BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Alat dan Bahan 4.1.1. Alat a. Notebook Asus X201EP, Intel Celeron 1.1 GHz, Harddisk 320 GB, RAM 4 GB b. Software ArcGIS 10.1 untuk pengolahan data dan layout peta c. Microsoft Office Word 2010 untuk penulisan laporan tugas akhir d. GPS Garmin untuk survey lapangan 4.1.2. Bahan a. Citra ALOS Kabupaten Sragen tahun 2009 b. Peta digital Administrasi Kabupaten Sragen yang meliputi batas administrasi, jaringan jalan, jaringan sungai yang diperoleh dari BAPPEDA Kabupaten Sragen 4.2. Tahap Penelitian 4.2.1. Tahap Persiapan Persiapan-persiapan yang dilakukan sebelum melakukan penelitian meliputi pengumpulan studi pustaka tentang literaturliteratur, jurnal-jurnal, laporan-laporan penelitian yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Informasi tambahan dari luar juga sangat dibutuhkan demi menambah wawasan tentang penelitian yang akan dilakukan. 4.2.2. Tahap Pengumpulan Data Tahap pengumpulan data yang dimaksud adalah mengumpulkan pengumpulan data-data yang berkaitan dengan parameter yang akan diolah. Pengumpulan data dilakukan langsung di Kabupaten Sragen dengan mendatangi langsung instansi terkait. Data yang mampu diperoleh adalah Peta Kemiringan Lereng, Peta 44
Infiltrasi Tanah, Peta Penggunaan Lahan, Peta Kerapatan Drainase, dan Peta Curah Hujan. Untuk keperluan data kerapatan drainase diperoleh dengan pendekatan terhadap peta satuan lahan dan jumlah panjang aliran. 4.3. Tahap Pengerjaan 4.3.1. Pemotongan Citra Citra ALOS yang telah terkoreksi dipotong sesuai batas administrasi Kabupaten Sragen. Pemotongan citra menggunakan software ArcGIS yaitu dengan cara membuka ArcToolbox pada ArcMap kemudian memilih Data Management Tools Raster Raster Processing Clip Gambar 4.3.1.1. Proses Clip Citra ALOS Sragen 4.3.2. Interpretasi Penggunaan Lahan Citra ALOS Interpretasi citra dalam penelitian ini dilakukan dengan cara digitasi. Interpretasi citra merupakan pengenalan karakteristik obyek secara keruangan (spatial) mendasarkan pada unsur-unsur interpretasi citra penginderaan jauh, yang terdiri dari rona/warna, bentuk, ukuran, tekstur, pola, bayangan, situs, dan asosiasi. 45
4.3.3. Penentuan Sampel Lapangan Penentuan sampel lapangan menggunakan simple random sampling (sampel acak). Pengambilan (Simple Random Sampling) sampel acak sederhana adalah suatu cara pengambilan sample dimana tiap unsur yang membentuk populasi diberi kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi sampel. Pengambilan sample pada penggunaan lahan ini dengan memilih lokasi yang mewakili kenampakan yang berbeda. Pengambilan sample secara sederhana juga dapat menghemat waktu, biaya dan lebih teliti. 4.3.4. Cek Lapangan dan Uji Akurasi Cek lapangan dilakukan untuk menguji tingkat keakuratan hasil interpretasi citra untuk parameter-parameter citra. Selain itu cek lapangan juga dilakukan untuk mencari informasi yang dibutuhkan guna melengkapi parameter-parameter lapangan dengan melakukan pengamatan pada titik-titik sampel. Walaupun parameter citra didapat dari citra tetapi tetap harus dilakukan cek lapangan agar hasilnya lebih akurat, begitu juga parameter lapangan dalam penentuan sampel di lapangan dapat menggunakan citra untuk menentukan titik-titik sampel. Hasil cek lapangan kemudian di cocokan dengan hasil interpretasi dengan cara melakukan uji akurasi. Uji akurasi digunakan setelah dilakukan pengecekan lapangan. Uji akurasi dilakukan supaya hasil interpretasi sama seperti di lapangan. Uji akurasi menggunakan hasil pengecekan lapangan berupa objek penggunaan lahan. Berikut merupakan hasil uji akurasi penggunaan lahan di Kabupaten Sragen : 46
Tabel 4.3.4.1. Uji Akurasi Kenampakan di Lapangan Kenampakan di Semak Citra Hutan Pemukiman Sawah Waduk Tegalan Perkebunan Jumlah Belukar Hutan 2 0 0 0 0 0 0 2 Pemukiman 0 2 0 0 0 3 0 5 Sawah 0 0 10 0 0 1 1 12 Semak Belukar 0 0 0 1 0 0 2 3 Waduk 0 0 0 0 2 0 0 2 Tegalan 0 0 0 0 0 2 0 2 Perkebunan 0 0 0 0 0 0 0 0 Jumlah 2 2 10 1 2 6 3 26 Sumber : Survey Lapangan (1 September, 3 September dan 9 Oktober 2013) 2 + 2 + 10 + 1 + 2 + 2 Persentase Ketelitian = 100% = 73 % 26 4.3.5. Interpretasi Ulang Interpretasi ulang dilakukan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik yaitu dengan memperbaiki kesalahan pada hasil interpretasi perubahan penggunaan lahan yang dilakukan sewaktu pengecekan lapangan. Interpretasi ulang ini dilakukan karena citra yang digunakan tahun perekamananya adalah tahun 2009 sedangkan penelitian yang dilakukan saat ini adalah tahun 2013. Hasil interpretasi ulang ini berupa Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Sragen. 