KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM KANCAH POLITIK (STUDI KASUS PENDAPAT PEREMPUAN KOTA SAMARINDA)

dokumen-dokumen yang mirip
A. Kesimpulan BAB V PENUTUP

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

P E N G A N T A R. Pengantar J U L I E B A L L I N G T O N

I. PENDAHULUAN. melalui penghargaan terhadap perbedaan-perbedaan yang ada, khususnya

STRATEGI MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan

Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu Negara yang menjalankan sistem demokrasi,

Peningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan

Strategi Gerakan untuk Kepentingan Perempuan Surya Tjandra Unika Atma Jaya Jakarta, 10 Maret 2016

DEPARTEMEN ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU-ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa) Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB 1

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

I. PENDAHULUAN. pendidikan, pekerjaan, dan politik. Di bidang politik, kebijakan affirmative

SINERGI ANGGOTA PARLEMEN, MEDIA DAN OMS UNTUK MENDORONG KEBIJAKAN YANG BERFIHAK PADA PEREMPUAN MISKIN

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih mulia yaitu kesejahteraan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Budiardjo dalam Dewi (2014: 1) menyatakan bahwa :

KAJIAN TEORITIS PEMGARUH SISTEM PENETAPAN CALON TERPILIH DENGAN SUARA TERBANYAK TERHADAP PEMENUHAN HAK AFFIRMATIVE ACTION

Kesimpulan K E S I M P U L A N. DALAM TAHUN 1965, JUMLAH TOTAL PEREMPUAN YANG MENJABAT sebagai anggota

BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN

BAB V PENUTUP. dipilih melalui pemilihan umum. DPR memegang kekuasaan membentuk. undang-undang. Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh DPR dan

DAFTAR INVENTARIS MASALAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG PARTAI POLITIK DAN MASALAH KETERWAKILAN PEREMPUAN. PG Tetap PDIP PPP PD PAN PKB PKS BPD PBR PDS

Penyebab dan Akar Masalah

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab

BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan perempuan di panggung politik merupakan isu yang

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi

BAB I PENDAHULUAN. ini dapat membuat perempuan yang terlibat di dalam dunia politik ataupun

Keterwakilan Perempuan, Ketidakadilan dan Kebijakan Keadilan ke depan 1 oleh Dian Kartikasari 2

Perempuan Diberdayakan Perempuan dalam Parlemen di Afrika Selatan 1

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN

PERAN DPRD KOTA MEDAN DALAM PENGAWASAN APBD KOTA MEDAN T.A BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR. 32 TAHUN 2004

Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego

BAB VI PENUTUP 1. Kesimpulan

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014

BAB IV ANALISIS TERHADAP FAKTOR PENYEBAB TIDAK TERPILIHNYA 11 ORANG CALEG PEREMPUAN

BAB I PENDAHULUAN. Tulisan ini berupaya mengkaji tentang adanya kebijakan kuota 30% Daerah Kota Kendari tahun anggaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. di masyarakat. Individu melakukan kontak sosial berdasarkan adanya rasa percaya,

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

PEMILU & PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM POLITIK. MY ESTI WIJAYATI A-187 DPR RI KOMISI X Fraksi PDI Perjuangan

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan laki-laki, ataupun dengan lingkungan dalam konstruksi

BAB I PENDAHULUAN. mengurus rumah dan selalu berada di rumah, sedangkan laki-laki adalah makhluk

Lembaga Akademik dan Advokasi Kebijakan dalam Perlindungan Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender Margaretha Hanita

Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PEREMPUAN DAN PEMBANGUNAN OLEH: KHOFIFAH INDAR PARAWANSA DISAMPAIKAN DI KONFERENSI DAN SIDANG UMUM INFID JAKARTA, 14 OKTOBER 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum dapat dikatakan bahwa Partai Politik merupakan sesuatu

Keterwakilan Perempuan, Ketidakadilan dan Kebijakan Keadilan ke depan

PERAN DAN FUNGSI LEGISLATIF DALAM MENDORONG PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN ABAD MILENIUN/MDGs. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (1)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Skripsi ini membahas tentang bagaimana faktor-faktor yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam hal ini lembaga pendidikan merupakan institusi yang dipandang paling

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam data pemilih pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. penelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan berisi tentang temuan-temuan hasil

EVALUASI PROGRAM BANTUAN KEUANGAN DESA

BAB I PENDAHULUAN. ranah pemerintah daerah seperti Desa Pakraman kebijakan tentang hak-hak

DEPARTEMEN ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

ANGGARAN DASAR-ANGGARAN RUMAH TANGGA

Lampiran Usulan Masukan Terhadap Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

