BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri

dokumen-dokumen yang mirip
V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa

BAB III METODOLOGI. berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan kementrian terkait. Data yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah

IV. GAMBARAN UMUM. Pulau Jawa merupakan salah satu bagian dari lima pulau besar di

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Regional Bruto tiap provinsi dan dari segi demografi adalah jumlah penduduk dari

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pendugaan Ordinary Least Square (OLS). Data pada penelitian ini dimasukkan dalam

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. per fungsi terhadap pertumbuhan ekonomi 22 kabupaten tertinggal dengan

III. METODE PENELITIAN. series dan (2) cross section. Data time series yang digunakan adalah data tahunan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 2007) perekonomian ekonomi Indonesia pada tahun 2003 hingga 2007 mengalami

BAB III METODE PENELITIAN. Utara. Series data yang digunakan dari tahun

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan Data sekunder

III. METODE PENELITIAN. berupa data panel terdiri dari dua bagian yaitu : (1) time series dan (2) cross

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Tahapan Pemilihan Pendekatan Model Terbaik

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif, jenis data yang

METODE PENELITIAN. tingkat migrasi risen tinggi, sementara tingkat migrasi keluarnya rendah (Tabel

III. METODOLOGI PENELITIAN. Modal, Dinas Penanaman Modal Kota Cimahi, Pemerintah Kota Cimahi, BPS Pusat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. mengenai hasil dari uji statistik yang terdiri dari uji F, uji t, dan uji R-squared.

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja

3. METODE. Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN. Berdasarkan sifat penelitiannya, penelitian ini merupakan sebuah penelitian

III. METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Upah

PENGARUH INVESTASI DAN KONSUMSI TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI SUMATERA SELATAN PERIODE

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI PULAU JAWA OLEH NILA FRIDHOWATI H

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Hubungan keduanya dijelaskan dalam Hukum Okun yang menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Analisis Perkembangan Industri

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan jangka panjang, sektor industri merupakan tulang

DAFTAR TABEL. Jawa Tengah Tahun Realisasi Proyek dan Investasi Penanaman Modal di Provinsi

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data kuantitatif dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

ABSTRAK. Kata Kunci: pertumbuhan ekonomi, inflasi, investasi, pertumbuhan ekonomi.

Analisis penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di Kabupaten Tanjung Jabung Barat

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Sumatera Utara sebagai bagian integral dari Negara Kesatuan

1) Kriteria Ekonomi Estimasi model dikatakan baik bila hipotesis awal penelitian terbukti sesuai dengan tanda dan besaran dari penduga.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. nasional dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui

I. PENDAHULUAN. Kinerja perekonomian di suatu wilayah dapat diketahui dari perkembangan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

BAB I PENDAHULUAN. berkembang bahwa industri dipandang sebagai jalan pintas untuk meningkatkan

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, time series triwulan dari

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai

BAB I PENDAHULUAN. haruslah ditekankan pada pembangunan produksi dan infrastruktur untuk memacu

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

V. PEMBAHASAN Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penanaman Modal Asing di Kota. Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi

semua data, baik variabel dependen maupun variable independen tersebut dihitung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, terus melaksanakan

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. perbedaan dari varian residual atas observasi. Di dalam model yang baik tidak

BAB III METODE PENELITIAN. data PDRB, investasi (PMDN dan PMA) dan ekspor provinsi Jawa Timur.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. bukan lagi terbatas pada aspek perdagangan dan keuangan, tetapi meluas keaspek

III. METODE PENELITIAN. model struktural adalah nilai PDRB, investasi Kota Tangerang, jumlah tenaga kerja,

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB I PENDAHULUAN. nasional dimana keadaan ekonominya mula-mula relatif statis selama jangka

I. PENDAHULUAN. keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi masayarakat industri.

indikator keberhasilan kegiatan ekonomi daerah tersebut. Provinsi Bali merupakan

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. bentuk kenaikan pendapatan nasional. Cara mengukur pertumbuhan ekonomi

BAB IV GAMBARAN UMUM Perkembangan Penanaman Modal Asing (PMA) tahun ke tahun mengalami pertumbuhan yang sangat fluktuatif (Gambar 4.1).

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota Se propinsi

BAB I PENDAHULUAN. adalah suatu proses perbaikan yang berkesinambungan dari suatu masyarakat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dikatakan baik apabila terjadi peningkatan pada laju pertumbuhan di

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di berbagai bidang perekonomian. Pembangunan ekonomi secara

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti

BAB VI PENUTUP. hasil analisis yang telah dibahas dalam bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan

BAB 4 ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN DI KOTA MEDAN TAHUN

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja. Biasanya semakain tinggi pertumbuhan ekonomi cenderung

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam usahanya untuk mensejahterakan dan memakmurkan

5. PENGARUH BELANJA PEMERINTAH, INFRASTRUKTUR, DAN TENAGA KERJA TERHADAP PDRB

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta dalam beberapa tahun terakhir sedang melakukan

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

BAB III METODE PENELITIAN. tercatat secara sistematis dalam bentuk data runtut waktu (time series data). Data

BAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan

VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara yang melakukan kegiatan perekonomian biasanya ditujukan