4.3.6. Pengharkatan (Scoring) dan Overlay Metode yang digunakan untuk membuat peta zonasi kerentanan banjir ialah dengan melakukan pendekatan kuantitatif, yaitu pendekatan berjenjang tertimbang. Pengharkatan (scoring) merupakan proses memberi nilai pada masing-masing variabel yang terdapat pada setiap parameter. Sedangkan tertimbang adalah adanya faktor penimbang (weighted factor), yaitu faktor pengali yang besarnya sesuai dengan peranan variable terhadap hasil ukur. Pembobotan adalah pemberian bobot pada peta digital masingmasing parameter yang berpengaruh terhadap banjir, dengan 47
didasarkan atas pertimbangan seberapa besar masing-masing parameter banjir berpengaruh terhadap banjir. Parameter-parameter yang digunakan dapat berbeda-beda sesuai dengan tujuan penulisan, data yang dimiliki, atau pertimbangan logis penulis. Penelitian-penelitian sebelumnya telah memetakan kerawanan banjir suatu wilayah dengan berbagai parameter. Parameter yang umum digunakan adalah curah hujan, infiltrasi tanah, kerapatan drainase, penggunaan lahan dan kemiringan lereng. Tiap-tiap parameter terbagi atas beberapa kelas yang diberi nilai skor sesuai dengan besar kecilnya pengaruh terhadap kejadian banjir. Pembagian kelas dari setiap parameter yang digunakan secara umum disesuaikan dengan kelas parameter yang dimiliki oleh daerah yang diamati. Kombinasi parameter yang digunakan pada penelitianpenelitian sebelumnya berbeda-beda. Perbedaan jenis parameter dan jumlah parameter yang digunakan pada pemetaan kerawanan banjir menyebabkan proporsi atau pembobotan dari tiap-tiap parameter menjadi berbeda. Hal tersebut dikarenakan besarnya nilai bobot disesuaikan dengan jumlah parameter yang digunakan dan pengaruh parameter tersebut terhadap kejadian banjir. Berikut adalah tabel contoh pembagian kelas dari parameter banjir beserta nilai skor yang diberikan dan nilai bobot dari tiap parameter itu sendiri. 48
Tabel 4.3.6.1. Klasifikasi Kemiringan Lereng No Kemiringan Lereng Klasifikasi Skor Bobot Skor Total 1 0-2 % Datar 4 20 2 2-15 % Landai 3 15 5 3 15-40 % Bergelombang 2 10 4 >40 % Curam 1 5 Sumber : Chow, 1964 dengan modifikasi Tabel 4.3.6.2. Klasifikasi Kerapatan Drainase No Dd (km/km 2 ) Kerapatan Drainase Skor Bobot Skor Total 1 >3,10 Rapat 1 2 2 2,28 3,10 Agak Rapat 2 8 3 1,45 2,27 Sedang 3 4 12 4 0,62 1,44 Agak Jarang 4 16 5 <0,62 Jarang 5 20 Sumber : Linsley (1999), Meijerink (1970) dan Ortiz (1977) dalam Rahman (2002) dengan Modifikasi Tabel 4.3.6.3. Klasifikasi Infiltrasi Tanah No Klasifikasi Tekstur Infiltrasi Tanah Skor Bobot Skor Total 1 Halus Sangat Jelek 5 10 2 Agak Halus Jelek 4 8 3 Sedang Sedang 3 2 6 4 Agak Kasar Baik 2 4 5 Kasar Sangat Baik 1 2 Sumber : Gunawan (1991) dan Suprojo (1991) dalam Kustiyanto (2004) dengan modifikasi Tabel 4.3.6.4. Klasifikasi Intensitas Curah Hujan No Curah Hujan (mm/th) Skor Bobot Skor Total 1 >3000 5 5 2 2500-3000 4 4 3 2000-2500 3 1 3 4 1500-2000 2 2 5 <1500 1 1 Sumber : Puslitbangtanak (2002) dalam Widiastuti (2002) dengan modifikasi 49
Tabel 4.3.6.5. Klasifikasi Penggunaan Lahan No Penggunaan Lahan Skor Bobot Skor Total 1 Lahan Terbuka, Sungai, Waduk, Rawa 5 10 2 Pemukiman, Kebun Campuran, Tanaman 4 8 Pekarangan 3 Pertanian, Sawah, Tegalan 3 2 6 4 Perkebunan, Semak 2 4 5 Hutan 1 2 Sumber: Meijerink (1970) dalam Eko Kustiyanto (2004) dengan modifikasi Overlay merupakan proses yang digunakan untuk menyatukan/menggabungkan informasi dari beberapa data spasial, baik grafis/geometri maupun data atributnya dan selanjutnya dianalisis untuk menghasilkan informasi baru. Overlay dilakukan pada semua parameter kerentanan banjir yang meliputi penggunaan lahan, kerapatan drainase, intensitas curah hujan, kemiringan lereng dan infiltrasi tanah. Proses Overlay yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Intersect. Intersect adalah tumpangsusun antara dua data grafis dengan menggunakan data grafis kedua sebagai batas luarnya. Format yang digunakan untuk proses overlay dengan menggunakan metode Aritmatik, sebagai berikut : KB = (CH) + (2 x IT) + (2 x PL) + (4 x KD) + (5 x KL) Keterangan : KB : Kerentanan Banjir CH : Curah Hujan KD : Kerapatan Drainase IT : Infiltrasi Tanah KL : Kemiringan Lereng PL : Penggunaan Lahan 50
