DERAJAT DEASETILASI DAN KELARUTAN CHITOSAN YANG BERASAL DARI CHITIN IRRADIASI

dokumen-dokumen yang mirip
SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION LOGAM Cd DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR

PENGARUH WAKTU PROSES DEASETILASI KITIN DARI CANGKANG BEKICOT (Achatina fulica) TERHADAP DERAJAT DEASETILASI

Bab III Metodologi Penelitian

TINGKATAN KUALITAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

. FRAKSI PADATAN DAN NILAI SWELLING CAMPURAN CMC- PATI KITOSAN DENGAN AKRILAMIDA YANG DI IRADIASI DENGAN SINAR GAMMA SEBAGAI BAHAN PELAPIS PUPUK

3. Metodologi Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011.

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

PENGARUH SUHU DAN WAKTU REAKSI PADA PEMBUATAN KITOSAN DARI TULANG SOTONG (Sepia officinalis)

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu)

Jurnal Teknologi Kimia Unimal

III. METODOLOGI PENELITIAN. dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT.

4. Hasil dan Pembahasan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

TRANSFORMASI KITIN DARI HASIL ISOLASI LIMBAH INDUSTRI UDANG BEKU MENJADI KITOSAN

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

3 Metodologi Penelitian

BAB 3 METODOLOGI PERCOBAAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Beaker glass 50 ml pyrex. Beaker glass 100 ml pyrex

3 Metodologi Penelitian

Karakterisasi Kitosan dari Cangkang Rajungan dan Tulang Cumi dengan Spektrofotometer FT-IR Serta Penentuan Derajat Deasetilasi Dengan Metode Baseline

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoarthritis (OA) 2.2 Glukosamin hidroklorida (GlcN HCl)

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG SEBAGAI BAHAN PENGAWET TAHU

Adsorpsi Fenol pada Membran Komposit Khitosan Berikatan Silang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Makalah Pendamping: Kimia Paralel E PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT

TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

Metode Penelitian. 3.1 Alat dan Bahan Penelitian Daftar alat

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan maret sampai juli 2013, dengan

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Karakterisasi Kitin dan Kitosan dari Cangkang Kepiting Bakau (Scylla Serrata)

MEMBRAN SELULOSA ASETAT DARI MAHKOTA BUAH NANAS (Ananas Comocus) SEBAGAI FILTER DALAM TAHAPAN PENGOLAHAN AIR LIMBAH SARUNG TENUN SAMARINDA

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

OPTIMASI PEMBUATAN KITOSAN DARI KITIN LIMBAH CANGKANG RAJUNGAN (Portunus pelagicus) UNTUK ADSORBEN ION LOGAM MERKURI

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut :

BAB III METODE PENELITIAN

Hasil dan Pembahasan

PRODUKSI KITOSAN GRADE FARMASI DARI KULIT BADAN UDANG MELALUI PROSES DEASETILASI DUA TAHAP

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - :

EVALUASI PROSES PENGOLAHAN LIMBAH KULIT UDANG UNTUK MENINGKATKAN MUTU KITOSAN YANG DIHASILKAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

3 Metodologi Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

3. Metodologi Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGGUNAAN MEMBRAN KITIN DAN TURUNANNYA DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI UNTUK MENURUNKAN KADAR LOGAM Co

Jurnal ILMU DASAR Vol. 10 No : Bagus Rahmat Basuki & I Gusti Made Sanjaya Jurusan Kimia,FMIPA, Universitas Negeri Surabaya

Karakterisasi Kitosan dari Limbah Kulit Kerang Simping (Placuna placenta) Characterization of Chitosan from Simping Shells (Placuna placenta) Waste

4 Hasil dan Pembahasan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

STUDI ANALISIS ANTIBAKTERI DARI FILM GELATIN- KITOSAN MENGGUNAKAN Staphylococcus aureus

4. Hasil dan Pembahasan

PENGARUH SUHU ETERIFIKASI PADA PROSES PEMBUATAN KARBOKSIL METIL KITOSAN TERHADAP SIFAT KELARUTANNYA ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium

PENJERAPAN LEMAK KAMBING MENGGUNAKAN ADSORBEN CHITOSAN

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Struktur kimia chitosan Sumber: Teng (2012)

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

PENGARUH PENAMBAHAN KITIN PROTEIN SEBAGAI ZAT ADITIF PADA MAKANAN TERNAK UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN AYAM BROILER

BAB III METODE PENELITIAN

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Hidrolisis Kitosan A dengan NaOH

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini.