DISAMPAIKAN OLEH : YUDA IRLANG, KORDINATOR ANSIPOL, ( ALIANSI MASYARAKAT SIPIL UNTUK PEREMPUAN POLITIK)

BAB VI LAPORAN PENELITIAN. A. Gambaran Umum Usaha Telur Keliling Bapak Salim. merupakan hasil produksi sendiri bertempat di samping rumah Bapak Salim

Antara Harapan dan Kecemasan Menyusup di Celah Sempit Pemilu 2004

KEBIJAKAN DAN PROGRAM PEMERINTAH DALAM MENGATASI PERKAWINAN ANAK. OLEH SRI DANTI ANWAR Kemen PP-PA

PEREMPUAN DAN POLITIK DI KOTA BEKASI. (Telaah persperspektif Komunikasi Gender dalam Politik) oleh. Afrina Sari

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Pekon Kediri berumur 17

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENINGKATKAN KINERJA ANGGOTA DPR-RI. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI DALAM NEGERI PADA

Asesmen Gender Indonesia

Global Corruption Barometer 2013

Pengalaman Indonesia MENGEMBALIKAN KEPERCAYAAN PUBLIK TERHADAP PARLEMEN:

KUASA HUKUM Veri Junaidi, S.H., M.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 18 Agustus 2014.

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

I. PENDAHULUAN. dalam melakukan analisis untuk memahami persoalan-persoalan ketidakadilan

Tujuan 5: Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman kebutuhan kelompok dan individu masyarakat, tak terkecuali

HASIL SURVEI NASIONAL PROGRAM PARTAI POLITIK DAN KOMPETENSI CALON PRESIDEN 2014 SURVEI DAN POLING INDONESIA

BAB III HASIL PENELITIAN TERPAAN PROGRAM PENDIDIKAN DEMOKRASI PEMILOS TVKU, INTENSITAS KETERLIBATAN PEMILIH DAN SOSIALISASI KPU KOTA SEMARANG TERHADAP

ANALISIS PARTISIPASI POLITIK PEREMPUAN DALAM LEMBAGA LEGISLATIF FEDERAL DI AUSTRALIA. Muhammad Syafril 1 NIM

PERAN PEREMPUAN PADA SEKTOR DOMESTIK DAN PUBLIK DI KOTA YOGYAKARTA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 89/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan Badan Kelengkapan Dewan dan Keterwakilan Perempuan

Perempuan di Ranah Politik Pengambilan Kebijakan Publik

KISAH PILU KAUM PEREMPUAN INDONESIA SEPANJANG MASA Jumat, 23 Desember :17 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 23 Desember :20

BAB I PENDAHULUAN. putra-putri terbaik untuk menduduki jabatan-jabatan politik dan pejabatpejabat

PENINGKATAN NILAI PARTISIPASI PEMILIH

KEYNOTE SPEECH PADA FORUM DISKUSI EVALUASI PILKADA SERENTAK 2015 Jakarta, 4 Mei 2016

BAB I PENDAHULUAN. 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik;

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN PENELITIAN

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

Transkripsi:

KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM KANCAH POLITIK (STUDI KASUS PENDAPAT PEREMPUAN KOTA SAMARINDA) Woman Delegation in Political Arena (Case Study of Woman Opinion in Samarinda) Fajar Apriani Jurusan Ilmu Administrasi FISIP Universitas Mulawarman Abstract Culture, social system, political system, till poorness problem, still become the sturdy barrier wall in political participation of woman. In Indonesia, there are at least two woman problem in politics. First of very low problem woman delegation in public space. And second, the problem of the existence of party platform which hold a brief for woman. Feminist circle by itself believe that more amount place for woman in the world of politics will give the 'fresh wind' and expectation for politics change which arrogant, corrupt and patriarchies. On that account later; then quota 3% for woman in parliament in General Election 24 becoming of vital importance in order to affirmative action utilize to give a wide opportunity for woman to act in the field of politics. Key words : Woman participation, political delegation, feminist. PENDAHULUAN Bagi perempuan, konsep demokrasi dapat menjadi satu hal yang sangat diidamkan namun sekaligus juga mimpi buruk. Demokrasi yang diwariskan melalui tradisi Yunani, jelas tidak mengikutkan perempuan dan budak. Bahkan kaum liberal awal dengan mudahnya mengatakan bahwa setiap manusia memiliki hak yang sama tanpa mengaitkan bahwa perempuan juga berharap dapat memilih dalam pemilihan umum. Terkadang demokrasi juga digunakan sebagai justifikasi akan superioritas suku, agama dan gender tertentu (24 : 4). Berkaitan dengan peran perempuan dalam bidang politik, gerakan perempuan sesungguhnya bertujuan untuk memulihkan hak-hak politik yang erat kaitannya dengan proses transformasi sosial yang identik dengan transformasi demokrasi (24). Gerakan perempuan juga bertujuan untuk menciptakan hubungan antar sesama manusia yang secara fundamental baru, lebih adil, dan saling menghargai. Politik, terlepas dari segala kontroversi di dalamnya, adalah alat sosial yang paling memungkinkan bagi terciptanya ruang kesempatan dan wewenang, serta memungkinkan rakyat mengelola dirinya sendiri melalui berbagai aksi

