4. Hasil dan Pembahasan

dokumen-dokumen yang mirip
2. Tinjauan Pustaka Sel Bahan Bakar (Fuel Cell)

Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan

3. Metodologi Penelitian

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini bahan bakar fosil telah digunakan di hampir seluruh aktivitas

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010.

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. teknologi elektronika. Alternatif yang menarik datang dari fuel cell, yang

4 Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Pengembangan Membran Penukar Proton Berbasis Polisulfon Tersulfonasi untuk aplikasi Direct Methanol fuel cell (DMFC)

4.1 Isolasi Kitin. 4 Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Membran elektrolit berbasis polieter-eter keton tersulfonasi untuk direct methanol fuel cell suhu tinggi Sri Handayani (2008)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

3 Metodologi Penelitian

BAB II GAMBARAN UMUM TEKNOLOGI SEL BAHAN BAKAR

4. Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan

BATERAI BATERAI ION LITHIUM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

Tinjauan Pustaka. 2.1 Krisis Energi

D. 2 dan 3 E. 2 dan 5

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O

Pengaruh Waktu Sulfonasi terhadap Karakteristik Polistiren dan Polyblend-nya dengan Kitosan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

4 Hasil dan Pembahasan

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

3 Metodologi Penelitian

2 Tinjauan Pustaka. Gambar 2. 1 Struktur stiren

3 Metodologi Penelitian

Sintesis dan Karakterisasi Membran Kitosan Sulfat Untuk Aplikasi Sel Bahan Bakar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. NaOH dalam metanol dengan waktu refluks 1 jam pada suhu 60 C, diperoleh

4 Hasil dan Pembahasan

Metode Penelitian. 3.1 Alat dan Bahan Penelitian Daftar alat

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Otot merupakan bagian utama sebagai pembangkit gaya dan gerak pada

4. Hasil dan Pembahasan

2. Tinjauan Pustaka Polymer Electrolyte Membran Fuel Cell (PEMFC) Gambar 2.1 Diagram Polymer Electrolyte Membrane Fuel Cell (PEMFC)

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Proton Exchange Membrane Fuel Cell (PEMFC)

4 Pembahasan. 4.1 Sintesis Resasetofenon

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

I. Pendahuluan II. Agen Penitrasi

Bab II Tinjauan Pustaka

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pengaruh Komposisi PVA/Kitosan terhadap Perilaku Membran Komposit PVA/Kitosan/Grafin Oksida yang Terikat Silang Asam Sulfat

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

4 Hasil dan Pembahasan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejak ditemukan oleh ilmuwan berkebangsaan Jerman Christian Friedrich

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

BAHAN BAKAR KIMIA (Continued) Ramadoni Syahputra

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara

3. Metodologi Penelitian

STUDI AB INITIO: STRUKTUR MEMBRAN NATA DE COCO TERSULFONASI

4 Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. portable tersebut biasanya menggunakan baterai litium yang dapat diisi ulang.

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN... i. LEMBAR PERSEMBAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... ix. DAFTAR LAMPIRAN...

4. Hasil dan Pembahasan

I. PENDAHULUAN. Pencemaran udara adalah masuknya, atau tercampurnya unsur-unsur berbahaya ke dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MEMBRAN KOMPOSIT POLISTIRENA TERSULFONASI (PST) BERPENGISI LEMPUNG SEBAGAI MEMBRAN POLIMER ELEKTROLIT UNTUK APLIKASI SEL BAHAN BAKAR (FUEL CELL)

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

3. Metode Penelitian


4 Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 4. Pengaruh kondisi ph medium terhadap ionisasi polimer dan pembentukan kompleks poliion (3).

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

4 Hasil dan pembahasan

Tinjauan Pustaka. 2.1 Fuel Cell (Sel Bahan Bakar)

SOAL LATIHAN CHEMISTRY OLYMPIAD CAMP 2016 (COC 2016)

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis C-3,7-dimetil-7-hidroksiheptilkaliks[4]resorsinarena

3 Metodologi Penelitian

2. Tinjauan Pustaka Fuel Cell (Sel Bahan Bakar) Polymer Electrolyte Membrane Fuel Cell (PEMFC)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

OLIMPIADE SAINS NASIONAL CALON PESERTA INTERNATIONAL CHEMISTRY OLYMPIAD (IChO) Yogyakarta Mei Lembar Jawab.

