Karakteristik Telur Tetas Puyuh Petelur Silangan... M Billi Sugiyanto.

dokumen-dokumen yang mirip
I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.

Hasil Tetas Puyuh Petelur Silangan Bulu Coklat dan Hitam...Sarah S.

Performa Produksi Puyuh Petelur (Coturnix-coturnix Japonica) Hasil Persilangan..Wulan Azhar

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. puyuh turunan hasil persilangan warna bulu coklat dengan hitam. Jumlah telur

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan

Performa Pertumbuhan Puyuh Petelur Betina Silangan... Henry Geofrin Lase

Karakteristik Eksterior Telur Tetas Itik... Sajidan Abdur R

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkembang hingga ke penjuru dunia, dikenal dengan nama Bob White Quail dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan 20 ekor Itik Rambon Betina, 4 ekor Itik

EVALUASI TELUR TETAS ITIK CRp (CIHATEUP X RAMBON) YANG DIPELIHARA PADA KONDISI MINIM AIR SELAMA PROSES PENETASAN

Kualitas Eksterior Telur Puyuh TurunanHasil Persilangan... Ilsa Alawiyah

Performa Pertumbuhan Puyuh Petelur Jantan...Rina Ratna Dewi.

PERFORMA PRODUKSI TELUR PUYUH (Coturnix coturnix japonica) YANG DI PELIHARA PADA FLOCK SIZE YANG BERBEDA

PENDAHULUAN. terutama telurnya. Telur puyuh sangat disukai karena selain bentuknya yang

PENDAHULUAN. terbang tinggi, ukuran relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Kampung Teras Toyib Desa Kamaruton

PENDAHULUAN. mempunyai potensi yang cukup besar sebagai penghasil telur karena

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

HASIL DAN PEMBAHASAN. tetas dan ruang penyimpanan telur. Terdapat 4 buah mesin tetas konvensional dengan

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hari (DOC) sebanyak 38 ekor. Ayam dipelihara secara semiorganik sampai umur

KAJIAN KEPUSTAKAAN. japanese quail (Coturnix-coturnix Japonica) mulai masuk ke Amerika. Namun,

PENGARUH TINGKAT PROTEIN RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, PERSENTASE KARKAS DAN LEMAK ABDOMINAL PUYUH JANTAN

PENDAHULUAN. komoditas utamanya adalah telur. Jenis puyuh peteur ini mayoritas diternakan di

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat

Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal

I PENDAHULUAN. sebagai alternatif sumber protein hewanidi masyarakat baik sebagai penghasil telur

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh pertama kali di domestikasi di Amerika Serikat pada tahun 1980 dan

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah telur Itik Rambon dan

HATCH PERIOD AND WEIGHT AT HATCH OF LOCAL DUCK (Anas sp.) BASED ON DIFFERENCE OF INCUBATOR HUMIDITY SETTING AT HATCHER PERIOD

PENDUGAAN NILAI PEMULIAAN PUYUH PEJANTAN BERDASARKAN BOBOT BADAN KETURUNANNYA PADA PUYUH (Coturnix coturnix japonica)

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh Indeks Bentuk Telur terhadap Daya Tetas dan

Pengaruh Penggunaan...Trisno Marojahan Aruan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh adalah spesies atau subspecies dari genus Coturnix yang tersebar di

Kurva Produksi Telur Puyuh Padjadjaran Galur Hitam dan Coklat...Hilmi Alarsi

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2015 di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan

CIRI - CIRI FISIK TELUR TETAS ITIK MANDALUNG DAN RASIO JANTAN DENGAN BETINA YANG DIHASILKAN ABSTRACT ABSTAAK

FERTILITAS DAN DAYA TETAS TELUR HASIL PERSILANGAN ANTARA PUYUH ASAL BENGKULU, PADANG DAN YOGYAKARTA

Efektifitas Berbagai Probiotik Kemasan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica)

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa

Performan Puyuh Local Asal Payakumbuh, Bengkulu dan Hasil Persilangannya

Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler

PERFORMA TELUR TETAS BURUNG PUYUH JEPANG (Coturnix coturnix japonica) BERDASARKAN PERBEDAAN BENTUK TELUR

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor jantan dan 10 ekor betina Itik

Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan. bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari.