bersama, diskusi, sharing, dalam prinsip kesetaraan dan keadilan. Politik adalah salah satu sarana yang dapat mendorong perempuan untuk mencurahkan semua kecemasannya (Wijaksana, 24). Budaya, sistem sosial, sistem politik, hingga masalah kemiskinan, masih menjadi tembok penghalang yang kokoh dalam partisipasi politik perempuan. Oleh sebab itu dibutuhkan sebuah usaha yang lebih strategis agar dapat mengubah kondisi tersebut. Memasuki wilayah strategis berarti memasuki wilayah pengambilan kebijakan alternatif yang bersahabat dengan perempuan. Salah satu cara yang dapat dipilih adalah perempuan masuk dalam tataran kekuasaan dan legislasi atau dengan memperkuat kontrol dan akses perempuan di wilayah tersebut. Penyebabnya adalah kekuasaan dan legislasi merupakan aspek yang sangat menonjol dalam menentukan corak ideologi masyarakat dan pengaturan sumber daya pembangunan. Apabila menginginkan keadilan pengaturan sumber daya bagi laki-laki dan perempuan secara adil, satu-satunya jalan adalah terlibat langsung dalam setiap tahapan pengaturan tersebut (Wijaksana, 24). Di Indonesia, paling tidak terdapat dua persoalan perempuan dalam politik. Pertama masalah keterwakilan perempuan yang sangat rendah di ruang publik. Dan kedua, masalah belum adanya platform partai yang secara konkrit membela kepentingan perempuan. Kalangan feminis sendiri meyakini bahwa tempat lebih banyak bagi perempuan dalam dunia politik akan memberikan angin segar dan harapan bagi perubahan politik yang arogan, korup dan patriarkhis. Oleh sebab itu kemudian kuota 3% bagi perempuan di parlemen dalam Pemilihan Umum 24 menjadi sangat penting dalam rangka tindakan afirmatif (affirmative action) guna memberikan kesempatan yang luas bagi perempuan untuk berkiprah dalam bidang politik. Basis pemikiran lainnya adalah adanya keyakinan bahwa dengan maju ke ruang publik dan menduduki tempat-tempat strategis pengambilan keputusan merupakan cara agar kepentingan perempuan dapat terwakili. Di sisi lain, keterlibatan perempuan dalam pengambilan kebijakan akan mampu membawa masyarakat Indonesia pada perubahan sistem yang berkeadilan dan bersih dari korupsi. Diyakini, masuknya perempuan dalam pengambilan

keputusan menjadi penting dalam rangka menciptakan dunia baru, dunia yang bebas diskriminasi (24 : 4). Sudah saatnya perspektif gender masuk pada segala lini kehidupan, terutama dalam pengambilan keputusan dan kebijakan pemerintah. Jika hal tersebut selama ini belum sempat dilakukan tak lain adalah karena kehidupan sosio-politik Indonesia hanya dilihat dari kacamata laki-laki. Sementara warga perempuan sendiri kian terpinggirkan dan dianggap tidak layak memasuki bidang politik. Politik dianggap sebagai dunia yang kejam dan kotor. Sejarah yang sudah lama ada melalui rangkaian konvensi yang sangat kuat membuat perempuan tersisih dari dunia politik melalui pembedaan antara peran privat dan publik. Secara serius, pembedaan ini memotong akses perempuan ke lingkup publik. Perempuan terus-menerus dipatok pada kewajiban-kewajiban di lingkup privat yang menghabiskan hampir seluruh waktunya setiap hari. Seharusnya negara juga melindungi aktivitas perempuan di dunia politik, sebuah langkah konkrit yang dapat dipelajari dari negara tetangga adalah dengan melarang rapat-rapat partai dan parlemen hingga larut malam, tidak merokok di dalam ruang rapat, hingga kebijakan yang mengakomodir kebutuhan yang spesifik bagi perempuan, misalnya ruang penitipan anak maupun ruang menyusui. Intinya, politik seharusnya juga ramah terhadap perempuan. Suara perempuan dalam pemilihan umum kini menjadi begitu bermakna, dimana pesta demokrasi kelak akan berujung di kotak suara. Disanalah harapan besar para pembela hak-hak perempuan guna meloloskan beberapa Rancangan Undang-undang (RUU) yang secara spesifik melindungi perempuan. Pelaksanaan Pemilu 24 lalu memang berbeda dibandingkan dengan pemilu sebelumya. Disamping tata cara pemilihannya, Pemilu 24 lalu menegaskan adanya keterwakilan perempuan sebanyak 3% yang dapat dicalonkan oleh partai politik di setiap daerah pemilihan. Dengan demikian, perempuan mempunyai kesempatan secara langsung untuk terlibat dalam proses politik melalui ketentuan keterwakilan perempuan sebesar 3% tersebut. Proses ini juga menyimpan harapan akan tuntutan diperhatikannya sejumlah persoalan perempuan yang selama ini hampir yidak diperhatikan oleh pembuat kebijakan di parlemen.

