BAB IV ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN BETON. genangan air laut karena pasang dengan ketinggian sekitar 30 cm. Hal ini mungkin

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN ANALISIS. Data yang digunakan untuk analisa tugas akhir ini diperoleh dari PT. Wijaya

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. cara membandingkan hasil perhitungan manual dengan hasil perhitungan

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. : 1 jalur, 2 arah, 2 lajur, tak terbagi

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS

BAB III METODE PERENCANAAN START

BAB 3 METODOLOGI. a. Peninjauan pustaka yang akan digunakan sebagai acuan penulisan dan

RANCANGAN RIGID PAVEMENT UNTUK OVERLAY JALAN DENGAN METODE BETON MENERUS DENGAN TULANGAN

Perkerasan kaku Beton semen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkerasan kaku (rigid pavement) atau perkerasan beton semen adalah perkerasan

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN KAKU PADA RUAS JALAN LINGKAR MAJALAYA MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA 2002

SEMINAR NASIONAL HAKI Tiara Convention Hall, Medan Mei 2014

Dwi Sulistyo 1 Jenni Kusumaningrum 2

KOMPARASI HASIL PERENCANAAN RIGID PAVEMENT MENGGUNAKAN METODE AASHTO '93 DAN METODE Pd T PADA RUAS JALAN W. J. LALAMENTIK KOTA KUPANG

PERENCANAAN PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) PADA RUAS JALAN BATAS KOTA PADANG SIMPANG HARU

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. dalam perencanaan jalan, perlu dipertimbangkan beberapa faktor yang dapat

Abstrak BAB I PENDAHULUAN

TUGAS AKHIR ALTERNATIF PENINGKATAN KONSTRUKSI JALAN DENGAN METODE PERKERASAN LENTUR DAN KAKU DI JL. HR. RASUNA SAID KOTA TANGERANG.

PERENCANAAN JALAN RING ROAD BARAT PEREMPATAN CILACAP DENGAN MENGGUNAKAN BETON

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) PADA PROYEK PELEBARAN GERBANG TOL BELMERA RUAS TANJUNG MULIA DAN BANDAR SELAMAT-MEDAN LAPORAN

BAB IV STUDI KASUS BAB 4 STUDI KASUS

METODE PELAKSANAAN DAN ESTIMASI (PERKIRAAN) BIAYA PADA LAPIS PERKERASAN JALAN BETON

ANALISIS PERHITUNGAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK JALAN TOL MEDAN-KUALANAMU KABUPATEN DELI SERDANG LAPORAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH BEBAN BERLEBIH TERHADAP TEBAL PERKERASAN KAKU METODE DEPKIMPRASWIL 2003

Perencanaan Ulang Jalan Raya MERR II C Menggunakan Perkerasan Kaku STA Kota Surabaya Provinsi Jawa Timur

BAB II STUDI PUSTAKA. sarana perhubungan untuk distribusi barang dan jasa. Sistem jaringan ini diatur

PERENCANAAN ULANG DENGAN MENGGUNAKAN PERKERASAN KAKU RUAS JALAN PONCO- JATIROGO STA STA KABUPATEN TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR

PERENCANAAN JALAN LINGKAR UTARA BREBES-TEGAL STA STA Abdullah, Purnomo, YI. Wicaksono *), Bagus Hario Setiadji *)

Pelaksanaan Pembangunan Jalan Cisalatri Bandung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bina Marga dalam SKBI : dan Pavement Design (A Guide. lalu-lintas rencana lebih dari satu juta sumbu kendaraan niaga.

Analisis Desain Perkerasan Kaku Berdasarkan AASHTO Rigid Pavement ARI SURYAWAN (hal. 213)

ANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN KAKU DENGAN METODE BINA MARGA 2013 DAN AASHTO 1993 (STUDI KASUS JALAN TOL SOLO NGAWI STA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN RAYA RIGID PAVEMENT (PERKERASAN KAKU)

PERBANDINGAN HASIL PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN TIPE PERKERASAN KAKU ANTARA METODE AASHTO 1993 DENGAN METODE

TINJAUAN ULANG PERENCANAAN PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) PROYEK JALAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Perencanaan perkerasan jalan beton semen

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LAHAN PENUMPUKAN CONTAINER DI PT. KBN MARUNDA

SKRIPSI PERBANDINGAN PERHITUNGAN PERKERASAN LENTUR DAN KAKU, DAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (STUDI KASUS BANGKALAN-SOCAH)

RUANG LINGKUP PENULISAN Mengingat luasnya perencanaan ini, maka batasan masalah yang digunakan meliputi :