BAB 4 DATA DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Teknik Voltametri dan Modifikasi Elektroda

Transkripsi:

4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Metoda Sintesis Membran Kitosan Sulfat Secara Konvensional dan dengan Gelombang Mikro (Microwave) Penelitian sebelumnya mengenai sintesis organik [13] menunjukkan bahwa jalur sintesis menggunakan gelombang mikro membutuhkan waktu yang lebih singkat dan rendemen produk yang lebih tinggi dibandingkan dengan jalur konvensional. Oleh karena itu, pada penelitian ini selain menggunakan jalur konvensional, jalur sintesis dengan gelombang mikro juga dilakukan untuk mencari jalur terbaik dalam menghasilkan membran kitosan sulfat. Pada metoda konvensional, asam klorosulfonat (HSO 3 Cl) dalam diklorometan 5% (v/v) digunakan sebagai reagen untuk mendapatkan membran kitosan sulfat. Asam klorosulfonat merupakan asam yang sangat reaktif bila dibandingkan dengan asam sulfat sehingga dengan menggunakan reagen ini diharapkan reaksi sulfonasi berjalan dengan lebih baik. Pada sintesis dengan gelombang mikro, dimetil formamid (DMF) digunakan sebagai reagen pengompleks sulfonat. DMF bersifat polar sehingga dapat menjalani mekanisme pemanasan dipolar yang akan membantu mempercepat reaksi sintesis. Waktu reaksi dengan gelombang mikro, yaitu 70 detik dipilih berdasarkan hasil penelitian sebelumnya. [14] Rendemen dan derajat sulfonasi yang ditunjukkan pada halaman 12 diperkirakan sesuai untuk sifat membran kitosan sulfonat yang ingin didapatkan, yaitu memiliki kekuatan mekanik serta rendemen yang tinggi. Derajat sulfonasi yang terlalu besar akan mengurangi ketahanan mekanik membran. Daya alat penghasil gelombang mikro divariasikan dari 70% hingga 100% dari 700 Watt. Variasi daya berpengaruh terhadap nilai temperatur sintesis seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4. 1. Semakin tinggi daya yang digunakan maka semakin tinggi pula temperatur yang dihasilkan. Energi gelombang mikro yang diberikan meningkat ketika daya alat semakin besar. Interaksi kinetik yang terjadi (halaman 10) semakin besar sehingga temperatur meningkat.

Tabel 4. 1 Korelasi Daya Alat Penghasil Gelombang Mikro dan Temperatur Daya alat penghasil gelombang mikro (Watt) Temperatur sintesis ( 0 C) 490 120,5 560 126,5 630 131,6 700 139,0 Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: Reaksi sulfonasi bisa terjadi pada dua gugus fungsi, yaitu gugus hidroksi bebas dan gugus amina bebas. Namun kemungkinan yang paling besar adalah sulfonasi pada gugus hidroksi bebas karena dalam suasana asam gugus amina akan terprotonasi. Atom oksigen lebih elektronegatif bila dibandingkan dengan atom nitrogen pada gugus amina bebas sehingga atom nitrogen pada gugus amina lebih mudah menyumbangkan pasangan elektron bebasnya dalam reaksi. Oleh karena itu ketika terdapat proton bebas, pasangan elektron dari atom nitrogen gugus amina akan menyerang dan terbentuk spesi garam. Peristiwa protonasi tersebut akan menghalangi reaksi subsitusi. Reaksi yang terjadi merupakan reaksi substitusi elektrofilik, di mana atom sulfur yang elektropositif akan diserang oleh pasangan elektron bebas pada atom oksigen/nitrogen. Penelitian Ronge Xing, dkk [13] menunjukkan bahwa proses sulfonasi terjadi pada kedua jenis gugus fungsi (halaman 12). Penampakan fisik membran kitosan sulfat yang terbentuk dengan gelombang mikro tidak berbeda jauh dengan membran kitosan. Perbedaan hanya terletak 21