HASIL DAN PEMBAHASAN

III BAHAN DAN METODE. dan masing-masing unit percobaan adalah lima ekor puyuh betina fase produksi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

PENGARUH PEMBERIAN TINGKAT PROTEIN DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR PUYUH (Coturnix-coturnix japonica)

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. minggu dengan bobot badan rata-rata gram dan koefisien variasi 9.05%

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

RINGKASAN. sifat dengan itik Tegal, itik Mojosari, dan itik Alabio. Di daerah asalnya, itik

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

Kususiyah, Urip Santoso, dan Debi Irawan. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

Respon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh merupakan sebangsa burung liar. Burung puyuh merupakan

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Populasi burung puyuh Coturnix coturnix japonica atau Japanese quail di Indonesia terus mengalami peningkatan, pada

Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. yang didapatkan dari puyuh Coturnix-cotunix japonica pada umur 15 minggu yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan metode-metode mengajar lainnya. Metode ini lebih sesuai untuk mengajarkan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada1 Maret--12 April 2013 bertempat di Peternakan

Pemberian Tepung Daun Lamtoro (Leucaena Leucocephala) Dalam Ransum Terhadap Performans Burung Puyuh (Coturnix-coturnix Javonica) Nova Sarah Pardede

MATERI DAN METODE. Materi

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan untuk penelitian ini adalah Ayam Kampung Unggul

KAJIAN KEPUSTAKAAN. pertama kali diternakkan di Amerika Serikat pada tahun 1870.

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG AMPAS TAHU DI DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN INCOME OVER FEED COST AYAM SENTUL

KARAKTERISTIK HASIL TETAS TELUR ITIK RAMBON DAN CIHATEUP PADA LAMA PENCAMPURAN JANTAN DAN BETINA YANG BERBEDA

Karakteristik Kuantitatif Sapi Pasundan di Peternakan Rakyat... Dandy Dharma Nugraha KARAKTERISTIK KUANTITATIF SAPI PASUNDAN DI PETERNAKAN RAKYAT

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. telurnya. Jenis puyuh yang biasa diternakkan di Indonesia yaitu jenis Coturnix

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April November 2016 di Desa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi

IMBANGAN JANTAN- BETINA TERHADAP FERTILITAS, DAYA TETAS DAN KEMATIAN EMBRIO PADA BURUNG PUYUH

LEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL. PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN ECENG GONDOK (Eichornia crassipes) TERHADAP KUALITAS TELUR PUYUH

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM BALI DENGAN POLA SELEKSI PRODUKSI

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN BEBAS PILIH (Free choice feeding) TERHADAP PERFORMANS AWAL PENELURAN BURUNG PUYUH (Coturnix coturnix japonica)

PengaruhImbanganEnergidan Protein RansumterhadapKecernaanBahanKeringdan Protein KasarpadaAyam Broiler. Oleh

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN BEBAS PILIH (Free choice feeding) TERHADAP PERFORMANS PRODUKSI TELUR BURUNG PUYUH (Coturnix coturnix japonica)

Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher)

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau

PENDAHULUAN. Puyuh petelur Jepang (Coturnix coturnix japonica) merupakan penyedia telur

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada

Pengukuran Sifat Kuantitatif...Fachri Bachrul Ichsan.