ANALISIS KERUSAKAN DAN PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN KAKU DENGAN METODE BINA MARGA 2003 (Studi Kasus: Jl. Raya Bojonegara Serdang KM 2)

Perbandingan Konstruksi Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku serta Analisis Ekonominya pada Proyek Pembangunan Jalan Lingkar Mojoagung

2.4.5 Tanah Dasar Lapisan Pondasi Bawah Bahu Kekuatan Beton Penentuan Besaran Rencana Umur R

Pd T Perencanaan perkerasan jalan beton semen

ANALISA TEBAL PERKERASAN KAKU BERDASARKAN METODE BINA MARGA DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM VISUAL BASIC SKRIPSI

Perbandingan Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku serta Analisa Ekonominya pada Proyek Jalan Sindang Barang Cidaun, Cianjur.

T:,#HllT,ffilI. Jil?fl ;lffit. (Rivicw [lcsign) nt) LEMBAGA PENELITIAN TINIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDAN Yetfv Ririq Rotua Sarasi. ST" MT.

PERANCANGAN STRUKTUR KOMPOSIT PERKERASAN DI LENGAN SEBELAH TIMUR PERSIMPANGAN JALAN PALAGAN DAN RING ROAD UTARA YOGYAKARTA

PERENCANAAN JALAN DENGAN PERKERASAN KAKU MENGGUNAKAN METODE ANALISA KOMPONEN BINA MARGA (STUDI KASUS : KABUPATEN LAMPUNG TENGAH PROVINSI LAMPUNG)

PERBANDINGAN PERENCANAAN PERKERASAN KAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODE

Jl. Jendral Sudirman KM.3 Kota Cilegon Banten Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB)

Metode pengujian kuat lentur kayu konstruksi Berukuran struktural

4.4 URAIAN MATERI : METODE ANALISIS PERKERASAN KAKU Metode Analisis Perkerasan Kaku Berbagai cara dan metode analisis yang digunakan pada

BAB VII TINJAUAN KHUSUS METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN BALOK

PERENCANAAN KEMBALI PERKERASAN JALAN KAKU DENGAN METODE BINA MARGA 2003 DAN AASHTO 1993 (STUDI KASUS RUAS JALAN MAJA-CITERAS)

TINJAUAN ULANG PERHITUNGAN PERENCANAAN TEBALPERKERASAN KAKU(RIGID PAVEMENT) PROYEK

TATA CARA PELAKSANAAN BETON ASPAL CAMPURAN DINGIN DENGAN ASPAL EMULSI UNTUK PERKERASAN JALAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut :

ANALISIS KERUSAKAN DAN PENANGANAN RUAS JALAN PURWODADI - GEYER ABSTRAK

PERENCANAAN PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) JALAN PURWODADI KUDUS RUAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI BANDING DESAIN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE SNI F DAN Pt T B

Jenis-jenis Perkerasan

ANALISA PERHITUNGAN TEBAL LAPISAN PERKERASAN KAKU DENGAN METODE SNI Pd T PADA PROYEK PELEBARAN JALAN BATAS KOTA MEDAN TEMBUNG LUBUK PAKAM

PROYEK AKHIR. PERENCANAAN ULANG PENINGKATAN JALAN PASURUAN-PILANG STA s/d STA PROVINSI JAWA TIMUR

B. Metode AASHTO 1993 LHR 2016

BAB IV PERENCANAAN. Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen SKBI

B. Metode AASHTO 1993 LHR 2016

Pengenalan Kolom. Struktur Beton II

TATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM

BAB I PENDAHULUAN. Dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk berdampak pada. perkembangan wilayah permukiman dan industri di daerah perkotaan, maka

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) PADA RUAS JALAN TOL KARANGANYAR - SOLO NASKAH TERPUBLIKASI TEKNIK SIPIL

Naskah Publikasi. untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil. diajukan oleh : RATNA FITRIANA NIM : D

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN. Pekerjaan persiapan berupa Bahan bangunan merupakan elemen

BAB V ANALISIS DAN PERHITUNGAN RIGID PAVEMENT DENGAN DAN TANPA SERAT POLYPROPYLENE BERDASARKAN UJI LABORATORIUM

PERBANDINGAN KONSTRUKSI PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK PEMBANGUNAN PASURUAN- PILANG KABUPATEN PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Kaku (Rigid Pavement) Pada Ruas Jalan Tol Solo - Ngawi, yaitu :

ANALISIS RANCANGAN PERBANDINGAN METODE (BINA MARGA DAN AASHTO 1993) KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN BETON DENGAN LAPIS TAMBAHAN PADA KONDISI EXISTING