PERAN CHITOSAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BAKSO AYAM SKRIPSI

5009 Sintesis tembaga ftalosianin

TUGAS AKHIR RK 0502 PEMANFAATAN KITOSAN LIMBAH CANGKANG UDANG PADA PROSES ADSORPSI LEMAK SAPI

3 Metodologi Penelitian

OPTIMASI PROSES EKSTRAKSI KHITIN DARI CANGKANG RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN MESIN EKSTRAKSI OTOMATIS

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif eksploratif dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

4 Hasil dan Pembahasan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Jurnal Kimia Indonesia

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang

DAFTAR ISI. Halaman PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI PENGESAHAN DEDIKASI RIWAYAT HIDUP PENULIS ABSTRAK

KARAKTERISTIK MUTU DAN KELARUTAN KITOSAN DARI AMPAS SILASE KEPALA UDANG WINDU (Penaeus monodon)

PELATIHAN PEMBUATAN CHITOSAN DARI LIMBAH UDANG SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI UNTUK MEMPERLAMA DAYA SIMPAN PADA MAKANAN DI KELURAHAN PUCANGSAWIT

METODOLOGI PENELITIAN

3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

Oleh: ANURAGA TANATA YUSA ( ) Pembimbing 1 : Drs. M. Nadjib M., M.S. Pembimbing 2: Lukman Atmaja, Ph.D

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Mifta Churohma 1*, Daniel Tarigan 1, Erwin 1 ABSTRACT

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis)

Gambar 2 Penurunan viskositas intrinsik kitosan setelah hidrolisis dengan papain.

Kata Kunci : styrofoam, polistyren, polistyren tersulfonasi, amilosa, polibled

LAPORAN PRAKTIKUM II.3 BIOKIMIA (AKKC 223) DENATURASI PROTEIN

Transkripsi:

SEMIAR ASIAL KIMIA DA PEDIDIKA KIMIA V Kontribusi Kimia dan Pendidikan Kimia dalam Pembangunan Bangsa yang Berkarakter Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP US Surakarta, 6 April 2013 MAKALAH PEDAMPIG KIMIA FISIKA (Kode : F-04) ISB : 979363167-8 DERAJAT DEASETILASI DA KELARUTA CHITSA YAG BERASAL DARI CHITI IRRADIASI Gatot Trimulyadi * Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi Badan Tenaga uklir asional Jl. lebak bulus raya, Kotak Pos 7002 JKSL, Jakarta 12070 *Keperluan korespondensi, Fax : 021 7513270. E-mail : gatot2811@yahoo.com ABSTRAK Derajat deasetilasi dan kelarutan chitosan yang berasal dari chitin irradiasi Telah dilakukan penelitian pengaruh irradiasi pada chitin terhadap derajat deasetilasi dan kelarutan chitosan yang di hasilkan. Iradiasi dilakukan dengan sinar gamma yang berasal dari sumber 60 Co dengan variasi dosis 25 kgy,50 kgy, 75 kgy dan 100 kgy Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana iradiasi pada chitin dapat meningkatkan derajat deasetilasi dan kelarutan chitosan yang dihasilkan. Derajat deasetilasi yang diperoleh dengan variasi dosis 25 kgy,50 kgy, 75 kgy dan 100 kgy adalah 73,1 %, 74,5 %, 80,5% dan 85,8% untuk waktu reaksi 2 jam dan 80,5%, 85,0%, 88,5 % dan 91,2% untuk waktu reaksi 4 jam. Sedangkan kelarutannya dalam 1 % asam asetat 4,5%, 4,8%, 5,2% dan 6,1% ( 2 jam reaksi) dan 7,4%, 10,2%, 11,2% dan 14,0 % (4 jam reaksi). Dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan iradiasi pada chitin dapat meningkatkan derajat deasetilasi dan kelarutan chitosan yang dihasilkan sehingga aplikasinya akan lebih luas. Kata kunci : Chitin, iradiasi, chitosan, deasetilasi, kelarutan PEDAHULUA Penggunaan polimer alam yang telah berabad-abad dikenal manusia, seperti selulosa, pati dan protein yang digunakan untuk bahan pakaian dan makanan telah memungkinkan para ahli kimia untuk mengembangkan pengetahuan guna menciptakan polimer yang sesuai untuk berbagai tujuan tertentu. Pengetahuan tentang hal ini menyebabkan industri polimer berkembang pesat dalam empat puluh tahun terakhir ini [1]. Akhir akhir ini pengkonversian limbah udang menjadi chitosan telah banyak diteliti, bahkan beberapa negara maju memanfaatkan sebagai alternatif peningkatan nilai tambah udang tersebut yang merupakan senyawa biologis alami tidak beracun, selain itu chitosan memiliki kelebihan antara lain ; merupakan senyawa biopolimer yang dapat terdegradasi dan tidak mencemari lingkungan, tidak bersifat toksik, konformasi molekulnya dapat berubah, dapat membentuk koloid, gel dan film, Seminar asional Kimia dan Pendidikan Kimia V 476