Langkah Kerja Scoring (Pengharkatan) dan Overlay : 1. Melakukan Add Shapefile 5 parameter yaitu penggunaan lahan, kemiringan lereng, intensitas curah hujan, kerapatan drainase dan infiltrasi tanah. Gambar 4.3.6.1. Add Shapefile 5 Parameter 2. Membuka atribut tabel pada masing-masing parameter kemudian menambahkan field skor, bobot dan total skor x bobot sesuai dengan klasifikasi yang telah ditentukan seperti pada gambar berikut : Gambar 4.3.6.2. Contoh Add Field Skor, Bobot dan Total Skor 3. Setelah semua parameter diberikan skor, bobot dan total skornya kemudian melakukan overlay, dalam hal ini yang dipilih yaitu intersect dengan cara memilih menu Geoprocessing atau yang dapat dicari dalam ArcToolbox (untuk pengguna ArcGIS 9.3) 51
Gambar 4.3.6.3. Memilih menu Geoprocessing Intersect 4. Pada window Intersect kemudian memilih 5 parameter tersebut pada Input Feature selanjutnya memberi nama file dan memilih folder penyimpanan pada Output Feature Gambar 4.3.6.4. Proses Intersect 5. Setelah muncul hasil dari intersect kemudian membuka atribut shapefile tersebut lalau dilakukan perhitungan untuk memperoleh total skor dari 5 parameter dengan membuka Field Calculator seperti pada gambar berikut : 52
Gambar 4.3.6.5. Perhitungan Total Skor 5 Parameter 4.3.7. Klasifikasi Kerentanan Banjir Perhitungan Klasifikasi Kerentanan Banjir dengan menggunakan rumus umum yaitu : R Ci = K Keterangan : Ci = Interval Kelas R = Range (Nilai Maksimum Nilai Minimum) K = Jumlah Kelas Nilai maksimum dan nilai minimum yang di dapatkan pada hasil pengolahan data adalah 59 dan 33 nilai maksimum nilai minimum Interval Kelas = jumlah kelas 59 31 = = 5.6 5 5 53
Tabel 4.3.7.1. Klasifikasi Kerentanan Banjir Kelas Kerentanan Banjir Range Sangat Rendah 31-36 Rendah 37-42 Sedang 43-48 Tinggi 49-54 Sangat Tinggi 55-59 Sumber : Pengolahan Data, 2013 Selanjutnya setelah diperoleh hasil total skor kemudian melakukan klasifikasi kerentanan banjir dari total skor tersebut sesuai klasifikasi yang telah ditentukan pada tabel 4.3.7.1. Gambar 4.3.7.1. Hasil Perhitungan Total Skor dan Klasifikasi 54
Peta Kemiringan Lereng Peta Jenis Tanah Peta Intensitas Curah Hujan Perhitungan Kerapatan Sungai Peta Satuan Lahan (BL, KL, PL) Citra ALOS Kabupaten Sragen tahun 2009 Peta Infiltrasi Tanah Peta Kerapatan Drainase Interpretasi Penggunaan Lahan Cek Lapangan Interpretasi Ulang Scoring Peta Penggunaan Lahan Overlay Klasifikasi Peta Zonasi Kerentanan Banjir Kabupaten Sragen tahun 2013 Gambar 4.3.1 Diagram Alir 55
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian Hasil Penelitian tentang Pemetaan Zonasi Kerentanan Banjir di Kabupaten Sragen tahun 2013 berupa : 1. Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Sragen skala 1 : 200.000 2. Peta Kerapatan Drainase Kabupaten Sragen skala 1 : 200.000 3. Peta Infiltrasi Tanah Kabupaten Sragen skala 1 : 200.000 4. Peta Zonasi Kerentanan Banjir Kabupaten Sragen skala 1 : 200.000 5.2. Pembahasan 5.2.1. Peta Kemiringan Lereng Peta kemiringan lereng yang terdapat di Kabupaten Sragen menunjukkan bahwa terdapat 4 kelas kemiringan lereng antara lain datar dengan kemiringan lereng 0 2 %, landai dengan kemiringan lereng 2 15 %, bergelombang dengan kemiringan lereng 15 40 % dan curam dengan kemiringan lereng lebih dari 40 %. Kemiringan lereng yang mendominasi di Kabupaten Sragen yaitu 0 2 % dengan luas wilayah 555.80 km 2 atau sebesar 55.9 % dari luas keseluruhan Kabupaten Sragen. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar Kabupaten Sragen berlereng datar. Ini juga menunjukkan bahwa Kabupaten Sragen akan sangat berpotensi cukup besar mengalami bencana banjir, hal ini karena wilayah yang cenderung datar yang bisa menjadi tampungan air ketika hujan. Daerah yang berlereng datar yaitu pada Kecamatan Sambungmacan, Ngrampal, Sragen, Gondang, Karangmalang, Sidoharjo, Masaran, Plupuh, Tanon, dan sebagian dari Kecamatan Sumberlawang, Miri, Kalijambe, Gemolong, Gesi dan Sukodono. Daerah berlereng landai yaitu pada Kecamatan Jenar, Tangen dan sebagian Kecamatan Gesi, Kalijambe, Miri, Sumberlawang, Sukodono, Gemolong, Kedawung dan Sambirejo. Luas 56