pada warna membran yang lebih kekuningkan pada membran kitosan sulfat. 4.2 Analisis Gugus Fungsi Membran Kitosan dan Kitosan Sulfat Karakterisasi dan analisis pertama yang dilakukan adalah karakterisasi dan analisis spektrum FTIR. Tujuan dari analisis ini ialah untuk melihat gugus gugus fungsi pada membran kitosan sulfat yang membuktikan proses sulfonasi. Penambahan gugus sulfonat pada membran kitosan akan mengubah pola spektrum infra merah dan akan memunculkan puncak-puncak serapan pada bilangan gelombang yang mengidentifikasikan gugus sulfat dalam kitosan. Jika merujuk pada penelitian sebelumnya [13], gugus O-sulfo kitosan ditandai dengan munculnya puncak pada bilangan gelombang 1222 dan 806 cm -1 karena adanya vibrasi ulur ikatan S=O dan C-O-S (halaman 11). Spektrum IR membran kitosan sulfat yang disintesis baik dengan metoda konvensional maupun dengan gelombang mikro memiliki pola yang hampir sama. Spektrum kedua membran kitosan sulfat tersebut dapat dilihat pada Gambar 4. 1 dan Gambar 4. 2. Sesuai -1 [19] dengan yang diharapkan, keduanya memiliki puncak pada bilangan gelombang 1200 cm yang menunjukan vibrasi ulur asimetris ikatan S=O dan 806 cm -1 yang menunjukkan vibrasi ikatan C-O-S. Kedua puncak khas tersebut menyatakan bahwa membran kitosan telah tersulfonasi baik dengan cara konvensional maupun dengan gelombang mikro. Perbedaan yang terlihat data intensitas serapan secara kualitatif menunjukkan bahwa membran kitosan sulfat dari metoda konvensional memiliki jumlah vibrasi ikatan S=O dan C-O-S yang lebih banyak dari membran kitosan sulfat yang disintesis dengan gelombang mikro. Puncak karakteristik lainnya yang dapat dilihat dari kedua spektrum IR membran kitosan sulfat adalah puncak ulur O-H pada daerah 3420-3250 cm -1. vibrasi ikatan O-H pada gugus hidroksi pada kitosan berbeda dengan O-H dalam gugus sulfat. Adanya atom oksigen pada gugus sulfat akan cenderung menarik elektron sehingga ikatan O-H akan lebih lemah dalam gugus sulfat dibandingkan dengan gugus hidroksi. Ikatan yang lebih lemah tersebut ditunjukkan dengan pergeseran bilangan gelombang untuk vibrasi O-H ke bilangan yang lebih rendah. Puncak yang melebar pada daerah vibrasi ulur OH menunjukkan adanya ikatan hidrogen yang terbentuk antara atom hidrogen yang terikat dengan atom oksigen pada gugus sulfat dan atom elektronegatif lain seperti atom nitrogen pada gugus amina bebas atau atom oksigen pada gugus hidroksi bebas yang tidak tersulfonasi. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan massa atom yang ikut bervibrasi serta perubahan orde ikatan. 22

