BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan, yaitu perpindahan harta benda dan hak-hak material dari pihak yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Islam bukan keluarga besar (extended family, marga) bukan pula keluarga inti

melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. 1

BAB IV ANALISIS PUTUSAN SENGKETA WARIS SETELAH BERLAKUNYA PASAL 49 HURUF B UU NO. 3 TAHUN 2006 TENTANG PERADILAN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN Tentang Peradilan Agama Jo Undang-Undang nomor 3 tahun 2006 tentang

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

BAB I PENDAHULUAN. Perolehan dan peralihan hak atas tanah dapat terjadi antara lain melalui: jual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keinginan untuk mempunyai anak adalah naluri manusiawi dan

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB I PENDAHULUAN. Agama harus dikukuhkan oleh Peradilan Umum. Ketentuan ini membuat

BAB I PENDAHULUAN. mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara untuk menegakkan hukum

KEKUA U SAAN N KEHAKIMAN

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang

BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB III PENGERTIAN UMUM TENTANG PENGADILAN AGAMA. peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota

BAB I PENDAHULUAN. hartanya kepada para ahli warisnya. Hal ini tidak bisa dipungkiri atau diingkari oleh

BAB I PENDAHULUAN. Ekonomi syariah tengah berkembang secara pesat. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. perkara perdata islam tertentu, bagi orang-orang islam di Indonesia.

Mengenal Sistem Peradilan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya dengan surat wasiat maupun tanpa surat wasiat. 2. Pewaris meninggalkan harta kekayaannya yang akan diterima oleh ahli

BAB IV. rumah tangga dengan sebaik-baiknya untuk membentuk suatu kehidupan. tangga kedua belah pihak tidak merasa nyaman, tenteram dan mendapaatkan

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat, yang diwujudkan dalam bentuk hubungan hukum yang mengandung hak-hak dan

Wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan. (Dra. Muhayah, SH) : Apakah pewarisan terhadap anak angkat berdasarkan penetapan

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan.

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. alamiah. Anak merupakan titipan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Perkataan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 1945 yang telah diamandemen dinyatakan bahwa Kekuasaan

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pengadilan. Karena dalam hal ini nilai kebersamaan dan kekeluargaan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kamus bahasa arab, diistilahkan dalam Qadha yang berarti

RIVIU DOKUMEN RENCANA STRATEGIS PENGADILAN AGAMA LAMONGAN

DOKUMEN RENCANA STRATEGIS PENGADILAN AGAMA KAB. MALANG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan konflik, konflik ini adakalanya dapat di selesaikan secara damai, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB III. PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI No. 368 K/AG/1995. A. Ruang Lingkup Kekuasaan Mahkamah Agung

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diperbaharui dengan UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU

1. Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final.

BAB I PENDAHULUAN. mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara untuk menegakkan hukum

IS BAT WAKAF SEBAGAI PERLINDUNGAN HUKUM ATAS

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 antara lain adalah untuk memajukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pengadilan Agama sebagai salah satu badan peradilan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Peradilan Tata Usaha Negara telah diatur didalam Undang-Undang Nomor

DERDEN VERZET (Oleh : Drs. H. M. Yamin Awie, SH. MH. 1 )

BAB I PENDAHULUAN. Hukum acara di peradilan agama diatur oleh UU. No. 7 Tahun yang diubah oleh UU. No. 3 tahun 2006, sebagai pelaku kekuasaan

HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA MUHAMMAD MUSLIH, SH, MH

BAB I PENDAHULUAN. martabat, dan hak-haknya sebagai manusia. faktor-faktor lainnya. Banyak pasangan suami isteri yang belum dikaruniai

BAB I PENDAHULUAN. insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VI/2008

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. ikatan suci yang dinamakan perkawinan. Perkawinan adalah suatu hubungan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur agar kepentingan-kepentingan yang berbeda antara pribadi, masyarakat dan negara

