kematian Bayi di Propinsi Jawa Timur dengan Pendekatan Geographically Weighted Poisson Regression Semi Parametric (GWPRS)

PENDEKATAN REGRESI SPASIAL DALAM PEMODELAN TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA MARIANA

Kata Kunci Overdispersi, regresi Zero-Inflated Generalized Poisson (ZIGP), Tetanus Neonatorum.

(R.6) REGRESI MULTILEVEL ZERO INFLATED POISSON UNTUK PEMODELAN DATA RESPON COUNT (Studi Kasus: Kejadian Kematian Bayi)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. level, model regresi tiga level, penduga koefisien korelasi intraclass, pendugaan

MODEL REGRESI SPASIAL UNTUK ANAK TIDAK BERSEKOLAH USIA KURANG 15 TAHUN DI KOTA MEDAN

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 3, No.2, (2014) ( X Print)

BAB II LANDASAN TEORI. landasan pembahasan pada bab selanjutnya. Pengertian-pengertian dasar yang di

BAB III REGRESI SPASIAL DENGAN PENDEKATAN GEOGRAPHICALLY WEIGHTED POISSON REGRESSION (GWPR)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Atiya Maulani, 2013

Teknik Ensemble dengan Additive Noise pada Estimasi Parameter Model Autoregressive Spasial

III. METODE PENELITIAN

E-Jurnal Matematika Vol. 2, No.3, Agustus 2013, ISSN:

REGRESI BINOMIAL NEGATIF SEBAGAI MODEL ALTERNATIF UNTUK MENGHINDARI MASALAH OVERDISPERSSION PADA REGRESI POISSON NOVIRA SARTIKA

PEMODELAN KEMATIAN BALITA MALNUTRISI DENGAN PENDEKATAN ZERO-INFLATED POISSON (ZIP) REGRESSION DI PROVINSI JAWA TENGAH

APLIKASI REGRESI DUA LEVEL TERHADAP NILAI AKHIR METODE STATISTIKA. Indahwati, Dian Kusumaningrum, Wiwid Widiyani

PENERAPAN MODEL REGRESI LINIER BAYESIAN UNTUK MENGESTIMASI PARAMETER DAN INTERVAL KREDIBEL

Informasi Fisher pada Algoritme Fisher Scoring untuk Estimasi Parameter Model Regresi Logistik Ordinal Terboboti Geografis (RLOTG)

PENERAPAN REGRESI ZERO-INFLATED NEGATIVE BINOMIAL (ZINB) UNTUK PENDUGAAN KEMATIAN ANAK BALITA

BAB 2 LANDASAN TEORI

Statistika ITS Surabaya

E-Jurnal Matematika Vol. 3 (3), Agustus 2014, pp ISSN:

(R.16) KAJIAN MODEL SPASIAL DURBIN (SDM) DALAM PEMODELAN KEADIAN DIARE DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (Studi Kasus : Kabupaten Tuban)

BAB 1 PENDAHULUAN. ganda yaitu masalah kurang gizi dan gizi lebih. Kurang energi protein (KEP) pada

ANALISIS REGRESI KUANTIL

GENERALIZED POISSON REGRESSION (GPR)

PEMODELAN DENGAN REGRESI LOGISTIK. Secara umum, kedua hasil dilambangkan dengan (sukses) dan (gagal)

DESAIN SAMPLING UNTUK PEMODELAN SPATIAL. Bertho Tantular Departemen Statistika FMIPA Universitas Padjadjaran

PENDEKATAN BAYESIAN SPASIAL EKONOMETRIKA PADA PEMODELAN MIGASI PENDUDUK DI JAWA BARAT. Oleh : Priyono

Penaksiran Parameter Regresi Linier Logistik dengan Metode Maksimum Likelihood Lokal pada Resiko Kanker Payudara di Makassar

Regresi Cox pada Survei Kompleks (Studi Kasus: Lama Pemberian ASI)

Estimasi Parameter pada Regresi Spatial Error Model (SEM) yang Memuat Outlier menggunakan Iterative Z Algorithm

MODEL-MODEL LEBIH RUMIT

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

TUGAS AKHIR. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains HASNARIKA NIM /2007

