JURNAL TERNAK Vol. 06 No.01 Juni

dokumen-dokumen yang mirip
PERFORMANS REPRODUKSI SAPI PO INDUK PADA POLA PERKAWINAN BERBEDA DALAM USAHA PETERNAKAN RAKYAT: STUDI KASUS DI KABUPATEN BLORA DAN PASURUAN

TINGKAT KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN SAPI POTONG DI TINJAU DARI ANGKA KONSEPSI DAN SERVICE PER CONCEPTION. Dewi Hastuti

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

Contak person: ABSTRACT. Keywords: Service per Conception, Days Open, Calving Interval, Conception Rate and Index Fertility

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

BAB III MATERI DAN METODE. Ongole (PO) dan sapi Simmental-PO (SIMPO) dilaksanakan pada tanggal 25 Maret

Agros Vol. 16 No. 1, Januari 2014: ISSN

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI BALI DAN SAPI PO DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR

PERFORMA REPRODUKSI PADA SAPI POTONG PERANAKAN LIMOSIN DI WILAYAH KECAMATAN KERTOSONO KABUPATEN NGANJUK

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. indicus yang berasal dari India, Bos taurus yang merupakan ternak keturunan

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN BOJONEGORO. Moh. Nur Ihsan dan Sri Wahjuningsih Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan UB, Malang

EFISIENSI REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN MOJOKERTO. Oleh : Donny Wahyu, SPt*

PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN PERANAKAN LIMOUSIN DI KABUPATEN MALANG

PENGARUH SURGE FEEDING TERHADAP TAMPILAN REPRODUKSI SAPI INDUK SILANGAN PERANAKAN ONGOLE (PO) SIMENTAL

Kinerja Reproduksi Induk Sapi Potong pada Usaha Peternakan Rakyat di Kecamatan Mojogedang

I. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

IMPLEMENTASI TEKNOLOGI INSEMINASI BUATAN PADA SAPI BALI DI WILAYAH LAHAN KERING PULAU BALI

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

OBSERVASI KUALITAS SEMEN CAIR SAPI PERANAKAN ONGOLE TERHADAP PERBEDAAN WAKTU INKUBASI PADA PROSES PEMISAHAN SPERMATOZOA

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

PERBEDAAN PERFORMAN REPRODUKSI SAPI PO DAN BRAHMAN CROSS DI BERBAGAI LOKASI DI JAWA TENGAH DAN JAWA TIMUR

Salmiyati Paune, Jurusan Peternakan Fakultas Ilmu-ilmu Pertanian Universitas Negeri Gorontalo, Fahrul Ilham, Tri Ananda Erwin Nugroho

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,

ABSTRAK. Oleh: *Ramli Idris Mantongi, **Suparmin Fathan, ***Fahrul Ilham

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu

IDENTIFIKASI POLA PERKAWINAN SAPI POTONG DI WILAYAH SENTRA PERBIBITAN DAN PENGEMBANGAN

RILIS HASIL AWAL PSPK2011

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

Pembibitan dan Budidaya ternak dapat diartikan ternak yang digunakan sebagai tetua bagi anaknya tanpa atau sedikit memperhatikan potensi genetiknya. B

PENGARUH PENGGUNAAN RAK STRAW SELAMA EQUILIBRASI TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU SAPI PERANAKAN ONGOLE

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI PERAH EKS-IMPOR DAN LOKAL PADA TIGA PERIODE KELAHIRAN DI SP 2 T, KUTT SUKA MAKMUR GRATI, PASURUAN

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan

SELEKSI PEJANTAN BERDASARKAN NILAI PEMULIAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DI LOKA PENELITIAN SAPI POTONG GRATI PASURUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016

Kata Kunci : Kerbau Betina, Karakteristik Reproduksi, Tingkat Kesuburan. Keyword: Female Buffalo, Reproductive Characteristics, Fertility Rate

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

PREFERENSI DAN TINGKAT PENGETAHUAN PETERNAK TENTANG TEKNOLOGI IB DI KABUPATEN BARRU. Syahdar Baba 1 dan M. Risal 2 ABSTRAK