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

DOKUMEN RENCANA STRATEGIS PENGADILAN AGAMA KAB. MALANG TAHUN

BAB IV. Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), tepatnya pada Pasal 24 ayat (2) dinyatakan bahwa Pengadilan Agama merupakan salah satu lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha dalam perkembangan dunia yang semakin. pesat membutuhkan suatu hukum guna menjamin kepastian dan memberi

BAB I PENDAHULUAN. menyelesaikan perkara di lingkungan peradilan agama, khususnya di pengadilan

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu

KOMPETENSI HAKIM PENGADILAN AGAMA DALAM MENYELESAIKAN PERKARA EKONOMI SYARI AH (Studi Kasus di Pengadilan Agama Surakarta)

BAB IV WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF. dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam negara

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7

BAB I PENDAHULUAN. diakui eksistensinya dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-

I. PENDAHULUAN. seluruh bangsa di negeri ini. Sebagai lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kewajiban orang lain untuk mengurus jenazahnya dan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Mewaris adalah menggantikan hak dan kewajiban seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemikiran Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum

Ditulis oleh Administrator Kamis, 07 Oktober :57 - Terakhir Diperbaharui Kamis, 28 Oktober :12

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB II KEDUDUKAN PERADILAN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, pengangkatan anak merupakan cara untuk mempunyai

BAB SATU PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. harta warisan, kekayaan, tanah, negara, 2) Perebutan tahta, termasuk di

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dalam agama Islam mempunyai kedudukan yang sangat

1 Abdul Manan, Penerapan, h R.Soesilo, RIB/HIR Dengan Penjelasan, (Bogor: Politea, 1995). h. 110.

BAB I PENDAHULUAN. yang didukung oleh umat beragama mustahil bisa terbentuk rumah tangga tanpa. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Indonesia (Jakarta: Kencana, 2007), h Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan

P E N E T A P A N Nomor 047/Pdt.P/2014/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

DAFTAR ISI. ABSTRAK i

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PROSES PENGANGKATAN ANAK SETELAH DIBERLAKUKAN UU NO 3 TAHUN 2006 DI PENGADILAN AGAMA DAN PENGADILAN NEGERI KOTA MALANG

BAB IV ANALISIS DATA. 1. profil pengadilan agama malang. No. 1, Kelurahan Polowijen, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, dengan

BAB I PENDAHULUAN. berbuat atau tidak berbuat di dalam masyarakat. 1 Dari sini dapat dipahami,

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya hukum waris yang terdapat di Indonesia ini masih bersifat

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara

BAB II KEWENANGAN MENGADILI PENGADILAN AGAMA DALAM SENGKETA WARIS ISLAM. A. Jangkauan Kewenangan Mengadili Perkara Warisan.

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha

BAB I PENDAHULUAN. mengenai anak sah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

BERACARA DI PENGADILAN AGAMA DAN PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH Oleh: Agus S. Primasta, SH 1

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum (Rechstaat). Landasan

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan olehnya dapat di pertanggung jawabkan dihadapan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

EKSEPSI KOMPETENSI RELATIF DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PERADILAN AGAMA. Drs. H. Masrum M Noor, M.H EKSEPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem waris merupakan salah satu sebab atau alasan adanya perpindahan kepemilikan, yaitu perpindahan harta benda dan hak-hak material dari pihak yang mewariskan (pewaris), setelah yang bersangkutan wafat, kepada para penerima warisan (ahli waris) dengan jalan pergantian yang didasarkan pada hukum syara. Terjadinya proses pewarisan ini, tentu setelah memenuhi hak-hak yang terkait dengan harta peninggalan orang yang mewariskan. Dewasa ini dalam menyelesaikan kasus perdata keislaman telah menjadi kewenangan Peradilan Agama sebagaimana yang telah dicantumkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan dalam Pasal 24 ayat (2)