wilayah yang berlereng landai yaitu 395.55 km2 atau 3.9 % dari luas keseluruhan Kabupaten Sragen. Daerah yang lerengnya bergelombang pada sebagian Kecamatan Mondokan dan sebagian kecil dari Kecamatan Sumberlawang dan Sambirejo. Luas areal lereng yang bergelombang ini yaitu 38.83 km 2 atau 3.9 % dari luas keseluruhan Kabupaten Sragen. Sedangkan daerah yang memiliki lereng curam hanya berada pada sebagian Kecil Kecamatan Sambirejo menempati areal seluas 4.33 km 2 atau 0.4 % dari luas keseluruhan Kabupaten Sragen. Faktor kemiringan lereng merupakan parameter kerentanan banjir yang paling berpengaruh besar daripada parameter yang lain. Oleh karena itu pembobotan pada parameter ini yang paling tinggi yaitu bernilai 5. Tabe 5.2.1.1. Perbandingan Luas Antar Kelas Kemiringan Lereng Kemiringan Lereng Klasifikasi Luas (km 2 ) Persentase 0-2 % Datar 555.80 55.9 2-15 % Landai 395.55 39.8 15-40 % Bergelombang 38.82 3.9 > 40 % Curam 4.33 0.4 Sumber : Pengolahan Data, 2013 5.2.2. Peta Penggunaan Lahan Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Sragen yang telah dibuat yaitu berdasarkan interpretasi citra ALOS komposit band 432 dan dari hasil survey lapangan pada tanggal 1 dan 3 September 2013. Pada interpretasi penggunaan lahan ini menggunanakan citra ALOS komposit band 432 agar dapat dibedakan kenampakan setiap objek. Penggunaan komposit band ini menghindari saluran biru karena semakin pendek panjang gelombangnya maka hamburannya semakin tinggi sehingga nantinya perbedaaan kenampakan objek tidak begitu jelas. Untuk survey lapangan diambil sampel sejumlah 26 yang tersebar di Kecamatan Sragen dan dipilih yang mewakili perbedaan kenampakan pada citra. Hasil interpretasi penggunaan lahan pada citra ALOS dilakukan uji akurasi dengan hasil survey 57
penggunaan lahan yang sebenarnya di lapangan dan selanjutnya dilakukan koreksi untuk memperbaiki kesalahan interpretasi sebelumnya. Tabel uji akurasi menunjukkan bahwa terdapat 7 kesalahan pada interpretasi kenampakan di citra. Hasil persentase ketelitian yang telah dihitung diperoleh sebesar 73 % yang berarti bahwa masih diperlukan ketelitian dalam hal interpretasi citra agar nantinya dapat digunakan sebagai pembelajaran untuk kegiatan interpretasi selanjutnya sehingga dapat diperoleh persentase ketelitian yang maksimal. Peta Penggunaan Lahan ini menunjukkan bahwa penggunaan lahan yang terdapat di Kabupaten Sragen berupa Hutan, Pemukiman, Sawah, Perkebunan, Semak Belukar, Tegalan, Kebun, Waduk dan Industri Penggunaan Lahan yang mendominasi di Kabupaten Sragen yaitu Sawah dengan luas wilayah 638.75 km 2 atau sebesar 64.2 % dari luas keseluruhan Kabupaten Sragen. Lahan Pertanian ini tersebar di hampir seluruh kecamatan di Kabupaten Sragen. Penggunaan lahan berupa hutan ini menempati areal seluas 38.55 km 2 atau sebesar 3.9 % dari luas keseluruhan Kabupaten Sragen. Pada daerah tersebut cukup gersang karena batuannya didominasi oleh batuan kapur yang cukup sulit ditanami sehingga tidak sesubur pada zona tengah dan selatan Kabupaten Sragen. Penggunaan lahan ini terdapat pada Kecamatan Miri, Mondokan dan Sumberlawang. Perkebunan terdapat di Kecamatan Sambirejo dan Kedawung. Perkebunan ini merupakan perkebunan Karet. Luas areal perkebunan ini yaitu 7.02 km 2 atau 0.7 % dari luas keseluruhan Kabupaten Sragen. Penggunaan lahan berupa waduk terdapat di sebagian Kecamatan Sumberlawang dan Miri. Waduk tersebut merupakan waduk Kedungombo yang merupakan waduk terbesar di Kabupaten Sragen. Penggunaan lahan berupa waduk ini menempati areal seluas 24.30 km 2 atau 2.4 % dari luas seluruh Kabupaten Sragen. Pada daerah sekitar waduk ini sangat rawan atau memungkinkan terjadinya banjir karena berada di daerah waduk yang 58
tentunya bila intensitas curah hujan tinggi dan sudah banyak sedimentasi maka memungkinkan terjadi luapan sehingga berpotensi banjir. Semak belukar terdapat di Kecamatan Sambirejo. Penggunaan lahan ini biasanya ditemukan pada dataran tinggi yang tananhnya sudah tidak begitu subur. Semak belukar ini menempati areal seluas 2.81 km 2 atau 0.3 % dari luas keseluruhan Kabupaten Sragen. Tegalan dapat ditemukan di Kecamatan Masaran, Sambirejo, Gesi dan Gondang yang menempati areal seluas 6.70 km 2 atau 0.7 % dari luas keseluruhan Kabupaten Sragen. Pada daerah pusat kota yaitu di Kecamatan Sragen dan Kecamatan Karangmalang lebih banyak difungsikan sebagai pemukiman yang sangat padat yang juga membuat laju infiltrasi kecil. Pemukiman lainnya juga tersebar di setiap kecamatan. Pemukiman ini menjadi penggunaan lahan terluas kedua setelah lahan pertanian dengan luas yaitu 273.9 km 2 atau sebesar 27.9 % dari luas keseluruhan Kabupaten Sragen. Tabel 5.2.1.2. Perbandingan Luas Antar Penggunaan Lahan Penggunaan Lahan Luas (km 2 ) Persentase Hutan 38.55 3.9 Industri 0.68 0.1 Kebun 1.66 0.2 Pemukiman 273.9 27.5 Perkebunan 7.02 0.7 Sawah 638.75 64.2 Semak Belukar 2.81 0.3 Tegalan 6.70 0.7 Waduk 24.30 2.4 Sumber : Pengolahan Data, 2013 59
