(R.7) Model Regresi Poisson dan Model Spasial Otoregresif Poisson untuk Mendeteksi Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Jumlah Penderita Gizi Buruk di Provinsi Jawa Timur Siti Rohmah Rohimah 1, Muhammad Nuraidi 2, Anik Djuraidah 3 1) Alumni mahasiswa pascasarjana IPB Statistika, 2)Dosen Jurusan Statistika IPB, 3) Dosen Jurusan Statistika IPB Email : 1) srohmahrohimah@yahoo.com, 2) nuraidi@yahoo.com, 3)anikdjuraidah@gmail.com Abstrak Gizi buruk adalah keadaan kurang zat gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam waktu cukup lama yang ditandai dengan tidak sesuainya berat badan dengan umur (BPS 2008). Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki jumlah penderita gizi buruk terbanyak di Indonesia. Dalam upaya menangani banyaknya jumlah penderita gizi buruk diperlukan upaya untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya baik spasial maupun nonspasial. Jumlah warga yang menderita gizi buruk diasumsikan menyebar Poisson, sehingga dalam penelitian ini menggunakan model Regresi Poisson dan Spatial Autoregressive Poisson (SAR Poisson). Berdasarkan hasil regresi Poisson semua peubah penjelas memberikan pengaruh yang signifikan. Semakin meningkatnya jumlah keluarga yang bertempat tinggal di permukiman kumuh (X ), luas struktur penggunaan lahan tidak berpengairan (X ),dan jumlah tenaga kesehatan yang tinggal di desa atau kelurahan (X ) akan meningkatkan jumlah penderita gizi buruk. Sedangkan semakin meningkatnya jumlah produk domestik regional bruto per kapita (X ) dapat menurunkan jumlah penderita gizi buruk. Berdasarkan hasil penelitian menggunakan model SAR Poisson jumlah keluarga yang menerima Askeskin tidak memberikan pengaruh yang signifikan sedangkan peubah penjelas lainnya memberikan pengaruh yang signifikan. Selain itu pada model SAR Poisson diperoleh korelasi spasial yang signifikan yang berarti bahwa jumlah penderita gizi buruk pada suatu wilayah atau lokasi yang berdekatan akan berpengaruh terhadap jumlah penderita gizi buruk pada lokasi di sekitarnya. Selain itu, semakin meningkatnya jumlah keluarga yang bertempat tinggal di permukiman kumuh (X ) dan jumlah tenaga kesehatan yang tinggal di desa atau kelurahan (X ) akan meningkatkan jumlah penderita gizi buruk. Sedangkan semakin meningkatnya luas struktur penggunaan lahan tidak berpengairan (X ), serta jumlah produk domestik regional bruto per kapita (X ) dapat menurunkan jumlah penderita gizi buruk. Uji kebaikan model untuk regresi Poisson berdasarkan R 2 devians sebesar 64% sedangkan untuk model SAR Poisson sebesar 57%. Kata Kunci : sebaran Poisson, regresi Poisson, spasial otoregresif (SAR) Poisson, R 2 devians 1. PENDAHULUAN Salah satu indikator untuk menganalisis standar kesehatan suatu rumah tangga meliputi status gizi, status penyakit (kematian bayi dan anak, tingkat morbiditas yang berkaitan dengan penyakit tertentu seperti malaria, infeksi saluran pernafasan, diare, dan polio), ketersediaan pelayanan kesehatan, dan penggunaan pelayanan kesehatan tersebut oleh rumah tangga miskin dan tidak miskin (WBI 2002). Hasil Riset kesehatan dasar 2010 146