Namun demikian, di tengah harapan itu, rasanya sulit menyembunyikan kecemasan, khususnya berkaitan dengan komitmen partai politik sebagai penyedia caleg perempuan. Setinggi apa pun harapan itu, nampaknya akan menjadi mustahil bila partai politik tidak memiliki komitmen akan kesungguhan menominasikan caleg perempuan. Apalagi dalam undang-undang partai politik tidak mewajibkannya secara tegas. CETRO (Centre of Electoral Reform) dalam siaran persnya pada Jakarta, 6 Januari 24, yang berjudul Antara Janji dan Fakta : Partai Politik Belum Optimal Meningkatkan Keterwakilan Perempuan mengatakan bahwa partai politik belum optimal meningkatkan keterwakilan perempuannya. Menurut CETRO, proses ini tidak berjalan alami dimana partai politik tidak sungguhsungguh meningkatkan keterwakilan perempuan. Menganalisis keterwakilan perempuan dalam kancah politik di Indonesia dapat terbantu dengan membandingkan apa yang telah dilakukan perempuan di beberapa negara tetangga yang memiliki latar belakang sosial, budaya atau politik yang relatif mirip. Misalnya, India. India, yang disebut sebagai negeri demokrasi terbesar itu, memiliki jaminan keadilan perempuan dalam konstitusi yang ditegaskan secara nyata. Hak perempuan terbebas dari segala bentuk diskriminasi atau pelarangan yang berdasarkan perbedaan gender, kasta, agama, ras atau daerah kelahiran yang dijamin dalam Undang-undangnya. Konstitusi India juga menjamin bahwa lakilaki dan perempuan akan mendapatkan kesempatan yang sama dalam memperoleh pekerjaan. Bahkan untuk keterwakilan perempuan dalam politik, konstitusi India jauh lebih progresif dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia. Jika di Indonesia keterwakilan itu diatur oleh peraturan setingkat undang-undang itu pun dengan sebuah pasal karet maka konstitusi India sudah dengan tegas menjamin perempuan akan menempati perwakilan tingkat desa / lokal yang disebut Panchayat sepertiga dari seluruh anggota parlemen. Hal yang tak kalah progresif juga telah diraih oleh Bangladesh, yang merupakan negara termiskin di dunia. Namun memiliki konstitusi yang tak kalah kuat dibandingkan dengan negara-negara lain yang jauh lebih maju secara ekonomi. Hampir mirip dengan India, Konstitusi Bangladesh juga menjamin hak-