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat

LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

DINAMIKA POPULASI SAPI POTONG DI KECAMATAN PAMONA UTARA KABUPATEN POSO

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan

UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK

SERVICE PER CONCEPTION (S/C) DAN CONCEPTION RATE (CR) SAPI PERANAKAN SIMMENTAL PADA PARITAS YANG BERBEDA DI KECAMATAN SANANKULON KABUPATEN BLITAR

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN PERANAKAN LIMOUSIN DI KECAMATAN PADANG KABUPATEN LUMAJANG

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk

LEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL

APLIKASI IB DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN DI SUMATERA BARAT

PERFORMAN REPRODUKSI SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN SAPI PERANAKAN LIMOUSINE DI KECAMATAN BERBEK KABUPATEN NGANJUK

STATUS REPRODUKSI DAN ESTIMASI OUTPUT BERBAGAI BANGSA SAPI DI DESA SRIWEDARI, KECAMATAN TEGINENENG, KABUPATEN PESAWARAN

KAWIN SUNTIK/INSEMINASI BUATAN (IB) SAPI

implementasi semen sexing dalam kemasan straw cair pada sapi PO di kondisi usaha ternak rakyat di Kabupaten Pasuruan, jawa Timur

TEKNIK DAN MANAJEMEN PRODUKSI BIBIT SAPI BALI DI SUBAK KACANG DAWA, DESA KAMASAN, KLUNGKUNG ABSTRAK

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).

KINERJA REPRODUKSI SAPI POTONG PADA PETERNAKAN RAKYAT DI DAERAH KANTONG TERNAK DI JAWA TENGAH

PENGARUH LINGKAR SCROTUM DAN VOLUME TESTIS TERHADAP VOLUME SEMEN DAN KONSENTRASI SPERMA PEJANTAN SIMMENTAL, LIMOUSINE DAN BRAHMAN

Cahyo Andi Yulyanto, Trinil Susilawati dan M. Nur Ihsan. Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya Jl. Veteran Malang Jawa Timur

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan

KEGIATAN SIWAB DI KABUPATEN NAGEKEO

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Masalah utama peternakan kita sampai saat ini bertumpu pada

PENINGKATAN MUTU GENETIK SAPI PO MELALUI PENYEBARAN PEJANTAN UNGGUL HASIL UNIT PENGELOLA BIBIT UNGGUL (UPBU)

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

KERAGAAN REPRODUKSI SAPI BALI PADA KONDISI PETERNAKAN RAKYAT DI KABUPATEN TABANAN BALI

Adrial dan B. Haryanto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah Jalan G. Obos Km.5 Palangka Raya

DAFTAR PUSTAKA Seleksi Sapi Potong. Handout. Ilmu Pemuliaan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

IV. POTENSI PASOKAN DAGING SAPI DAN KERBAU

Abstrak


PERFORMANS REPRODUKSI INDUK SAPI LOKAL PERANAKAN ONGOLE YANG DIKAWINKAN DENGAN TEKNIK INSEMINASI BUATAN DI KECAMATAN TOMPASO BARAT KABUPATEN MINAHASA

I. PENDAHULUAN. Kinali dan Luhak Nan Duomerupakandua wilayah kecamatan dari. sebelaskecamatan yang ada di Kabupaten Pasaman Barat. Kedua kecamatan ini

KAJIAN PERFORMANS REPRODUKSI SAPI ACEH SEBAGAI INFORMASI DASAR DALAM PELESTARIAN PLASMA NUTFAH GENETIK TERNAK LOKAL

Keberhasilan IB menggunakan semen beku hasil sexing dengan metode sentrifugasi gradien densitas percoll (SGDP) pada sapi Peranakan Ongole (PO)

RILIS HASIL PSPK2011

HASIL DAN PEMBAHASAN. Mekar, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Lokasi

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Prosiding Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan II Membangun Kewirausahaan Dalam Pengelolaan Kawasan Peternakan Berbasis Sumberdaya Lokal