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Ketenagakerjaan merupakan isu penting dalam sebuah aktivitas bisnis dan perekonomian Indonesia. Angkatan kerja, penduduk yang bekerja, dan angka pengangguran merupakan faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Kepadatan penduduk yang terus meningkat di Pulau Jawa, perlu menjadi perhatian khusus. Wilayah Pulau Jawa yang meliputi Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur memiliki daya tarik yang cukup kuat bagi penduduk di luar Pulau Jawa. Peluang kerja yang lebih besar di wilayah perkotaan di Pulau Jawa menjadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan penduduk dari tahun ke tahun. Berdasarkan data strategis BPS (2011 c ), penduduk di Pulau Jawa meningkat dari 121,3 juta tahun 2000 menjadi 136,6 juta pada tahun 2010. Pertambahan jumlah penduduk tersebut secara tidak langsung memengaruhi komposisi tenaga kerja di Pulau Jawa. Ketersediaan lapangan kerja yang relatif terbatas, tidak mampu menyerap para pencari kerja yang senantiasa bertambah setiap tahun seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Jumlah tenaga kerja yang terserap pada masing-masing sektor ekonomi dapat menjadi salah satu indikator untuk mengukur penyerapan tenaga kerja. Komposisi tenaga kerja terserap berdasarkan lapangan usaha utama di Pulau Jawa dapat dilihat pada Tabel 1. Sektor industri menempati urutan ketiga dalam memberikan kontribusi penyerapan tenaga kerja di Pulau Jawa. Kontribusi terhadap penyerapan tenaga

39 kerja lebih besar pada sektor pertanian dan perdagangan. Sektor industri pengolahan menyerap tenaga kerja sebesar 10,7 Juta orang tahun 2010 meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar 9,9 Juta orang. Tenaga kerja pada sektor perdagangan meningkat dari 14,6 Juta orang tahun 2009 menjadi 14,7 Juta orang pada tahun 2010. Sektor pertanian mengalami penurunan penyerapan tenaga kerja selama tiga tahun terakhir. Hal ini mengindikasikan sudah terjadi transformasi struktural dari masyarakat yang bertumpu pada pertanian tradisional menjadi masyarakat yang bekerja di sektor-sektor lain yang lebih modern. Tabel 1. Penduduk yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama di Pulau Jawa tahun 2008-2010 Lapangan Usaha Tahun 2008 2009 2010 orang Persen orang persen orang persen 31,9 1. Pertanian 19.544.313 32,26 19.749.603 18.811.094 8 30,10 2. Pertambangan 437.017 0,72 422.769 0,68 426.755 0,68 3. Industri 9.682.322 15,98 9.864.699 15,97 10.743.142 17,19 4. Listrik, Gas dan Air 108.628 0,18 128.331 0,21 139.458 0,22 5. Bangunan 3.493.704 5,77 3.469.040 5,62 3.476.882 5,56 6. Perdagangan 14.204.811 23,45 14.640.629 23,7 14.744.746 1 23,59 7. Angkutan 3.889.173 6,42 3.925.542 6,36 3.505.996 8. Keuangan 1.087.612 1,80 1.051.439 1,70 1.253.080 9. Jasa 8.131.816 13,42 8.508.632 13,7 8 9.396.840 60.579.396 100,00 61.760.684 100,00 62.497.993 Total Sumber: BPS, diolah. 5,61 2,00 15,04 100,0 0 Penyerapan tenaga kerja pada sektor industri masih belum memberikan hasil yang menggembirakan. PDRB sektor industri yang tinggi di Pulau Jawa diharapkan akan menghasilkan kesempatan kerja yang cukup luas. Namun pada

Persen 40 kenyataannya, sektor industri yang memiliki kontribusi yang paling tinggi dibandingkan sektor lainnya di Pulau Jawa, hanya mampu menyerap tenaga kerja sebesar 17,19 persen terhadap total tenaga kerja pada tahun 2010. Gambar 5. menunjukkan perkembangan kontribusi tenaga kerja sektor industri dan total penyerapan tenaga kerja di Pulau Jawa. Penyerapan tenaga kerja mengalami penurunan pada tahun 2004, 2008, dan 2009. Penurunan yang terjadi pada tahun 2004 merupakan dampak krisis tahun 1998 yang menunjukkan bahwa pada saat itu stabilitas ekonomi masih belum berjalan dengan baik. Tahun 2005 sampai dengan 2007, kondisi perekonomian mulai stabil, investor mulai menanamkan modalnya di Pulau Jawa. Namun, kondisi ekonomi memburuk lagi akibat terjadinya krisis global pada tahun 2008 yang menyebabkan penyerapan tenaga kerja turun sampai dengan tahun 2009. Pada tahun 2010, perekonomian mulai pulih, dan menunjukkan peningkatan penyerapan tenaga kerja sektor industri yang cukup tinggi pencapai 17,19 persen. 17.50 17.00 16.50 16.00 15.50 15.00 14.50 17.19 16.59 16.47 16.39 16.54 15.73 15.98 15.97 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Tahun Sumber: BPS, diolah.