Gambar 5.2.1.1. Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Sragen 60
5.2.3. Peta Intensitas Curah Hujan Intensitas curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan meningkatnya volume sungai sehingga sungai tidak dapat menampung air dan akan meluap ke daerah sekitar aliran sungai sehingga menyebabkan banjir limpasan. Perbedaan curah hujan dapat terjadi karena beberapa faktor diantaranya angina, radiasi matahari yang akan mempengaruhi evaporasi dan kelembaban udara. Inilah yang menyebabkan tiap daerah memiliki curah hujan yang berbeda-beda. Peta Intensitas Curah Hujan Kabupaten Sragen yang telah dibuat menunjukkan bahwa intensitas curah hujan antara 1500 2000 mm/tahun mendominasi Kabupaten Sragen dengan luas wilayah cakupannya yaitu 628.15 km 2 atau 63.2 % dari luas keseluruhan Kabupaten Sragen yang meliputi Kecamatan Tangen, Sambirejo, Gondang, Sambungmacan, Ngrampal, Sragen, Karangmalang, Sidoharjo, Gesi dan sebagian Kecamatan Kedawung, Sukodono, Tanon, Jenar, Miri serta Kalijambe. Intensitas curah hujan tersebut dapat dikatakan sedang. Selain itu daerah yang memiliki intensitas curah hujan tinggi yaitu lebih dari 2000 mm/tahun terdapat di sebagian kecil Kecamatan Tangen dan Sukodono dengan luas wilayah yaitu 359.08 km 2 atau sebesar 36.1 % dari luas keseluruhan Kabupaten Sragen. Sedangkan daerah yang memiliki intensitas curah hujan rendah yaitu kurang dari 1500 mm/tahun meliputi Kecamatan Mondokan, Sumberlawang, Plupuh dan sebagian Kecamatan Jenar, Kedawung, Masaran, Tanon, Miri, Gemolong, serta Kalijambe dengan luas wilayah yaitu 7.25 km 2 atau 0.7 % dari luas keseluruhan Kabupaten Sragen. Tabel 5.2.1.3. Perbandingan Luas Antar Kelas Intensitas Curah Hujan Intensitas Curah Hujan Luas (km 2 ) Persentase < 1500 mm / tahun 7.25 0.7 1500 2000 mm / tahun 628.15 63.2 > 2000 mm / tahun 359.08 36.1 Sumber : Pengolahan Data, 2013 61
5.2.4. Peta Infiltrasi Tanah Identifikasi tingkat infiltrasi tanah di Kabupaten Sragen ini diturunkan dari jenis tanah. Dari jenis tanah di Kabupaten Sragen yang telah diketahui maka dapat ditentukan tekstur tanahnya. Jika tekstur tanahnya halus berarti menunjukkan bahwa permeabilitas infiltrasi tanahnya jelek. Sebaliknya, jika tekstur tanahnya kasar menunjukkan bahwa infiltrasi tanahnya baik. Daerah yang memiliki infiltrasi tanah yang jelek maka daerah tersebut rentan terhadap banjir. Peta Infiltrasi Tanah di Kabupaten Sragen diklasifikasikan menjadi 5 kelas yaitu sangat baik, baik, sedang, jelek dan sangat jelek. Kabupaten Sragen didominasi oleh infiltrasi tanah yang tergolong sangat baik dengan luas cakupannya 353.16 km 2 yaitu sebesar 35.5 % dari luas Kabupaten Sragen. Daerah yang memiliki infiltrasi tanah yang tergolong sangat baik terdapat di Kecamatan Ngrampal, Sragen, Karangmalang dan sebagian Gondang, Kedawung, Masaran, Sidoharjo Sambungmacan, Gemolong, Tanon, Sumberlawang dan Miri. Daerah yang memiliki infiltrasi tanah yang sangat jelek terdapat di daerah sekitar sungai Bengawan Solo, Kecamatan Sambirejo dan sebagian kecil dari Kecamatan Kalijambe dan Plupuh dengan luas wilayah 129.5 km2 atau sebesar 13 % dari luas keseluruhan Kabupaten Sragen. Tabel 5.2.1.4. Perbandingan Luas Antar Kelas Infiltrasi Tanah Infiltrasi Tanah Luas (km 2 ) Persentase Sangat Baik 353.16 35.5 Baik 18.37 1.9 Sedang 161.07 16.2 Jelek 332.65 33.4 Sangat Jelek 129.50 13 Sumber : Pengolahan Data, 2013 62
Gambar 5.2.1.2. Peta Infiltrasi Tanah Kabupaten Sragen 63
5.2.5. Kerapatan Drainase Peta Kerapatan Drainase diperoleh dari pengolahan data dari peta satuan lahan dan panjang aliran. Peta Satuan Lahan tersebut dihasilkan dari proses overlay 3 parameter yaitu penggunaan lahan, kemiringan lereng dan bentuklahan. Peta Satuan Lahan yang ditelah dibuat menunjukkan bahwa terdapat 14 satuan lahan. Peta satuan lahan ini dibuat untuk menentukan cakupan wilayah dari aliran sungai. Aliran sungai tiap satuan lahan dihitung jumlah panjangnya dalam satuan kilometer (km). Disini juga dilakukan perhitungan luas setiap satuan lahan. Untuk memperoleh nilai kerapatan drainase dengan melakukan pembagian jumlah panjang aliran dan luas satuan lahan. Nilai kerapatan drainase tersebut menjadi acuan untuk pengklasifikasian