REPRODUCTION PERFORMANCE OF LIMOUSIN CROSSBREED IN TANGGUNGGUNUNG DISTRICT TULUNGAGUNG REGENCY

RENCANA KINERJA TAHUNAN

Kinerja Reproduksi Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein (PFH) di Kecamatan Pudak, Kabupaten Ponorogo

BAB I PENDAHULUAN. agar diperoleh efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan pejantan terpilih,

PENINGKATKAN PRODUKTIVITAS DAN EFESIENSI REPRODUKSI SAPI PO MELALUI INTRODUKSI PEJANTAN TERPILIH

I. PENDAHULUAN. Perkembangan peternakan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan

UJI FERTILITAS SEMEN CAIR PADA INDUK SAPI PERANAKAN ONGOLE PADA KONDISI PETERNAKAN RAKYAT

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

ANALISIS PERBANDINGAN ANGKA CALVING RATE SAPI POTONG ANTARA KAWIN ALAMI DENGAN INSEMINASI BUATAN DI KECAMATAN DUKUN KABUPATEN GRESIK Ainur Rosikh 1, Arif Aria H. 1, Muridi Qomaruddin 1 1 Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Islam Lamongan Jl.Veteran No.53.A Lamongan ABSTRAK Penelitian dilakukan terhadap para petani peternak sapi potong yang berada di kecamatan Dukun Kabupaten Gresik tanggal 01 sampai 30 Juni 2015. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbandingan angka calving rate antara kawin alami dengan IB di Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik. Dalam penelitian ini materi yang digunakan adalah responden peternak yang memiliki sapi potong jenis Peranakan Ongole (PO) dan berjenis kelamin betina diwilayah Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik. Metode dasar yang digunakan adalah deskriptif dan kuantitatif analitis. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Jumlah sampel di ambil secara purposive yaitu untuk peternak 30 responden yang memiliki minimal satu ekor sapi betina yang pernah beranak. Data diperoleh dengan wawancara dibantu dengan daftar pertanyaan (kuisioner). Berdasarkan analisis dan hasil penelitian, maka dapat diperoleh kesimpulan secara umum bahwa terdapat perbedaan angka calving rate t hitung (9,15) > t tabel (2,048) dengan selisih perhitungan statistik 7,102 antara kawin alami dan IB di Kecamatan Dukun Kabupaten gresik. Sementara itu persentase angka calving rate kawin alami di Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik lebih tinggi daripada inseminasi buatan yakni mencapai 80% dengan rata-rata S/C 1,33, sedangkan inseminasi buatan hanya mencapai 65% dengan rata-rata S/C 1,5. Kata kunci : Kawin Alami, Inseminasi Buatan, Sapi potong, Calving Rate PENDAHULUAN Ternak ruminansia besar memegang peranan penting dalam penyediaan sumber protein hewani di Indonesia. Data statistik peternakan menunjukkan bahwa populasi sapi potong, kerbau dan sapi perah di Indonesia berturut-turut 10.436.200, 2.436.100 dan 354.000 ekor. (Ditjen Bina Produksi Peternakan, 2002). Pada tahun 2008 permintaan daging di Indonesia sebanyak 385.035 ton dan baru terpenuhi sebanyak 249.925 ton (Rianto dan Purbowati, 2010). Pada pemeliharaan sapi potong, pola perkawinan yang kurang tepat pada usaha sapi potong akan berdampak pada rendahnya angka konsepsi dan panjangnya jarak beranak, khususnya pada peternakan rakyat. Oleh karena itu diperlukan teknologi alternatif untuk mengatasi permasalahan reproduksi tersebut, diantaranya perbaikan sistem perkawinan yang menyangkut sumber bibit atau pejantan yang berkualitas sehingga akan berdampak terhadap peningkatan efisiensi reproduksi. Kondisi sapi potong di peternakan rakyat masih mengalami beberapa permasalahan, yaitu tingginya kawin berulang baik melalui kawin alam atau Inseminasi Buatan (Affandhy et al., 2005) dan angka kebuntingan 60%, dan mahalnya biaya operasional (Yusranet al.,2001; Affandhy et al., 2003; Affandhy et al., 2004) sehingga menyebabkan panjangnya calving interval. Uji-coba semen cair pada induk sapi peranakan Ongole milik peternak menunjukkan > 70% positif bunting dan mendapat respons positif petani terutama di wilayah yang kurang terjangkau IB (Affandhy et al., 2004). Demikian pula IB pada induk sapi potong rakyat menggunakan semen cair dengan suplementasi vitamin E menunjukkan angka konsepsi hingga mencapai 69,6% dan nilai S/C < 2 (Affandhy et al., 2005). Hasil kebuntingan yang lebih tinggi didapat pula pada penggunaan semen dingin (50%) dari pada semen beku (41,7%) (Situmorang, 2002). Informasi penggunaan pejantan alam pada usaha peternakan rakyat di kabupaten Pasuruan menunjukkan S/C dan biaya perkawinan sebesar 2,2 dan Rp. 38.125/kawin (Affandhy et al., 2005). Survei pada sapi potong induk milik peternak di Jawa Timur dan Jawa Tengah diperoleh S/C pada kawin alam sebesar 1,6 ± 0,3 dan 1,4 ± 0,6 dan S/C dengan straw beku sebesar 1,7 ± 0,3 dan 2,0 ± 1,0 (Lolitsapo, 2005). Hal serupa juga terjadi di wilayah Kabupaten Gresik, salah satunya adalah Kecamatan Dukun. Kecamatan Dukun merupakan salah satu dari 26 JURNAL TERNAK Vol. 06 No.01 Juni 2015 13