Pengaruh Penambahan Tepung Kunyit...Rafinzyah Umay Adha

PENDAHULUAN. semakin pesat termasuk itik lokal. Perkembangan ini ditandai dengan

MATERI DAN METODE. Materi

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam

Fertilitas, Daya Tetas, Dan Bobot Tetas Ayam Sentul... Gema Husada Syamsudin

Transkripsi:

KARAKTERISTIK TELUR TETAS PUYUH PETELUR SILANGAN WARNA BULU COKLAT DAN HITAM DI PUSAT PEMBIBITAN PUYUH UNIVERSITAS PADJADJARAN CHARACTERISTICS LAYING QUAIL HATCHING EGG CROSSING OF BROWNAND BLACK FEATHER IN THE QUAIL BREEDING CENTER UNIVERSITY OF PADJADJARAN Muhamad Billi Sugiyanto*, Endang Sujana**, Tuti Widjastuti** Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jalan Raya Bandung Sumedang KM 21 Sumedang 45363 *Alumni Fakultas Peternakan Unpad Tahun 2016 **Staf Pengajar Fakultas Peternakan Unpad e-mail : muhamad.billi@gmail.com ABSTRAK Penelitian tentang Karakteristik Telur Tetas Puyuh Petelur Silangan Warna Bulu Coklat dan Hitam di Pusat Pembibitan Puyuh Universitas Padjadjaran telah dilaksanakan pada Februari hingga Maret 2016. Penelitian dilakukan untuk mengetahui karakteristik telur tetas puyuh petelur silangan warna bulu coklat dan hitam. Penelitian menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan pengambilan sampel secara simple random sampling dan diamati bobot telur, bentuk telur (shape index), hatching egg, dan fertilitas. Telur puyuh yang digunakan adalah telur puyuh silangan warna bulu coklat dan hitam yang di peroleh dari 150 ekor induk puyuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik telur tetas puyuh petelur silangan memiliki rataan bobot telur 11,4 ± 1,14 gram, bentuk telur 79,94 ± 3,58, hatching egg 84,64 persen, dan fertilitas dalam penelitian 83,58 persen. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa karakteristik telur tetas puyuh silangan memiliki kualitas yang baik sehingga baik untuk dikembangkan lebih lanjut. Kata kunci: Silangan, puyuh petelur, telur tetas, karakteristik telur. ABSTRACT Research on Characteristics Laying Quail Hatching Egg Crossing of Brown And Black Feather In The Quail Breeding Center University of Padjadjaran was held in February until March2016. The reasearch was conducted to find out the characteristics of layingquail hatching eggs crossing of brownand blackfeather. The research uses descriptivekuantuitatif method with a sampling of simple random sampling and observed on the egg weight, egg shape (shape index), hatching egg, and fertility. Quail eggs used are crosses of quail eggs brown and black feather which was obtained from 150 breeding quail. The results showed that the characteristics of Crossing of laying quail hatching eggs have the average weight 11,4 ± 1,14 grams, the shape of an egg or shape index 79,94 ± 3,58, hatching egg 84,64 %, fertility 83,58 %. The results of the research can be concluded that the characteristics of hatching quail eggs have a good quality so good to be further development. Key Word: Crossing of, laying quail, hatching egg, egg characteristics. 1