41 Gambar 5. Perkembangan kontribusi tenaga kerja sektor industri terhadap total tenaga kerja di Pulau Jawa tahun 2003-3010. Penyerapan tenaga kerja sektor industri paling besar di Provinsi Jawa Barat. Jawa Barat memiliki wilayah kawasan industri yang lebih luas dibandingkan provinsi lainnya. Hal ini yang menyebabkan industri di wilayah tersebut dapat berkembang dan pada akhirnya dapat menciptakan peluang kerja yang lebih besar. Jumlah tenaga kerja sektor industri di provinsi ini mengalami peningkatan yang cukup tinggi dari tahun 2009 sebesar 3.073.499 orang menjadi 3.389.287 orang pada tahun 2010. Namun, jika dilihat dari rata-rata pertumbuhan selama tahun 2003 sampai dengan 2010, pertumbuhan tenaga kerja sektor industri paling tinggi terjadi di Provinsi Banten mencapai 7,33 persen per tahun dan paling rendah di Provinsi Jawa Tengah sebesar 0,12 persen per tahun. Tabel 2. Penyerapan tenaga kerja sektor industri di Pulau Jawa menurut provinsi tahun 2009 dan 2010. Provinsi 2009 2010 orang persen orang persen DKI Jakarta 667.883 6,77 754.985 7,03 Jawa Barat 3.073.499 31,16 3.389.287 31,55 Jawa Tengah 2.656.673 26,93 2.815.292 26,21 DI Yogyakarta 237.240 0,24 247.093 2,30 Jawa Timur 2.385.686 24,18 2.482.563 23,11 Banten 843.718 8,55 1.053.922 9,81 Total 9.864.699 100,00 10.743.142 100,00 Sumber: BPS, diolah. Keberhasilan dalam menciptakan lapangan pekerjaan tidak terlepas dari peranan pemerintah. Berbagai macam kebijakan yang diambil pemerintah setempat sangat memengaruhi pertumbuhan sektor industri dan penyediaan lapangan kerja yang memadai. Penggarapan proyek yang menyerap investasi baik asing maupun domestik meningkatkan jumlah tenaga kerja terserap. Perbaikan

42 infrastruktur yang selalu dilakukan setiap tahun mendorong tumbuhnya perekonomian yang pada akhirnya dapat mengurangi tingkat pengangguran. Kebijakan pemerintah dalam menetapkan standar upah minimun juga akan memengaruhi penyerapan tenaga kerja. Upah minimum adalah suatu standar minimum yang digunakan oleh para pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada pekerja di dalam lingkungan usaha atau kerjanya. Karena pemenuhan kebutuhan yang layak di setiap propinsi berbeda-beda, maka disebut Upah Minimum Propinsi (UMP). Menurut Permen no.1 Th. 1999 Pasal 1 ayat 1, upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap. Upah ini berlaku bagi mereka yang lajang dan memiliki pengalaman kerja 0-1 tahun, berfungsi sebagai jaring pengaman, ditetapkan melalui Keputusan Gubernur berdasarkan rekomendasi dari Dewan Pengupahan dan berlaku selama 1 tahun berjalan. UMP secara keseluruhan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. UMP paling tinggi adalah UMP DKI Jakarta yang mencapai Rp 1.118.000 per orang per bulan pada tahun 2010. Tingginya angka tersebut mempertimbangkan biaya hidup di Jakarta lebih tinggi dibandingkan biaya hidup di provinsi-provinsi lain di pulau Jawa. Peningkatan standar upah menunjukkan peningkatan yang cukup tajam di DKI Jakarta dan Banten dari tahun 2000 sampai 2011. UMP Jawa Timur dan Jawa Tengah masih relatif lebih rendah dibandingkan provinsi lainnya. UMP riil merupakan UMP nominal dibagi dengan Indeks Harga Konsumen (IHK). UMP riil adalah standar upah minimum dengan

Rupiah 43 mempertimbangkan harga-harga yang berlaku. Perubahan upah riil akan memengaruhi permintaan terhadap tenaga kerja. Jika upah riil naik, biaya produksi yang diperlukan untuk memproduksi suatu produk menjadi lebih tinggi, akibatnya output yang dihasilkan berkurang dan berdampak pada berkurangnya permintaan terhadap tenaga kerja. Perkembangan UMP riil di enam provinsi di Pulau Jawa menunjukkan peningkatan dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2010. UMP riil Provinsi DKI Jakarta lebih tinggi dibandingkat provinsi provinsi lainnya. Upah riil DKI Jakarta turun pada tahun 2006, berdampak pada peningkatan penyerapan tenaga kerja sebesar 9,4 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Namun berbeda dengan keadaan tenaga kerja pada sektor industri, pada tahun tersebut penyerapan tenaga kerja sektor industri turun sebesar 2,14 persen dibandingkan pada tahun sebelumnya walaupun UMP riil di provinsi tersebut turun. 700000 600000 500000 400000 300000 200000 100000 0 Tahun DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D.I. Yogyakarta Jawa Timur Banten Sumber: BPS (2005, 2009, dan 2010), diolah. Gambar 6. Perkembangan UMP rill di Pulau Jawa tahun 2003-2010.

