PERBAIKAN LINI FINISHING DRIVE CHAIN AHM OEM PADA PT FEDERAL SUPERIOR CHAIN MANUFACTURING DENGAN METODE KESEIMBANGAN LINI DAN METHODS TIME MEASUREMENT

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 LANDASAN TEORI

KESEIMBANGAN LINI PRODUKSI PADA PT PAI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB VI LINE BALANCING

ANALISIS METODE MOODIE YOUNG DALAM MENENTUKAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

PENENTUAN JUMLAH TENAGA KERJA DENGAN METODE KESEIMBANGAN LINI PADA DIVISI PLASTIC PAINTING PT. XYZ

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

PENENTUAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE HELGESON-BIRNIE

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MENINGKATKAN EFISIENSI LINTASAN KERJA MENGGUNAKAN METODE RPW DAN KILLBRIDGE-WESTERN

BAB I PENDAHULUAN. dan juga hasil sampingannya, seperti limbah, informasi, dan sebagainya.

BAB VI LINE BALANCING

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISIS HASIL

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. manajemen pemasaran, dan manajemen keuangan. Berikut ini merupakan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB VII SIMULASI CONVEYOR

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V ANALISA HASIL Kondisi Keseimbangan Lintasan Produksi Aktual

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS LINE BALANCING PADA LINI PERAKITAN HANDLE SWITCH DI PT. X

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

MENINGKATKAN KAPASITAS PRODUKSI LINE REAR AXLE ASSY DENGAN METODE LINE BALANCING DI PT. XYZ

ABSTRAK. i Universitas Kristen Maranatha

pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem

ANALISIS KESEIMBANGAN LINI PADA LINTASAN TRANSMISI MF06 DENGAN PENERAPAN METODE RANKED POSITIONAL WEIGHT

BAB 3 METODE PENELITIAN. Berikut ini adalah diagram alir yang digunakan dalam penyelesaian studi kasus ini: Mulai

Analisis Kebutuhan Man Power dan Line Balancing Jalur Supply Body 3 D01N PT. Astra Daihatsu Motor Karawang Assembly Plant (KAP)

ANALISIS KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE RANKED POSITION WEIGHT (RPW) (STUDI KASUS: PT. KRAKATAU STEEL, Tbk.

Perancangan Keseimbangan Lintasan Produksi untuk Mengurangi Balance Delay dan Meningkatkan Efisiensi Kerja

Analisa Keseimbangan Lintasan Dengan Menggunakan Metode Helgeson-Birnie (Ranked Positional Weight) Studi Kasus PT. D

BAB I PENDAHULUAN. massal. Sejumlah pekerjaan perakitan dikelompokkan kedalam beberapa pusatpusat

PENENTUAN JUMLAH STASIUN KERJA DENGAN MEMPERTIMBANGKAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DI PT. MERCEDES BENZ INDONESIA

MINIMALISASI BOTTLENECK PROSES PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE LINE BALANCING

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

BAB 2 LANDASAN TEORI

Perbaikan Lintasan CU dengan Metode Line Balancing

Penerapan Metode Line Balancing Produk Tall Boy Cleopatra dan Aplikasinya pada Tata Letak Mesin PT. Funisia Perkasa


ANALISIS KESEIMBANGAN LINTASAN LINE PRODUKSI DRIVE ASSY DI PT. JIDECO INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan industri manufaktur yang begitu pesat menuntut perusahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Studi Gerak dan Waktu Studi gerak dan waktu terdiri atas dua elemen penting, yaitu studi waktu dan studi gerakan.

ANALISIS ASSEMBLY LINE BALANCING PRODUK HEAD LAMP TYPE K59A DENGAN PENDEKATAN METODE HELGESON-BIRNIE Studi Kasus PT. Indonesia Stanley electric

BAB II LANDASAN TEORI

METODE REGION APPROACH UNTUK KESEIMBANGAN LINTASAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

ABSTRACT. Keywords: Efficiency, Productivity, Line Balancing, Idle Time. Universitas Kristen Maranatha

BAB 2 LANDASAN TEORI

Perbaikan Tata Letak Fasilitas dengan Mempertimbangkan Keseimbangan Lintasan (Studi Kasus)

PENYEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DENGAN METODE HEURISTIK (STUDI KASUS PT XYZ MAKASSAR)

ABSTRAK. iii. Universitas Kristen Maranatha

ANALISIS PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN EFISIENSI KERJA DENGAN PENERAPAN KAIZEN (Studi Kasus pada PT Beiersdorf Indonesia PC Malang)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI DAFTAR ISI

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH. 4.1 Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Keseimbangan Lini

LINE BALANCING DENGAN METODE RANKED POSITION WEIGHT ( RPW)

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I F A K U L T A S T E K N I K UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011

ANALISIS PERBAIKAN KESEIMBANGAN LINI PERAKITAN TRANSMISI CURRENT DENGAN MENGGUNAKAN METODE KILLBRIDGE-WESTER

PENENTUAN JUMLAH TENAGA KERJA DAN STANDARD PENUGASAN BAGIAN PENGEPAKAN PADA PT X DENGAN METODA LINI KESEIMBANGAN KILBRIDGE DAN WESTER

PENINGKATAN EFISIENSI STASIUN KERJA DENGAN PENDEKATAN REGION LINE BALANCING ( STUDI KASUS DI PT. TRIANGLE MOTORINDO )

PENINGKATAN KAPASITAS DAN EFISIENSI LINI TRIMMING DENGAN METODE MOODIE YOUNG DAN SIMULASI PROMODEL PADA PERAKITAN MOBIL BMW DI PT.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan produksi dan operasi merupakan kegiatan yang paling pokok

Seminar Nasional IENACO ISSN PENGELOMPOKAN STASIUN KERJA UNTUK MENYEIMBANGKAN BEBAN KERJA DENGAN METODE LINE BALANCING

ANALISA PENINGKATAN EFISIENSI ASSEMBLY LINE B PADA BAGIAN MAIN LINE DENGAN METODE RANKED POSITIONAL WEIGHTS DI PT. X

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. rupa sehingga tidak ada waktu dan tenaga yang terbuang sia-sia sehingga dapat

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 4 PEMBAHASAN MASALAH DAN ANALISA

PERANCANGAN LINE BALANCING DALAM UPAYA PERBAIKKAN LINI PRODUKSI DENGAN SIMULASI PROMODEL DI PT CATERPILLAR INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan perusahaan bertipe repetitive manufacturing dengan produksi

Kata Kunci : Keseimbangan Lintasan, Metode Ranked Positional Weight, Produktivitas 1. PENDAHULUAN

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA PENINGKATAN KAPASITAS PRODUKSI PADA LINE ASSEMBLING TRANSMISI PT. X DENGAN METODE LINE BALANCING SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II STUDI LITERATUR

Universitas Bina Nusantara. Jurusan Teknik Industri Skripsi Sarjana Teknik Industri Semester Genap tahun 2006/2007

Improvement Proses Screwing pada Lini Kaleng Kopi di PT Sinar Djaja Can

BAB I PENDAHULUAN. internasional semakain meningkat. Hal tersebut menuntut perusahaan-perusahaan

Peningkatan Kapasitas Produksi pada PT. Adicitra Bhirawa

BAB 4 PEMBAHASAN HASIL

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

PERBAIKAN SISTEM PRODUKSI DI PT. X DENGAN MEMPERHATIKAN LINTASAN PERAKITAN DAN TATA LETAK FASILITAS

BAB III LANDASAN TEORI

USULAN PERBAIKAN ALUR PROSES PRODUKSI PADA INDUSTRI GARMEN DENGAN TEKNIK SIMULASI DAN LINE BALANCING PADA PT DIAN CITRA CIPTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

APLIKASI PREDETERMINED TIME SYSTEM DAN RANKED POSITIONAL WEIGHT PADA OPTIMALISASI LINTASAN PRODUKSI UPPER-SHOE DI PT. ECCO INDONESIA, SIDOARJO

2.10 Pengertian Efisiensi Pengertian Lintasan Produksi(Line Balancing) Keseimbangan Kapasitas Lintasan Produksi 25 2.

ANALISIS KESEIMBANGAN LINTASAN UNTUK MENCIPTAKAN PROSES PRODUKSI PUMP PACKAGING SYSTEMS YANG EFISIEN DI PT. BUMI CAHAYA UNGGUL