PENDAHULUAN Indonesia mengenal berbagai jenis ternak puyuh diantaranya adalah Coturnix coturnix japonica. Puyuh ini banyak diternakkan untuk diambil telurnya karena produktivitas telurnya yang tinggi sehingga biasa dijadikan sebagai puyuh petelur. Puyuh memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai ternak komersil sehingga banyak usaha peternakan yang memilih jenis puyuh petelur ini untuk dibudidayakan. Puyuh petelur Coturnix coturnix japonica yang tersebar dan berkembang di seluruh Indonesia adalah puyuh puyuh hasil perkawinan antar keturunannya. Upaya tersebut tidak diiringi dengan suatu program yang tepat dan terarah sehingga diperkirakan akan terjadinya inbreeding. Inbreeding pada akhirnya akan menghasilkan bibit dengan kualitas rendah karena inbreeding dapat memperlambat perkembangan (Warwick dkk., 1990). Upaya yang dapat dilakukan dalam perbaikan mutu genetik adalah dengan cara persilangan antar jenis puyuh yang berbeda untuk mendapatkan bibit puyuh yang berkualitas. Persilangan dilakukan untuk menghindari inbreeding, karena jika terjadi perkawinan sedarah atau inbreeding akan merangsang sifat sifat resesif yang akan menjadikan kualitas puyuh menjadi kurang baik. Upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari inbreeding adalah persilangan puyuh petelur antara warna bulu hitam dan warna bulu coklat. Upaya ini diharapkan dapat memperbaiki mutu bibit, khususnya melihat karakteristik telur tetas meliputi bobot telur, bentuk telur, hatching egg, dan fertilitas. Puyuh tidak dapat mengerami telurnya sendiri sehingga perlu dilakukan penetasan menggunakan mesin tetas. Penetasan menggunakan mesin tetas merupakan salah satu teknologi bantuan manusia yang dapat dilakukan untuk mempercepat perkembangan populasi puyuh. Telur tetas yang baik dapat menghasilkan bibit puyuh dengan produktivitas dan pertumbuhan yang baik. BAHAN DAN METODE 1. Objek Telur yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari telur-telur yang dihasilkan dari puyuh petelur hasil silangan warna bulu hitam dan coklat. Telur yang diteliti adalah telur tetas 2

puyuh silangan warna bulu hitam dan coklat yang didapat dari 150 ekor induk puyuh petelur jantan warna bulu coklat dan betina warna bulu hitam yang berumur 5 bulan dengan sex rasio 3 : 1 di Pusat Pembibitan Puyuh Universitas Padjadjaran. 2. Alat yang Digunakan (1) Timbangan analitik, untuk menimbang bobot telur tetas puyuh. (2) Jangka sorong, untuk mengukur bentuk telur tetas puyuh. (3) Kalkulator, untuk menghitung data. (4) Egg tray puyuh, untuk menyimpan telur. (5) Mesin tetas, untuk menetaskan telur. (6) Laptop, untuk mengolah data dan menyusun laporan. 3. Metode Penelitian Pengambilan data dilakukan dengan metode simple random sampling mengambil telur tetas puyuh petelur silangan warna bulu hitam dan coklat untuk selanjutnya dilakukan pengamatan sifat kuantitatif meliputi bobot telur tetas, bentuk telur tetas, hatching egg telur tetas, dan fertilitas telur tetas. Data diambil secara menyeluruh dari sampel yang telah ditetapkan, kemudian dituangkan ke dalam format yang telah disediakan, dan diolah secara deskriptif kuantitatif sehingga didapat gambaran sifat kuantitatif pada telur tetas puyuh petelur silangan warna bulu hitam dan coklat. 4. Peubah yang Diamati (1) Bobot telur tetas puyuh petelur silangan bulu hitam dan coklat dengan cara menimbang telur dengan timbangan analitik. (2) Bentuk telur tetas puyuh petelur silangan bulu hitam dan coklat dengan cara menghitung shape indeks. Adapun rumus yang dipakai adalah sebagai berikut: Lebar SI = x 100 Panjang (3) Hatcing Egg telur tetas puyuh adalah presentase telur yang layak atau dapat ditetaskan. Hatching egg = Jumlah telur layak ditetaskan x 100% Produksi seluruh telur 3

5. Fertilitas telur tetas puyuh petelur adalah presentase telur yang dibuahi atau fertil. Jumlah telur fertil Fertilitas = Telur yang ditetaskan x 100% 6. Analisis Data Analisis statistik yang digunakan adalah sebagai berikut: (1) Rata rata: Data kuantitatif dihitung dengan jalan membagi jumlah nilai data oleh banyaknya data. x = N i=1 x i n Keterangan x = Rata - rata N i=1 xi = Jumlah seluruh data n = Banyak data (2) Nilai Minimal: Mengetahui nilai terendah dari peubah yang diamati. (3) Nilai Maksimal: Mengetahui nilai tertinggi dari peubah yang diamati. (4) Simpangan Baku adalah akar ragam. Ragam merupakan jumlah kuadrat semua deviasi nilai-nilai individu terhadap rata - rata populasi dengan rumus sebagai berikut : s = x i x 2 n 1 Keterangan s = Simpangan Baku x i = Nilai data ke-i x = Rata - rata n = Banyak data (5) Koefisien Variasimerupakan ukuran yang digunakan untuk mengetahui besarnya variasi nilai dari hasil pengukuran variabel yang diamati dengan menggunakan rumus: Keterangan KV = s x x 100% KV s x = Koefisien Variasi = Simpangan Baku = Rata-rata 4