Persen 44 4.2 Pertumbuhan Ekonomi Sektor Industri Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan pertumbuhan produksi barang dan jasa di suatu wilayah perekonomian dan dalam selang waktu tertentu. Produksi tersebut diukur dalam nilai tambah (value added) yang diciptakan oleh sektor-sektor ekonomi di wilayah bersangkutan yang secara total dikenal sebagai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Peningkatan PDRB akan meningkatkan jumlah tenaga kerja. Pertumbuhan ekonomi pada sektor industri di Indonesia masih terkonsentrasi di Pulau Jawa yang menciptakan kontribusi sebesar 63.94 persen terhadap total pendapatan nasional sektor industri. Kontribusi Pulau Jawa mulai menurun pada tahun 2008, seiring dengan kebijakan pemerintah yang mulai mengembangkan industri-industri di luar Pulau Jawa. Perkembangan kontribusi sektor industri di Pulau Jawa dapat dilihat pada Gambar 7. 65.50 65.00 64.50 64.00 63.50 63.00 62.50 62.00 61.50 65.13 64.22 63.95 62.72 2007 2008 2009 2010 Tahun Sumber: BPS (2011 b ), diolah. Gambar 7. Perkembangan kontribusi PDRB sektor industri atas dasar harga konstan tahun 2000 di Pulau Jawa terhadap PDB sektor industri tahun 2007-2010.

45 Pertumbuhan ekonomi sektor industri di Pulau Jawa selama kurun waktu 2003 sampai dengan 2010 memperlihatkan pertumbuhan yang selalu positif meskipun pola pertumbuhan fluktuatif. Pertumbuhan mengalami beberapa periode peningkatan dan penurunan. Pertumbuhan naik dari tahun 2003 sampai dengan 2005 karena stabilitas ekonomi Indonesia terjaga dengan baik. Namun tahun 2006 dan 2007 menurun akibat adanya kenaikan harga minyak dunia pada akhir tahun 2005. Kondisi ini memengaruhi produksi pada sektor industri. Pertumbuhan mulai naik pada tahun 2008 kemudian turun pada tahun 2009 yang merupakan dampak terjadinya krisis global. Krisis global menyebabkan volume perdagangan dunia berkurang sehingga berdampak pada menurunnya permintaan terhadap barangbarang ekspor Indonesia. Keadaan tersebut memaksa industri di Indonesia termasuk industri-industri yang berada di Pulau Jawa mengurangi produksi dan akhirnya memperlambat pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa. Tahun 2010, industri mulai kembali bangkit dan masih tetap menjadi salah satu prioritas pembangunan dengan strategi-strategi pembangunan industri yang sustainable dan tahan terhadap krisis seperti terlihat pada Gambar 8. Strategi pembangunan yang dilakukan pemerintah saat ini masih memberikan prioritas pembangunan pada sektor industri. Hal ini tertuang dalam dalam RPJM 2010-2014 dengan fokus sebagai berikut: 1. Penumbuhan populasi usaha industri 2. Penguatan struktur industri 3. Peningkatan produktivitas usaha industri

Persen 46 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Tahun PDRB PDRB Sektor Industri Sumber: BPS, diolah Gambar 8. Pertumbuhan ekonomi dan industri atas dasar harga konstan tahun 2000 di Pulau Jawa tahun 2003-2010 Dalam RPJM 2010-2014 dituangkan juga tujuan dan sasaran strategis yang terkait dengan Kementrian Perindustrian. Salah satu tujuannya adalah tumbuhnya industri yang mampu menciptakan lapangan kerja yang besar dengan sasaran strategis yaitu bertambahnya investasi di industri-industri yang mempekerjakan banyak tenaga kerja. PDRB sektor industri tahun 2010 paling besar di Provinsi Jawa Barat dengan sebesar 135,2 Trilyun rupiah menyumbang kontribusi sebesar 34 persen terhadap total PDRB sektor industri. Kontribusi paling rendah di Provinsi D. I. Yogyakarta sebesar 2.7 Trilyun seperti terlihat pada Tabel 3.

47 Tabel 3. PDRB sektor industri atas dasar harga konstan tahun 2000 menurut provinsi di Pulau Jawa tahun 2009 dan 2010. 2009 2010 Provinsi milyar rupiah persen milyar rupiah persen DKI Jakarta 58.448 15,97 60.568 15,91 Jawa Barat 131.433 35,92 135.247 35,53 Jawa Tengah 57.444 15,70 61.390 16,13 DI Yogyakarta 2.611 0,71 2.794 0,73 Jawa Timur 83.300 22,76 86.901 22,83 Banten 32.708 8,94 33.779 8,87 Total 365.944 100,00 380.679 100,00 Sumber: BPS (2011 b ), diolah. Pertumbuhan ekonomi sektor industri di masing-masing provinsi di Pulau Jawa ditunjukkan dalam Gambar 9. Jawa Barat mengalami pertumbuhan yang tinggi pada tahun 2008 dibandingkan dengan provinsi lainnya namun juga merosot lebih tajam pada tahun 2009. DI Yogyakarta cenderung tidak terpengaruh krisis global pada tahun 2008, gambar menunjukkan saat provinsi lain mengalami kemerosotan pertumbuhan ekonomi yang cukup tajam, pertumbuhan ekonomi provinsi ini mampu bertahan bahkan mengalami peningkatan. Hal ini dindikasikan karena industri yang berkembang di provinsi tersebut adalah industri kecil dengan pangsa pasar lokal dengan modal domestik sehingga tidak terpengaruh gejolak yang terjadi akibat krisis tahun 2008.