selain itu juga mengandung gugus amino dan hidroksi yang dapat dimodifikasi. Chitin merupakan biopolimer yang paling banyak terdapat pada kulit udang, cangkang kepiting, rajungan, lobster, insekta serta beberapa jamur. Senyawa chitin yang terdeasetilasi dengan menggunakan natrium hidroksida 50 %(b/v) pada suhu 100 0 C akan dihasilkan senyawa turunannya yaitu chitosan. Proses pembuatan chitosan telah dilakukan oleh banyak negara seperti Jepang, Korea Selatan dan Thailand. Teknik pembuatan chitosan tidak dapat secara langsung diterapkan, karena diperlukan kondisi yang berbeda untuk setiap jenis bahan baku. Hal inilah yang menimbulkan variasi metode pembuatan chitosan, salah satunya dengan gabungan metode iradiasi dan kimia. Chitosan merupakan turunan chitin yaitu dengan penghilangan gugus asetil dengan larutan ah 50% pada temperatur 100 0 C, [2]. Chitin dan chitosan adalah biopolimer rantai lurus yang panjang, yang terdiri dari 2000-5000 unit monomer penyusun yang saling terikat secara 1,4- -glikosidik. Chitin dan chitosan mempunyai struktur yang mirip dengan selulosa[3,4]. Iradiasi terhadap chitin akan terjadi pemutusan rantai pada 1,4- -glikosidik[5]. Berdasarkan penelitian terdahulu, iradiasi pada chitin akan memperpendek rantai chitin dan menurunkan bobot molekulnya[4,5]. Dengan bobot molekul yang rendah diharapkan pengaruh effek sterik dari struktur molekulnya akan berkurang sehingga dapat diperoleh chitosan dengan derajat deasetilasi dan kelarutan yang lebih tinggi. leh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui sejauh mana pengaruh dosis iradiasi pada chitin terhadap sifat chitosan yang dihasilkan. METDE PEELITIA Bahan penelitian Bahan penelitian yang digunakan adalah limbah kulit udang putih (Penaeus merquensis)) yang diperoleh dari desa Gebang Cirebon. Kulit udang dengan bobot lebih kurang 0,5 kg yang telah kering dibersihkan dari kotoran kototan yang masih melekat, sehingga diperoleh cangkang yang bersih selanjutnya dikeringkan dalam oven vakum pada temperatur 50 0 C. Isolasi chitin Proses isolasi terdiri dari beberapa tahap, yaitu : a. Demineralisasi Sebanyak 500 g kulit udang yang telah kering dimasukan ke dalam larutan asam klorida 1 dengan perbandingan padatan dan larutan 1 : 10 b/v. Campuran dibiarkan pada suhu kamar selama 24 jam sambil diaduk sesekali, kemudian dicuci dengan air suling sampai ph netral dan dikeringkan di dalam oven pada suhu kurang lebih 50 o C, lalu ditimbang. b. Deproteinisasi Hasil dari proses demineralisasi masing-masing ditambahkan ke dalam larutan natrium hidroksida 1 dengan perbandingan padatan dan larutan 1 : 10 b/v pada suhu 80 o C selama 5 jam sambil diaduk sesekali. Campuran dibiarkan pada Seminar asional Kimia dan Pendidikan Kimia V 477