hak fundamental warga negara termasuk perempuan pada Bagian II tentang Fundamental Principles of State Policy (Prinsip-prinsip Dasar Kebijakan Negara). Negara dan masyarakat harus menciptakan kondisi yang diperlukan bagi perempuan untuk meningkatkan kualitas dirinya dalam semua bidang kehidupan dan secara penuh berperan dalam kehidupan masyarakat, dan semua unit kesejahteraan, termasuk sarana penerangan di tempat kerja, memberikan kesempatan perempuan untuk lebih aktif dalam pekerjaan dan belajar, menikmati pelayanan kesehatan, menikmati cuti haid, dan menunaikan kewajiban kehamilannya. Berikut disajikan data mengenai jumlah anggora parlemen perempuan dan persentasenya di beberapa negara Asia : Tabel 1. Jumlah Anggota Parlemen Perempuan dan Persentase di Beberapa Negara Asia No Negara Pemilu Jumlah Jumlah Anggota Kursi Parlemen % 1 Vietnam Mei 22 498 136 27,3 2 Pakistan Oktober 22 342 74 21,6 3 Filipina Mei 21 214 38 17,8 4 Malaysia September 1999 191 2 1,5 5 India September 1999 543 48 8,8 6 Indonesia Juni 1999 5 4 8, 7 Sri Lanka Desember 21 225 1 4,4 8 Bangladesh Oktober 21 3 6 2, Sumber : Diolah dari International Parliament Union. Prestasi mengesankan yang telah dicatat perempuan Vietnam berdasarkan tabel di atas jelas bersandar pada kebijakan-kebijakan pemerintah dan partai politik yang mendorong dan mempengaruhi perempuan untuk secara nyata terlibat dalam semua kebijakan yang berhubungan dengan perempuan. Vietnam kini memiliki konstitusi yang kokoh, pemerintah yang peduli dengan nasib perempuan, partai politik yang sensitif akan suara perempuan, dan organisasi masyarakat yang didukung konstituen perempuan. Oleh sebab itu secara umum tak heran apabila selama 15 tahun terakhir ini Indonesia tidak pernah mampu menyusul Vietnam dari peringkat Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) berdasarkan penilaian UNDP sebagaimana terlihat pada tabel berikut :

Tabel 2. Perbandingan Human Development Index Indonesia dan Vietnam Tahun 199, 1995 dan 2 No Tahun Indonesia Vietnam Indeks Ranking Indeks Ranking 1 199,623 11,65 19 2 1995,664 11,649 19 3 2,684 11,688 19 Sumber : UNDP, Human Development Index, www.undp.org/hdr22/indicator. Penelitian ini diharapkan mampu menghimpun pendapat perempuan di Kota Samarinda mengenai keterwakilan perempuan dalam kancah politik. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang diambil oleh peneliti ini termasuk jenis penelitian kuantitatif, dimana penelitian ini akan mengidentifikasi karakteristik perempuan di Kota Samarinda dan mengklasifikasi serta mengukur pendapat mereka tentang keterwakilan perempuan dalam kancah politik. Dengan demikian, melalui jenis penelitian ini maka dapat dijelaskan secara terperinci mengenai pendapat perempuan di Kota Samarinda yang paling dominan mengenai keterwakilan perempuan dalam kancah politik, sehingga hasil penelitian pada akhirnya dapat memberikan rekomendasi kepada aparatur penyelenggara pemerintahan. Penelitian ini menggunakan dua macam metode pengumpulan data, yaitu survei yang kemudian dilengkapi dengan wawancara mendalam terhadap beberapa responden yang ditemui dalam survei. Sebagai sumber data dalam penelitian ini adalah 1 orang perempuan di kota Samarinda yang tersebar di enam wilayah kecamatan, yaitu Palaran, Samarinda Ilir, Samarinda Seberang, Sungai Kunjang, Samarinda Ulu dan Samarinda Utara. Dengan demikian, masyarakat kota Samarinda yang akan penulis teliti diwakili oleh 1 orang responden yang dipilih secara accidental sampling. Responden pada jajak pendapat ini adalah perempuan berusia 17 tahun ke atas (pada tahun 24), dengan demikian adalah perempuan yang berusia 21 tahun (pada 28) atau yang telah menikah atau yang memiliki hak pilih. Perempuan dijadikan sebagai responden penelitian dengan alasan karena selama ini suara, sikap dan pendapat perempuan hampir tidak terakomodasi dengan baik.

Sumber bukti bagi pengumpulan data penelitian ini adalah metode survei yang dilakukan dengan menyebarkan angket mengenai indikator keterwakilan perempuan dalam kancah politik. Angket disebar pada 1 orang perempuan di Kota Samarinda yang dilaksanakan selama dua minggu, mulai 19 Maret hingga 2 April 28. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah : 1. Data demografi yang meliputi : tahun lahir, status perkawinan dan tingkat pendidikan. 2. Pendapat perempuan di Kota Samarinda mengenai keterwakilan perempuan dalam kancah politik. 3. Harapan perempuan di Kota Samarinda terhadap calon legislatif perempuan. 4. Kebijakan prioritas mengenai perempuan yang diinginkan perempuan di Kota Samarinda. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi tiga kegiatan yaitu : proses memasuki lokasi penelitian (getting in), ketika berada di lokasi penelitian (getting along) dan mengumpulkan data (logging data) (Nasution, 1992). Sedangkan alat analisa data yang digunakan adalah analisis data kuantitatif. Data hasil survei seluruh responden diolah melalui program SPSS dan dianalisis berdasarkan tabel-tabel distribusi frekuensi dan tabel klasifikasi yang dihasilkan melalui program SPSS. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Responden penelitian ini adalah 1 orang responden perempuan yang tersebar di Kota Samarinda yang meliputi enam wilayah kecamatan. Berdasarkan usia, responden penelitian berusia antara 21 hingga 5 tahun. Responden dikelompokkan menjadi enam kelompok usia dengan menggunakan interval 5 sebagai berikut : Diagram 1. Kelompok Usia Responden Penelitian

