Modul ke: Hubungan Industrial Proses Penentuan Upah, Dewan Pengupahan dan Kebutuhan Hidup Layak Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Rizky Dwi Pradana, M.Si
Sub Bahasan 1. Proses Penentuan Upah 2. Dewan Pengupahan 3. kebutuhan Hidup Layak
A. Proses Penentuan Upah Di Indonesia secara umum dalam UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan telah mengatur tentang proses penentuan upah, hal tersebut sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 88, 89, dan Pasal 90 UU Ketenegakerjaan. Sementara itu, Indonesia tidak memiliki satu Undang-Undang yang khusus mengatur mengenai Upah kecuali ketentuan dalam Undang- Undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 88, 89, dan Pasal 90.
Akan tetapi, Indonesia memiliki Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan (PP Pengupahan) dimana Peraturan tersebut menggantikan Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah. PP Pengupahan memperkenalkan formula baru untuk menghitung kenaikan upah minimum setiap tahun, dimulai pada tahun 2016. Dalam PP itu disebutkan, bahwa kebijakan pengupahan diarahkan untuk pencapaian penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi Pekerja/Buruh.
UU Ketenegakerjaan Pasal 1 Ayat 30 mendefinisikan : Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
Definisi lain mengatakan bahwa Upah adalah sebuah kesanggupan dari perusahaan untuk menilai karyawan dan memposisikan diri dalam benchmaking dengan dunia industri. Perusahaan wajib memiliki kerangka dasar sistem pengupahan yang baku dan standar untuk dijadikan acuan dalam pembicaraan negosiasi gaji.
Dalam Pasal 88 UU Ketenagakerjaan menerangkan bahwa : 1. Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. 2. Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh.
3. Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) meliputi : upah minimum; upah kerja lembur; upah tidak masuk kerja karena berhalangan; upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya; upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya; bentuk dan cara pembayaran upah; denda dan potongan upah; hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah; struktur dan skala pengupahan yang proposional; upah untuk pembayaran pesangon; dan upah untuk perhitungan pajak penghasilan.
4. Pemerintah menentapkan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf a berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.
Sementara itu, dalam Pasal 89 UU Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa : 1. Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (3) huruf a dapat terdiri atas : a. upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota; b. upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota. 2. Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak.
3. Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota. 4. Komponen serta pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.
Lebih lanjut, Pasal 90 UU Ketenagakerjaan menerangkan bahwa : 1. Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89; 2. Bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 dapat melakukan penangguhan; 3. Tata cara penangguhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.
Berdasarkan peraturan upah minimum yang ada terdapat beberapa jenis Upah Minimum baik ditingkat propinisi maupun kabupaten / kotamadya. Pada Tingkat Provinsi, ada dua kemungkinan yaitu : Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP), sedang ditingkat Kabupaten / Kotamadya juga memiliki dua kemungkinan yaitu : Upah Minimum Kabupaten / Kotamadya (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten / Kotamadya (UMSK).
Upah Minimum Provinsi (disingkat UMP) adalah upah minimum yang berlaku untuk seluruh kabupaten/kota di satu provinsi. Dahulu Upah Minimum Provinsi dikenal dengan istilah Upah Minimum Regional Tingkat I. Dasar hukum penetapan UMP adalah Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2013 tentang Upah Minimum. UMP ditetapkan oleh gubernur dengan memperhatikan rekomendasi Dewan Pengupahan Provinsi.
Di Indonesia, upah minimum ditetapkan di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kotamadya, dan Sektoral oleh Gubernur, dimana upah minimum Kabupaten/Kota biasanya lebih tinggi dari upah minimum provinsi. Berdasarkan Pasal 89 UU 13/2003, setiap wilayah diberikan hak untuk menetapkan kebijakan Upah minimum mereka sendiri baik di tingkat provinsi dan tingkat Kabupaten/kotamadya.
Berdasarkan PP Pengupahan, Gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi, yang dihitung berdasarkan formula perhitungan upah minimum sebagaimana diatur dalam PP tersebut. Mengenai penetapan Upah Minimum Sektoral Provinsi, PP Pengupahan juga menegaskan, gubernur dapat menetapkan upah minimum sektoral provinsi dan / atau kabupaten / kota berdasarkan hasil kesepakatan asosiasi pengusaha dengan serikat pekerja / serikat buruh pada sektor yang bersangkutan.