kelas kerapatan drainase. Peta Kerapatan Drainase menunjukkan bahwa di Kabupaten Sragen terdapat 3 kelas kerapatan drainase yaitu rapat, agak rapat dan sedang. Kabupaten Sragen didominasi oleh kerapatan drainase yang agak rapat dengan luas wilayah 529.11 km 2 yaitu sebesar 53.2 % dari luas Kabupaten Sragen. Kerapatan drainase yang agak rapat terdapat di Kecamatan Tangen, Jenar, Gesi, Miri, Sumberlawang, Sambirejo dan tersebar di hampir seluruh kecamatan di Kabupaten Sragen. Begitu pula dengan kerapatan drainase sedang tersebar tidak merata hampir di seluruh kecamatan dengan luas wilayah yaitu 380.05 km 2 atau sebesar 38.2 % dari luas keseluruhan Kabupaten Sragen. Sedangkan kerapatan drainase rapat cakupannya tidak begitu luas yaitu terdapat di sebagian kecil Kecamatan Sumberlawang, Modokan, Sukodono, Gemolong, Kalijambe, Tangen, Jenar, Sambirejo, Gondang, Tanon, Kedawung dan Masaran dengan luas wilayah yaitu 85.34 km 2 atau sebesar 8.6 % dari luas keseluruhan Kabupaten Sragen. Semakin tinggi kerapatan drainase maka semakin banyak tampungantampungan air di badan-badan sungai dan tentunya semakin berpotensi untuk terjadi banjir di daerah berkerapatan drainase tinggi tersebut. 64
Sebaliknya bila kerapatan drainase tidak rapat maka daerah tersebut tidak berpotensi terjadi banjir (tidak rentan terhadap banjir) Tabel 5.2.1.5. Perbandingan Luas Antar Kelas Kerapatan Drainase Kerapatan Drainase Luas (km 2 ) Persentase Rapat 85.34 8.6 Agak Rapat 529.11 53.2 Sedang 380.05 38.2 Sumber : Pengolahan Data, 2013 65
Gambar 5.2.1.3. Peta Kerapatan Drainase Kabupaten Sragen 66
5.2.6. Peta Zonasi Kerentanan Banjir Metode analisis yang digunakan untuk mendapatkan zonasi kerentanan banjir, yaitu analisis data dengan menggunakan teknik overlay parameter-parameter kerentanan banjir meliputi penggunaan lahan, kemiringan lereng, intensitas curah hujan, kerapatan drainase dan infiltrasi tanah dimana masing-masing parameter diberi skor untuk mendapatkan zonasi kerentanan banjir sesuai tujuan dalam penelitian ini. Metode analisis yang lain adalah analisis deskriptif untuk mengetahui karakteristik banjir di daerah penelitian. Teknik overlay dilakukan dengan batuan teknologi Sistem Informasi Geografis yaitu dengan software ArcGIS 10.1, adapun pendekatan yang dipakai adalah berjenjang tertimbang. Pemberian bobot pada masing-masing parameter atau variabel bervariasi dan tergantung dari seberapa besar pengaruh parameter-parameter tersebut terhadap terjadinya banjir. Semakin besar pengaruh parameter tersebut terhadap banjir maka nilai bobotnya juga besar, sebaliknya jika pengaruhnya kecil maka nilai bobotnya juga kecil. Metode aritmatika untuk pembuatan Peta Zonasi Kerentanan Banjir yang digunakan pada proses overlay dari parameter-parameter kerentanan banjir berupa metode pengkalian antara harkat dengan bobot pada masingmasing parameter kerentanan banjir serta penambahan dari total perkalian skor dan bobot tiap parameter. Pembuatan nilai interval kelas kerentanan banjir bertujuan untuk membedakan kelas kerentanan banjir antara yang satu dengan yang lain. Nilai interval ditentukan dengan pendekatan relatif dengan cara menentukan nilai maksimum dan nilai minimum tiap satuan pemetaan, kelas interval didapatkan dengan cara mencari selisih antara data tertinggi dengan data terendah dan dibagi dengan jumlah kelas yang diinginkan. Nilai interval yang dihasilkan yaitu 5. Dalam hal ini kelas kerentanan banjir dibagi menjadi 5 kelas. Kerentanan banjir dalam penelitian ini terbagi menjadi lima kelas tingkat kerentanan, yaitu sangat tinggi dengan range nilai 55-59, 67
tinggi dengan range nilai 49-54, sedang dengan range nilai 43-48, rendah dengan range nilai 37-42, sangat rendah dengan range nilai 31 36. Pengolahan data tersebut menghasilkan Peta Zonasi Kerentanan Banjir yang menunjukkan bahwa dominasi kerentanan banjir di Kabupaten Sragen yaitu sedang dengan luas 462.32 km 2 atau sebesar 46.73 dari luas keseluruhan Kabupaten Sragen. Daerah yang termasuk paling rentan terhadap banjir menyebar di Kecamatan Masaran, Sidoharjo, Plupuh, Sambungmacan, Ngrampal, Modokan, Tanon dan Tangen. Karakteristik daerah yang paling rentan akan terjadinya banjir (tingkat kerentanan sangat tinggi) yaitu daerah yang mempunyai kemiringan lereng (topografi) curam, tingkat kerapatan drainase sangat rapat, permeabilitas infiltrasi tanah yang sangat jelek, penggunaan lahan yang berupa waduk, lahan terbuka atau rawa, dan intensitas curah hujan yang tinggi Dengan adanya Peta Zonasi Kerentanan Banjir ini akan dapat menjadi acuan atau referensi untuk penelitian lebih lanjut dan dapat bermanfaat bagi pemerintah untuk keperluan dalam hal mitigasi bencana atau penanggulangan bencana. Tabel 5.2.1.6. Perbandingan Luas Antar Kelas Kerentanan Banjir Kerentanan Banjir Luas (km 2 ) Persentase Sangat Tinggi 43.02 4.35 Tinggi 282.32 28.53 Sedang 462.32 46.73 Rendah 200.96 20.31 Sangat Rendah 0.78 0.08 Sumber : Pengolahan Data, 2013 68