2 bahwa Peradilan Agama merupakan salah satu lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung bersama badan peradilan lainnya di lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Militer. Peradilan Agama merupakan salah satu badan peradilan pelaku kekuasaan kehakiman untuk menyelengarakan penegakan hukum dan keadilan bagi rakyat pencari keadilan perkara tertentu antara orang-orang yang beragama Islam. Hal ini diatur dalam UU Pasal 49 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989 dan diperbaharui dengan Pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006 tentang tugas dan wewenang Pengadilan Agama di bidang: Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah, Wakaf, Zakat, Infaq, Shadaqah, dan Ekonomi Syariah. Dengan penegasan kewenangan peradilan tersebut dimaksudkan untuk memberikan dasar hukum kepada Pengadilan Agama dalam menyelesaikan perkara tertentu tersebut, termasuk pelanggaran atas Undang-Undang tentang perkawinan dan peraturan pelaksanaanya. Para penegak hukum khususnya para Hakim dalam menerapkan hukum tersebut, tentu berpijak pada hukum yang berlaku dan tidak meninggalkan asas hukum, mengingat asas hukum adalah aturan dasar dan prinsip-prinsip hukum yang abstrak dan pada umumnya melatarbelakangi peraturan konkret dan pelaksanaan hukum. Dalam bahasa Inggris, kata asas diformatkan sebagai Principle sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia, asas diartikan dalam tiga pengertian, pertama yaitu dasar yakni sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat, kedua yaitu dasar cita-cita, dan yang ketiga yaitu hukum dasar. 1 Peraturan konkret (seperti Undang-Undang) tidak boleh bertentangan dengan asas 1 Tim Penyusun Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa. Kamus besar bahasa Indonesia edisi kedua. (Jakarta:balai pustaka.1995.) hal 60

3 hukum, demikian pula dalam putusan hakim, pelaksanaan hukum, dan sistem hukum. 2 selain itu menurut Satjipto Rahardjo, asas hukum adalah jiwanya peraturan hukum karena ia merupakan dasar lahirnya peraturan hukum, ia adalah Ratio Legisnya peraturan hukum. 3 Asas-asas hukum mempunyai arti penting bagi pembentukan hukum, penerapan hukum, dan pengembangan ilmu hukum 4. Salah satu asas yang digunakan dalam penegakan hukum adalah asas retroaktif terbatas yang mempunyai pengertian bahwa Kompilasi Hukum Islam tidak berlaku surut dalam arti apabila harta warisan telah dibagi secara riil (bukan hanya pembagian di atas kertas) sebelum KHI diberlakukan, maka keluarga yang mempunyai hubungan darah karena ahli waris pengganti tidak dapat mengajukan gugatan waris. Jika harta warisan belum dibagi secara riil, maka terhadap kasus waris yang pewarisnya meninggal dunia sebelum Kompilasi Hukum Islam lahir, dengan sendirinya Kompilasi Hukum Islam berlaku surut 5. Dari pengertian asas tersebut dapat terlihat bahwa terdapat dualisme asas hukum retroaktif terbatas, yakni terdapat asas non retroactive dan disisi lain terdapat asas retroaktif. Di mana yang dinamakan asas non retroactive adalah undang-undang hanya boleh dipergunakan terhadap peristiwa yang terjadi setelah undang-undang itu diundangkan. Asas retroaktif adalah asas pemberlakuan surut suatu undang-undang terhadap peristiwa yang terjadi sebelum aturan itu diberlakukan dan diundangkan. 2 Marwan mas. Pengantar Ilmu Hukum. (Bogor: Ghalia Indonesia.2004.) h 95 3 Satjipto Rahardjo. Ilmu hukum. (Bandung:Alumni. cet kedua.1986.) h 85 4 Peter Mahmud Marzuki. Penelitian hukum.(jakarta:prenada Group.2010) h 79 5 Pedoman teknis administrasi dan teknis peradilan agama, Mahkamah Agung RI.2009. h 235