Penetapan upah minimum sektoral sebagaimana dimaksud, dilakukan setelah mendapat saran dan pertimbangan mengenai sektor unggulan dari dewan pengupahan provinsi atau dewan pengupahan kabupaten/kota sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Selain itu, upah minimum sektoral juga harus lebih besar dari upah minimum kabupaten/kota di kabupaten/kota yang bersangkutan.
Menurut Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, Gubernur memiliki kewenangan untuk menentukan Upah Minimum tanpa rekomendasi dari Dewan Pengupahan, tidak seperti sebelumnya di mana setiap provinsi memutuskan upah minimum berdasarkan rekomendasi dan usulan dari Dewan Pengupahan Provinsi untuk menentukan Upah Minimum Provinsi; dan rekomendasi dari Walikota dan/atau dari Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota untuk menentukan Upah Minimum Kabupaten/Kota
B. Dewan Pengupahan Untuk mengatur sistem pengupahan di Indonesia, pemerintah sudah membuat rambu-rambunya dalam UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Secara aturan, dasar hukum dari Dewan Pengupahan terdapat dalam Keputusan Presiden (Keppres) No. 107 Tahun 2004 Tentang Dewan Pengupahan. Dalam Pasal 1 Ayat 1 Keppres No. 107 Tahun 2004, menerangkan bahwa Dewan Pengupahan adalah suatu lembaga non struktural yang bersifat tripartit.
Lebih lanjut, dalam Pasal 2 Keppres 107/2004, menerangkan bahwa Dewan Pengupahan terdiri dari : a. Dewan Pengupahan Nasional yang selanjutnya disebut Depenas; b. Dewan Pengupahan Provinsi yang selanjutnya disebut Depeprov; c. Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut Depekab/Depeko.
Kemudian, dalam Pasal 3 Keppres 107/2004, menerangkan bahwa : 1. Depenas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dibentuk oleh Presiden; 2. Depeprov sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b dibentuk oleh Gubernur; 3. Depekab/Depeko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c dibentuk oleh Bupati/Walikota.
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri memastikan bahwa Dewan Pengupahan akan tetap berperan meski Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan telah diterbitkan. Hanif menjelaskan, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, penetapan upah minimum merupakan kewenangan pemerintah bukannya Dewan Pengupahan.
Ia memaparkan, fungsi Dewan Pengupahan menurut ketentuan UU Ketenagakerjaan adalah memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pengupahan. Sementara dalam konteks pembentukan PP Pengupahan, Dewan Pengupahan Nasional telah dimintai saran dan pertimbangan karena memang prosesnya melibatkan mereka.
"Pastinya bahwa kebijakan pemerintah tentang pengupahan itu bertujuan melindungi mereka yang bekerja agar makin sejahtera, mereka yang belum bekerja agar bisa bekerja dan mereka yang berusaha (dunia usaha) agar usahanya berkembang dan terus menyerap tenaga kerja,"
Hanif memastikan bahwa ke depan Dewan Pengupahan masih akan tetap berperan dalam memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam hal pengupahan, misalnya membantu melakukan supervisi dan monitor penerapan struktur dan skala upah yang wajib dilaksanakan oleh perusahaan atas mandat UU Ketenagakerjaan dan PP Pengupahan.
"Penerapan struktur dan skala upah dimana pengupahan mempertimbangkan jabatan, golongan, masa kerja, pendidikan dan kompetensi, akan menjadi jalan baru bagi peningkatan kesejahteraan pekerja secara proporsional. Struktur dan skala upah ini mencerminkan upah layak.
Menurut Hanif, serikat pekerja atau buruh seharusnya lebih banyak berjuang pada level ini, baik melalui forum bipartit di perusahaan maupun forum tripartit, alih-alih melakukan demonstrasi di jalanan. Dengan memperkuat organisasi dan kapasitas, ucap dia, maka individu pengurus dan anggota kelompok akan semakin hebat untuk berunding dan membangun dialog yang sehat dan produktif.
"Saya kira inilah saatnya serikat pekerja atau buruh kembali ke khittah, yakni memperjuangkan upah layak, bukan memperjuangkan upah minimum. Upah minimum juga harus dikembalikan ke khittahnya sebagai jaring pengaman (safety net), bukan sebagai upah utama.
Sementara itu, tugas dari Dewan Pengupahan adalah memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam rangka perumusan kebijakan pengupahan dan pengembangan sistem pengupahan nasional / provinsi / kabupaten / kota. Seperti dalam penentuan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK).