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

PENGARUH NILAI CBR TANAH DASAR DAN MUTU BETON TERHADAP TEBAL PELAT PERKERASAN KAKU METODE BINA MARGA

BAB IV PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR

BAB II DASAR TEORI BAB 2 DASAR TEORI

PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN TUBAN BULU KM KM JAWA TIMUR DENGAN PERKERASAN LENTUR

Fitria Yuliati

BAB III LANDASAN TEORI. Pada metode Bina Marga (BM) ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan

BAB III LANDASAN TEORI. jalan, diperlukan pelapisan ulang (overlay) pada daerah - daerah yang mengalami

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB V VERIFIKASI PROGRAM

PERENCANAAN DAN ANALISA BIAYA INVESTASI ANTARA PERKERASAN KAKU DENGAN PERKERASAN LENTUR PADA JALUR TRANS JAKARTA BUSWAY

Studi Perencanaan Tebal Lapis Tambah Di Atas Perkerasan Kaku

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN MENGGUNAKAN METODE BENKELMAN BEAM PADA RUAS JALAN SOEKARNO HATTA, BANDUNG

jalan Jendral Urip Sumoharjo (tipe 4/2 D) DS = 0,67 jalan Walisongo (tipe 4/2 D) DS = 0,67 Khusus untuk jalan Siliwangi karena mempunyai DS = 0,85

PERBANDINGAN PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU TERHADAP BEBAN OPERASIONAL LALU LINTAS DENGAN METODE AASHTO PADA RUAS

Transkripsi:

BAB IV ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN BETON 4.1 Menentukan Kuat Dukung Perkerasan Lama Seperti yang telah disebutkan pada bab 1, di Jalan RE Martadinata sering terjadi genangan air laut karena pasang dengan ketinggian sekitar 30 cm. Hal ini mungkin terjadi disebabkan karena tinggi muka jalan lebih rendah dari muka air laut saat pasang. Oleh karena itu dilakukan peningkatan ketinggian struktur dengan menambahkan lapisan berupa agregat kelas A yang mempunyai nilai CBR 70 % dengan ketebalan 60 cm yang dijadikan sebagai pondasi di atas beton eksisting. Sedangkan untuk kuat dukung perkerasan lama sebesar k = 14 kg/cm² (140 kpa/mm). Dengan mengkorelasikan nilai k terhadap nilai CBR pada gambar L.1 diperoleh nilai CBR efektif 50 %. Tabel 4.1 Koefisien kekuatan relatif Koefisien Kekuatan Relatif Kekuatan Bahan a1 a2 a3 MS (kg) Kt (kg/cm) CBR (%) Jenis Bahan - 0,14 - - - 100 Batu pecah (kelas A) - 0,13 - - - 80 Batu pecah (kelas B) - 0,12 - - - 60 Batu pecah (kelas C) - - 0,13 - - 70 SIRTU / Pitrun (kelas A) - - 0,12 - - 50 SIRTU / Pitrun (kelas B) - - 0,11 - - 30 SIRTU / Pitrun (kelas C) - - 0,10 - - 20 Tanah / Lempung kepasiran Sumber dari SKBI 2.3.26.1987 / SNI 03-1732-1989 IV-1

4.2 Perhitungan Tebal Perkerasan 4.2.1 Perhitungan LHR hasil survei Untuk perhitungan tebal lapis perkerasan digunakan LHR 24 jam, maka untuk mengkonversi Volume Jam Perencanaan ( VJP ) menjadi LHR digunakan nilai k yang merupakan faktor untuk mengubah arus jam puncak. Besarnya nilai faktor persentase k = 8 % ( sumber MKJI, 1997 ). Tabel 4.2 Faktor persentase k Penduduk > 1 juta jalan pada daerah komersial dan jalan arteri 7-8% jalan pada daerah komersial dan jalan arteri 8-9% Penduduk < 1 juta jalan pada daerah komersial dan jalan arteri 8-10% jalan pada daerah komersial dan jalan arteri 9-12% Sumber dari MKJI, 1997 Tabel 4.3 Perhitungan LHR pada STA 2+700 jenis kendaraan m pnpg bus truk 2as kcl truk 2as bsr truk 3as 4as 5as 6as 08.00-10.00 wib 1107 69 94 181 130 159 57 56 14.00-16.00 wib 1203 63 122 238 80 134 50 42 rata2 per jam 577.5 33 54 104.75 52.5 73.25 26.75 24.5 08.00-10.00 wib 1069 62 113 208 64 128 35 28 14.00-16.00 wib 1103 64 129 249 37 100 20 18 rata2 per jam 543 31.5 60.5 114.25 25.25 57 13.75 11.5 08.00-10.00 wib 1029 60 112 167 49 118 47 40 14.00-16.00 wib 1040 61 129 219 45 125 28 33 rata2 per jam 517.25 30.25 60.25 96.50 23.50 60.75 18.75 18.25 LHR ( rata2 / 8% ) 7218.75 412.50 675.00 1309.38 656.25 915.63 334.38 306.25 Keterangan : data LHR yang digunakan diambil dari rata-rata hari tertinggi IV-2