4 Pemberlakuan surut tersebut dalam undang-undang dapat dilihat dari adanya selisih yang mundur antara tanggal pemberlakuan dengan tanggal pengesahan. Karena dualisme itu terdapat benturan antara asas ini dengan pasal 56 ayat (1) UU No7 Tahun 1989 yang menyatakan bahwa: Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan memutus perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib memeriksa dan memutusnya. Dari pengertian pada pasal tersebut terdapat benturan apabila kasus yang diajukan sudah dilakukan pembagian warisnya, namun bagaimana jika ada para pihak yang sudah mendapatkan bagian warisnya dengan baik akan tetapi dirinya tidak merasa puas dengan bagiannya tersebut dan mengajukan gugatan waris kepada Pengadilan Agama? dalam hal posisi kasus yang demikian, Pengadilan Agama akankah tetap menerima gugatan tersebut? mengingat bahwa asas retroaktif terbatas hanya berlaku surut apabila belum terjadi pembagian waris secara riil. Apabila Pengadilan menolak gugatan tersebut, maka Pengadilan agama tidak menerapkan Pasal 56 ayat (1) UU No 7 Tahun 1989 dengan baik dan menerapkan asas retroaktif terbatas dengan baik. Lain halnya apabila Pengadilan Agama menerima gugatan itu, maka Pengadilan Agama menerapkan Pasal 56 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989 dengan baik dan menerapkan asas retroaktif terbatas dengan tidak baik. Bagaimana cara majelis hakim menyelesaikan kasus yang demikian? Bagaimana cara hakim agar dapat menerapkan asas retroaktif terbatas dan Pasal 56 ayat (1) UU No.7 Tahun 1989 dengan baik? dan bagaimana pula cara majelis hakim menemukan hukum yang tepat bagi kasus tesebut agar dapat

5 terselesaikan dengan baik? metode penemuan hukum mana yang dipakai oleh majelis hakim? Apa yang telah dikemukakan diatas yang terjadi juga dalam perkara No.0883/Pdt.G/2010/PA.TA berawal dari penggugat (tumi) yang merasa hak waris yang dimiliki dan kelola olehnya dirampas oleh tergugat (sukani) yang merupakan saudara tirinya. Oleh karena itu demi terjaminnya hak-hak warisnya sebagai ahli waris, maka penggugat mengakukan gugatan pembagian waris kepada Pengadilan Agama Tulungagung dengan obyek sengketa yang berupa tanah dengan luas ±300 Ru dengan batas-batas sebagai berikut: --------------Sebelah utara : Bengkok desa kasreman; --------------Sebelah timur : Suryani/miran; --------------Sebelah selatan : jalan desa; --------------Sebelah barat : narlan. Dari gambaran kasus tersebut terlihat adanya pertentangan dalam segi teori dan berujung pada praktek peradilan, yang mana adanya pertentangan antara penerapan asas retroaktif terbatas dengan penerapan Pasal 56 ayat (1) UU No.1 Tahun 1989, di mana di satu sisi asas hukum harus dilaksanakan oleh hakim mengingat asas adalah jiwanya peraturan hukum karena ia merupakan dasar lahirnya peraturan hukum namun di sisi lain hakim juga tidak boleh menolak perkara yang masuk ke Pengadilan untuk diselesaikan. Dalam posisi yang demikian, bagaimanakah metode penemuan hukum oleh hakim dalam

6 menyelesaikan perkara yang ditanganinya, bagaimana hakim menerapkan asas retroaktif terbatas dan menerapkan Pasal 56 ayat (1) UU No.7 Tahun 1989. B. Batasan Masalah. Agat tidak menjadi bahasan yang melebar, dalam penelitian ini di batasi hanya pada penerapan asas retroaktif terbatas vis à vis pasal 56 ayat (1) UU No.7 Tahun 1989 dalam penyelesaian sengketa waris (studi tentang putusan perkara No:0883/Pdt.G/2010/PA.TA). Pada judul ini tidak menggunakan kata juncto 6 UU No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama maupun juncto UU No. 50 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, hal ini mengingat Pasal 56 tidak mengalami perubahan dan berdasarkan ketentuan Pasal 106A yang menyatakan bahwa: Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku peraturan perundangundangan pelaksana Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini. C. Rumusan Masalah. Berdasarkan latar belakang di atas dapat ditarik rumusan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini, dengan judul Penerapan Asas retroaktif terbatas Vis À Vis Pasal 56 ayat (1) UU No.7 Tahun 1989 dalam penyelesaian perkara sengketa waris (studi tentang putusan perkara nomor : 0883/Pdt.G/2010/PA.TA) adalah: 6 juncto berarti dalam hubungan dengan; berhubungan dengan, lihat dalam Drs Marwan Mas, dan Jimmy P, Kamus Hukum, Surabaya: penerbut reality publisher. h 314.