menunjukkan 40.6% penduduk mengonsumsi makanan di bawah kebutuhan minimal yaitu kurang dari 70% dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan tahun 2004. Berdasarkan kelompok umur ditemukan 24.4% Balita, 41.2% anak usia sekolah, 54.5% remaja, 40.2% dewasa, serta 44.2% ibu hamil mengonsumsi makanan di bawah kebutuhan minimal. Kasus Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita. Provinsi di Indonesia yang memiliki jumlah penderita gizi buruk terbanyak antara lain Jawa Timur. Gizi buruk secara langsung disebabkan oleh kurangnya asupan makanan dan penyakit infeksi, sedangkan secara tidak langsung disebabkan oleh ketersediaan pangan, sanitasi, pelayanan kesehatan, pola asuh, kamampuan daya beli keluarga, pendidikan, dan pengetahuan (DBGM 2008). Gizi buruk adalah keadaan kurang zat gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam waktu cukup lama yang ditandai dengan tidak sesuainya berat badan dengan umur (BPS 2008). Angka penderita gizi buruk di Indonesia masih cukup tinggi. Pada tahun 2010, jumlahnya mencapai 17.9%. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar diperoleh bahwa tingkat prevalensi gizi buruk yang berada di atas rata-rata nasional (5.4%) ditemukan pada 21 provinsi dan 216 kabupaten/kota. Berdasarkan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, beberapa provinsi tercatat memiliki jumlah penderita gizi buruk yang cukup tinggi. Provinsi Jawa Timur menempati urutan pertama dengan jumlah kasus sebanyak 14.720 dan tingkat prevalensi gizi buruk tertinggi sebesar 4.8% di Pulau Jawa (BPPK 2008). Segala sesuatu saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi sesuatu yang dekat lebih mempunyai pengaruh daripada sesuatu yang jauh (Tobler dalam Anselin 1988). Adanya efek spasial merupakan hal yang lazim terjadi antara satu wilayah dengan wilayah yang lain. Model yang dapat menjelaskan hubungan antara suatu wilayah dengan wilayah sekitarnya adalah model spasial. Penderita gizi buruk dari satu wilayah diduga dapat dipengaruhi oleh wilayah sekitarnya dan menyebar Poisson. Oleh karena itu, dalam penelitian ini menggunakan model regresi Poisson dan spatial autoregressive Poisson (SAR Poisson) untuk melihat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah penderita gizi buruk di Provinsi Jawa Timur. 2. REGRESI POISSON Regresi Poisson merupakan suatu fungsi regresi dengan peubah respon (Y) yang mempunyai sebaran peluang Poisson, misalkan peubah cacah Y menyatakan banyaknya 147
kejadian yang terjadi dalam suatu periode waktu atau wilayah tertentu. Sebaran Poisson ditentukan oleh fungsi peluang (Fleiss et al. 2003): P(Y = y µ) = µ µ, untuk y = 0, 1, 2, (1)! Misalkan Y,, Y merupakan contoh acak dari sebaran peluang Poisson dengan rata-rata µ. Fungsi massa peluang Y dinyatakan sebagai berikut: f(y µ ) = µ e µ y! Misalkan η = X β merupakan komponen sistematik yang merupakan fungsi linear dari peubah penjelas X dan parameter β yang tidak diketahui. η dihubungkan dengan µ melalui fungsi penghubung h(µ) = η dengan h(µ) = log µ. Sehingga model regresi Poisson berganda dapat dituliskan sebagai berikut: log µ = x β + + x β + ε (3) dengan x merupakan peubah penjelas ke-k pada pengamatan ke-i dan i = 1,2,, n (Cameron dan Trivedi 1998). (2) 3. MATRIKS PEMBOBOT SPASIAL Matriks ketergantungan spasial adalah matriks yang menggambarkan hubungan antar daerah. Baris ke-i dari matriks pembobot menunjukkan hubungan pengamatan ke-i dengan semua pengamatan lainnya. Oleh karena itu matriks pembobot berukuran (n x n), dengan n merupakan jumlah semua pengamatan. Matriks pembobot yang digunakan berdasarkan tetangga terdekat (Fotheringham dan Rogerson 2009), yang didefinisikan sebagai berikut: 1, jika j merupakan tetangga terdekat i W = 0, lainnya Baris pada matrik ketergantungan spasial menunjukkan hubungan spasial suatu daerah dengan daerah lain, sehingga jumlah nilai pada baris ke-i merupakan jumlah tetangga yang dimiliki oleh daerah i yang dinotasikan: c. = c dengan c. merupakan jumlah pembobot seluruh baris ke-i dan c nilai pembobot pada baris ke-i dan kolom ke-j. Sedangkan (w ) =, nilai w ini adalah elemen matriks yang sudah dinormalkan sehingga jumlah setiap. baris sama dengan 1. 4. MODEL SAR (SPATIAL AUTOREGRESSIVE MODEL) Bentuk persamaan model SAR (Fotheringham dan Rogerson 2009) dapat ditulis sebagai berikut: y = ρ w y + x β + ε, (4) 148
dengan ρ merupakan koefisien spasial otoregresif, w merupakan matriks pembobot spasial yang sudah dibakukan pada daerah ke-i dan tetangga ke-j, serta ε galat acak yang bebas stokastik identik. Jika model SAR ditulis dalam bentuk matriks sebagai berikut: y = ρw y + Xβ + ε (5) Bentuk reduksi SAR menjadi persamaan berikut: y = A Xβ + ε (6) dengan A = I ρw, A merupakan matriks balikan A dan ε = A ε. 5. MODEL SAR POISSON adalah: Penggunaan spasial pada model otoregresif untuk data cacah (Lambert et al. 2010) µ = exp[a Xβ] (7) dengan a merupakan vektor baris pada daerah ke-i yang berukuran (1 x n). Pada model SAR Poisson, nilai harapan pada daerah atau lokasi ke-i merupakan fungsi dari daerah tetangganya atau lokasi ke-j. Selain itu model SAR Poisson juga digunakan untuk data pada peubah respon yang berbentuk cacahan (count data). Fungsi massa peluang dari model SAR Poisson adalah: dengan µ = exp(a Xβ). Fungsi kemungkinannya adalah: f(y X, W ; β, ρ) = µ exp µ y! L( β, ρ X, W ; y, y,, y ) = µ exp µ y! Pendugaan parameter ρ dan β menggunakan metode kemungkinan maksimum. Fungsi massa peluang dari sebaran Poisson adalah: (8) f(y X, W ; β, ρ) = µ exp µ y! (9) dengan µ = exp(a Xβ), fungsi log kemungkinan maksimum adalah: ln L( β, ρ X, W ; y, y,, y ) = y A Xβ exp ([a Xβ] ) ln( y!) Pendugaan parameter ρ dan β pada model SAR Poisson menggunakan iterasi dengan metode Newton-Raphson. Tahapan dari metode Newton-Raphson terdiri dari: (10) 149
1. Menentukan β (), dengan β () = [ρ β β β ], iterasi pada saat t = 0. 2. Membentuk vektor gradien g = ( ) iterasi. 3. Membentuk matriks Hessian H:, ( ) β, dengan t menyatakan nomor H ()() = 4. Memasukkan nilai β () diperoleh vektor g () dan H (). ln L(β ) ln L(β ) ρ β ρ ln L(β ) ln L(β ) β ρ ln L(β ) β β β ln L(β ) β ke dalam elemen-elemen vektor g dan matriks H sehingga 5. Melakukan iterasi mulai dari t = 0 pada persamaan: β () = β H g, nilai β merupakan sekumpulan penduga parameter yang konvergen pada iterasi ke-t. 6. Jika belum mencapai penduga parameter yang konvergen, maka pada langkah ke-2 dilakukan kembali sampai mencapai kekonvergenan. Kriteria konvergen diperoleh ketika akar ciri dari matriks informasi Fisher bernilai positif. Untuk menguji signifikansi dari koefisien korelasi spasial (ρ) dan β digunakan uji Wald (Lambert et al. 2010). Pengujian hipotesis untuk ρ adalah: H : ρ = 0 (tidak ada korelasi spasial) H : ρ 0 (ada korelasi spasial) G ρ = ρ se ρ statistik G ρ akan mengikuti sebaran χ dengan derajat bebas 1. Kriteria keputusan yang diambil yaitu menolak H, jika G ρ > χ (α;). Hipotesis untuk parameter koefisien β (Fleiss et al. 2003) adalah : H β = 0 H : β 0 Dengan statistik uji Wald : G β = β se β statistik G akan mengikuti sebaran χ dengan derajat bebas 1. Kriteria keputusan yang diambil yaitu menolak H, jika G β > χ (;). Galat baku diperoleh menggunakan matriks 150