suhu kamar selama 24 jam, kemudian dicuci dengan air suling sampai ph netral dan dikeringkan di dalam oven pada suhu kurang lebih 50 o C, lalu ditimbang, hingga diperoleh chitin. Proses demineralisasi dan deproteinisasi dilakukan sebanyak dua kali, Iradiasi sinar Gamma Chitin kering yang diperoleh dibagi menjadi lima bagian diiradiasi pada dosis yang berbeda-beda : 0 kgy, 25 kgy, 50 kgy, 75 kgy dan 100 kgy dengan sinar gamma yang berasal dari Co-60. Pembuatan chitosan Chitin yang telah di iradiasi dimasukkan ke labu bulat bermulut dua dan ditambahkan ke dalamnya larutan natrium hidroksida 50% b/b, dengan perbandingan padatan dan larutan 1 : 20 b/v. Campuran dipanaskan pada suhu 100 o C sampai 110 o C selama dua jam dan empat jam. Setelah itu disaring dan padatan yang diperoleh dicuci dengan air suling sampai netral dan dikeringkan dalam oven bersuhu kurang lebih 50 o -80 o C Pengamatan Spektrum infra merah chitosan dibuat dengan menggunakan spektrofotometer infra merah. Frekuensi yang digunakan berkisar antara 4000 cm -1 sampai dengan 400 cm -1. a. Derajat Deasetilasi Chitosan Derajat deasetilasi chitosan ditentukan dengan metode base line. Lapisam tipis chitosan dihasilkan dengan melarutkan 2 g chitosan dalam larutan asam asetat 2% (v/v). Larutan dikeringkan pada suhu kamar di atas glass plate (keping kaca berbentuk bulat seperti koin dan berwarna merah) Puncak tertinggi diukur dari garis dasar yang dipilih untuk menentukan nilai absorbsi yang dihitung dengan menggunakan rumus % deasetilasi 1 Dimana : A A 3450 1 x 1.33 1655 x 100% A 1655 = ilai absorbansi pada 1655 cm -1, A 3450 = ilai pada 3450 cm -1 b Kelarutan Pengamatan sifat kelarutan chitosan dilakukan dengan metoda gravimetri dalam 1% (v/v) larutan asam asetat. HASIL DA PEMBAHASA Derajat deasetalisasi Derajat deasetilasi menyatakan besarnya gugus asetil yang dapat dihilangkan dari suatu molekul. Untuk menghitung derajat dasetilasi digunakan spektrum Faurier Transform Infrared (FT-IR) dengan membandingkan absorbansi panjang gelombang 1655 cm -1 (absorbansi untuk gugus karbonil) dan absorbansi pada panjang gelombang 3450 cm -1 (absorbansi untuk gugus amina) Spektrum FTIR untuk chitosan pada berbagai dosis iradiasi dan waktu reaksi ditunjukkan pada Lampiran 1 dan 2.. Pada penelitian dilakukan iradiasi pada chitin, dengan harapan iradiasi tersebut memutuskan rantai panjang chitin dan ikatan hidrogen yang kuat antara nitrogen dan gugus karboksil dalam struktur chitin, sehingga dengan penggunaan suhu yang tidak terlalu tinggi dan waktu deasetilasi yang Seminar asional Kimia dan Pendidikan Kimia V 478

tidak terlalu lama, natrium hidroksida sudah dapat memecahkan ikatan tersebut. Derajat deasetilasi merupakan persentasi banyaknya gugus asetil yang dapat dihilangkan dari chitin. Chitin yang dideasetilasi akan disebut chitosan apabila derajat deasetilasinya di atas 70 % (5). Derajat deasetilasi hasil penelitian ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Hubungan dosis iradiasi dan derajat deasetilasi DSIS IRADIASI Derajat Deasetilasi (%) Derajat Deasetilasi (%) 2 jam 4 jam Tanpa Radiasi 54,8 66,6 Iradiasi 25 kgy 73,1 80,5 Iradiasi 50 kgy 74,5 85,0 Iradiasi 75 kgy 80,5 88,5 Iradiasi 100 kgy 85,8 91,2 Hasil penelitian menunjukkan bahwa chitin yang tidak di iradiasi derajat deasetilasi untuk waktu reaksi 2 jam sebesar 54,8 % dan 4 jam 66,6 %, yang berarti tidak memenuhi standar chitosan yang diperdagangkan (7). Dari Tabel tersebut menunjukkan peningkatan dosis iradiasi menyebabkan terjadinya peningkatan derajat deasetilasi. Hal ini disebabkan karena iradiasi yang dilakukan pada chitin untuk memutuskan rantai panjang dari chitin (1,4 glikosida), seperti ditunjukkan oleh Gambar 1, sehingga rantai chitin menjadi lebih pendek. Bertambah pendeknya rantai chitin maka pengaruh effek sterik akan lebih rendah, sehinga basa kuat lebih mudah masuk ke dalam matriks chitin dan memutuskan gugus asetil dari atom nitrogen pada chitin. H C CH 1 4 H C CH H C CH Gambar 1. Pemutusan rantai chitin akibat iradiasi Derajat deasetilasi pada 2 jam lebih kecil dibandingkan dengan derajat deasetilasi pada 4 jam pada setiap dosis iradiasi. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu reaksi deasetilasi maka bertambah banyak gugus asetil yang bebas, sehingga derajat deasetilasi lebih besar. Mekanisme reaksi deasetilasi chitin menjadi chitosan ditunjukkan pada Gambar 2. Seminar asional Kimia dan Pendidikan Kimia V 479