4.2.2 Data parameter perencanaan Kuat tarik lentur (fcf) : 4,5 Mpa (f c = 350 kg/cm²) Tidak menggunakan bahu jalan Menggunakan ruji (dowel) Lajur rencana : 2 jalur, 4 lajur Data lalu-lintas harian rata-rata : - Mobil Penumpang : 7219 buah/hari - Bus : 413 buah/hari - Truk 2as kecil : 675 buah/hari - Truk 2as besar : 1309 buah/hari - Truk 3as : 656 buah/hari - Truk container 4as : 916 buah/hari - Truk container 5as : 334 buah/hari - Truk container 6as : 306 buah/hari - pertumbuhan lalu-lintas (i) : 3.28 % per tahun - Umur rencana (UR) : 20 tahun IV-3

4.2.3 Analisis lalu-lintas Tabel 4.4 Perhitungan jumlah sumbu berdasarkan jenis dan bebannya STA 2+700 Konfigurasi beban Jml Jenis sumbu (ton) Jml Sumbu Jml Kendaraan RD RB RGD RGB STRT STRG STdRG Kend. Per Sumbu BS JS BS JS BS JS (bh) Kend (bh) (ton) (bh) (ton) (bh) (ton) (bh) (bh) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 MP 1 1 - - 7219 - - - - - - - - Bus 3 5 - - 413 2 826 3 413 5 413 - - Truk 2as kcl 2 4 - - 675 2 1350 2 675 - - - - 4 675 - - - - Truk 2as bsr 5 8 - - 1309 2 2618 5 1309 8 1309 - - Truk 3as 6 14 - - 656 2 1312 6 656 - - 14 656 Truk 4as 6 14 5 5 916 4 3664 6 916 - - - - - - 14 916 - - - - 5 916 - - - - 5 916 - - Truk 5as 6 14 10 10 334 4 1336 6 334 - - 14 334 - - 10 334 - - - - 10 334 - - Truk 6as 6 14 10 10 306 4 1224 6 306 - - 14 306 - - - - 10 306 - - - - 10 306 TOTAL 12330 5284 5138 1908 Keterangan : RD = Roda Depan, RB = Roda Belakang, RGD = Roda Gandeng Depan, RGB = Roda Gandeng Belakang, BS = Beban Sumbu, JS = Jumlah Sumbu, STRT = Sumbu Tunggal Roda Tunggal, STRG = Sumbu Tunggal Roda Ganda, STdRG = Sumbu Tandem Roda Ganda Tahap penghitungannya: 1. menentukan konfigurasi beban sumbu berdasar jenis kendaraan seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.3 : contoh : truk 3as mempunyai beban sumbu RD ( Roda Depan ) 6 dan beban sumbu RB ( Roda Belakang ) 14 serta jumlah sumbu per kendaraan 2 buah, maka jumlah sumbu merupakan jumlah IV-4

kendaraan dikalikan jumlah sumbu per kendaraan yaitu 656 x 2 = 1312 buah. 2. menentukan STRT, STRG atau STdRG masing-masing jenis kendaraan : contoh : truk 3as mempunyai STRT dengan beban sumbu 6 dan jumlah sumbu 656, STdRG dengan beban sumbu 14 dan jumlah sumbu 656. 3. menentukan jumlah total STRT, STRG atau STdRG masing-masing jenis kendaraan : contoh : Jumlah total STdRG diperoleh dari penjumlahan jumlah sumbu masing-masing jenis kendaraan yang mempunyai Sumbu Tendem Roda Ganda. Total STdRG = jumlah sumbu 3as + jumlah sumbu truk 5as + jumlah sumbu truk 6as = 656 + 334 + 306 + 306 + 306 = 1908 buah Jumlah sumbu kendaraan niaga (JSKN) selama umur rencana (20 tahun). JSKN = 365 x JSKNH x R (R diambil dari tabel 3.2) = 365 x 12330 x 27,82 = 125202519 JSKN rencana = 0,45 x 125202519 = 56341133,55 IV-5