Transkripsi:

Jurnal Teknik dan Ilmu Komputer PERBAIKAN LINI FINISHING DRIVE CHAIN AHM OEM PADA PT FEDERAL SUPERIOR CHAIN MANUFACTURING DENGAN METODE KESEIMBANGAN LINI DAN METHODS TIME MEASUREMENT Lina Gozali *, Lamto Widodo, Tony Gunawan ** *Staf Pengajar Program Studi Teknik Industri Universitas Tarumanagara - Jakarta **Mahasiswa Program Studi Teknik Industri, Universitas Tarumanagara - Jakarta *ligoz@tarumanagara.ac.id Abstrak PT Manufaktur Rantai federal superior adalah sepeda motor rantai perusahaan manufaktur. PT Rantai federal Superior memiliki masalah dengan garis finish dari drive rantai OEM AHM. Waktu stasiun kerja finishing adalah ketidakseimbangan. Itu membuat hambatan antara stasiun kerja di garis finish. Tujuan dari makalah ini adalah untuk menyeimbangkan garis finish dari drive rantai OEM AHM dan mengurangi hambatan antara workstation di garis finish. Metode yang digunakan adalah Metode balancing Line dan Metode Pengukuran Waktu. Ini meningkatkan perbaikan garis efisiensi, yang semula hanya 50,81% menjadi 64,3%. Perbaikan ini juga mengurangi waktu siklus pada garis finish dari 4059,27 3215,98 detik untuk detik. Kapasitas hard rantai meningkat dari 463,40 466,50 banyak banyak Kata Kunci: kemacetan, efisiensi, pengukuran waktu metode, keseimbangan lintasan, waktu siklus Abstract PT Federal Superior Chain Manufacturing is a motorcycle chains manufacturing company. PT Federal Superior Chain has a problem with the finishing line of drive chain OEM AHM. The finishing work station s time is imbalance. It makes bottleneck between work station in finishing line. The purpose of this paper is to balance the finishing line of drive chain OEM AHM and reduce bottleneck between workstation in finishing line. The method used is Line balancing Methods and Time Measurement Methods. These improvements increase line efficiency, which was originally only 50.81% to 64.3%. These improvements also reduce cycle time on the finishing line from 4059.27 seconds to 3215.98 seconds. The capacity of drive chain increase from 463.40 lot to 466.50 lot Keywords: bottleneck, efficiency, methods time measurement, line balancing, cycle time 1. PENDAHULUAN PT Federal Superior Chain Manufacturing merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang produksi rantai motor. Sejak pertama kali didirikan perusahaan ini sudah menerima permintaan yang cukup besar dan sejalan dengan pertumbuhan penggunaan sepeda motor di Indonesia maka permintaan akan rantai motor menjadi cukup tinggi. Seringkali perusahaan ini tidak dapat memenuhi permintaan karena proses produksi yang ada belum menghasilkan output sesuai target produksi. Melalui metode penyeimbangan lintasan (line balancing), diharapkan bottle neck yang terjadi dapat 174