informasi Fisher I(θ) (McCulloch dan Searle 2001), ragam dari θ [I(θ)], sehingga galat baku = [I(θ)]. Bentuk matriks informasi adalah sebagai berikut: ln L(β ) ln L(β ) ρ ln L(β ) β ρ β ρ ln L(β ) I(θ) = ln L(β ) β β β ln L(β ) β Setelah dilakukan penaksiran parameter dan uji signifikansi setiap penduga parameter, diperlukan ukuran koefisien determinasi yang dapat menggambarkan hubungan keeratan antara peubah respon dengan peubah penjelas. Koefisien determinasi atau R 2 merupakan ukuran proporsi keragaman peubah respon yang dapat diterangkan oleh peubah penjelas. Salah satu R 2 yang telah dikembangkan oleh (Cameron dan Windmeijer 1995) yang didasarkan pada sisaan devians R. Rumus untuk R : R = 1 () (µ) () () dengan ln L(y) = [y ln(y ) y ln (y!)] adalah logaritma bilangan asli (ln) dari fungsi kemungkinan maksimum ketika semua parameter β (j = 0,1,2,, k) tidak disertakan dalam model, y adalah nilai pengamatan dari peubah respon; ln L(µ) = y ln(µ) µ ln (y!)] adalah logaritma bilangan asli dari fungsi kemungkinan maksimum ketika semua parameter β disertakan dalam model, µ adalah nilai dugaan untuk pengamatan ke-i; ln L(y) = [y ln(y) y ln (y!)] adalah logaritma bilangan asli dari fungsi kemungkinan maksimum ketika hanya β yang disertakan dalam model, dan (y) rata-rata respon y. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang berasal dari data Podes 2008 dan data BPS 2008 pada 38 kabupaten/kota yang ada di Jawa Timur. Peubah respon yang digunakan adalah jumlah penderita gizi buruk pada tiap kabupaten/kota di Jawa Timur. Adapun peubah penjelas dalam penelitian ini adalah: jumlah keluarga yang bertempat tinggal di permukiman kumuh (X ), Jumlah keluarga yang anggotanya menjadi buruh tani (X ), luas struktur penggunaan lahan tidak berpengairan (X ), jumlah sarana pendidikan tingkat SD dan SMP sederajat (X ), jumlah posyandu (X ), Jumlah keluarga yang menerima kartu Askeskin dalam setahun terakhir (X ), jumlah tenaga kesehatan yang tinggal di desa/kelurahan (X ), dan Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita Atas dasar Harga Berlaku (X ). 151
6. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Model Regresi Poisson Model regresi Poisson yang dibentuk menggunakan lima peubah penjelas secara bersamaan. Nilai dugaan parameter dari model ini tertera pada Tabel 1. Model ini menunjukkan bahwa semakin meningkatnya jumlah keluarga yang bertempat tinggal di permukiman kumuh (X ), luas struktur penggunaan lahan tidak berpengairan (X ), jumlah keluarga yang menerima kartu Askeskin (X ), dan jumlah tenaga kesehatan yang tinggal di desa/kelurahan (X ) akan meningkatkan jumlah penderita gizi buruk. Sedangkan semakin meningkatnya jumlah produk domestik regional bruto per kapita (X ) dapat menurunkan jumlah penderita gizi buruk. Kemudian hasil penduga parameter dari regresi Poisson digunakan sebagai nilai awal untuk memperoleh penduga parameter pada model SAR Poisson. Koefisien determinasi berdasarkan R 2 devians diperoleh sebesar 64%. Tabel 1. Nilai dugaan parameter model regresi Poisson Parameter Nilai dugaan Galat baku Nilai G χ β (intersep) 5.163 2.207 x 10-2 54734.942 * β (pem. kumuh) 