4.2.4 Perhitungan Repetisi Sumbu yang terjadi Tabel 4.5 Perhitungan repetisi sumbu rencana STA 2+700 Jenis Beban Jumlah Proporsi Proporsi Lalu-lintas Repetisi Sumbu Sumbu Sumbu Beban Sumbu Rencana yang terjadi (ton) 1 2 3 4 5 6 7 = 4x5x6 STRT 6 2212 0.418622 0.428548 56341134 10107590.22 5 1309 0.247729 0.45 56341134 6280799.53 4 675 0.127744 0.45 56341134 3238762.172 3 413 0.07816 0.45 56341134 1981642.633 2 675 0.127744 0.45 56341134 3238762.172 Total 5284 1.00 14 916 0.18 0.416707 56341134 4185602.46 10 668 0.13 0.42 56341134 3076502.224 STRG 8 1309 0.25 0.42 56341134 6028654.808 5 2245 0.44 0.42 56341134 10339442.36 Total 5138 1.00 STdRG 14 1296 0.68 0.15 56341134 5921987.76 10 612 0.32 0.15 56341134 2710752.652 Total 1908 1.00 Komulatif 57110498.99 Contoh perhitungan : 1. kolom 1 merupakan jenis sumbu, STRT, STRG dan STdRG 2. kolom 2 beban sumbu masing-masing jenis sumbu 3. kolom 3 jumlah sumbu dari penjumlahan sumbu yang mempunyai beban sama 4. kolom 4 proporsi beban diperoleh dari jumlah sumbu masing-masing beban dibagi jumlah sumbu masing-masing jenis sumbu, contoh : 2212 : 5284 = 0,418622 5. kolom 5 proporsi sumbu diperoleh dari jumlah sumbu masing-masing jenis IV-6

sumbu dibagi total jumlah sumbu, contoh : 5284 : ( 5284 + 5138 + 1908 ) = 0.43 6. kolom 6 lalu-lintas rencana dari JSKN rencana = 56341134 7. kolom 7 repetisi yang terjadi = kolom 4 x kolom 5 x kolom 6 = 0,418622 x 0,43 x 56341134 = 10107590,22 8. total repetisi yang terjadi merupakan jumlah dari seluruh repetisi yang terjadi masing-masing beban sumbu 4.2.5 Perhitungan tebal pelat beton Faktor keamanan : 1,1 (dari tabel 3.3) Tebal taksian pelat beton : 250 mm > 150 mm ( syarat minimal ) Kuat tarik lentur (fcf) : 4,5 Mpa CBR efektif : 50 % IV-7

Tabel 4.6 Analisa Fatik dan Erosi STA 2+700 dengan tebal 250 mm Jenis Beban Beban Repetisi Faktor Analisa fatik Analisa Erosi Sumbu Sumbu Rencana yang Tegangan Repetisi Persen Repetisi Persen ton (kn) Per roda terjadi dan Erosi Ijin Rusak Ijin Rusak (kn) (%) (%) 1 2 3 4 5 6 7=4*100/6 8 9=4*100/8 STRT 6 (60) 33 10107590.22 TE=0.65 TT 0 TT 0 5 (50) 27.5 6280799.53 FRT=0.144 TT 0 TT 0 4 (40) 22 3238762.172 FE=1.9 TT 0 TT 0 3 (30) 16.5 1981642.633 TT 0 TT 0 2 (20) 11 3238762.172 TT 0 TT 0 14 (140) 38.5 4185602.46 TT 0 3.7x10^6 113.1244 10 (100) 2.5 3076502.224 TE=1.06 TT 0 TT 0 STRG 8 (80) 22 6028654.808 FRT=0.236 TT 0 TT 0 5 (50) 13.75 10339442.36 FE=2.5 TT 0 TT 0 STdRG 14 (140) 19.25 5921987.76 TE=0.89 TT 0 TT 0 10 (100) 27.5 2710752.652 FRT=1.98 FE=2.61 TOTAL 0 % < 100 % 113.12 % > 100 % Keterangan : TE = Tegangan Ekivalen, FRT = Faktor Rasio Tegangan, FE = Faktor Erosi, TT= Tidak Terbatas. Dari hasil perhitungan pada tabel 4.6 analisa fatik dan erosi diperoleh % rusak fatik lebih besar dari 100 %, maka perhitungan tebal pelat diulang kembali dengan menambah tebal taksiran. Contoh perhitungan : 1. kolom 1 merupakan jenis sumbu, STRT, STRG dan STdRG 2. kolom 2 beban sumbu masing-masing jenis sumbu 3. kolom 3 beban rencana roda ( KN ) diperoleh dari kolom 2 dikalikan faktor IV-8