Untuk mengatur tentang ketentuan upah minimum provinsi dari upah minimum kabupaten/kota, pemerintah membuat peraturan yaitu Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-01/MEN/1999 dan diperbaharui pada tahun 2000 menjadi Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-226/MEN/2000 tentang Upah Minimum.
C. Kebutuhan Hidup Layak Standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) adalah dasar dalam penetapan Upah Minimum. Komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) merupakan komponenkomponen pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari yang dibutuhkan oleh seorang pekerja lajang selama satu bulan.
Sebelumnya menetapkan Upah Minimum Propinsi, Dewan Pengupahan yang terdiri dari perwakilan serikat pekerja, pengusaha, pemerintah, dan pihak netral dari akademisi akan melakukan survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Tetapi apa yang dimaksud survey KHL, komponen kebutuhan hidup apa yang di survey dan mekanisme standarisasi KHL hingga menjadi penetapan Upah Minimum.
Kebutuhan Hidup Layak yang selanjutnya disingkat KHL adalah standar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak baik secara fisik, non fisik dan sosial, untuk kebutuhan 1 (satu) bulan. Sejak diluncurkannya UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pemerintah menetapkan standar KHL sebagai dasar dalam penetapan Upah Minimum seperti yang diatur dalam pasal 88 ayat 4.
Peraturan mengenai KHL, diatur dalam UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pembahasan lebih dalam mengenai ketentuan KHL, diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 17 tahun 2005 tentang Komponen dan Pentahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak. Namun, Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 17 tahun 2005 direvisi oleh Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 13 tahun 2012 tentang Perubahan Penghitungan KHL.
Jumlah jenis kebutuhan yang semula 46 jenis dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 17 tahun 2005 menjadi 60 jenis KHL dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 13 tahun 2012. Penambahan baru sebagai berikut : 1) Ikat pinggang 2) Kaos kaki 3) Deodorant 100 ml/g 4) Seterika 250 watt 5) Rice cooker ukuran 1/2 liter 6) Celana pendek 7) Pisau dapur 8) Semir dan sikat sepatu 9) Rak piring portable plastic 10) Sabun cuci piring (colek) 500 gr per bulan 11) Gayung plastik ukuran sedang 12) Sisir 13) Ballpoint/pensil 14) Cermin 30 x 50 cm Selain penambahan 14 jenis baru KHL tersebut, juga terdapat penyesuaian/ penambahan Jenis kualitas dan kuantitas KHL serta perubahan jenis kebutuhan.
Komponen apa saja yang termasuk dalam standar KHL? Standar KHL terdiri dari beberapa komponen yaitu : Makanan & Minuman Sandang Perumahan Pendidikan Kesehatan Transportasi Rekreasi dan Tabungan
Daftar Pustaka Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Keputusan Presiden Republik Indonesia, Nomor 107 Tahun 2004 Tentang Dewan Pengupahan. Tim Pengkajian Hukum, Laporan Pengkajian Hukum Tentang Menghimpun dan Mengetahui Pendapat Ahli Mengenai Pengertian Sumber-Sumber Hukum Mengenai Ketenagakerjaan, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Departemen Hukum dan HAM RI, 2010. Upah Minimum Provinsi, https://id.wikipedia.org/wiki/upah_minimum_provinsi diakses pada 30 Mei 2016. Tanya Jawab Seputar Upah Minimum di Indonesia, http://www.gajimu.com/main/gaji/gajiminimum/faq diakses pada 30 Mei 2016. Standar Kebutuhan Hidup Layak, http://www.gajimu.com/main/gaji/gajiminimum/komponen-khl diakses pada 30 Mei 2016. Data Teranyar! Cek Daftar Kenaikan UMP 2016 di 28 Provinsi, http://bisnis.liputan6.com/read/2371012/data-teranyar-cek-daftar-kenaikan-ump-2016-di-28- provinsi diakses pada 30 Mei 2016. Menaker : Dewan Pengupahan Tetap Berperan Meski PP 78 Terbit, http://www.cnnindonesia.com/nasional/20151026204625-20-87521/menaker-dewanpengupahan-tetap-berperan-meski-pp-78-terbit/ diakses pada 30 Mei 2016.
Terima Kasih Rizky Dwi Pradana, M.Si