7 1. Bagaimana penerapan Asas retroaktif terbatas Via À Vis Pasal 56 ayat (1) UU No.7 Tahun 1989 dalam menyelesaikan sengketa waris? 2. Metode Penemuan Hukum apa yang dipakai oleh majelis hakim dalam menyelesaikan perkara No.0883/Pdt.G/2010/PA.TA? D. Tujuan Penelitian. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui penerapan asas retroaktif terbatas Vis À Vis Pasal 56 ayat (1) UU No.7 Tahun 1989 dalam menyelesaikan perkara sengketa waris. 2. Untuk mengetahui metode Penemuan Hukum yang dipakai oleh majelis hakim dalam menyelesaikan perkara No.0883/Pdt.G/2010/PA.TA. E. Manfaat Penelitian. Selain terdapat tujuan penelitian seperti yang telah dipaparkan di atas, penelitian ini penulis harap dapat memberi kontribusi positif, baik dari manfaat secara teoritis maupun praktis. Adapun manfaat yang diharapkan oleh peneliti adalah: 1. Manfaat Teoritis, sebagai bahan ilmiah yang dapat memberikan dan memperkaya khazanah dan dapat mengembangkan keilmuan hukum Islam maupun hukum umum, khususnya yang terkait dengan penerapan asas retroaktif terbatas vis à vis

8 Pasal 56 ayat (1) UU No.7 Tahun 1989 dalam penyelesaian sengketa waris (studi tentang putusan perkara nomor: 0883/Pdt.G/2010/PA.TA) 2. Manfaat Praktis, a. Untuk menambah wawasan tentang penerapan asas retroaktif terbatas dan Pasal 56 ayat (1) UU no.7 Tahun 1989 tentang peradilan agama dalam menyelesaikan kasus sengketa waris. b. Sebagai informasi agar masyarakat lebih bijak dalam menyikapi dan menyelesaikan perkara sengketa waris. F. Definisi Operasional Setidaknya terdapat lima variabel penting yang perlu didefinisikan secara operasional dalam judul penelitian ini. Kelima variabel tersebut adalah: Penerapan, asas retroaktif terbatas, UU No.7 Tahun 1989, sengketa, dan waris. Secara rinci, berikut pendefinisiannya: 1. Penerapan: pemasangan, pengenaan, perihal mempraktekkan 7. 2. Asas retroaktif terbatas: Kompilasi Hukum Islam tidak berlaku surut dalam arti apabila harta warisan telah dibagi secara riil (bukan hanya pembagian di atas kertas) sebelum KHI diberlakukan, maka keluarga yang mempunyai hubungan darah karena ahli waris pengganti tidak dapat mengajukan gugatan waris. Jika harta warisan belum dibagi secara riil, maka terhadap kasus waris yang pewarisnya meninggal dunia sebelum 7 Tim penyusun pusat pembinaan dan pengembangan bahasa.kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua. (Jakarta:balai pustaka.1995.) hal 1044