6 5 4 3 2 Kelompok Usia 1 21-25 tahun 26-3 tahun 31-35 tahun 36-4 tahun 41-45 tahun 46-5 tahun Mengenai status perkawinan responden penelitian, sebagian besar dari responden (62%) berstatus menikah, sedangkan lainnya belum menikah (35%) dan 3% berstatus janda. Diagram 2. Status Perkawinan Responden Penelitian 7 6 5 4 3 2 1 Status Perkawinan Menikah Belum Menikah Janda Sebagian (65%) dari responden berpendidikan tinggi, yaitu 35% lulus maupun tidak lulus SLTA dan 3% mengenyam pendidikan tinggi, yang terdiri atas 8% lulus DIII, 17% lulus S1 hingga 5% lulus S2). Selebihnya berpendidikan rendah, yaitu 11% hanya berpendidikan SD (lulus maupun tidak lulus), dan 24% berpendidikan SLTP (lulus maupun tidak lulus) dan tidak ada yang tidak pernah bersekolah. Diagram 3. Tingkat Pendidikan Responden Penelitian 35 3 25 2 15 1 5 Tingkat Pendidikan SD SLTP SLTA D3 S1 S2 Hasil Penelitian

Pendapat Perempuan di Kota Samarinda mengenai Keterwakilan Perempuan dalam Kancah Politik Pendapat responden mengenai keterwakilan perempuan dalam kancah politik, dalam bentuk pendapat setuju, tidak setuju atau tidak tahu terhadap sembilan item pertanyaan. 1. Pencatatan Perempuan sebagai Peserta Pemilu pada 24 Diagram 4. Pencatatan Responden sebagai Peserta Pemilu 24 1 8 6 4 Tercatat Tidak Tercatat 2 2. Pendapat Responden tentang Peluang Peningkatan Partisipasi Perempuan dalam Bidang Politik melalui Kuota Perempuan sebesar 3% Diagram 5. Peningkatan Partisipasi Perempuan dalam Bidang Politik melalui Kuota Perempuan sebesar 3% 5 4 3 2 Setuju Tidak Setuju Tidak Tahu 1 3. Pendapat Responden tentang Keengganan Perempuan Berpartisipasi dalam Bidang Politik Walaupun Partai Politik Telah Memberi Ruang bagi Perempuan

Diagram 6. Keengganan Perempuan Berpartisipasi dalam Bidang Politik Walaupun Partai Politik Telah Memberi Ruang bagi Perempuan 7 6 5 4 3 2 1 Setuju Tidak Setuju Tidak Tahu 4. Pendapat Responden tentang Calon Legislatif Perempuan Tidak Berpengalaman di Bidang Politik Diagram 7. Calon Legislatif Perempuan Tidak Berpengalaman di Bidang Politik 6 5 4 3 2 1 Setuju Tidak Setuju Tidak Tahu 5. Pendapat Responden tentang Calon Legislatif Perempuan Tidak Berkualitas di Bidang Politik Diagram 8. Calon Legislatif Perempuan Tidak Berkualitas di Bidang Politik 1 8 6 4 Setuju Tidak Setuju 2 6. Pendapat Responden tentang Peluang Calon Legislatif Perempuan Membawa Aspirasi Perempuan

Diagram 9. Peluang Calon Legislatif Perempuan Membawa Aspirasi Perempuan 8 7 6 5 4 3 2 1 Setuju Tidak Setuju Tidak Tahu 7. Pendapat Responden tentang Perempuan dalam Kancah Politik Masih Disangsikan karena Tabu Berpolitik Diagram 1. Perempuan dalam Kancah Politik Masih Disangsikan karena Tabu Berpolitik 8 7 6 5 4 3 2 1 Setuju Tidak Setuju Tidak Tahu 8. Pendapat Responden tentang Kecenderungan Memilih Calon Legislatif Perempuan dibandingkan Calon Legislatif Laki-laki Diagram 11. Kecenderungan Memilih Calon Legislatif Perempuan dibandingkan Calon Legislatif Laki-laki 5 4 3 2 Setuju Tidak Setuju Tidak Tahu 1 9. Kebijakan Prioritas bagi Perempuan di Kota Samarinda terhadap Calon Legislatif Perempuan