kecamatan di Kabupaten Gresik-Jawa Timur yang juga menjadi basis peternakan rakyat utamanya sapi potong. Masyarakat peternak di wilayah Kecamatan Dukun menggunakan system perkawinan alam dan pemanfaatan IB dalam hal reproduksi sapi potong. Yang tentunya dengan tingkat keberhasilan yang berbeda-beda. Untuk dapat mengetahui tingkat keberhasilan kawin alami dan IB di wilayah Kecamatan Dukun maka dibutuhkan suatu penilaian tentang keberhasilan pelaksanaan pola perkawinan tersebut. Penilaian keberhasilan kawin alami dan IB dapat dihitung melalui pengamatan yaitu calving rate, adalah persentase sapi betina yang melahirkan. Angka Calving Rate merupakan cara penilaian berdasarkan tingkat kelahiran. Angka Calving Rate dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya fertilitas dan kualitas pejantan, kualitas semen, ketrampilan inseminator, peternak serta kemungkinan adanya gangguan reproduksi atau kesehatan hewan betina. Berlatar belakang hal tersebut kemudian penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Analisis Perbandingan Angka Calving Rate Sapi Potong antara Kawin Alami dengan Inseminasi Buatan di Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan adalah deskriptif dan kuantitatif analitis. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan metode survey ke peternak. Data sekunder diperoleh dari Biro Pusat Statistik Gresik, Dinas Peternakan dan Pertanian Kabupaten Gresik, Sub Dinas Peternakan Gresik dan literatur yang terkait. Jumlah sampel di ambil secara purposive yaitu untuk peternak 30 responden yang memiliki minimal satu ekor sapi betina yang pernah beranak. Data diperoleh dengan wawancara dibantu dengan daftar pertanyaan (kuisioner). Analisis data yang digunakan adalah analisis statistik dengan menghitung Uji t dua arah. HASIL DAN PEMBAHASAN Perbandingan Persentase Angka Calving Rate Calving Rate adalah prosentase jumlah anak yang lahir dari hasil satu kali perkawinan (apakah pada perkawinan pertama atau kedua dan seterusnya). Hasil penelitian perbandingan angka calving rate (tingkat kelahiran) sapi potong antara kawin alami dan inseminasi buatan (IB) di Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Berdasarkan tabel 1. dibawah ini diketahui bahwa sapi potong milik responden yang menggunakan teknik perkawinan alami sebanyak 15 ekor dengan persentase angka calving rate mencapai 80 persen, dengan perhitungan rumus : Tabel 1. Perbandingan Persentase Angka Calving Rate No Teknik Perkawinan Jumlah Sapi (ekor) 1. Kawin Alami 15 2. Inseminasi Buatan 40 Sumber : Data yang diolah Rumus : CvR = Jumlah pedet yang lahir Jumlah sapi betina yang di kawinkan alami CvR = 12 ekor 15 ekor CvR = 0,8 ekor = 0,8 x 100% = 80% Angka Calving Rate (%) 80 65 Rata-Rata S/C 1,33 1,5 Sedangkan yang menggunakan teknik inseminasi buatan sebanyak 40 ekor sapi potong dengan perentase 65 persen, dengan perhitungan rumus : CvR = Jumlah pedet yang lahir Jumlah sapi betina yang di IB CvR = 26 ekor 40 ekor CvR = 0,65 ekor = 0,65 x 100% = 65%. JURNAL TERNAK Vol. 06 No.01 Juni 2015 14