50 %T 45 40 35 1631.78 1259.52 1220.94 815.89 30 25 20 3450.65 3421.72 15 10 5 0 4500 4000 kitosan sulfonat 3500 3000 2500 2000 1750 1500 1250 1000 750 500 1/cm Gambar 4. 1 Spektrum infra merah membran kitosan sulfat dari metoda konvensional Spektrum IR menunjukkan adanya puncak puncak serapan untuk vibrasi ikatan O-H, C-O- S dan S=O 60 %T 52.5 45 1460.11 1433.11 1415.75 1392.61 1122.57 1041.56 958.62 813.96 37.5 1631.78 30 22.5 3448.72 3431.36 15 7.5 0 4500 4000 3500 sulfonasi microwave 3000 2500 2000 1750 1500 1250 1000 750 500 1/cm Gambar 4. 2 Spektrum infra merah membran kitosan sulfat yang disintesis dengan gelombang mikro Spektrum IR untuk membran kitosan sulfat yang disintesis dengan gelombang mikro sama dengan membran kitosan sulfat metoda konvensional yang menunjukkan puncak serapan untuk vibrasi O-H, C-O-S dan S=O 4.3 Analisis Nilai Kapasitas Penukar Ion (Ion Exchange Capacity) Membran Kitosan dan Kitosan Sulfat Salah satu faktor penting agar suatu membran dapat diaplikasikan dalam PEMFC adalah nilai kapasitas penukar protonnya. Nilai IEC menunjukkan jumlah proton yang dapat 23

ditransportasikan dari anoda ke katoda. [3] Data IEC dapat dilihat pada Tabel 4. 2. Nilai IEC meningkat dengan adanya gugus sulfonat karena gugus hidroksi yang lebih sukar melepas proton digantikan dengan gugus sulfonat yang dapat dengan mudah melepas protonnya. Oleh karena itu, keterangan yang dapat disimpulkan adalah reaksi sulfonasi terjadi pada gugus hidroksi bebas seperti yang telah diperkirakan sebelumnya tapi tidak menutup kemungkinan bahwa reaksi sulfonasi juga terjadi pada gugus amina bebas. Untuk mengetahui struktur kitosan sulfat dengan tepat, diperlukan uji NMR (Nuclear Magnetic Resonance). Membran kitosan sulfat dari metoda konvensional memiliki nilai kapasitas penukar proton yang lebih tinggi dibandingkan membran kitosan sulfat yang disintesis dengan gelombang mikro. Nilai IEC sebesar 21,97 mmol/gram tersebut disebabkan oleh nilai derajat sulfonasi yang tinggi. Membran kitosan sulfat yang disintesis dengan bantuan gelombang mikro memiliki nilai IEC yang lebih rendah pada kondisi daya alat penghasil gelombang mikro 490 watt sedangkan pada daya 560, 630 dan 700 Watt nilai IEC relatif konstan. Daya berpengaruh pada temperatur sintesis, semakin tinggi daya maka suhu sintesis semakin tinggi (data temperatur daya alat penghasil gelombang mikro pada hlm 21). Data IEC membuktikan bahwa semakin tinggi suhu sintesis reaksi sulfonasi meningkat sampai temperatur tertentu, sesudah bernilai konstan. Dalam penelitian ini kejenuhan terjadi pada daya 560 hingga 700 Watt. Pada temperatur ini diperkirakan terjadi reaksi desulfurisasi gugus sulfonat dan reaksi degradasi kitosan seperti yang dikemukakan Ronge Xing,dkk [13] dalam jurnalnya. Akibat reaksi tersebut, tidak terlihat adanya pertambahan gugus sulfat yang menyebabkan kenaikan nilai IEC. Pertambahan gugus sulfat diimbangi proses desulfurisasi dan reaksi degradasi parsial polimer kitosan. Tabel 4. 2 Kapasitas Penukar Ion Membran Kitosan dan Kitosan Sulfat Jenis membran Daya alat penghasil gelombang IEC (mmol/gram) mikro (Watt) Kitosan 0 7,30 Kitosan sulfat 0 21,97 (konvensional) Kitosan sulfat (gelombang mikro) 490 560 630 700 9,45 11,00 10,90 10,92 24