Gambar 5.2.1.6. Peta Zonasi Kerentanan Banjir Kabupaten Sragen 69
5.2.7. Pemanfaatan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis untuk Pemetaan Zonasi Kerentanan Banjir Bencana banjir merupakan kejadian alam yang sulit diduga karena datang secara tiba-tiba dengan periodisitas yang tidak menentu, kecuali daerah-daerah yang sudah menjadi langganan terjadinya banjir tahunan. Banjir yang terjadi di Sragen telah berlangsung setiap tahun dan melanda sebagian besar kawasan sekitar aliran sungai Bengawan Solo. Keadaan topografi yang lebih rendah dari outlet Sungai Bengawan Solo menjadikan Sragen salah satu daerah yang merupakan langganan banjir tiap musim penghujan. Maka dari itu untuk dapat menanggulangi bencana banjir di Kabupaten Sragen, dilakukan Pemetaan Zonasi Kerentanan Banjir yang menggunakan teknologi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis. Penginderaan Jauh adalah ilmu, teknik, dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji. Data Penginderaan Jauh pada penelitian ini yaitu data citra. Data tersebut dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang objek, daerah, atau fenomena yang diteliti. Proses penerjemahan data menjadi informasi disebut analisis dan interpretasi data. Citra yang digunakan untuk interpretasi penggunaan lahan yaitu citra ALOS yang mempunyai resolusi spasial 10 meter (tingkat kedetailan cukup tinggi). Citra ALOS yang digunakan ini yaitu AVNIR-2 yang mempunyai 4 band: red, green, blue dan infrared. Pada interpretasi Penggunaan Lahan menggunakan komposit band 432. Berdasarkan kenampakan dari citra tersebut dapat diketahui jenis penggunaan lahannya dengan memperhatikan unsur interpretasi citra yaitu rona/warna, bentuk, ukuran, tekstur, pola, bayangan, situs dan asosiasi. Informasi penunjang seperti data topografis dapat digunakan untuk memperbaiki akurasi penggunaan lahan.selain interpretasi citra, dilakukan pula survey lapangan dengan memilih sampel berdasarkan perbedaan kenampakan di citra dan untuk mengetahui perubahan penggunaan lahannya di masa sekarang dan diperlukan uji 70
akurasi agar hasil interpretasi kenampakan penggunaan lahan pada citra sama dengan yang terdapat di lapangan (kenampakan sebenarnya). Analisis kerentanan banjir dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis dapat dilakukan dengan cepat, mudah dan akurat. Kerentanan banjir dapat diidentifikasi melalui Sistem Informasi Geografis dengan menggunakan metode overlay terhadap parameter-parameter banjir, seperti: infiltrasi tanah, kemiringan lereng, intensitas curah hujan, kerapatan drainase dan penggunaan lahan. Hasil dari overlay tersebut dapat diklasifikasikan menurut tingkat kerentanannya terhadap banjir. Aplikasi SIG kerentanan banjir ini disajikan berupa peta yang di-layout sedemikian rupa agar pembaca atau pengguna peta dapat mengetahui daerah-daerah rentan banjir sesuai klasifikasinya. Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis (SIG) sangatlah penting, dimana aplikasi SIG ini yang bisa menjelaskan, mempresentasikan objek daerah rentan banjir dari dunia nyata yang digunakan di dalam bentuk digital. Bahaya akan banjir merupakan salah satu masalah yang telah menjadi prioritas yang harus diantisipasi dan ditanggulangi, namun demikian belum mencapai hasil yang diinginkan. Dengan adanya zonasi kerentanan banjir ini akan ada informasi dini untuk mengetahui daerahdaerah mana yang rentan banjir, yang dapat dilihat nantinya dari peta zonasi kerentanan banjir. Dimana diharapkan dengan adanya peta kerentanan banjir, bisa dilakukan evaluasi untuk meminimalisir terjadinya banjir di daerah yang termasuk zona rentan banjir seperti perbaikan drainase permukaan, juga akan mempermudah penyajian informasi spasial khususnya yang terkait dengan penentuan tingkat kerentanan banjir serta dapat menganalisis dan memperoleh informasi baru dalam mengidentifikasi daerah-daerah yang sering menjadi sasaran banjir. Selain itu dengan adanya perkembangan teknologi Sistem Informasi Geografis yang memungkinkan bagi para pengguna data spasial sehingga dapat menyimpan, mengolah dan menganalisis data spasial yang dimiliki dengan lebih mudah, lebih cepat dan interaktif. 71