Sulitnya dalam penentuan kebuntingan muda dan banyaknya kematian-kematian embrio atau abortus maka nilai reproduksi yang mutlak dari seekor betina baru dapat ditentukan setelah kelahiran anaknya yang hidup dan normal. Nilai calving rate dapat mencapai 62 % untuk satu kali inseminasi dan bertambah kira-kira 20 % dengan dua kali inseminasi dan seterusnya. Calving rate merupakan cara penilaian hasil inseminasi yang sempurna, karena inseminasi belum dikatakan berhasil jika belum ada seekor anak sapi yang berdiri disamping induknya (Partodihardjo, 1987). Besarnya nilai calving rate tergantung pada efisiensi kerja inseminator, kesuburan jantan, kesuburan betina sewaktu inseminasi dan kesanggupan menerima anak di dalam kandungan sampai waktu lahir. Dari penelitian diperoleh rata-rata S/C pada kawin alami adalah 1,33 persen sedangkan pada kawin IB adalah 1,5. Nilai ini masih dibawah pernyataan Toelihere (1981) bahwa S/C yang baik adalah 1,6 sampai 2,0 kali. Nilai S/C menunjukkan tingkat kesuburan ternak. Semakin besar nilai S/C semakin rendah tingkat kesuburannya. Tingginya nilai S/C disebabkan karena keterlambatan peternak maupun petugas IB dalam mendeteksi birahi serta waktu yang tidak tepat untuk melakukan perkawinan. Keterlambatan perkawinan menyebabkan kegagalan kebuntingan. Selain faktor manusia faktor kesuburan ternak juga sangat berpengaruh, betina keturunan bangsa exotik cenderung kesuburannya rendah bila di IB, akan tetapi akan lebih baik bila dikawinkan secara alam ( menggunakan pejantan pemacek). Perlu diperhatikan terjadinya inbreeding mengingat program IB sudah berkembang mulai tahun 1976, sehingga tingkat kesuburan menjadi menurun. Hunter (1995) menyatakan bahwa angka konsepsi setelah inseminasi buatan pada sapi berkisar 60 sampai 73 persen dengan rata-rata 71 persen. Pendapat Soenarjo (1988) yang menyatakan bahwa angka konsepsi ditentukan oleh diagnosa kebuntingan secara klinis, yang memberikan hasil nyata dari sekitar 50 hari setelah dikawikan dan Toelihere (1985) yang menyatakan bahwa pemeriksaan kebuntingan paling aman dilakukan mulai 60 hari sesudah konsepsi. Analisis Statistik Hasil analisis statistik uji t dapat dilihat pada tabel dibawah : t = [ X Y ] b 2 n 1I = 2.170 2.100 1.700 30 1 1.700 29 58,62 7,65 t hitung = 9,15 t tabel =2,048 No X Y B (x-y) b 2 1 2.170 2.100 70 1.700 2.170 2.100 70 1.700 Keterangan : X = Kawin Alami Y = Kawin IB B = Selisih x dan y (x-y) JURNAL TERNAK Vol. 06 No.01 Juni 2015 15