keamanan beban dan dibagi jumlah roda, contoh : ( 140 x 1,1 ) / 4 = 38,5 4. kolom 4 repetisi sumbu yang terjadi dari nilai kolom 7 pada tabel perhitungan repetisi sumbu rencana 5. Kolom 5 faktor tegangan dan erosi, TE dan FE diambil dari tabel 3.4 dengan asumsi tebal plat beton 250 mm dan CBR efektif 50%. Sedang FRT diperoleh dari TE dibagi kuat tarik lentur ( fcf ), contoh untuk jenis sumbu STRG : FE / fcf = 1,06 / 4.5 = 0.236 6. Kolom 6 dan 8 tegangan ijin diperoleh dari hasil memplotkan pada gambar L.4 dan gambar L.5 7. Kolom 7 diperoleh dari kolom 4 kali 100 dan dibagi kolom 6 8. Kolom 9 diperoleh dari koom 4 kali 100 dan dibagi kolom 8, contoh : ((4185602,46 X 100) / 3700000) = 113,12 % > 100 % Karena dari analisa erosi lebih besar dari 100 %, maka taksiran tebal perkerasan ditambah menjadi 260 mm dan perhitungan diulangi sama seperti proses perhitungan di atas. Berikut hasil perhitungan 4 segmen berbeda dengan taksiran tebal perkerasan 260 mm. IV-9

Tabel 4.7 Analisa Fatik dan Erosi STA 2+700 dengan tebal 260 mm Jenis Beban Beban Repetisi Faktor Analisa fatik Analisa Erosi Sumbu Sumbu Rencana yang Tegangan Repetisi Persen Repetisi Persen ton (kn) Per roda terjadi dan Erosi Ijin Rusak Ijin Rusak (kn) (%) (%) 1 2 3 4 5 6 7=4*100/6 8 9=4*100/8 STRT 6 (60) 33 10107590.22 TE=0.61 TT 0 TT 0 5 (50) 27.5 6280799.53 FRT=0.136 TT 0 TT 0 4 (40) 22 3238762.172 FE=1.85 TT 0 TT 0 3 (30) 16.5 1981642.633 TT 0 TT 0 2 (20) 11 3238762.172 TT 0 TT 0 14 (140) 38.5 4185602.46 TT 0 5x10^6 83.712049 10 (100) 27.5 3076502.224 TE=1 TT 0 TT 0 STRG 8 (80) 22 6028654.808 FRT=0.222 TT 0 TT 0 5 (50) 13.75 10339442.36 FE=2.45 TT 0 TT 0 STdRG 14 (140) 19.25 5921987.76 TE=0.85 TT 0 TT 0 10 (100) 27.5 2710752.652 FRT=0.189 TT 0 TT 0 FE=2.56 TOTAL 0 % < 100 % 83.71 % < 100 % Tabel 4.8 Analisa Fatik dan erosi STA 3+100 dengan tebal 260 mm Jenis Beban Beban Repetisi Faktor Analisa fatik Analisa Erosi Sumbu Sumbu Rencana yang Tegangan Repetisi Persen Repetisi Persen ton (kn) Per roda terjadi dan Erosi Ijin Rusak Ijin Rusak (kn) (%) (%) 1 2 3 4 5 6 7=4*100/6 8 9=4*100/8 STRT 6 (60) 33 9323757.822 TE=0.61 TT 0 TT 0 5 (50) 27.5 5520597.748 FRT=0.136 TT 0 TT 0 4 (40) 22 2910117.728 FE=1.85 TT 0 TT 0 3 (30) 16.5 1743346.657 TT 0 TT 0 2 (20) 11 2910117.728 TT 0 TT 0 14 (140) 38.5 3828176.901 TT 0 5x10^6 76.563538 10 (100) 27.5 2883096.581 TE=1 TT 0 TT 0 STRG 8 (80) 22 5600392.082 FRT=0.222 TT 0 TT 0 5 (50) 13.75 9487506.322 FE=2.45 TT 0 TT 0 STdRG 14 (140) 19.25 5495580.921 TE=0.85 TT 0 TT 0 10 (100) 27.5 2327614.237 FRT=0.189 TT 0 TT 0 FE=2.56 TOTAL 0 % < 100 % 76.56 % < 100 % IV-10