MODEL SPASIAL BAYES DALAM PENDUGAAN AREA KECIL DENGAN PEUBAH RESPON BINER

BAB 3 METODE PENELITIAN. Wilayah dan pengumpulan data yang diambil adalah di Kabupaten Bekasi

PEMODELAN ANGKA KEMATIAN BAYI DENGAN PENDEKATAN GEOGRAPHICALLY WEIGHTED POISSON REGRESSION DI PROVINSI BALI

ESTIMASI PARAMETER REGRESI LOGISTIK BINER DENGAN METODE PARTIAL LEAST SQUARES

PEMODELAN SPATIAL ERROR MODEL (SEM) UNTUK INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMODELAN JUMLAH KEMATIAN AKIBAT DIFTERI DI PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN REGRESI BINOMIAL NEGATIF DAN ZERO-INFLATED POISSON

SPATIAL AUTOREGRESSIVE MODEL DAN MATRIKS PEMBOBOT SPASIAL ROOK CONTIGUITY UNTUK PEMODELAN GINI RATIO DI INDONESIA TAHUN 2014.

Transkripsi:

(R.7) Model Regresi Poisson dan Model Spasial Otoregresif Poisson untuk Mendeteksi Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Jumlah Penderita Gizi Buruk di Provinsi Jawa Timur Siti Rohmah Rohimah 1, Muhammad Nuraidi 2, Anik Djuraidah 3 1) Alumni mahasiswa pascasarjana IPB Statistika, 2)Dosen Jurusan Statistika IPB, 3) Dosen Jurusan Statistika IPB Email : 1) srohmahrohimah@yahoo.com, 2) nuraidi@yahoo.com, 3)anikdjuraidah@gmail.com Abstrak Gizi buruk adalah keadaan kurang zat gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam waktu cukup lama yang ditandai dengan tidak sesuainya berat badan dengan umur (BPS 2008). Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki jumlah penderita gizi buruk terbanyak di Indonesia. Dalam upaya menangani banyaknya jumlah penderita gizi buruk diperlukan upaya untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya baik spasial maupun nonspasial. Jumlah warga yang menderita gizi buruk diasumsikan menyebar Poisson, sehingga dalam penelitian ini menggunakan model Regresi Poisson dan Spatial Autoregressive Poisson (SAR Poisson). Berdasarkan hasil regresi Poisson semua peubah penjelas memberikan pengaruh yang signifikan. Semakin meningkatnya jumlah keluarga yang bertempat tinggal di permukiman kumuh (X ), luas struktur penggunaan lahan tidak berpengairan (X ),dan jumlah tenaga kesehatan yang tinggal di desa atau kelurahan (X ) akan meningkatkan jumlah penderita gizi buruk. Sedangkan semakin meningkatnya jumlah produk domestik regional bruto per kapita (X ) dapat menurunkan jumlah penderita gizi buruk. Berdasarkan hasil penelitian menggunakan model SAR Poisson jumlah keluarga yang menerima Askeskin tidak memberikan pengaruh yang signifikan sedangkan peubah penjelas lainnya memberikan pengaruh yang signifikan. Selain itu pada model SAR Poisson diperoleh korelasi spasial yang signifikan yang berarti bahwa jumlah penderita gizi buruk pada suatu wilayah atau lokasi yang berdekatan akan berpengaruh terhadap jumlah penderita gizi buruk pada lokasi di sekitarnya. Selain itu, semakin meningkatnya jumlah keluarga yang bertempat tinggal di permukiman kumuh (X ) dan jumlah tenaga kesehatan yang tinggal di desa atau kelurahan (X ) akan meningkatkan jumlah penderita gizi buruk. Sedangkan semakin meningkatnya luas struktur penggunaan lahan tidak berpengairan (X ), serta jumlah produk domestik regional bruto per kapita (X ) dapat menurunkan jumlah penderita gizi buruk. Uji kebaikan model untuk regresi Poisson berdasarkan R 2 devians sebesar 64% sedangkan untuk model SAR Poisson sebesar 57%. Kata Kunci : sebaran Poisson, regresi Poisson, spasial otoregresif (SAR) Poisson, R 2 devians 1. PENDAHULUAN Salah satu indikator untuk menganalisis standar kesehatan suatu rumah tangga meliputi status gizi, status penyakit (kematian bayi dan anak, tingkat morbiditas yang berkaitan dengan penyakit tertentu seperti malaria, infeksi saluran pernafasan, diare, dan polio), ketersediaan pelayanan kesehatan, dan penggunaan pelayanan kesehatan tersebut oleh rumah tangga miskin dan tidak miskin (WBI 2002). Hasil Riset kesehatan dasar 2010 146