9 Kompilasi Hukum Islam lahir, dengan sendirinya Kompilasi Hukum Islam berlaku surut 8. 3. Vis À Vis : berhadap-hadapan 9, sebagai lawan 10 4. UU No.7 Tahun 1989: Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Peradilan Agama ditetapkan pada tanggal 29 Desember 1989 oleh Presiden Soeharto pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 49 dan mulai berlaku sejak tanggal 29 Desember 1989 11 5. Sengketa : sesuatu yang menyebabkan perbedaan, pertengkaran, pembantahan, pertikaian. 12 6. Waris : orang yang berhak menerima harta pusaka dari orang yang telah meninggal. 13 G. Sistematika Pembahasan Pembahasan skripsi secara ini secara keseluruhan terdiri dari lima bab dengan sistematika sebagai berikut: BAB I : Pendahuluan terdiri atas latar belakang masalah yang mengungkapkan adanya pertentangan antara sebuah teori dengan teori yang lain dalam penerapannya pada praktek peradilan agama, batasan masalah yang merupakan ruang lingkup pembahasan yang menjelaskan keterbatasan 8 Pedoman teknis administrasi dan teknis peradilan agama, mahkamah agung RI.2009. h 235 9 A.L.N. Kramer, Kamus Belanda Nederlands-Indonesisch EN Indonesisch-Nederlands, diterjemahkan oleh Sudjito Danusaputro, Kamus Belanda Belanda-Indonesia dan Indonesia- Belanda (Cet. 5; Den Haag: G. B. VAN GOOR ZONEN S, 1966), h 281 10 John M Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia. (Cet. 25. Jakarta: PT. Gramedia, 2000), h 631 11 Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam. Bahan penyuluhan hukum. 2001 hlmn 95 12 Ibid. hlm 914 13 Ibid hlmn 1125

10 masalah secara teoritis, rumusan masalah yang terdiri dari dua (2) pertanyaan yang penulis cari jawabannya dalam penelitian ini, tujuan penelitian selain untuk menjawab apa yang telah dikemukakan dalam rumusan masalah, juga untuk memberikan pengetahuan baru bagi pengembangan keilmuan hukum, manfaat penelitian yang memaparkan faedah-faedah yang didapat setelah dilakukannya penelitian, definisi operasional menjelaskan definisi-definisi yang dipakai dalam penelitian yang berhubungan erat dengan penelitian, dan sistematika pembahasan menggambaran atau mendeskripsikan rencana laporan penelitian, mulai dari pendahuluan hingga penutup. Secara teknis bagian ini memberikan gambaran pada pembaca mengenai apa saja yang akan disajikan dalam laporan penelitian.. BAB II: Tinjauan pustaka dalam Bab II ini sebelum dipaparkan mengenai konsep-konsep yang berkaitan dengan topik pembahasan, terlebih dahulu dijelaskan mengenai penelitian terdahulu guna sebagai pembanding dalam penelitian ini dari segi kesamaan maupun perbedaan kajian, ranah, dan objek serta permasalahan yang dikaji serta orisinalitas penelitian. Bab ini menguraikan tentang konsep umum asas hukum, asas perundang-undangan, asas peradilan agama, Kompilasi Hukum Islam, Undang-Undang No.7 Tahun 1989 dalam rentang sejarah serta perkembangannya, konsep hukum waris Islam, dan metode penemuan hukum.

11 BAB III: Bab ini berisi metode penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam meneliti bahan hukum primer, pendekatan-pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yang berguna untuk mempermudah bagi peneliti dalam menganalisis bahan hukum yang diperoleh dalam penelitian. BAB IV: Pemaparan dan analisis bahan hukum, pada bab ini menguraikan struktur putusan dan analisis bahan hukum dengan cara memaparkan struktur putusan, menganalisis alasan-alasan hukum yang digunakan oleh hakim untuk sampai pada putusannya. Menganalisis bahan hukum primer dan sekunder digunakan untuk menjawab permasalahan yang telah tercantum pada rumusan masalah, meliputi bagaimana penerapan asas retroaktif terbatas vis à vis Pasal 56 ayat (1) UU No.7 Tahun 1989, bagaimana penerapan asas retroaktif terbatas vis à vis Pasal 56 ayat (1) UU No.7 Tahun 1989 dan metode penemuan hukum apa yang dipakai oleh majelis hakim dalam memutuskan sengketa tersebut. BAB V : Penutup, pada bab ini memuat kesimpulan yang merupakan intisari dari jawaban/analisis rumusan masalah yang dimuat dalam bab IV dan pada bab ini pula dimuat saran-saran secara menyeluruh sesuai dengan topik yang dibahas guna pengembangan keilmuan dan wawasan hukum di Fakultas Syari ah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang pada khususnya dan pengembangan keilmuan hukum dunia akademik secara keseluruhan serta praktek hukum pada umumnya.