Terdapat beberapa kebijakan yang menjadi prioritas bagi perempuan di Kota Samarinda terhadap calon legislatif perempuan, yaitu sebagai berikut : 1. Kebijakan masalah sosial ekonomi, politik dan pendidikan perempuan, 2. Kebijakan masalah perdagangan perempuan (women trafficking), 3. Kebijakan masalah kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga (KDRT), 4. Kebijakan masalah penegakan hukum, 5. Kebijakan masalah kesehatan perempuan, dan 6. Kebijakan masalah korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Berikut data mengenai kebijakan yang menjadi prioritas bagi perempuan di Kota Samarinda terhadap calon legislatif perempuan : Diagram 12. Kebijakan yang menjadi Prioritas bagi Perempuan di Kota Samarinda terhadap Calon Legislatif Perempuan 45 4 35 3 25 2 15 1 5 Sosekpol & Pendidikan Perempuan Perdagangan Perempuan KDRT Penegakan Hukum Kesehatan Perempuan KKN Pembahasan Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, dapat diketahui beberapa poin pendapat perempuan di Kota Samarinda mengenai keterwakilan perempuan dalam kancah politik sebagai berikut : 1. Perempuan di Kota Samarinda tercatat sebagai peserta pemilihan umum pada tahun 24. Dalam hal ini, 94% responden menyatakan tercatat sebagai peserta pemilihan umum dan mempergunakan hak pilihnya.

2. Perempuan di Kota Samarinda berpendapat bahwa dengan tersedianya kuota bagi perempuan dalam badan legislatif sebesar 3%, maka akan meningkatkan partisipasi perempuan dalam bidang politik. Dalam hal ini, 46% responden menyetujui bahwa partisipasi perempuan dalam bidang politik akan meningkat dengan diberikannya kesempatan sebesar 3% bagi perempuan di parlemen. 3. Perempuan di Kota Samarinda berpendapat bahwa pemberian ruang bagi perempuan dalam partai politik menjadikan perempuan ingin berpartisipasi dalam bidang politik. Dalam hal ini, 7% responden menyatakan tidak setuju bahwa perempuan tidak mau berpartisipasi dalam bidang politik, padahal partai politik telah memberi ruang bagi perempuan. 4. Perempuan di Kota Samarinda berpendapat bahwa calon legislatif perempuan juga berpengalaman di bidang politik. Dimana dalam hal ini, 6% responden menyatakan tidak setuju apabila perempuan dikatakan tidak berpengalaman dalam bidang politik. 5. Perempuan di Kota Samarinda berpendapat bahwa calon legislatif perempuan juga berkualitas di bidang politik. Dalam hal ini, 1% responden menyatakan tidak setuju apabila perempuan dikatakan tidak berkualitas dalam bidang politik. 6. Perempuan di Kota Samarinda berpendapat bahwa calon legislatif perempuan akan membawa aspirasi perempuan dalam badan legislatif. Dalam hal ini 9% responden menyatakan yakin bahwa dengan terpilihnya perempuan sebagai anggota legislatif, secara otomatis mereka akan memperjuangkan aspirasi perempuan melalui badan legislatif. 7. Perempuan di Kota Samarinda berpendapat bahwa perempuan dalam kancah politik seharusnya tidak disangsikan akibat adanya stigmatisasi bahwa perempuan tabu berpolitik. Dalam hal ini 76% responden menyatakan tidak setuju akan stigma di masyarakat yang menyatakan bahwa perempuan tabu berpolitik. 8. Perempuan di Kota Samarinda berpendapat bahwa mereka tidak tahu akan memilih calon legislatif perempuan atau calon legislatif laki-laki, karena hak pilih mereka akan dipergunakan untuk memilih calon legislatif yang memiliki