Persen 48 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00-2.00 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010-4.00 Tahun Sumber: BPS, diolah. DKI Jakarta Jawa Tengah Jawa Timur Jawa Barat DI. Yogyakarta Banten Gambar 9. Pertumbuhan PDRB sektor industri atas dasar harga konstan tahun 2000 di Pulau Jawa tahun 2003-2010. Pertumbuhan paling tinggi terjadi di provinsi Jawa Barat pada tahun 2008 sebesar 9,01 persen tetapi kemudian pertumbuhan menjadi negatif pada tahun 2009 karena pengaruh krisis. Jawa Barat merupakan provinsi yang memiliki tingkat pertumbuhan paling rendah diantara provinsi lainnya di Pulau Jawa pada tahun 2009. Rata-rata pertumbuhan paling tinggi di provinsi Jawa Tengah sebesar 5.76 persen. Tabel 4. Nilai terendah, tertinggi, dan rata-rata pertumbuhan PDRB sektor industri tahun 2003-2010. Provinsi Kategori DKI Jawa Jawa DI Jawa Jakarta Barat Tengah Yogyakarta Timur Banten Terrendah 0.14-1.74 3.79 2.80 1.50 0.73 Tertinggi 5.74 9.01 8.80 6.39 5.43 6.86 Rata-rata 4.13 5.21 5.76 4.36 3.48 4.73 Sumber: BPS, diolah.

49 Pengembangan sektor industri di Pulau Jawa sebagai sektor unggulan yang diharapkan dapat menciptakan kesempatan kerja yang luas tidak terlepas dari campur tangan pemerintah. Mendorong tumbuhnya industri yang padat tenaga kerja merupakan sesuatu yang penting untuk mengatasi masalah pengangguran dan ketidakseimbangan penawaran dan permintaan terhadap tenaga kerja. 4.3 Perkembangan Investasi Sektor Industri Untuk memperoleh suatu pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam proses pembangunan di Indonesia, terkumpulnya modal dalam bentuk investasi menduduki peranan yang sangat penting. Investasi bisa berasal dari dalam negeri yang dikenal dengan PMDN maupun pihak asing atau PMA. Komposisi PMDN yang semula lebih memprioritaskan pada industri kecil, saat ini mulai diarahkan pada usaha untuk memperkokoh struktur industri dalam negeri, menciptakan mesin-mesin produksi dalam negeri, penyerapan tenaga kerja yang sebanyak-banyaknya, dan mengarahkan pembangunan industri yang merata di Pulau Jawa maupun di luar Pulau Jawa. Peran pihak asing juga diperlukan untuk menutupi kekurangan terhadap kebutuhan modal di Indonesia. Konsentrasi penanaman modal masih terjadi di pulau jawa. Berdasarkan data realisasi investasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal tahun 2010, lebih dari 50 persen PMA dan PMDN berlokasi di Pulau Jawa. Beberapa faktor yang menyebabkan investor lebih memilih menanamkan modalnya di Pulau Jawa antara lain: 1. Investor lebih berorientasi terhadap pasar. Pulau Jawa dinilai memiliki kriteria tersebut mengingat sebagian besar penduduk Indoneia nerada di

50 pulau ini dan memiliki daya beli yang lebih baik dibandingkan daerah lainnya. 2. Pulau Jawa relatif memiliki fasilitas dan infrastruktur yang lebih baik yang akan berdampak pada biaya transportasi yang lebih murah dibandingkan wilayah di luar Pulau Jawa. Pertumbuhan PMDN sektor industri selama 10 tahun terakhir menunjukkan nilai yang fluktuatif. Fluktuasi yang relatif lebih kecil sejak tahun 2006 menunjukkan iklim investasi di Indonesia lebih stabil dibandingkan tahun tahun sebelumnya. Penurunan yang cukup tajam pada saat krisis tahun 2008, namun investasi kembali tumbuh membaik seiring pemulihan perekonomian pasca krisis. Perkembangan PMA sektor industri di Pulau Jawa pada dua tahun terakhir menunjukkan nilai yang semakin menurun. Penurunan investasi asing ini merupakan dampak terjadinya krisis global pada tahun 2008 yang berlanjut dengan terjadinya krisis Eropa yang masih terjadi sampai saat ini. Pada tahun 2005, tercatat pertumbuhan investasi sektor industri yang tinggi.