1.411 x 10-4 8.374 x 10-6 284.057* β (lahan) 1.730 x 10-6 7.055 x 10-7 6.012* 3.841 β (askeskin) 8.186 x 10-7 1.326 x 10-7 38.118* β (kesehatan) 7.559 x 10-4 1.402 x 10-5 2905.965* β (PDRB) -1.664 x 10-5 1.151 x 10-6 208.831* Keterangan: * nyata pada taraf alpha 5 % 6.2 Analisis Model SAR Poisson Pendugaan parameter koefisien model spasial otoregresif Poisson (SAR Poisson) dilakukan dengan menggunakan metode pendugaan kemungkinan maksimum. Model SAR Poisson termasuk model nonlinear dan bentuknya tidak closed form, sehingga proses pendugaan parameter koefisien regresinya menggunakan iterasi dengan metode Newton- Raphson. Tabel 2. Nilai dugaan parameter model spasial otoregresif Poisson Parameter Nilai dugaan Galat baku Nilai G χ ρ (spasial) 0.1 9.472 x 10-8 1.115 x 10 12* β (intersep) 5.163 3.929 x 10-9 1.727 x 10 18* β (pem. kumuh) 2.758 x 10-4 7.444 x 10-6 1372.812* β (lahan) -6.376 x 10-6 6.392 x 10-7 99.497* 3.841 β (askeskin) -6.39 x 10-8 1.262 x 10-7 0.257 TN β (kesehatan) 5.688 x 10-4 1.222 x 10-5 2165.032* β (PDRB) -3.397 x 10-5 1.197 x 10-6 806.239* Keterangan: * : nyata pada taraf alpha 5% TN: tidak nyata pada taraf alpha 5% 152
Analisis model SAR Poisson di Provinsi Jawa Timur dengan melibatkan seluruh wilayah administratif memperlihatkan bahwa jumlah penderita gizi buruk dipengaruhi oleh kedekatan wilayah dan beberapa peubah penjelas yang signifikan. Pada Tabel 2 menunjukkan uji signifikansi setiap penduga parameter menggunakan Uji Wald. Hasil uji Wald memperlihatkan bahwa nilai korelasi spasial signifikan. Hasilnya diperoleh nilai korelasi spasial = 0.1 dengan nilai G = 1.115 x 10 12, dan nilai χ = 3.841. Hal ini menunjukkan korelasi spasial pada model nyata pada taraf α = 5%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jumlah penderita gizi buruk pada suatu wilayah atau lokasi yang berdekatan akan berpengaruh terhadap jumlah penderita gizi buruk pada lokasi di sekitarnya. Uji signifikansi untuk setiap penduga parameter β, β, β, dan β diperoleh nilai G > χ. Hal ini menunjukkan bahwa X, X, X, dan X yang dimasukkan dalam model adalah signifikan sedangkan untuk X tidak signifikan. Tabel 2 menunjukkan bahwa semakin rendah jumlah pendapatan domestik regional bruto per kapita (X ),luas struktur penggunaan lahan tidak berpengairan (X ), dan jumlah keluarga yang menerima kartu Askeskin (X ) akan meningkatkan jumlah penderita gizi buruk. Berbeda dengan peningkatan jumlah keluarga yang bertempat tinggal di permukiman kumuh (X ) serta semakin banyak jumlah tenaga kesehatan yang tinggal di desa/kelurahan (X ) akan meningkatkan jumlah penderita gizi buruk. Selain itu, uji kebaikan model dapat dilihat dari besarnya R 2. Berdasarkan koefisien determinasi R 2 devians R diperoleh bahwa jumlah keragaman dari jumlah penderita gizi buruk dapat dijelaskan oleh peubah penjelasnya sebesar 57%. Model SAR Poisson yang diperoleh dapat ditulis sebagai berikut: µ = exp[a Xβ] dengan ρ = 0.1 dan β = 5.163 2.758 x 10 6.376 x 10 6.39 x 10 5.688 x 10 3.397 x 10 Berdasarkan model yang diperoleh menunjukkan bahwa setiap penambahan satu orang dari jumlah keluarga yang bertempat tinggal di permukiman kumuh (X ) akan menyebabkan nilai harapan jumlah penderita gizi buruk meningkat sebesar exp(2.758 x 10 ) = 1.0003 kali dengan asumsi bahwa faktor lainnya dalam model tetap. Sedangkan setiap penurunan satu ha luas struktur penggunaan lahan tidak berpengairan (X ) akan menyebabkan nilai harapan jumlah penderita gizi buruk meningkat sebesar exp( 6.376 x 10 ) = 0.99999 kali dengan asumsi bahwa faktor lainnya dalam model tetap. Demikian juga untuk interpretasi peubah lainnya. 153