menunjukkan 40.6% penduduk mengonsumsi makanan di bawah kebutuhan minimal yaitu kurang dari 70% dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan tahun 2004. Berdasarkan kelompok umur ditemukan 24.4% Balita, 41.2% anak usia sekolah, 54.5% remaja, 40.2% dewasa, serta 44.2% ibu hamil mengonsumsi makanan di bawah kebutuhan minimal. Kasus Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita. Provinsi di Indonesia yang memiliki jumlah penderita gizi buruk terbanyak antara lain Jawa Timur. Gizi buruk secara langsung disebabkan oleh kurangnya asupan makanan dan penyakit infeksi, sedangkan secara tidak langsung disebabkan oleh ketersediaan pangan, sanitasi, pelayanan kesehatan, pola asuh, kamampuan daya beli keluarga, pendidikan, dan pengetahuan (DBGM 2008). Gizi buruk adalah keadaan kurang zat gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam waktu cukup lama yang ditandai dengan tidak sesuainya berat badan dengan umur (BPS 2008). Angka penderita gizi buruk di Indonesia masih cukup tinggi. Pada tahun 2010, jumlahnya mencapai 17.9%. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar diperoleh bahwa tingkat prevalensi gizi buruk yang berada di atas rata-rata nasional (5.4%) ditemukan pada 21 provinsi dan 216 kabupaten/kota. Berdasarkan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, beberapa provinsi tercatat memiliki jumlah penderita gizi buruk yang cukup tinggi. Provinsi Jawa Timur menempati urutan pertama dengan jumlah kasus sebanyak 14.720 dan tingkat prevalensi gizi buruk tertinggi sebesar 4.8% di Pulau Jawa (BPPK 2008). Segala sesuatu saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi sesuatu yang dekat lebih mempunyai pengaruh daripada sesuatu yang jauh (Tobler dalam Anselin 1988). Adanya efek spasial merupakan hal yang lazim terjadi antara satu wilayah dengan wilayah yang lain. Model yang dapat menjelaskan hubungan antara suatu wilayah dengan wilayah sekitarnya adalah model spasial. Penderita gizi buruk dari satu wilayah diduga dapat dipengaruhi oleh wilayah sekitarnya dan menyebar Poisson. Oleh karena itu, dalam penelitian ini menggunakan model regresi Poisson dan spatial autoregressive Poisson (SAR Poisson) untuk melihat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah penderita gizi buruk di Provinsi Jawa Timur. 2. REGRESI POISSON Regresi Poisson merupakan suatu fungsi regresi dengan peubah respon (Y) yang mempunyai sebaran peluang Poisson, misalkan peubah cacah Y menyatakan banyaknya 147