Persen 51 200.00 150.00 100.00 50.00 - -50.00-100.00 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Tahun PMDN PMA Sumber: BKPM, diolah. Gambar 10. Pertumbuhan PMA dan PMDN sektor industri di Pulau Jawa tahun 2003-2010. Pada tahun 2009 PMDN tertinggi di Provinsi Banten sebesar 4.373,8 milyar rupiah dan pada tahun 2010 PMDN tertinggi bergeser ke Provinsi Jawa Timur sebesar 7.506,8 milyar rupiah. PMA sektor industri dialokasikan paling besar di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2009 dan 2010. Pada tahun 2010, Jawa Tengah dan DI Yogyakarta hanya mendapatkan investasi asing sebesar 1 persen dari total investasi yang ditanamkan pada sektor industri di Pulau Jawa. Rendahnya investasi sektor industri di Jawa Tengah dan Provinsi DI Yogyakarta pada tahun 2010 mengindikasikan bahwa industri-industri yang berkembang di wilayah ini merupakan industri kecil yang hanya membutuhkan investasi sedikit namun dapat menggerakkan perekonomian sektor industri sehingga dapat menciptakan lapangan kerja yang cukup banyak. Hal ini dibuktikan dengan adanya pertumbuhan industri pada tahun 2010 meskipun investasi yang ditanamkan sangat sedikit. Angka pengangguran kedua provinsi tersebut juga

52 yang relatif rendah. Tingkat pengangguran DI Yogyakarta sebesar 6,02 persen dan Jawa Tengah sebesar 6,86 persen. Tabel 5. Jumlah PMA dan PMDN sektor industri menurut provinsi di Pulau Jawa tahun 2009 dan 2010 Provinsi PMA (US$. Juta) 2009 2010 PMDN (Rp. Milyar) PMA (US$. Juta) PMDN (Rp. Milyar) DKI Jakarta 363,0 501,4 759,3 280,8 Jawa Barat 1493,0 4233,3 1160,3 5555,6 Jawa Tengah 167,9 2642,6 138,2 391,7 DI Yogyakarta 1183,9 32,5 386,9 0 Jawa Timur 75,5 2830,5 29,2 7506,8 Banten 1,7 4373,8 0,4 4130,7 Total 3285,0 14614,1 2474,3 17865,6 Sumber: BKPM, diolah. Industri yang paling banyak mendapatkan modal dari dalam negeri dalam dua tahun terakhir adalah industri makanan. Pada tahun 2010, sebesar 63 persen PMDN sektor industri dialokasikan untuk industri makanan. Nilai PMDN untuk industri makanan meningkat cukup tajam dari 3304,20 milyar rupiah tahun 2009 menjadi 11409,20 milyar rupiah pada tahun 2010. Sedangkan industri yang lain, hampir seluruhnya mengalami penurunan nilai investasi antara lain industri tekstil, industri logam dasar, dan industri kimia dasar. Investor dalam negeri lebih memilih menanamkan investasi pada industri makanan. Industri lainnya yang cukup diminati investor domestik adalah industri kertas, kimia dasar dan farmasi, serta industri non logam mineral.

53 Tabel 6. Jumlah PMDN menurut jenis industri di Pulau Jawa tahun 2009 dan 2010 Jenis industri 2009 2010 Rp. Milyar persen Rp. Milyar persen Industri logam dasar, barang logam, mesin dan elektronik 1367,80 9,36 362,10 2,03 Industri instrumen kedokteran, Presisi, optik dan jam 0,00 0,00 0,00 0,00 Industri kayu 2,20 0,02 0,00 0,00 Industri kertas, barang dari kertas dan percetakan 968,80 6,63 1064,90 5,96 Industri kimia dasar, barang kimia, dan farmasi 3972,70 27,18 2312,20 12,94 Industri karet, barang dari karet dan plastik 1231,50 8,43 503,40 2,82 Industri non logam mineral 786,10 5,38 1522,80 8,52 Industri alat angkutan dan transportasi lainnya 66,50 0,46 278,40 1,56 Industri makanan 3304,20 22,61 11409,20 63,86 Industri tekstil 2645,70 18,10 396,40 2,22 Industri kulit, barang dari kulit, dan sepatu 4,00 0,03 12,50 0,07 Industri lainnya 264,60 1,81 3,70 0,02 Jumlah 14614,10 100,00 17865,60 100,00 Sumber: BKPM, diolah. Seperti halnya pada investasi domestik, investor asing juga lebih memilih menanamkan modalnya pada industri makanan. Industri makanan dinilai memiliki prospek yang cukup baik. Banyak investor tertarik pada industri makanan di Indonesia karena melihat peluang pasar domestik dan tingginya konsumsi masyarakat Indonesia. Industri yang juga menarik bagi investor asing adalah industri logam dasar, kimia dan farmasi, serta alat angkutan. Nilai investasi asing pada industri-industri tersebut cukup tinggi dibandingkan jenis industri lainnya.

54 Tabel 7. Jumlah PMA menurut jenis industri di Pulau Jawa tahun 2009 dan 2010 Jenis industri 2009 2010 US$. Juta persen US$. Juta persen Industri logam dasar, barang logam, mesin dan elektronik 507.9 16.03 507.9 20.75 Industri instrumen kedokteran, Presisi, optik dan jam 4.9 0.15 1.3 0.05 Industri kayu 29.8 0.94 6.3 0.26 Industri kertas, barang dari kertas dan percetakan 30.4 0.96 39.2 1.60 Industri kimia dasar, barang kimia, dan farmasi 1125.4 35.52 396.4 16.19 Industri karet, barang dari karet dan plastik 137.7 4.35 94.8 3.87 Industri non logam mineral 16.6 0.52 28.4 1.16 Industri alat angkutan dan transportasi lainnya 541.3 17.08 370.9 15.15 Industri makanan 403.2 12.72 705.2 28.80 Industri tekstil 249.7 7.88 153.8 6.28 Industri kulit, barang dari kulit, dan sepatu 121.8 3.84 144 5.88 Industri lainnya 116.3 3.67 26.1 1.07 Jumlah 3168.70 100.00 2448.20 100.00 Sumber: BKPM, diolah. Berdasarkan data investasi yang sudah disajikan, industri tekstil menunjukkan angka yang menurun baik pada investasi asing maupun investasi domestik. Industri tekstil yang pernah menjadi salah satu industri yang dapat menyerap tenaga kerja banyak, saat ini sudah mengalami penurunan. Hal ini menyebabkan permasalahan penciptaan lapangan pekerjaan menjadi semakin penting. Pemerintah perlu mendorong industri ini agar tetap menjadi industri yang dapat diandalkan dengan melakukan strategi-strategi industri yang memanfaatkan