HASIL DAN PEMBAHASAN Persilangan pejantan bulu coklat dan indukan bulu hitam dilakukan dengan sex ratio 1 : 3, populasi induk 150 ekor. Objek penelitian ini adalah telur puyuh petelur silangan warna bulu coklat dan hitam. Ransum diberikan sebanyak dua kali sehari yaitu pada siang dan sore hari sedangkan pemberian air minum dilakukan secara ad libitum. Ransum yang diberikan merupakan ransum komersil untuk fase layer. Tabel 3. Analisis Kandungan Nutrien Ransum Penelitian dan Kebutuhan Nutrisi Puyuh Fase Layer. Zat Makanan Ransum Penelitian Kebutuhan Nutrisi** Kadar air (%) 7,95*** 10,00-14,00 Protein kasar (%) 22,49*** 17,00-20,00 Lemak kasar (%) 4,00* 7,00 Serat kasar (%) 7,00* 7,00 Kalsium (%) 0,87*** 4,00 Phosphor (%) 0,69*** 0,60 Energi Metabolis (Kkal/kg) 2450*** 2700-2900 Keterangan: *Sumber: PT. New Hope Indonesia. 2016. **Sumber: SNI, 2008. ***Hasil Analisis Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, 2016. Pada Tabel 3 disajikan analisis kandungan nutrient ransum komersil yang digunakan dan standar kebutuhan nutrisi puyuh fase layer. Berdasarkan kandungan nutrien ransum komersial yang diberikan, ransum tersebut telah memenuhi kebutuhan gizi puyuh fase layer. Bobot Telur Tetas Tabel 2. Rataan Bobot Telur Tetas Puyuh Silangan Bulu Coklat dan Hitam Periode Penetasan Bobot Telur Tetas ( gram ) Simpangan Baku Koefisien variasi ( % ) 1 11,5 1,17 10,16 2 11,3 1,11 9,81 Rataan 11,4 1,14 9,98 5

Berdasarkan Tabel 2, rataan bobot telur tetas puyuh silangan memiliki nilai 11,4 ± 1,14 gram. Bobot telur puyuh silangan ini jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya oleh Sujana, dkk., (2014) memiliki rataan bobot telur lebih tinggi dari pada tetuanya yaitu rataan bobot telur puyuh coklat 10,88 ± 1,21 gram dan puyuh hitam 10,74 ± 1,06 gram. Bobot telur merupakan sifat yang dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan, faktor genetik yaitu sifat yang diturunkan dari tetuanya, penelitian ini menyilangkan puyuh galur warna coklat dan hitam yang memiliki bobot telur tinggi, sedangkan faktor lingkungan yang mempengaruhinya diantaranya faktor protein yang terkandung dalam ransum. Pada penelitian yang dilakukan, pakan menggunakan produk PT. New Hope Feed P-100 pakan puyuh petelur dengan kandungan nutrisi yang sudah mencukupi kebutuhan puyuh untuk berproduksi telur. Menurut Listyowati dan Roospitasari (2005), bahwa jenis pakan, jumlah pakan, kualitas pakan, dan lingkungan kandang sangat mempengaruhi bobot telur yang dihasilkan. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa bobot yang dihasilkan dari puyuh silangan warna bulu coklat dan hitam memiliki bobot telur yang lebih tinggi di bandingkan dengan tetuanya yaitu galur warna coklat dan galur warna hitam, sehingga dapat dikatakan bahwa puyuh silangan mempunyai bobot telur yang baik. Bentuk Telur Tabel 3. Rataan Bentuk Telur Tetas Puyuh Silangan Bulu Coklat dan Hitam Periode Penetasan Nilai Bentuk Telur Simpangan Baku Koefisien variasi (%) 1 79,62 3,61 4,53 2 80,26 3,56 4,43 Rataan 79,94 3,58 4,48 6