kejadian yang terjadi dalam suatu periode waktu atau wilayah tertentu. Sebaran Poisson ditentukan oleh fungsi peluang (Fleiss et al. 2003): P(Y = y µ) = µ µ, untuk y = 0, 1, 2, (1)! Misalkan Y,, Y merupakan contoh acak dari sebaran peluang Poisson dengan rata-rata µ. Fungsi massa peluang Y dinyatakan sebagai berikut: f(y µ ) = µ e µ y! Misalkan η = X β merupakan komponen sistematik yang merupakan fungsi linear dari peubah penjelas X dan parameter β yang tidak diketahui. η dihubungkan dengan µ melalui fungsi penghubung h(µ) = η dengan h(µ) = log µ. Sehingga model regresi Poisson berganda dapat dituliskan sebagai berikut: log µ = x β + + x β + ε (3) dengan x merupakan peubah penjelas ke-k pada pengamatan ke-i dan i = 1,2,, n (Cameron dan Trivedi 1998). (2) 3. MATRIKS PEMBOBOT SPASIAL Matriks ketergantungan spasial adalah matriks yang menggambarkan hubungan antar daerah. Baris ke-i dari matriks pembobot menunjukkan hubungan pengamatan ke-i dengan semua pengamatan lainnya. Oleh karena itu matriks pembobot berukuran (n x n), dengan n merupakan jumlah semua pengamatan. Matriks pembobot yang digunakan berdasarkan tetangga terdekat (Fotheringham dan Rogerson 2009), yang didefinisikan sebagai berikut: 1, jika j merupakan tetangga terdekat i W = 0, lainnya Baris pada matrik ketergantungan spasial menunjukkan hubungan spasial suatu daerah dengan daerah lain, sehingga jumlah nilai pada baris ke-i merupakan jumlah tetangga yang dimiliki oleh daerah i yang dinotasikan: c. = c dengan c. merupakan jumlah pembobot seluruh baris ke-i dan c nilai pembobot pada baris ke-i dan kolom ke-j. Sedangkan (w ) =, nilai w ini adalah elemen matriks yang sudah dinormalkan sehingga jumlah setiap. baris sama dengan 1. 4. MODEL SAR (SPATIAL AUTOREGRESSIVE MODEL) Bentuk persamaan model SAR (Fotheringham dan Rogerson 2009) dapat ditulis sebagai berikut: y = ρ w y + x β + ε, (4) 148

dengan ρ merupakan koefisien spasial otoregresif, w merupakan matriks pembobot spasial yang sudah dibakukan pada daerah ke-i dan tetangga ke-j, serta ε galat acak yang bebas stokastik identik. Jika model SAR ditulis dalam bentuk matriks sebagai berikut: y = ρw y + Xβ + ε (5) Bentuk reduksi SAR menjadi persamaan berikut: y = A Xβ + ε (6) dengan A = I ρw, A merupakan matriks balikan A dan ε = A ε. 5. MODEL SAR POISSON adalah: Penggunaan spasial pada model otoregresif untuk data cacah (Lambert et al. 2010) µ = exp[a Xβ] (7) dengan a merupakan vektor baris pada daerah ke-i yang berukuran (1 x n). Pada model SAR Poisson, nilai harapan pada daerah atau lokasi ke-i merupakan fungsi dari daerah tetangganya atau lokasi ke-j. Selain itu model SAR Poisson juga digunakan untuk data pada peubah respon yang berbentuk cacahan (count data). Fungsi massa peluang dari model SAR Poisson adalah: dengan µ = exp(a Xβ). Fungsi kemungkinannya adalah: f(y X, W ; β, ρ) = µ exp µ y! L( β, ρ X, W ; y, y,, y ) = µ exp µ y! Pendugaan parameter ρ dan β menggunakan metode kemungkinan maksimum. Fungsi massa peluang dari sebaran Poisson adalah: (8) f(y X, W ; β, ρ) = µ exp µ y! (9) dengan µ = exp(a Xβ), fungsi log kemungkinan maksimum adalah: ln L( β, ρ X, W ; y, y,, y ) = y A Xβ exp ([a Xβ] ) ln( y!) Pendugaan parameter ρ dan β pada model SAR Poisson menggunakan iterasi dengan metode Newton-Raphson. Tahapan dari metode Newton-Raphson terdiri dari: (10) 149

1. Menentukan β (), dengan β () = [ρ β β β ], iterasi pada saat t = 0. 2. Membentuk vektor gradien g = ( ) iterasi. 3. Membentuk matriks Hessian H:, ( ) β, dengan t menyatakan nomor H ()() = 4. Memasukkan nilai β () diperoleh vektor g () dan H (). ln L(β ) ln L(β ) ρ β ρ ln L(β ) ln L(β ) β ρ ln L(β ) β β β ln L(β ) β ke dalam elemen-elemen vektor g dan matriks H sehingga 5. Melakukan iterasi mulai dari t = 0 pada persamaan: β () = β H g, nilai β merupakan sekumpulan penduga parameter yang konvergen pada iterasi ke-t. 6. Jika belum mencapai penduga parameter yang konvergen, maka pada langkah ke-2 dilakukan kembali sampai mencapai kekonvergenan. Kriteria konvergen diperoleh ketika akar ciri dari matriks informasi Fisher bernilai positif. Untuk menguji signifikansi dari koefisien korelasi spasial (ρ) dan β digunakan uji Wald (Lambert et al. 2010). Pengujian hipotesis untuk ρ adalah: H : ρ = 0 (tidak ada korelasi spasial) H : ρ 0 (ada korelasi spasial) G ρ = ρ se ρ statistik G ρ akan mengikuti sebaran χ dengan derajat bebas 1. Kriteria keputusan yang diambil yaitu menolak H, jika G ρ > χ (α;). Hipotesis untuk parameter koefisien β (Fleiss et al. 2003) adalah : H β = 0 H : β 0 Dengan statistik uji Wald : G β = β se β statistik G akan mengikuti sebaran χ dengan derajat bebas 1. Kriteria keputusan yang diambil yaitu menolak H, jika G β > χ (;). Galat baku diperoleh menggunakan matriks 150