55 bahan baku dalam negeri sehingga industri ini tahan terhadap krisis dan pada akhirnya akan menciptakan kesempatan kerja yang lebih luas. 4.4 Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu upah minimum provinsi riil (UMP_RIIL), PDRB sektor industri (PDRB_IND), proporsi investasi asing sektor industri terhadap total investasi asing (PMA_IND), proporsi investasi dalam negeri sektor industri terhadap total investasi dalam negeri (PMDN_IND). Penyusunan model data panel dilakukan dalam tiga tahap. Pertama, membandingkan pooled model dengan fixed effects model menggunakan uji Chow. Kedua membandingkan fixed effects model dengan random effects model menggunakan uji Hausman. Ketiga, membuat estimasi model atau persamaan dengan menentukan koefisien masing-masing variabel bebas. Software yang dipergunakan dalam pengolahan data penelitian adalah Eviews 6.0. 4.4.1 Pemilihan Model Terbaik Hasil Uji Chow menunjukkan probability 0,0009 maka fixed effects model lebih sesuai digunakan dibandingkan pooled model. Hasil Uji Hausman menunjukkan nilai p-value sebesar 0,0000 maka fixed effects model lebih sesuai digunakan dibandingkan random effects model.

56 4.4.2 Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah data residual yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Dengan asumsi kenormalan ini, maka akan didapatkan koefisien regresi yang bersifat linier tak bias terbaik (BLUE). Asumsi normalitas ini diperlukan dalam penelitian yang mempunyai tujuan untuk penaksiran dan pengujian hipotesis. Berdasarkan hasil Jarque-Bera test diperoleh nilai Probability (P-Value) sebesar 0,067 pada Lampiran 2. Nilai Probability (P- Value) > 0,05 maka H0 diterima sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data residual yang diteliti berdistribusi normal. 2. Uji Multikolinearitas Salah satu asumsi dasar model regresi adalah tidak ada hubungan linear antara variabel-variabel bebas dalam model. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinieritas antar variabel bebas salah satu caranya adalah dengan melihat nilai Correlation Matrix antar variabel bebas. Berdasarkan hasil analisis yang dapat dilihat pada Tabel 6, diperoleh nilai Correlation Matrix antar masingmasing variabel bebas sebesar kurang dari 0,8. Sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa antar variabel bebas yang diteliti tidak terjadi multikolinearitas. Tabel 8. Hasil uji multikolinearitas Variabel PDRB_IND PMA_IND UMP_RIIL PMDN_IND PDRB_IND 1 0,53 0,02 0,25 PMA_IND 0,53 1-0,58 0,64 UMP_RIIL 0,02-0,58 1-0,53 PMDN_IND 0,25 0,64-0,53 1 Sumber: Hasil Pengolahan Eviews 6.0

57 3. Uji Heteroskedastisitas Asumsi heteroskedastisitas adalah asumsi dalam regresi dimana varians dari residual tidak sama untuk pengamatan satu ke pengamatan yang lain. Heteroskedastisitas dapat dilihat dengan membandingkan nilai sum squared resid pada weighted statistics dan unweight statistics. Nilai sum squared resid pada weighted statistics yang lebih kecil dari sum squared resid pada unweighted statistics maka terjadi heteroskedastisitas. Pada paket program Eviews 6.0, terdapat opsi yang memungkinkan untuk menghasilkan penduga yang dapat mengatasi masalah heteroskedastisity dalam data yaitu dengan white heteroskedastisity. Dengan menggunakan metode estimasi ini, hasil estimasi yang didapat sudah terlepas dari masalah heteroskedastisity. 4. Uji Autokorelasi Asumsi yang terakhir adalah tidak adanya korelasi antar error yang dihasilkan. Cara mendeteksi Autocorelation adalah dengan uji Durbin Watson. Hasil Uji Durbin Watson dilakukan melalui program Eviews 6.0 dan menghasilkan nilai statistik Durbin Watson sebesar 1,96. Jika nilai berada antara 1,727 dan 2,273 maka data tersebut dinyatakan tidak ada korelasi antar error yang dihasilkan. Dengan demikian secara statistik, secara statistik dapat dinyatakan bahwa tidak ada pelanggaran asumsi autokorelasi. 4.4.3 Uji Statistik Hasil penghitungan menunjukkan nilai R 2 sebesar 0,9943 yang berarti bahwa upah minimum provinsi riil, PDRB sektor industri, proporsi investasi asing