Vol. 01 No. 02, Apr - Jun 2012 dihilangkan sehingga ketidakseimbangan waktu finishing dapat diminimumkan dan juga meningkatkan efisiensi. 2. PENGUKURAN KERJA DAN KESEIMBANGAN LINI 2.1 Methods Time Measurement Pengukuran kerja adalah metode penetapan keseimbangan antara kegiatan manusia yang dikonstribusikan dengan unit output yang dihasilkan. Suatu pekerjaan dikatakan diselesaikan secara efisien apabila waktu penyelesaiaannya paling singkat. Untuk itu sangat perlu dilakukan pengukuran kerja untuk menghitung waktu standar penyelesaian pekerjaan bagi semua pekerja yang akan melaksanakan pekerjaan yang sama seperti itu [1]. Teknik pengukuran kerja (Time Study) adalah teknik untuk menetapkan waktu standar yang dilakukan oleh suatu pekerjaan dengan memberikan kelonggarankelonggaran waktu untuk kebutuhan pribadi, melepas lelah (fatique), serta kelonggarankelonggaran lain yang tidak dapat dihindari. Tujuan time study adalah menentukan waktu standar untuk semua pekerjaan, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Secara garis besar langkah-langkah untuk pelaksanaan pengukuran waktu kerja dengan jam henti ini dapat diuraikan sebagai berikut: Mendefinisikan pekerjaan yang akan diukur waktunya dan memberitahukan maksud dan tujuan pengukuran kepada pekerja yang dipilih untuk diamati oleh supervisornya. Mencatat semua informasi yang berkaitan erat dengan penyelesaian pekerjaan, seperti karakteristik/spesifikasi mesin atau peralatan kerja lain yang digunakan. Membagi operasi kerja ke dalam elemen-elemen kerja secara rinci tetapi masih dalam batas-batas kemudahan untuk pengukuran waktunya. Mengamati, mengukur, dan mencatat waktu yang dibutuhkan oleh operator untuk menyelesaikan elemen-elemen kerja. Menetapkan jumlah siklus kerja yang harus diukur dan meneliti apakah jumlah siklus kerja yang telah diukur waktunya sudah memenuhi syarat kecukupan data. Melakukan tes keseragaman data yang diperoleh. Menetapkan Perfomance Rating operator saat melakukan pekerjaan yang diukur tersebut. Perfomance Rating ditetapkan untuk setiap elemen kerja yang dilakukan oleh operator. Pada elemen kerja yang dilakuan sepenuhnya oleh mesin, Perfomance Rating-nya dianggap normal (100%). Menyesuaikan waktu pengamatan dengan Performance Rating yang telah ditetapkan sehingga diperoleh waktu kerja yang normal. Menetapkan waktu longgar (allowance time) untuk memberikan fleksibilitas. Waktu longgar ini digunakan untuk menghadapi kondisi-kondisi seperti kebutuhan pribadi (Personal Allowance), kelelahan (Fatique Allowance), keterlambatan material (Delay Allowance). Menetapkan waktu baku, yaitu waktu normal dan waktu longgar. 2.2 Line balancing Line balancing adalah serangkaian stasiun kerja (mesin dan peralatan) yang digunakan untuk pembuatan produk. Line balancing (Lintasan Perakitan) biasanya terdiri dari sejumlah area kerja yang dinamakan stasiun kerja yang ditangani oleh seorang atau lebih operator dan ada kemungkinan ditangani dengan bermacam macam alat [2]. Adapun tujuan utama dalam menyusun line balancing adalah untuk membentuk dan menyimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada setiap stasiun kerja. Jika tidak dilakukan keseimbangan seperti ini maka akan mengakibatkan ketidakefisienan kerja di 175

Perbaikan Lini Finishing Drive beberapa stasiun kerja, dimana antara stasiun kerja yang satu dengan stasiun kerja yang lain yang lain memiliki beban kerja yang tidak seimbang. Berikut adalah gejala dari ketidakseimbangan lintasan produksi: Adanya stasiun kerja yang sibuk dan idle yang mencolok. Adanya work in process pada beberapa stasiun kerja. Kriteria umum yang biasanya digunakan dalam suatu keseimbangan lintasan perakitan adalah: Waktu menganggur minimum. Keseimbangan waktu senggang (balance delay) minimum. Efisiensi maksimum. Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan pada masing-masing stasiun kerja biasanya disebut service time atau station time sedangkan waktu yang tersedia pada masing-masing stasium kerja disebut waktu siklus. Waktu siklus biasanya sama dengan waktu stasiun kerja yang paling besar. Faktor pembatas usaha penyeimbangan lintasan diantaranya adalah: Pembatas teknologi, misalnya urutan proses (precedence diagram, Operating Process Chart). Pembatas fasilitas, misalnya adanya fasilitas/mesin yang tidak dapat dipindahkan (fasilitas tetap). Pembatas posisi, misalnya orientasi produk terhadap operator (keahlian operator) sudah tertentu. Pembatas area (zoning constraints), positive zoning constraints atau negative zoning constraints. Positive zoning constraints berarti bahwa elemen-elemen operasi tertentu saling menunjang sehingga harus berdekatan, sedangkan negative zoning constraints sebaliknya. Terminologi atau istilah-istilah yang ditemukan dalam line balancing dapat diuraikan sebagai berikut: Elemen kerja adalah pekerjaan yang harus dilakukan dalam suatu kegiatan perakitan. Stasiun kerja adalah lokasi-lokasi tempat elemen kerja dikerjakan. Total waktu pengerjaan (total work content) adalah jumlah dari seluruh waktu pengerjaan setiap elemen pekerjaan. Waktu siklus/cycle time adalah waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk menyelesaikan produk dari lini perakitan dengan asumsi setiap assembly mempunyai kecepatan yang konstan. Waktu stasiun kerja (WSK) adalah waktu yang dibutuhkan oleh sebuah stasiun kerja untuk mengerjakan semua elemen kerja yang didistribusikan pada stasiun kerja tersebut. Waktu operasi adalah waktu standar untuk menyelesaikan suatu operasi. Balance delay adalah rasio antara waktu idle dalam lini perakitan dengan waktu yang tersedia. Precedence diagram adalah diagram yang menggambarkan urutan dan keterkaitan antar elemen kerja perakitan sebuah produk. Pendistribusian elemen kerja yang dilakukan untuk setiap stasiun kerja harus memperhatikan precedence diagram. Efisiensi lini adalah rasio antara waktu yang digunakan dengan waktu yang tersedia. Berkaitan dengan waktu yang tersedia, lini akan mencapai keseimbangan apabila setiap daerah pada lini mempunyai waktu yang sama. Efisiensi dihitung dengan rumus: 176