informasi Fisher I(θ) (McCulloch dan Searle 2001), ragam dari θ [I(θ)], sehingga galat baku = [I(θ)]. Bentuk matriks informasi adalah sebagai berikut: ln L(β ) ln L(β ) ρ ln L(β ) β ρ β ρ ln L(β ) I(θ) = ln L(β ) β β β ln L(β ) β Setelah dilakukan penaksiran parameter dan uji signifikansi setiap penduga parameter, diperlukan ukuran koefisien determinasi yang dapat menggambarkan hubungan keeratan antara peubah respon dengan peubah penjelas. Koefisien determinasi atau R 2 merupakan ukuran proporsi keragaman peubah respon yang dapat diterangkan oleh peubah penjelas. Salah satu R 2 yang telah dikembangkan oleh (Cameron dan Windmeijer 1995) yang didasarkan pada sisaan devians R. Rumus untuk R : R = 1 () (µ) () () dengan ln L(y) = [y ln(y ) y ln (y!)] adalah logaritma bilangan asli (ln) dari fungsi kemungkinan maksimum ketika semua parameter β (j = 0,1,2,, k) tidak disertakan dalam model, y adalah nilai pengamatan dari peubah respon; ln L(µ) = y ln(µ) µ ln (y!)] adalah logaritma bilangan asli dari fungsi kemungkinan maksimum ketika semua parameter β disertakan dalam model, µ adalah nilai dugaan untuk pengamatan ke-i; ln L(y) = [y ln(y) y ln (y!)] adalah logaritma bilangan asli dari fungsi kemungkinan maksimum ketika hanya β yang disertakan dalam model, dan (y) rata-rata respon y. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang berasal dari data Podes 2008 dan data BPS 2008 pada 38 kabupaten/kota yang ada di Jawa Timur. Peubah respon yang digunakan adalah jumlah penderita gizi buruk pada tiap kabupaten/kota di Jawa Timur. Adapun peubah penjelas dalam penelitian ini adalah: jumlah keluarga yang bertempat tinggal di permukiman kumuh (X ), Jumlah keluarga yang anggotanya menjadi buruh tani (X ), luas struktur penggunaan lahan tidak berpengairan (X ), jumlah sarana pendidikan tingkat SD dan SMP sederajat (X ), jumlah posyandu (X ), Jumlah keluarga yang menerima kartu Askeskin dalam setahun terakhir (X ), jumlah tenaga kesehatan yang tinggal di desa/kelurahan (X ), dan Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita Atas dasar Harga Berlaku (X ). 151

6. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Model Regresi Poisson Model regresi Poisson yang dibentuk menggunakan lima peubah penjelas secara bersamaan. Nilai dugaan parameter dari model ini tertera pada Tabel 1. Model ini menunjukkan bahwa semakin meningkatnya jumlah keluarga yang bertempat tinggal di permukiman kumuh (X ), luas struktur penggunaan lahan tidak berpengairan (X ), jumlah keluarga yang menerima kartu Askeskin (X ), dan jumlah tenaga kesehatan yang tinggal di desa/kelurahan (X ) akan meningkatkan jumlah penderita gizi buruk. Sedangkan semakin meningkatnya jumlah produk domestik regional bruto per kapita (X ) dapat menurunkan jumlah penderita gizi buruk. Kemudian hasil penduga parameter dari regresi Poisson digunakan sebagai nilai awal untuk memperoleh penduga parameter pada model SAR Poisson. Koefisien determinasi berdasarkan R 2 devians diperoleh sebesar 64%. Tabel 1. Nilai dugaan parameter model regresi Poisson Parameter Nilai dugaan Galat baku Nilai G χ β (intersep) 5.163 2.207 x 10-2 54734.942 * β (pem. kumuh) 1.411 x 10-4 8.374 x 10-6 284.057* β (lahan) 1.730 x 10-6 7.055 x 10-7 6.012* 3.841 β (askeskin) 8.186 x 10-7 1.326 x 10-7 38.118* β (kesehatan) 7.559 x 10-4 1.402 x 10-5 2905.965* β (PDRB) -1.664 x 10-5 1.151 x 10-6 208.831* Keterangan: * nyata pada taraf alpha 5 % 6.2 Analisis Model SAR Poisson Pendugaan parameter koefisien model spasial otoregresif Poisson (SAR Poisson) dilakukan dengan menggunakan metode pendugaan kemungkinan maksimum. Model SAR Poisson termasuk model nonlinear dan bentuknya tidak closed form, sehingga proses pendugaan parameter koefisien regresinya menggunakan iterasi dengan metode Newton- Raphson. Tabel 2. Nilai dugaan parameter model spasial otoregresif Poisson Parameter Nilai dugaan Galat baku Nilai G χ ρ (spasial) 0.1 9.472 x 10-8 1.115 x 10 12* β (intersep) 5.163 3.929 x 10-9 1.727 x 10 18* β (pem. kumuh) 2.758 x 10-4 7.444 x 10-6 1372.812* β (lahan) -6.376 x 10-6 6.392 x 10-7 99.497* 3.841 β (askeskin) -6.39 x 10-8 1.262 x 10-7 0.257 TN β (kesehatan) 5.688 x 10-4 1.222 x 10-5 2165.032* β (PDRB) -3.397 x 10-5 1.197 x 10-6 806.239* Keterangan: * : nyata pada taraf alpha 5% TN: tidak nyata pada taraf alpha 5% 152

Analisis model SAR Poisson di Provinsi Jawa Timur dengan melibatkan seluruh wilayah administratif memperlihatkan bahwa jumlah penderita gizi buruk dipengaruhi oleh kedekatan wilayah dan beberapa peubah penjelas yang signifikan. Pada Tabel 2 menunjukkan uji signifikansi setiap penduga parameter menggunakan Uji Wald. Hasil uji Wald memperlihatkan bahwa nilai korelasi spasial signifikan. Hasilnya diperoleh nilai korelasi spasial = 0.1 dengan nilai G = 1.115 x 10 12, dan nilai χ = 3.841. Hal ini menunjukkan korelasi spasial pada model nyata pada taraf α = 5%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jumlah penderita gizi buruk pada suatu wilayah atau lokasi yang berdekatan akan berpengaruh terhadap jumlah penderita gizi buruk pada lokasi di sekitarnya. Uji signifikansi untuk setiap penduga parameter β, β, β, dan β diperoleh nilai G > χ. Hal ini menunjukkan bahwa X, X, X, dan X yang dimasukkan dalam model adalah signifikan sedangkan untuk X tidak signifikan. Tabel 2 menunjukkan bahwa semakin rendah jumlah pendapatan domestik regional bruto per kapita (X ),luas struktur penggunaan lahan tidak berpengairan (X ), dan jumlah keluarga yang menerima kartu Askeskin (X ) akan meningkatkan jumlah penderita gizi buruk. Berbeda dengan peningkatan jumlah keluarga yang bertempat tinggal di permukiman kumuh (X ) serta semakin banyak jumlah tenaga kesehatan yang tinggal di desa/kelurahan (X ) akan meningkatkan jumlah penderita gizi buruk. Selain itu, uji kebaikan model dapat dilihat dari besarnya R 2. Berdasarkan koefisien determinasi R 2 devians R diperoleh bahwa jumlah keragaman dari jumlah penderita gizi buruk dapat dijelaskan oleh peubah penjelasnya sebesar 57%. Model SAR Poisson yang diperoleh dapat ditulis sebagai berikut: µ = exp[a Xβ] dengan ρ = 0.1 dan β = 5.163 2.758 x 10 6.376 x 10 6.39 x 10 5.688 x 10 3.397 x 10 Berdasarkan model yang diperoleh menunjukkan bahwa setiap penambahan satu orang dari jumlah keluarga yang bertempat tinggal di permukiman kumuh (X ) akan menyebabkan nilai harapan jumlah penderita gizi buruk meningkat sebesar exp(2.758 x 10 ) = 1.0003 kali dengan asumsi bahwa faktor lainnya dalam model tetap. Sedangkan setiap penurunan satu ha luas struktur penggunaan lahan tidak berpengairan (X ) akan menyebabkan nilai harapan jumlah penderita gizi buruk meningkat sebesar exp( 6.376 x 10 ) = 0.99999 kali dengan asumsi bahwa faktor lainnya dalam model tetap. Demikian juga untuk interpretasi peubah lainnya. 153