Dari hasil analisis uji t diatas dapat diketahui bahwa t hitung (9,15) > t tabel (2,048). Hal ini dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan angka calving rate antara kawin alami dan kawin IB dengan selisih perhitungan statistik 7,102. Penelitian ini sejalan dengan pendapat Saleh dan Tagama (1993) yang menyatakan bahwa tingkat kebuntingan sapi dengan menggunakan teknologi inseminasi buatan (IB) berkisar antara 50 60%. Secara nasional pelaksanaan IB sejak tahun 1999 hingga 2001 semakin menurun dari 60,8% menjadi 34,9% (Ditjen Peternakan, 2002). KESIMPULAN Berdasarkan analisis dan hasil penelitian, maka dapat diperoleh kesimpulan secara umum bahwa terdapat perbedaan angka calving rate t hitung (9,15) > t tabel (2,048) dengan selisih perhitungan statistik 7,102 antara kawin alami dan IB di Kecamatan Dukun Kabupaten gresik. Sementara itu persentase angka calving rate kawin alami di Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik lebih tinggi daripada inseminasi buatan yakni mencapai 80% dengan rata-rata S/C 1,33, sedangkan inseminasi buatan hanya mencapai 65% dengan rata-rata S/C 1,5. SARAN Merujuk pada kesimpulan di atas, ada beberapa rekomendasi yang bisa dilakukan yaitu : 1. Untuk meningkatkan angka calving rate, penyuluhan kepada para peternak sapi potong perlu dilakukan lebih intensif, agar peternak lebih terampil dalam pengamatan birahi. Dengan demikian usaha peningkatan produksi ternak khususnya sapi potong melalui kawin alami dan program IB dapat dicapai. 2. Untuk perkawinan alam sebaiknya menggunakan pejantan yang benar-benar berkualitas agar didapatkan hasil yang berkualitas pula. 3. Untuk pemanfaatan teknologi IB, penggunaan semen dingin dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja IB di wilayah kecamatan Dukun kabupaten Gresik. Hal ini dapat dimungkinkan untuk meningkatkan efisiensi reproduksi, yang akhirnya meningkatkan pendapatan peternak. DAFTAR PUSTAKA Affandhy, L., M. A. Yusran dan A. Rasyid. 1992. Ketersediaan tenaga kerja keluarga kaitannya dengan suplai pakan sapi Madura induk menyusui pada musim kemarau di Pulau Madura: Studi kasus di dua desa beragroekosistem lahan kering. Prosding. Pertemuan Ilmiah Hasil Penelitian dan Pengembangan Sapi Madura. Sub Balitnak Grati. hlm 181 186. Affandhy, L., D. Pamungkas, Mariyono dan P. Situmorang. 2005. Optimalisasi penggunaan semen cair melalui suplementasi mineral Zn dan Vitamin E pada sapi PO induk pada kondisi usaha peternakan rakyat. Pros. Siminar Nasional Optimalisasi Teknologi Kreatif dan Peran Stakeholder dalam Percepatan Adopsi Inovasi Teknologi Pertanian. Kerjasama Pusat ASEKP dan BPTP Bali, Denpasar 28 September 2005. hlm 505 Affandhy, L., P. Situmorang, A. Rasyid dan D. Pamungkas. 2004. Uji fertilitas semen cair pada induk sapi Peranakan Ongole pada kondisi peternakan rakyat. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 4 5 Agustus 2004. Puslibang Peternakan, Bogor. hlm 26 35. Affandhy, L., P. Situmorang, P. W. Prihandini dan D. B. Wijino. 2003. Performans reproduksi dan pengelolaan sapi potong induk pada kondisi peternakan rakyat. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 29 30 September 2003. Puslibangnak, Bogor. hlm 37 42. Anonimus. 2011. Rilis hasil awal pspk 2011. Kementerian Pertanian-Badan Pusat Statistik. Available at http://www.ditjennak. deptan.go.id. Accession date: 27 November, 2011. BPS, 2007. Populasi Sapi Potong Propinsi Jawa Timur. http://www.jatimprov.go.id/index.php?o ption=com_content&task=view&id=1227 0 & Itemid=2. Diakses tanggal 20 April 2012. BPS, 2005. Populasi Sapi Potong Propinsi Jawa Timur. JURNAL TERNAK Vol. 06 No.01 Juni 2015 16