Tabel 4.9 Analisa Fatik dan Erosi STA 3+600 dengan tebal 260 mm Jenis Beban Beban Repetisi Faktor Analisa fatik Analisa Erosi Sumbu Sumbu Rencana yang Tegangan Repetisi Persen Repetisi Persen ton (kn) Per roda terjadi dan Erosi Ijin Rusak Ijin Rusak (kn) (%) (%) 1 2 3 4 5 6 7=4*100/6 8 9=4*100/8 STRT 6 (60) 33 9894234.534 TE=0.61 TT 0 TT 0 5 (50) 27.5 5755502.453 FRT=0.136 TT 0 TT 0 4 (40) 22 3099836.008 FE=1.85 TT 0 TT 0 3 (30) 16.5 1725248.095 TT 0 TT 0 2 (20) 11 3099836.008 TT 0 TT 0 14 (140) 38.5 4180267.332 TT 0 5x10^6 83.605347 10 (100) 27.5 1738417.47 TE=1 TT STRG 8 (80) 22 5815195.396 FRT=0.222 TT 0 TT 0 5 (50) 13.75 10189582.84 FE=2.45 TT 0 TT 0 STdRG 14 (140) 19.25 5713967.203 TE=0.85 TT 0 TT 0 10 (100) 27.5 2475567.741 FRT=0.189 TT 0 TT 0 FE=2.56 TOTAL 0 % < 100 % 83.61 % < 100 % Tabel 4.10 Analisa Fatik dan Erosi STA 3+900 dengan tebal 260 mm Jenis Beban Beban Repetisi Faktor Analisa fatik Analisa Erosi Sumbu Sumbu Rencana yang Tegangan Repetisi Persen Repetisi Persen ton (kn) Per roda terjadi dan Erosi Ijin Rusak Ijin Rusak (kn) (%) (%) 1 2 3 4 5 6 7=4*100/6 8 9=4*100/8 STRT 6 (60) 33 9825550.313 TE=0.61 TT 0 TT 0 5 (50) 27.5 5791282.37 FRT=0.136 TT 0 TT 0 4 (40) 22 2945723.029 FE=1.85 TT 0 TT 0 3 (30) 16.5 1894004.297 TT 0 TT 0 2 (20) 11 2945723.029 TT 0 TT 0 14 (140) 38.5 4024318.84 TT 0 5x10^6 80.486377 10 (100) 27.5 2930835.278 TE=1 TT STRG 8 (80) 22 5843295.413 FRT=0.222 TT 0 TT 0 5 (50) 13.75 10005265.26 FE=2.45 TT 0 TT 0 STdRG 14 (140) 19.25 5801231.473 TE=0.85 TT 0 TT 0 10 (100) 27.5 2387597.464 FRT=0.189 TT 0 TT 0 FE=2.56 TOTAL 0 % < 100 % 80.49 % < 100 % IV-11

4.3 Perhitungan Perkerasan Beton Bersambung Dengan Tulangan 4.3.1 Data teknis : - Tebal pelat : 26 cm - Lebar pelat 2 x 3 : 2 x 3 m - Panjang pelat : 15 m - Koefisien gesek antara pelat beton dengan pondasi bawah : 1,8 - Kuat tarik ijin baja : 240 MPa - Gravitasi (g) : 9,81 m/dt² 4.3.2 Perhitungan tulangan memanjang µ. L. M. g. h As = --------------------- 2. fs 1,5 x 15 x 2400 x 9,81 x 0,260 As perlu = ----------------------------------------- = 286,65 mm²/m 2 x 240 As min = 0,14 % x luas pelat ( SNI 91 ) As min = 0,14 % x 260 x 1000 = 364 mm²/m > As perlu Dipergunakan tulangan dengan diameter 12 mm dan jarak 250 mm, maka As = 453 mm²/m IV-12

4.3.3 Perhitungan tulangan melintang µ. L. M. g. h As = ------------------------ 2. fs 1,5 x 6 x 2400 x 9,81 x 0.260 As perlu = --------------------------------------- = 114.78 mm²/m 2 x 240 As min = 0,14 % x luas pelat ( SNI 91 ) As min = 0,14 % x 260 x 1000 = 364 mm²/m > As perlu Dipergunakan tulangan dengan diameter 12 mm dan jarak 300 mm. maka As = 377 mm²/m. 4.3.4 Dowel dan Tie bar Untuk sambungan melintang digunakan dowel dengan diameter 36 mm, panjang 45 cm dan jarak antar dowel 300 mm serta kedalaman kurang lebih seperempat dari tebal pelat. Sedangkan untuk sambungan memanjang digunakan tie bar berdiameter 20 mm, panjang 84 cm dan jarak 60 cm. 4.4 Pelaksanaan Pekerjaan Perkerasan Beton 4.4.1 Pemasangan lembar kedap air Untuk mencegah air semen meresap ke bawah, maka perlu dipasang lembar kedap air di bawah lapisan beton. Sebelum penghamparan beton dimulai pada lembar kedap air dibasahi secukupnya agar tetap lembab dan untuk mencegah penguapan lainnya. IV-13