Aplikasi teknologi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis adalah dapat digunakan untuk memetakan daerah rawan bencana. Penginderaan Jauh menyediakan input data untuk SIG sedangkan SIG menyusun dan membantu tahap analisis data hingga informasi yang diinginkan bisa didapatkan. Penggunaan data Penginderaan Jauh dan SIG dalam pemetaan zonasi kerentanan banjir baik secara terpisah maupun terintegrasi telah dilakukan oleh banyak pihak. Pemetaan kerawanan bencana secara umum dengan pendekatan yang mengintegrasikan data Penginderaan Jauh, fisik lahan, topografi, dan data kejadian bencana dapat dilakukan dengan SIG. Data Penginderaan Jauh sebagai informasi penunjang data SIG digunakan dalam pra pengolahan citra dan interpretasi citra. Peran data SIG dalam pra pengolahan citra dalam penelitian ini digunakan dalam koreksi geografis dan pemotongan citra sesuai batas administrasi Kabupaten Sragen. Informasi penunjang tersebut memberikan nilai lebih terhadap interpretasi citra khususnya dalam hal ini yaitu untuk identifikasi penggunaan lahan yang terdapat di Kabupaten Sragen. Berdasarkan penjelasan yang telah disebutkan, Penginderaan Jauh dan SIG dapat diintegrasikan, yaitu : 1) Penginderaan Jauh digunakan sebagai alat pengumpul data untuk digunakan dalam SIG, 2) Data SIG digunakan sebagai informasi penunjang untuk memperbaiki hasil yang didapatkan dari Penginderaan Jauh, 3) Penginderaan Jauh dan SIG digunakan bersama untuk pemodelan dan analisa. Data Penginderaan Jauh dapat digunakan untuk memperoleh informasi tematik dan perbaharuan data SIG. Informasi tematik digunakan untuk membuat layer dalam SIG. Informasi tematik tersebut berupa hasil interpretasi terhadap citra satelit baik secara otomatis maupun manual. Pembaharuan data SIG dengan data Penginderaan Jauh dalah hal ini dapat digunakan untuk memperbaharui data penggunaan lahan. Pembaharuan data SIG dengan data Penginderaan Jauh menjadi lebih efektif dan efisien dari segi waktu, biaya dan tenaga. 72
5.2.8. Kendala dalam Penelitian Kendala yang dialami dalam penelitian diantaranya pada saat melakukan interpretasi penggunaan lahan menggunakan citra ALOS. Terdapat keraguan dalam mengidentifikasi dan membedakan kenampakan antara beberapa penggunaan lahan yaitu kebun, semak belukar dan tegalan dan juga pada saat survey lapangan yang membutuhkan waktu, biaya dan tenaga yang lebih untuk pergi ke lokasi. Maka dari itu diperlukan jam terbang dan ketelitian yang tinggi untuk dapat menginterpretasi kenampakan objek dengan akurat dan melakukan survey lapangan dengan mengambil sampel sebanyak mungkin. 73
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Pembuatan peta zonasi kerentanan banjir ini menggunakan 5 parameter yaitu penggunaan lahan, kemiringan lereng, infiltrasi tanah, kerapatan drainase dan intensitas curah hujan dengan menggunakan metode berjenjang tertimbang (skoring dan pembobotan) serta overlay (intersect) untuk melakukan klasifikasi kerentanan banjir. 2. Tingkat kerentanan banjir di Kabupaten Sragen termasuk dalam kelas sedang dengan luas wilayah cakupannya yaitu 462.32 km 2 atau sebesar 46.73 dari luas keseluruhan Kabupaten Sragen 3. Karakteristik daerah yang paling rentan akan terjadinya banjir (tingkat kerentanan sangat tinggi) yaitu daerah yang mempunyai kemiringan lereng (topografi) datar, tingkat kerapatan drainase sangat rapat, permeabilitas infiltrasi tanah yang sangat jelek, penggunaan lahan yang berupa pemukiman, industri dan kebun, serta intensitas curah hujan yang tinggi 6.2. Saran 1. Dalam melakukan interpretasi citra penggunaan lahan diperlukan tingkat ketelitian yang tinggi agar akurat dalam mengidentifikasi kenampakan penggunaan lahan sehingga dapat sesuai dengan kenampakan sebenarnya 2. Perlu ditambahkan titik sampel penggunaan lahan sebanyak mungkin pada saat survey lapangan agar data yang disajikan valid dan akurat 3. Dalam pengolahan semua data parameter kerentanan banjir seperti curah hujan, kemiringan lereng, infiltrasi tanah, penggunaan lahan dan kerapatan drainase sebaiknya melakukan pengolahan sendiri dari data primer di lapangan (survey lapangan) 74