58 sektor industri terhadap total investasi asing, proporsi investasi dalam negeri sektor industri terhadap total investasi dalam negeri terhadap variabel tidak bebas penyerapan tenaga kerja sebesar 99,43 persen sedang sisanya sebesar 0,57 persen lainnya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak masuk dalam model. Hasil pengujian pengaruh variabel bebas secara serempak terhadap varaiabel tidak bebas dengan menggunakan uji F menunjukkan nilai F hitung sebesar 282,64 jauh lebih besar dibandingkan dengan F tabel yang mencapai nilai 2,44. Secara keseluruhan dari hasil uji F diketahui bahwa upah minimum provinsi riil, PDRB sektor industri, investasi asing sektor industri, investasi dalam negeri sektor industri signifikan berpengaruh terhadap variabel penyerapan tenaga kerja sektor industri. Tabel 9. Hasil uji t Variabel Koefisien Standar Error t-statistik Probabilitas C 2,697411 2,489998 1,083298 0,2855 PDRB_IND 0,254648 0,081384 3,128967 0,0034 UMP_RIIL 0,663339 0,237935 2,787895 0,0082 PMA_IND -0,000134 0,000905-0,148290 0,8829 PMDN_IND -0,000342 0,000465-0,735942 0,4663 Sumber: Hasil Pengolahan Eviews 6.0 Hasil uji t menunjukkan bahwa tingkat signifikansi pengaruh dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel tidak bebas menunjukkan bahwa PDRB sektor industri dan upah minimum provinsi secara signifikan berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri dengan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen. Sedangkan investasi asing dan domestik tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri.

59 Hasil pengujian untuk variable PMA_IND dan PMDN_IND tidak memperoleh hasil yang sesuai dengan harapan. Investasi yang diduga memengaruhi penyerapan tenaga kerja sektor industri tidak memiliki pengaruh yang signifikan dengan hubungan yang menunjukkan nilai negatif. Hal ini dapat disebabkan oleh data yang dipakai pada penelitian ini adalah data realisasi investasi berdasarkan ijin usaha. Sehingga data hanya dapat menunjukkan perubahan proporsi investasi yang ditanamkan per tahun tanpa melihat akumulasi modal yang telah diinvestasikan pada tahun-tahun sebelumnya. 4.4.4 Model Penduga Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan maka dihasilkan persamaan model penduga untuk penyerapan tenaga kerja sektor industri adalah sebagai berikut: Ln(TK_IND) = 2 + 0,25 Ln(PDRB_IND)+ 0,66 Ln(UMP_RIIL) 0,0001 * PMA_IND 0,0003 * PMDN_IND Nilai koefisien regresi pada variabel PDRB_IND sebesar 0,25. Hal ini berarti apabila variabel bebas lain selain variabel PDRB_IND dengan asumsi dalam keadaan tetap/konstan maka peningkatan PDRB sektor industri sebesar 1 (satu) persen akan menyebabkan peningkatan pada penyerapan tenaga kerja sebesar 0,25 persen. Peningkatan PDRB sektor industri menunjukkan peningkatan output atau produksi terhadap barang-barang industri. Peningkatan produksi akan memberikan dampak pada peningkatan permintaan terhadap tenaga kerja pada sektor ini sehingga terciptalah kesempatan kerja baru. Hasil pengujian ini sesuai dengan teori Okun yang menyatakan bahwa terdapat keterkaitan antara PDB riil

60 dengan tingkat pengangguran. Pertumbuhan PDB riil akan mengurangi tingkat pengangguran. (Mankiw, 2007). Nilai koefisien regresi pada variabel UMP_RIIL sebesar 0,66. Hal ini berarti apabila variabel bebas lain selain variabel UMP_RIIL dengan asumsi dalam keadaan tetap/konstan maka peningkatan UMP riil sebesar 1 (satu) persen akan menyebabkan peningkatan pada penyerapan tenaga kerja sebesar 0,66 persen. Hasil pengujian ini sejalan dengan penelitian Wicaksono (2009) yang menunjukkan bahwa upah riil berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri di Indonesia. Peningkatan pendapatan dari kenaikan upah akan meningkatkan konsumsi dari tenaga kerja tersebut, sehingga akan meningkatkan permintaan agregat. Hubungan yang positif antara upah minimum provinsi dan penyerapan tenaga kerja sesuai dengan model pembangunan Lewis. Model pembangunan menurut Lewis, perekonomian terdiri dari dua sektor yaitu sektor tradisional di pedesaan dan sektor industri di perkotaan. Sektor industri memiliki tingkat produktivitas yang tinggi sehingga menjadi tingkat penampungan tenaga kerja yang ditransfer sedikit demi sedikit dari sektor subsisten. Model tersebut menekankan pada proses peralihan tenaga kerja, pertumbuhan pada output, dan pertumbuhan penyerapan tenaga kerja di sektor modern (Todaro dan Smith, 2006). Dengan tingkat upah di sektor modern perkotaan yang lebih tinggi, maka para penyedia lapangan pekerjaan dapat merekrut tenaga kerja lebih banyak dari sektor tradisional di pedesaan.