4.4 Sifat Termal Membran Kitosan dan Kitosan Sulfat Salah satu persyaratan membran untuk diaplikasikan dalam PEMFC ialah memiliki ketahanan termal yang tinggi. Penggunaan suhu tinggi pada sel bahan bakar mempercepat kinetika reaksi sel bahan bakar dan mengurangi masalah keracunan katalis dengan terabsorpsinya gas karbon monoksida. [3] Oleh karena itu, temperatur operasi sel bahan bakar relatif tinggi di atas 80 0 C. 4.4.1 Sifat Termal Berdasarkan Thermogravimetry Analysis/Differential Thermogravimetry Analysis Untuk menguji ketahan termal membran kitosan sulfat maka perlu dilakukan analisis termogram TGA/DTA. Termogram untuk membran kitosan, kitosan sulfat yang disintesis dengan cara konvensional dan membran kitosan sulfat yang disintesis dengan bantuan gelombang mikro dapat dilihat pada Lampiran C. Hasil analisis termal TGA/DTA menunjukkan korelasi %dekomposisi komponen membran dengan temperatur. Data hasil dekomposisi komponen pada Tabel 4. 3 menunjukkan bahwa substituen gugus sulfonat menyebabkan ketahanan termal membran meningkat. Semakin banyak substituen gugus sulfonat yang masuk maka semakin banyak interaksi intermolekul sehingga dibutuhkan energi yang lebih besar untuk memutuskan interaksi tersebut. Oleh karena itu, suhu yang lebih tinggi diperlukan untuk mendekomposisi polimer. Tabel 4. 3 Sifat Termal Membran Kitosan dan Kitosan Sulfat Jenis membran % Massa yang terdekomposisi Temperatur dekomposisi ( 0 C) Kitosan 22,8 195,2 Kitosan sulfat (gelombang mikro) 10,3 195,2 Kitosan sulfat (konvensional) 6,4 149,8 25

Membran kitosan sulfat yang disintesis dengan metoda konvensional memiliki ketahanan termal yang lebih tinggi dibandingkan dengan membran kitosan sulfat yang disintesis dengan bantuan gelombang mikro. Secara kualitatif, informasi tersebut menunjukkan bahwa derajat sulfonasi membran kitosan sulfonat dari metoda konvensional lebih tinggi dibandingkan membran kitosan sulfat yang disintesis dengan gelombang mikro. 4.4.2 Sifat Termal Berdasarkan Differential Scanning Calorimetry Data temperatur transisi polimer diperoleh dari teknik DSC seperti yang terlihat pada Tabel 4. 4. Substituen gugus sulfonat akan meningkatkan temperatur transisi karena meningkatnya bulkiness substituen sehingga menghalangi rotasi unit-unit dalam rantai polimer dan juga meningkatnya interaksi intermolekul akibat ikatan hidrogen gugus sulfonat (-SO 3 H) sehingga rantai polimer tidak fleksibel. Tabel 4. 4 Temperatur Transisi Membran Kitosan dan Kitosan Sulfat Membran Temperatur transisi ( 0 C) Kitosan 98,7 Kitosan sulfat tanpa gelombang mikro 117,8 Kitosan sulfat dengan gelombang mikro 107,7 Hasil yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan, membran kitosan sulfat memiliki nilai temperatur transisi yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan membran kitosan. Nilai temperatur transisi untuk membran kitosan sulfat metoda konvensional lebih tinggi dari membran kitosan sulfat yang disintesis dengan bantuan gelombang mikro. Oleh karena itu, kesimpulan yang dapat diambil adalah derajat sulfonasi yang lebih tinggi dimiliki membran kitosan sulfat yang disintesis dengan cara konvensional. Semakin banyak gugus sulfat maka nilai temperatur transisi akan semakin meningkat. Berdasarkan hasil IEC dan analisis termal, membran yang lebih baik adalah membran kitosan sulfat dari metoda konvensional. Namun, jika dilihat dari segi kekuatan mekaniknya, membran kitosan sulfat dari cara konvensional tidak lebih baik dari membran kitosan sulfat dari metoda yang menggunakan gelombang 26