Vol. 01 No. 02, Apr - Jun 2012 dimana: C = waktu siklus Si = waktu masing-masing stasiun (I = 1,2,3,,n) Indeks Penghalusan (Smoothness Index/SI) adalah suatu indeks yang mempunyai kelancaran relatif dari penyeimbang lini perakitan tertentu. Formula yang digunakan untuk menentukan besarnya SI adalah sebagai berikut: dimana: WSK max = waktu terbesar dari stasiun kerja terbentuk WSK i = waktu stasiun kerja ke -i yang terbentuk N = jumlah stasiun kerja yang terbentuk Output produksi adalah rasio antara waktu yang tersedia dengan waktu siklus. 3. METODE KESEIMBANGAN LINI 3.1 Hegelson Birnie Nama yang lebih popular ini adalah metode bobot posisi (Pisitional-Weight Technique). Metode ini sesuai dengan namanya dikemukakan oleh Helgeson dan Birnie. Langkah-langkah dalam metode ini adalah sebagai berikut. 1) Buat precedence diagram untuk setiap proses. 2) Tentukan bobot posisi untuk masing-masing elemen kerja yang berkaitan dengan waktu operasi untuk waktu pengerjaan yang terpanjang dari mulai operasi permulaan hingga sisa operasi sesudahnya. 3) Membuat rangking tiap elemen pengerjaan berdasarkan bobot posisi di langkah 2. Pengerjaan yang mempunyai bobot terbesar diletakkan pada rangking pertama. 4) Tentukan waktu siklus (CT). 5) Pilih elemen operasi dengan bobot tertinggi, alokasikan ke suatu stasiun kerja. Jika masih layak (waktu stasiun < CT), alokasikan operasi dengan bobot tertinggi berikutnya, namun lokasi ini tidak boleh membuat waktu stasiun > CT. 6) Bila alokasi suatu elemen operasi membuat waktu stasiun > CT, maka sisa waktu ini (CT ST) dipenuhi dengan alokasi elemen operasi dengan bobot paling besar dan penambahannya tidak membuat ST < CT. 7) Jika elemen operasi yang jika dialokasikan untuk membuat ST < CT sudah tidak ada, kembali ke langkah 5. 3.2 Killbridge Wester Dalam metode ini diagram precedence dengan elemen-elemennya dikelompokkan dalam sejumlah kelompok. Semua elemen yang tergabung dalam sebuah kolom independent karenanya dapat permutasikan di antara mereka dalam berbagai cara tanpa melanggar kaidah precedence. Elemen-elemen juga dapat ditransferkan dari kolom satu ke kolom lain di kanannya tanpa mengubah precedence dengan menjaga permutabilitas dalam kolom yang baru. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan salam metode ini, antara lain: 1) Buat diagram precedence dari persoalan yang dihadapi. 2) Kelompokkan daerah precedence dari kiri ke kanan dalam bentuk kolom-kolom. 3) Gabungkan elemen-elemen dalam daerah precedence yang paling kiri dalam berbagai cara dan ambil hasil gabungan terbaik yang hasilnya sama atau hampir sama dengan waktu siklus. 177