Berbeda dengan hasil analisis regresi Poisson, analisis menggunakan SAR Poisson diperoleh peubah Askeskin tidak signifikan. Program Askeskin merupakan salah satu program yang bertujuan untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat miskin dan masyarakat tidak mampu yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Pada pelaksanaannya masih banyak masyarakat miskin yang belum mendapatkan pelayanan yang optimal. Selain itu diduga bahwa kriteria warga yang mendapatkan Askeskin sudah dijelaskan oleh faktor lainnya terkait dengan faktor PDRB dan jumlah keluarga yang tinggal di permukiman kumuh. Sehingga faktor jumlah keluarga yang menerima kartu Askeskin tidak signifikan. 7. KESIMPULAN 1. Hasil dari analisis menggunakan model regresi Poison diperoleh semua peubah penjelas signifikan. Pemodelan jumlah penderita gizi buruk menggunakan regresi Poisson diperoleh R 2 devians sebesar 64%. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah penderita gizi buruk di Provinsi Jawa Timur berdasarkan model spasial otoregresif Poisson adalah faktor spasial dan nonspasial. 3. Faktor spasial yang mempengaruhi untuk lokasi tertentu adalah lokasi pada tetangganya. 4. Faktor nonspasial yang mempengaruhi jumlah penderita gizi buruk adalah jumlah keluarga yang bertempat tinggal di permukiman kumuh, luas struktur penggunaan lahan tidak berpengairan, jumlah tenaga kesehatan yang tinggal di desa/kelurahan, dan jumlah pendapatan domestik regional bruto per kapita. Pemodelan jumlah penderita gizi buruk menggunakan SAR Poisson diperoleh R 2 devians sebesar 57%. 8. DAFTAR PUSTAKA Anselin L. 1988. Spatial Economics: Methods and Models. Dordrecht: Academic Publishers. [BPPK] Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Pedoman Pencacah. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Cameron AC, Trivedi PK. 1998. Regression Analysis of Count Data. New York: Cambridge University. Cameron AC, Windmeijer FAG. 1995. R-squared Measures for Count Data Regession Models with Applications to Health Care Utilization. Journal of Business and Economics Statistics (1995). [DBGM] Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 2008. Pedoman Respon Cepat Penanggulangan Gizi Buruk. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Fleiss JL, Levin B, Paik MC. 2003. Statistical Methods for Rates and Proportions. Ed ke-3. USA: Columbia University. 154
Fotheringham AS, Rogerson PA. 2009. Handbook of Spatial analysis. London: Sage Publications Ltd. Lambert DM, Brown JP, Florax RJGM. 2010. A Two-Step Estimator for a Spatial Lag Model of Counts: Theory, Small Sample Performance and application. USA: Dept. of Agricultural Economics Purdue University. Lee J, Wong DWS. 2001. Statistic for Spatial Data. New York: John Wiley & Sons, Inc. Kleinbaum DG, Kupper LL, Muller KE. 1988. Apllied Regression Analysis and Other Multivariable Methods. Boston: PWS-KENT Publishing Company. McCulloch CE, Searle SR. 2001. Generalized Linear and Mixed Models. Canada: John Wiley & Sons, Inc. [WBI] World Bank Institute. 2002. Dasar-Dasar Analisis Kemiskinan. Jakarta: Badan Pusat Statistika 155