mikro. Tingginya derajat sulfonasi menyebabkan kekuatan mekanik membran kitosan sulfat tersebut menurun. Membran kitosan sulfat yang diperoleh dengan metoda konvensional lebih rapuh daripada membran kitosan dan membran kitosan sulfat yang disintesis dengan bantuan gelombang mikro. 4.5 Morfologi Membran Kitosan dan Kitosan Sulfat Struktur permukaan membran dapat diketahui dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM)dengan perbesaran 5000 kali ketika pengukuran untuk melihat pengaruh gugus sulfat pada struktur permukaan membran. Hasil SEM yang terlihat pada Gambar 4. 1 menunjukkan bahwa substituen sulfonat yang masuk mengubah struktur membran kitosan. Struktur membran kitosan sulfat dari metoda konvensional memiliki retakan-retakan pada permukaannya sedangkan kedua membran lainnya memiliki permukaan berstruktur rapat (Gambar 4. 3 (b) dan (d)). Substituen gugus sulfonat yang masuk dalam banyak akan membuat hidrofilisitas meningkat sehingga mudah menarik air dari udara. Akibatnya, membran kitosan akan rapuh dalam lingkungan berair. Jika jumlah substituen gugus sulfonat yang masuk tidak terlalu banyak maka struktur membran kitosan tidak akan jauh berbeda dengan struktur membran kitosan, seperti terlihat pada Gambar 4. 3 bagian (b). (a) (b) (c) (d) Gambar 4. 3 Foto permukaan membran kitosan dan kitosan sulfat (a) membran kitosan, (b) membran kitosan sulfat dengan gelombang mikro, (c) dan (d) membran kitosan sulfat dari metoda konvensional 27

Kerapuhan membran kitosan sulfat juga dapat dijelaskan dengan keteraturan struktur rantai polimer. Adanya gugus sulfat yang bulky menyebabkan meningkatnya volum bebas rantai polimer membran kitosan sulfat sehingga rantai polimer menjadi lebih tidak teratur. Ketahanan mekanik yang rendah membuat membran kitosan sulfat yang disintesis dengan metoda konvensional tidak dapat dijadikan membran alternatif pengganti Nafion. Oleh karena itu, tahap penelitian selanjutnya difokuskan pada membran kitosan sulfat yang disintesis dengan bantuan gelombang mikro. 4.6 Analisis Hasil Uji Permeasi Metanol Membran Jenis sel bahan bakar DMFC (Direct Methanol Fuel Cell) dikenal lebih aman dari jenis sel bahan bakar yang menggunakan gas hidrogen sebagai bahan bakar. Kemungkinan ledakan dari tempat penyimpanan bahan bakar pada sel bahan bakar dapat diminimalisasi. Salah satu kriteria membran DMFC ialah harus tidak melewatkan metanol karena metanol yang dilewatkan dapat menurunkan kinerja sel bahan bakar dengan cara meracuni katalis dan mengurangi bahan bakar metanol untuk menghasilkan energi. Nilai permeabilitas metanol yang tinggi menjadi salah satu kekurangan membran PEMFC komersial, Nafion. Oleh karena itu, agar membran dapat diaplikasikan pada sel bahan bakar jenis DMFC maka uji permeasi metanol perlu dilakukan. Data permeabilitas metanol pada Tabel 4. 5 menunjukkan bahwa dengan adanya substituen gugus sulfonat maka nilai permeabilitas membran kitosan terhadap metanol menurun. Tabel 4. 5 Permeabilitas Metanol pada Membran Kitosan dan Kitosan Sulfat Jenis membran Permeabilitas metanol (cm 2 /S) Kitosan 2,7 x 10-6 Kitosan Sulfat (gelombang mikro) 1,8 x 10-6 Reaksi sulfonasi yang dilakukan menyebabkan struktur kitosan mengalami perubahan, poripori membran juga berubah. Adanya interaksi intermolekul polimer seperti interaksi hidrogen menyumbangkan peran dalam perubahan struktur. Gambar 4. 3 (a) dan (b) memperlihatkan morfologi permukaan membran kitosan sulfat lebih rapat dibandingkan membran kitosan sehingga molekul metanol lebih sulit melewati membran. Hal tersebut 28