Perbaikan Lini Finishing Drive 4) Apabila ada elemen-elemen yang belum bergabung dan jumlahnya lebih kecil dari C lanjutkan menggabungkannya dengan elemen di daerah precedence di kanannya dengan memperhatikan batasan precedence. 5) Proses berlanjut sampai semua elemen bergabung dalam suatu stasiun kerja. 4. COMSOAL Metodologi dasar COMSOAL yang dikembangkan oleh A.L. Arcus didasarkan pada berkembangnya sejumlah besar pemecahan yang layak bagi keseimbangan lini. Dengan metode biased sampling pemecahan alternatif untuk masalah keseimbangan lini tertentu kemudian didasarkan pada pemecahan terbaik yang dihasilkan. Metodologi yang dikembangkan oleh Arcus ini dilakukan dengan pembobotan memilih tugas yang sesuai dengan precedence diagram melalui hasil perkalian lima bobot dasar sebagai berikut: 1) Bobot tugas yang sesuai dengan proporsi waktu tugas (a). Pengaruh pembobotan ini adalah memberikan tugas yang lama peluang lebih tinggi untuk dapat dipilih dibandingkan dengan tugas yang singkat. 2) Bobotlah tugas yang sesuai dengan 1/X, dimana X adalah sama dengan jumlah total tugas yang belum terpilih ke dalam stasiun dikurangi satu, dikurangi dengan semua tugas yang mengikuti tugas yang sedang dipertimbangkan. Pengaruh dari aturan dua ini adalah memberikan kepada tugas-tugas yang mempunyai banyak tugas yang mengikutinya peluang lebih besar untuk terpilih dibandingkan dengan tugas yang mempunyai sedikit tugas yang mengikutinya. 3) Bobotlah tugas yang sesuai dengan jumlah total semua tugas yang mengikutinya ditambah satu. Akibat dari aturan ini adalah mendahulukan tugas yang bila terpilih akan digantikan dan dengan demikian memperluas daftar tersedia. 4) Bobotlah tugas yang sesuai dengan waktu tugas tersebut dan waktu semua tugas yang mengikutinya. Hasil dari aturan ini adalah menggabungkan manfaat dan aturan satu dan tiga dengan memilih tugas yang lama secara dini pada tiap-tiap stasiun di keseluruhan urutan atau dengan mendahulukan tugas yang walaupun singkat tetapi cenderung akan memperluas daftar tersedia. 5) Bobotlah tugas yang sesuai dengan jumlah total tugas yang mengikutinya ditambah satu, dibagi dengan jumlah tingkat (level) yang ditempati oleh tugas-tugas yang mengikutinya. Pengaruh dari pembobotan ini adalah memberikan tugas yang memiliki rantai terpanjang untuk dipilih. 6) Hitunglah rasio yang diperoleh dari perkalian faktor-faktor di atas sehingga elemen yang memiliki rasio terbesar dapat masuk ke dalam pembagian stasiun. 4.1 Moodie Young Metode ini terdiri dari dua fase. Fase pertama adalah membuat pengelompokan stasiun kerja. Elemen kerja ditempatkan pada stasiun kerja dengan aturan, bila terdapat dua elemen kerja yang bisa dipilih maka elemen kerja yang mempunyai waktu yang lebih besar ditempatkan yang pertama. Pada fase ini pula, precedence diagram dibuat matriks P dan F yang menggambarkan elemen kerja pendahulu (P) dan elemen kerja yang mengikuti (F) untuk semua elemen kerja yang ada. Pada fase kedua dilakukan redistribusi elemen kerja ke setiap stasiun kerja hasil dari fase pertama. Langkah-langkah yang harus dilakukan pada fase dua ini adalah sebagai berikut: 1) Identifikasi waktu stasiun kerja terbesar dan waktu stasiun kerja terkecil. 178