visi dan misi yang sesuai dengan aspirasi mereka. Dalam hal ini 42% responden menjawab tidak tahu berkaitan dengan hal tersebut. 9. Perempuan di Kota Samarinda berpendapat bahwa kebijakan mengenai masalah sosial, ekonomi, politik dan pendidikan perempuan merupakan prioritas kebijakan yang mereka harapkan dapat diperjuangkan oleh legislatif. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Suara perempuan yang selama ini hampir tidak terakomodasi dengan baik, mempengaruhi keterwakilan perempuan dalam kancah politik. Penelitian ini berhasil menghimpun pendapat perempuan di Kota Samarinda mengenai keterwakilan perempuan dalam kancah politik sebagai berikut : 1. Mayoritas perempuan di Kota Samarinda tercatat sebagai peserta pemilihan umum pada tahun 24. 2. Mayoritas perempuan di Kota Samarinda berpendapat bahwa dengan tersedianya kuota bagi perempuan dalam badan legislatif sebesar 3%, maka akan meningkatkan partisipasi perempuan dalam bidang politik. 3. Mayoritas perempuan di Kota Samarinda berpendapat bahwa pemberian ruang bagi perempuan dalam partai politik menjadikan perempuan ingin berpartisipasi dalam bidang politik. 4. Mayoritas perempuan di Kota Samarinda berpendapat bahwa calon legislatif perempuan juga berpengalaman di bidang politik. 5. Mayoritas perempuan di Kota Samarinda berpendapat bahwa calon legislatif perempuan juga berkualitas di bidang politik. 6. Mayoritas perempuan di Kota Samarinda berpendapat bahwa calon legislatif perempuan akan membawa aspirasi perempuan dalam badan legislatif. 7. Mayoritas perempuan di Kota Samarinda berpendapat bahwa perempuan dalam kancah politik seharusnya tidak disangsikan akibat adanya stigmatisasi bahwa perempuan tabu berpolitik. 8. Mayoritas perempuan di Kota Samarinda berpendapat bahwa mereka tidak tahu akan memilih calon legislatif perempuan atau calon legislatif laki-laki, karena hak pilih mereka akan dipergunakan untuk memilih calon legislatif yang memiliki visi dan misi yang sesuai dengan aspirasi mereka.

9. Mayoritas perempuan di Kota Samarinda berpendapat bahwa kebijakan mengenai masalah sosial, ekonomi, politik dan pendidikan perempuan merupakan prioritas kebijakan yang mereka harapkan dapat diperjuangkan oleh legislatif. Saran Perempuan juga sebagai warga negara memiliki hak untuk dapat menyampaikan pendapat dan juga berhak memperoleh tanggapan mengenai aspirasi dan harapannya dalam kancah politik. Suara perempuan yang selama ini hampir tidak terakomodasi dengan baik memperoleh kesempatan melalui pemberian kuota sebesar 3% dalam badan legislatif. Berkaitan dengan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini, maka penulis menyarankan beberapa hal sebagai berikut : 1. Hendaknya seluruh perempuan, khususnya di Kota Samarinda mempergunakan hak pilih politiknya dengan baik sebagai wujud pemberian suara dan aspirasi mereka bagi negara. 2. Hendaknya seluruh perempuan, khususnya di Kota Samarinda memberdayakan diri dalam bidang politik sebagai wakil perempuan yang akan memperjuangkan harapan dan aspirasi perempuan dalam badan legislatif agar suara perempuan dapat terakomodasi dengan baik. 3. Kualitas dan pengalaman seseorang di bidang politik tidak dapat diukur melalui stereotipe atas jenis kelamin. 4. Stigmatisasi di masyarakat yang menyatakan bahwa perempuan tabu berpolitik perlu dibenahi agar aspirasi dan harapan perempuan tidak lagi dibatasi. 5. Pengetahuan akan visi dan misi dari setiap calon legislatif perlu dipahami oleh masyarakat agar tidak salah mempergunakan hak pilihnya. Sehingga pemilihan umum tidak berlangsung atas dasar like and dislike, KKN, ataupun unsur SARA. 6. Kebutuhan perempuan mengenai penanganan masalah sosial, ekonomi, politik dan pendidikan bagi perempuan perlu diperjuangkan dan menjadi prioritas bagi wakil rakyat.

DAFTAR PUSTAKA Adriana Venny. 24. Pesta Demokrasi : Berkah atau Mimpi Buruk?. Jurnal Perempuan 34. Jakarta : Yayasan Jurnal Perempuan. Eko Bambang Subiyantoro. 24. Keterwakilan Perempuan dalam Politik : Masih Menjadi Kabar Burung. Jurnal Perempuan 34. Jakarta : Yayasan Jurnal Perempuan. MB. Wijaksana. 24. Perempuan dan Politik : Ketika yang Personal adalah Konstitusional. Jurnal Perempuan 34. Jakarta : Yayasan Jurnal Perempuan. Shirin Rai. Editor : Azza Karam. 1999. Perempuan di Parlemen, Bukan Sekedar Jumlah Bukan Sekedar Hiasan, terjemahan. Jakarta : Yayasan Jurnal Perempuan International IDEA. The Constitution of India. http : www.indiacode.nic.in. The Constitution of The People`s Republic of Bangladesh. http : www.bangladeshgov.org. The Constitution of Vietnam. http : www.ubqgphunu.gov.vn.