R H C CH 3 H - H - H - R C CH 3 H - R H 2 + H- + - R + C CH 3 CH 3 C H H H - Gambar 2. Reaksi deasetilasi chitin menjadi chitosan Kelarutan Kelarutan chitosan berhubungan erat Kelarutan menunjukan jumlah zat yang dengan derajat deasetalisasi, dengan dapat dilarutkan dalam tiap bagian pelarut, adanya iradiasi derajat deasetalisasi kelarutan chitosan dilakukan untuk meningkat sehingga kelarutannya juga memberikan informasi dalam aplikasi meningkat. Hal ini disebabkan karena chitosan, dalam penelitian ini digunakan pelarut asam asetat dengan konsentrasi 1 % (v/v). Dari hasil penelitian didapatkan bahwa terjadi peningkatan kelarutan pada chitosan yang diperoleh dari chitin yang di iradiasi dibandingkan dengan tampa yang diiradiasi. semakin tinggi derajat deasetalisasi maka semakin banyak gugus asetaamida yang berubah jadi amida sehingga mengurangi ikatan hidrogen antara gugus asetaamida dan hidroksil. Kelarutan chitosan dalam asam asetat dengan konsentrasi 1 %(v/v) dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hubungan dosis iradiasi dan kelarutan chitosan Dosis Iradiasi (kgy) Kelarutan chitosan (%) Reaksi Deasetilasi 2 jam Reaksi Deasetilasi 4 jam 0 25 50 75 100 1,8 4,5 4,8 5,2 6,1 5,6 7,4 10,2 11,2 14,0 Seminar asional Kimia dan Pendidikan Kimia V 480

0 kgy 25 kgy 100 kgy 50 kgy Gambar 3.. Spektrum FTIR khitosan dari khitin yang diiradiasi pada berbagai dosis radiasi dengan waktu reaksi deasetilasi selama 2 jam KESIMPULA Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa iradiasi pada chitin dapat mempengaruhi sifat chitosan dihasilkan : 1. Hasil analisa derajat deasetalisasi chitosan menunjukan bahwa derajat deasetalisasi mengalami kenaikan dengan meningkatnya dosis iradiasi dan derajat deasetilasi yang dihasilkan lebih besar dari 70 %, sehingga memenuhi standart chitosan perdagangan. 2. Kelarutan chitosan dalam asam asetat 1% meningkat dengan meningkatnya dosis iradiasi dari 25 kgy 100 kgy dengan kisaran antara 4,5 % 6,1 % untuk waktu reaksi deasetilasi 2 jam dan 7,4 % 14,0 % untuk 4 jam. DAFTAR RUJUKA [1] CWD.M.A., KimiaPolimer, Institut Teknologi Bandung, Bandung, hal 74-15,(1991). [2] SUPTIJAH, Modifikasi Protein Konsentrat dan Flavor dari Kepala Udang, Tesis, Facultas Perikanan, IPB,Bogor, hal18-13,(1994) [3] KR.D., Use of Chitosan Polymer in Food Science, 48(7)85-70, (1984). [4] MUZZARELLI.R.A.A., ew Derivative of Chitin and Chitosan in Industrial Polysacharides, Gordon and Beach Science, ew York,357-76, (1985) [5] AUSTI.P.R., Chitin ew Facets of Reaseach, Applied Science, 28(6)212-110, (1981) [6] CHUDHARI.C.V., Radiation Processing of atural Polymers, Proceeding Meeting Radiation Processing Polysacharides, Vietnam Atomic Energy Commission, hal 7-1, (2000). Seminar asional Kimia dan Pendidikan Kimia V 481

[7] BASTMA.S., Studies of Degradation andextraction of Chitin and Chitosan From Prown Shells, The Queens Univ, hal 60-50, (1989). [8] SABHARWAL.S., Potensial Application of Radiation Processed Polysacharides in Food Processing and Waste Water Treatment, Proceeding Meeting Radiation Proceesing of Polysacharides, Vietnam Atomic Energy Commission, hal 7-1, (2000). Seminar asional Kimia dan Pendidikan Kimia V 482