Vol. 01 No. 02, Apr - Jun 2012 2) Tentukan GOAL, dengan rumus: Identifikasi sebuah elemen kerja yang terdapat dalam stasiun kerja dengan waktu paling maksimum, yang mempunyai waktu yang lebih kecil daripada GOAL, dimana elemen kerja tersebut apabila dipindahkan ke stasiun kerja yang paling minimum tidak melanggar precedence diagram. 3) Pindahkan elemen kerja tersebut. 4) Ulangi evaluasi sampai tidak ada lagi elemen kerja yang dapat dipindah. 4.2 Pengolahan Data Waktu baku untuk masing-masing elemen pekerjaan dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Elemen Kerja Tabel 1. Waktu baku masing masing elemen pekerjaan Waktu Baku Elemen Kerja Waktu Baku Elemen Kerja Waktu Baku 1 11,13 15 174,78 29 779,22 2 38,19 16 385,46 30 9,72 3 329,53 17 363,52 31 28,42 4 184,66 18 176,21 32 8,81 5 353,46 19 16,08 33 91,12 6 233,42 20 9 34 204,33 7 158,64 21 13,78 35 32,64 8 113,45 22 7,35 9 149,35 23 44,16 10 253,98 24 28,61 11 185,13 25 2083,33 12 11,27 26 5,1 13 14,93 27 416,66 14 10,74 28 21,23 179

Perbaikan Lini Finishing Drive Precedence diagram awal: Gambar 1. Precedence diagram awal Data yang diolah dalam penelitian ini adalah: Total waktu kerja 22 hari per bulan dan 20 jam kerja per hari. Target produksi per hari 450 lot per bulan. Precedence diagram lini finishing usulan: Gambar 2. Precedence diagram usulan Berikut adalah tabel perhitungan performansi dengan lini awal, RPW, Killbridge Wester, COMSOAL, dan Moodie Young. 180

Vol. 01 No. 02, Apr - Jun 2012 Tabel 2. Perhitungan performasi dengan lini awal, RPW, Killbridge Wester, COMSOAL, dan Moodie Young Awal RPW Moodie Young Kilbridge Wester COMSOAL Efisiensi Lini (%) 50,81 63,4 78,76 63,4 64,3 Balance Delay (%) 49,19 36,6 21,23 36,6 35,7 Smoothness Index 4059,27 3257,56 1322,26 3257,56 3215,98 Waktu Stasiun Terpanjang (detik) 3418,2 3443,64 2776,15 3443,64 3395,43 Jumlah Stasiun 4 3 3 3 3 Total Waktu Menganggur (detik) 6725,27 3780,26 1777,76 3780,26 3763,98 Output/bulan (lot) 463,40 459,97 570,57 459,978 466,50 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa metode Moodie Young menghasilkan performansi yang lebih baik dilihat dari efisiensi lini, balance delay, smoothnex index, waktu stasiun terpanjang, jumlah stasiun, total waktu menganggur, dan output per bulan. Tetapi karena ada pembatas zoning constraint, mengharuskan elemen pekerjaan 25, 27, dan 29 harus berdekatan dan berada di dalam stasiun kerja yang sama. Karena itu, metode Moodie Young tidak dapat digunakan pada penyusunan stasiun kerja pada lini finishing rantai motor drive chain AHM OEM. Metode COMSOAL memberikan solusi terbaik kedua setelah metode Moodie Young. Metode COMSOAL tidak memiliki masalah dengan pembatas zoning constraint. Karena itu, metode COMSOAL merupakan pemecahan terbaik dalam penyusunan stasiun kerja pada lini finishing rantai motor drive chain AHM OEM. 5. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan sebagai berikut: Teknik penyeimbangan lini dengan menggunakan metode COMSOAL adalah metode yang memberikan solusi terbaik untuk meminimumkan bottleneck pada lini finishing rantai motor drive chain AHM OEM di PT Federal Superior Chain Manufacturing. Eisiensi lini dan balance delay yang dapat dicapai oleh perusahaan masing-masing sebesar 64,3 % dan 35,7%. Waktu baku pada elemen kerja 1 sebesar 11,13 detik. Waktu siklus yang dapat dicapai oleh PT Federal Superior Chain Manufacturing sebesar 3395,43 detik dengan output 466,50 lot per bulan. REFERENSI [1]. Sritomo Wignjosoebroto, Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu, Guna Widya, Surabaya, 1995. [2]. Rosnani Ginting, Sistem Produksi, Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta, 2007. 181