Lembar kedap air tersebut harus dipasang di atas permukaan yang telah siap, lembar-lembar yang berdampingan dipasang tumpang tindih dengan lebar tumpangan tidak boleh kurang dari 10 cm pada arah lebar dan 30 cm pada arah memanjang. Pemasangan lembar kedap air harus dipasang secara hati-hati untuk mencegah sobeknya lembar-lembar tersebut. Juga harus diperhatikan kemungkinan rusaknya lembaran akibat angin. 4.4.2 Pemasangan acuan Acuan yang digunakan harus cukup kuat untuk menahan beban peralatan pelaksanaan, mempunyai tinggi sama dengan tebal rencana plat beton dan dibuat miring mengikuti kemiringan normal jalan sebesar 2 %. Acuan harus dilengkapi sedemikian rupa sehingga setelah dipasang cukup kokoh, tidak melentur atau turun akibat tumbukan dan getaran alat penghampar dan alat pemadat. Ujung-ujung acuan yang berdampingan harus mempunyai sistem penguncian untuk menyambung dan mengikat erat acuan-acuan tersebut. Pemasangan acuan baja maupun kayu pada prinsipnya sama, pondasi acuan harus dipadatkan dan dibentuk sesuai aliyemen dan ketinggian jalan yang bersangkutan sehingga acuan saat dipasang dapat disangga secara seragam pada seluruh panjangnya dan terlatak pada elevasi yang benar. Setiap bagian acuan harus benarbenar terikat kuat sehingga tidak dapat bergerak. IV-14

Acuan harus tetap dipasang selama paling sedikit 8 jam setelah penghamparan beton. Setelah acuan dibongkar, tepi-tepi beton yang terbuka harus segera dirawat. 4.4.3 Pemasangan Ruji ( Dowel ) dan tulangan Batang ruji dipasang di tengah ketebalan pelat pada sambungan melintang dan tie bar pada sambungan memanjang. Sebelum dilakukan pengecoran batang ruji yang bisa bergerak bebas dilapisi dengan bahan pencegah karat, sesudah lapisan pencegah karat kering kemudian dilapisi dengan pelumas. Bagian ujung ruji yang dapat bergerah bebas diberi penutup ruji. Pemasangan tulangan dilakukan sesuai gambar rencana, batang-batang baja yang disambung bagian ujung-ujungnya harus berimpit sepanjang tidak kurang dari 30 kali diameternya dan pada setiap persilangan diikat secara kuat untuk memastikan tulangan tetap pada posisinya saat pengecoran. 4.4.4 Pengecoran dan penyelesaian akhir beton Pada proyek ini menggunakan beton siap hampar ( Ready Mixed Concrete ) yang harus tetap diaduk, ditangani dan diangkut ke lapangan sesuai dengan spesifikasi beton siap hampar. Untuk menyalurkan dari kendaraan pengangkut dan IV-15

menuangkannya secara seragam ke permukaan yang telah dibentuk tanpa pemisahan butir, harus disediakan peralatan yang cocok. Pelaksanaan pengecoran dengan mengalirkan adukan beton dari truk pengangkut dan menuangkan pada badan jalan yang sudah dipasang acuan, kemudian dihampar secara manual dengan tenaga manusia pada setiap tempat tanpa terjadi pemisahan butir ( segresi ) dan tanpa merusak permukaan yang dihampar. Seluruh perkerasan dipadatkan seefektif mungkin, yang perlu diperhatikan dalam pemadatan pada tepitepi sepanjang sumbu dan pada sambungan-sambungan lain. Pemadatan dilakukan dengan mesin penggetar internal yang dioperasikan di dalam beton untuk mengeluarkan udara sewaktu mesin penghampar bergerak. Selanjutnya dilakukan penyelesaian akhir dengan alat concret finisher untuk memadatkan, membentuk permukaan dan meratakan beton yang masih plastis, sehingga dapat memberikan beton yang padat, seragam, dan untuk mendapatkan permukaan yang disyaratkan serta hanya memerlukan penyelesain akhir yang minim. Setelah itu kemudian dibuat alur ( grooving ) pada permukaan plat beton secara manual setelah beton dalam keadaan setengah mengeras sekitar 3-4 jam setelah pengecoran dan dilakukan perapian tepi sepanjang garis cetakan dengan peralatan pembentuk tepi. IV-16

4.4.5 Perawatan dan perlindungan beton Pada permukaan dan bidang tegak beton seluruhnya ditutupi dengan lembar goni. Sebelum ditutup, penutup harus dibuat jenur air. Lembar penutup diletakkan sedemikian rupa sehingga menempel dengan permukaan beton dan diletakkan setelah beton mengeras untuk mencegah pelekatan. Selama masa perawatan ini lembar goni tetap dalam keadaan basah dan pada tempatnya. IV-17