Berbeda dengan hasil analisis regresi Poisson, analisis menggunakan SAR Poisson diperoleh peubah Askeskin tidak signifikan. Program Askeskin merupakan salah satu program yang bertujuan untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat miskin dan masyarakat tidak mampu yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Pada pelaksanaannya masih banyak masyarakat miskin yang belum mendapatkan pelayanan yang optimal. Selain itu diduga bahwa kriteria warga yang mendapatkan Askeskin sudah dijelaskan oleh faktor lainnya terkait dengan faktor PDRB dan jumlah keluarga yang tinggal di permukiman kumuh. Sehingga faktor jumlah keluarga yang menerima kartu Askeskin tidak signifikan. 7. KESIMPULAN 1. Hasil dari analisis menggunakan model regresi Poison diperoleh semua peubah penjelas signifikan. Pemodelan jumlah penderita gizi buruk menggunakan regresi Poisson diperoleh R 2 devians sebesar 64%. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah penderita gizi buruk di Provinsi Jawa Timur berdasarkan model spasial otoregresif Poisson adalah faktor spasial dan nonspasial. 3. Faktor spasial yang mempengaruhi untuk lokasi tertentu adalah lokasi pada tetangganya. 4. Faktor nonspasial yang mempengaruhi jumlah penderita gizi buruk adalah jumlah keluarga yang bertempat tinggal di permukiman kumuh, luas struktur penggunaan lahan tidak berpengairan, jumlah tenaga kesehatan yang tinggal di desa/kelurahan, dan jumlah pendapatan domestik regional bruto per kapita. Pemodelan jumlah penderita gizi buruk menggunakan SAR Poisson diperoleh R 2 devians sebesar 57%. 8. DAFTAR PUSTAKA Anselin L. 1988. Spatial Economics: Methods and Models. Dordrecht: Academic Publishers. [BPPK] Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Pedoman Pencacah. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Cameron AC, Trivedi PK. 1998. Regression Analysis of Count Data. New York: Cambridge University. Cameron AC, Windmeijer FAG. 1995. R-squared Measures for Count Data Regession Models with Applications to Health Care Utilization. Journal of Business and Economics Statistics (1995). [DBGM] Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 2008. Pedoman Respon Cepat Penanggulangan Gizi Buruk. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Fleiss JL, Levin B, Paik MC. 2003. Statistical Methods for Rates and Proportions. Ed ke-3. USA: Columbia University. 154

Fotheringham AS, Rogerson PA. 2009. Handbook of Spatial analysis. London: Sage Publications Ltd. Lambert DM, Brown JP, Florax RJGM. 2010. A Two-Step Estimator for a Spatial Lag Model of Counts: Theory, Small Sample Performance and application. USA: Dept. of Agricultural Economics Purdue University. Lee J, Wong DWS. 2001. Statistic for Spatial Data. New York: John Wiley & Sons, Inc. Kleinbaum DG, Kupper LL, Muller KE. 1988. Apllied Regression Analysis and Other Multivariable Methods. Boston: PWS-KENT Publishing Company. McCulloch CE, Searle SR. 2001. Generalized Linear and Mixed Models. Canada: John Wiley & Sons, Inc. [WBI] World Bank Institute. 2002. Dasar-Dasar Analisis Kemiskinan. Jakarta: Badan Pusat Statistika 155