http://www.jatimprov.go.id/index.php?o ption=com_content&task=view&id=1227 0 & Itemid=2. Diakses tanggal 20 April 2012. Dinas Peternakan Kabupaten Sumba Timur, 1989. Direktorat Jenderal Peternakan, 2007. Jumlah Populasi Sapi Potong.http://yuari.wordpress.com/ 2011/08/18/populasi-sapi-potong-sapiperah-dan-kerbau-di-indonesia/. Diakses tanggal 12 April 2012. Direktorat Jendral Peternakan. 2002. Statistical Book on Livestock. Bina Produksi. Departemen Pertanian. hlm. 88 93. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. 2002. Buku Statistik Peternakan Tahun 2002. Hafez, E.S.E. 2000.Reproduction in Farm Animals. 7th Edition. Reproductive Health Center. IVF Andrology Laboratory. Kiawah Island, South Carolina, Kantor Statistik Provinsi Jawa Timur, 2006. Peningkatan Konsumsi Daging. http://ternakonline.wordpress.com/2009 /10/11/analisis-penggemukan-sapipotong-simmental-dan-limousin/. Diakses tanggal 12 April 2012. Paul, H.C. 1999. Associations among age, scrotal circumfrence, and proportion of morphologically normal spermatozoa in young beef bulls during an initial breeding soundness examination. JAVMA 214 (11): 1664 1667. PSPK, 2011. Total Populasi Sapi Potong di Indonesia. http://yuari.wordpress. Com/2011/08/18/populasi-sapi-potongsapi-perah-dan-kerbau-di indonesia/.diakses tanggal 12 April 2012 Rianto, E. dan E. Purbowati. 2010. Panduan Lengkap Sapi Potong. Cetakan ke 2. Penebar Swadaya. Jakarta. Saleh, D.M. dan T. R. Tagama. 1993. Pengaruh penyertaan berahi dengan protaglandin PGF2 alfa terhadap angka kebuntingan sapi potong pasca beranak. Pros. Pertemuan Ilmiah Hasil Penelitian dan Pengembangan Sapi Madura. Sub Balitnak Grati. hlm 121 1 23. Siregar, A.R.P., P. Situmorang, J. Bestari, Y. Sani dan R.H. Matondang. 1997. Pengaruh flushing pada sapi induk peranakan ongole di dua lokasi yang berbeda ketinggiannya pada program IB di Kabupaten Agam. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2: 244. Soegiharto, S., 2004. Data dan Analisis Potret Tenaga Kerja Di Sektor Pertanian. Media Informasi dan Komunikasi Pusdatinaker. Depnakertrans, Jakarta Selatan. Soenarjo, C.H. 1988. Fertilitas dan Infertilitas pada Sapi Tropis.Penerbit CV. Baru, Jakarta. Toelihere, M.R. 1981. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung. Toelihere, M.R. 1993. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Cetakan ke 10. Penerbit Angkasa Bandung. Wardhani, M.K.,A. Musofie, U. Umiyasih, L. Affandhy, M. A. Yusran dan D. B. Wijono.1993.Pengaruh perbaikan gizi terhadap kemampuan reproduksi sapi Madura. Pros. Pertemuan Ilmiah Hasil Penelitian dan Pengembangan Sapi Madura Sub Balitnak Grati. hlm 164 167. Yusran, M. A., L. Affandhy dan Suyanto. 2001. Pengkajian Keragaan, Permasalahan dan alternatif solusi program IB sapi potong di Jawa Timur. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 17 18 September 2004. Puslitbang. Peternakan, Bogor. hlm. 155 167. JURNAL TERNAK Vol. 06 No.01 Juni 2015 17