membuat suatu tahanan pada laju alir sehingga jumlah metanol yang melalui membran berkurang. Nilai permeabilitas metanol membran kitosan sulfat 34,77% lebih rendah dibandingkan membran kitosan. 4.7 Potensial Membran dari Membran Kitosan dan Kitosan Sulfat Ketahanan membran terhadap perbedaan muatan antara kedua sisi yang semakin tinggi menyebabkan membran semakin tahan lama ketika diaplikasikan dalam sel bahan bakar. Pada sel bahan bakar, konsentrasi proton di anoda lebih tinggi bila dibandingkan dengan katoda sehingga membran harus dapat menahan perbedaan tersebut. Semakin besar potensial membran maka membran semakin tahan terhadap perbedaan muatan pada kedua sisi permukaannya. Potensial membran menunjukkan ketahanan suatu membran terhadap perbedaan muatan diantara kedua sisi membran ketika membran berada diantara batas dua larutan atau cairan dengan potensial muatan yang berbeda. Membran kitosan maupun kitosan sulfat yang disintesis dengan variasi daya alat penghasil gelombang mikro mampu menahan perbedaan muatan ion K + hingga perbedaan konsentrasi 0,001 dengan 0,1 M. (Gambar 4. 4) Potensial membran [KCl] (M) 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 0 Watt 490 Watt 560 Watt 630 Watt 700 Watt Potensial (mv) Gambar 4. 4 Potensial membran kitosan dan kitosan sulfat Keteraturan antara nilai potensial membran dengan daya saat sintesis dengan gelombang mikro tidak didapatkan. Kurva untuk membran kitosan tanpa modifikasi (0 Watt) menunjukkan nilai potensial paling tinggi pada konsentrasi 0,1 M dibandingkan dengan 29

membran kitosan sulfat. Hal ini disebabkan karena membran kitosan sulfat lebih elektronegatif sehingga lebih mudah menarik kation dibandingkan dengan gugus hidroksi ataupun gugus amina. Akibatnya, membran sulfat tidak mampu menahan perbedaan muatan antara kedua sisinya sebaik membran kitosan. Dari pengolahan data data potensial membran diperoleh nilai muatan efektif dan kecepatan pergerakan kation membran seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4. 6. Semakin tinggi nilai muatan efektif maka semakin banyak spesi dalam membran yang mampu berinteraksi dengan proton. Tabel 4. 6 Hasil pengolahan data potensial membran Variasi Daya (Watt) QX (mol/l) W 0 0.01772± 1.299910-16 -0.35711± 2.037610-15 490 0,00925± 7.,018.10-18 -0,22191± 1,8138.10-16 560 0.01831± 1.21510-17 -0.42893± 1.84110-16 630 0.00896± 0,00000-0.27169± 0,2001 700 0,00272 ± 0,00172 0,00172 ± 0,10871 4.8 Konduktivitas Proton Membran Kitosan dan Kitosan Sulfat Nilai konduktivitas proton menunjukkan kemampuan suatu mateial menghantarkan ion H +. Membran PEMFC yang baik harus memiliki nilai konduktivitas yang tinggi. Dalam penelitian ini nilai konduktivitas pada frekuensi ambang ditentukan menggunakan alat pengukur impedansi. (Gambar 4.5) Membran kitosan memiliki nilai konduktivitas pada frekuensi ambang sebesar 2,84 x 10-5 S/cm sedangkan membran kitosan sulfat 2,86 x 10-5 S/cm. Nilai konduktivitas membran kitosan sulfat lebih besar 0,70% dari membran kitosan. Perbedaan nilai konduktivitas tersebut dapat disebabkan oleh adanya cluster dari gugus 30

HSO - 3 sehingga absorpsi air tinggi. Area yang kaya akan ion tersebut akan mempercepat transpor proton walaupun ternyata adanya gugus sulfat tidak meningkatkan nilai konduktivitas membran dengan signifikan. impedansi nyata 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 0 500000 1000000 1500000 2000000 frekuensi (Hz) Gambar 4. 5 Korelasi frekuensi dengan nilai impedansi nyata 31