Hasil penelitian bentuk (shape index) telur tetas puyuh petelur Coturnix coturnix japonica silangan warna bulu coklat dan hitam dapat dilihat pada Tabel 3. Shape index merupakan salah satu karakteristik sifat yang diwariskan dari tetuanya, sehingga telur setiap jenis unggas memiliki shape index yang khas (Jull, 1977). Berdasarkan pengamatan rataan Shape index puyuh silangan yang dihasilkan memiliki nilai 79,62 ± 3,61 pada penetasan periode 1, dan 80,26 ± 3,56 pada penetasan periode 2, dengan rataan keseluruhan 79,94 ± 3,58. Dilihat dari nilai rataan shape index, telur memiliki bentuk yang bulat karena memiliki nilai diatas 77, sedangkan telur oval memiliki nilai 69-77 dan lonjong dibawah 69 (Sharma, 1980), hal ini sejalan dengan Syamsir (1993), bentuk telur puyuh lebih bulat daripada telur ayam ras, indeks bentuk telur tetas puyuh yang baik adalah 79,2. Hasil penelitian terhadap tetuanya, yaitu pada galur puyuh warna bulu coklat dan hitam menurut Sujana, dkk., (2014) menyatakan bahwa shape index masing masing galur warna puyuh adalah 83,93 ± 3,16 untuk galur coklat, dan 82,38 ± 3,14 untuk galur hitam. Dapat dibandingkan dari hasil penelitian bahwa puyuh silangan warna bulu coklat dan hitam mempunyai shape index atau bentuk telur yang lebih baik untuk ditetaskan dibandingkan dengan tetuanya yang memiliki ukuran telur lebih bulat. Hatching Egg Puyuh Periode Penetasan Tabel 4. Rataan Hatching Egg Puyuh Silangan Bulu Coklat dan Hitam Total Telur Hatching Egg ( Butir ) (%) Telur Layak Tetas ( Butir ) Telur Tidak Layak Tetas ( Butir ) 1 331 283 48 85,50 2 259 217 42 83,78 Total 590 500 90 169,28 Rataan 295 250 45 84,64 7

Berdasarkan pada Tabel 4, hasil pengamatan dapat dilihat bahwa hatching egg yang dimiliki oleh puyuh silangan warna bulu coklat dan hitam di Pusat Pembibitan Puyuh Universitas Padjadjaran memiliki nilai 85,50 % pada penetasan periode 1, dan 83,78 % pada periode penetasan 2, dengan rataan 84,64 %. Nilai hatching egg tersebut didapatkan dari membagi jumlah telur layak dengan total koleksi per periode penetasan, dimana pada penetasan periode 1 total koleksi telur tetas sebanyak 331 butir dan pada periode 2 sebanyak 259 butir. Total koleksi pada penelitian ini sebanyak 590 butir telur tetas dan terseleksi sebanyak 500 telur tetas yang dapat ditetaskan dan sisanya 90 butir telur tetas merupakan telur yang tidak lolos hatching egg karena tidak layak ditetaskan. Hatching egg merupakan persentase telur yang layak atau memenuhi syarat untuk ditetaskan atau dikenal juga sebagai seleksi telur tetas. Tabel 5. Telur Tidak Layak Hatching Egg Puyuh Kriteria Penetasan 1 (Butir) Penetasan 2 (Butir) Bobot 10gr & 13,5gr (X) 33 25 Retak (R) 13 12 Warna gelap & putih (WG) 0 4 Bobot, Retak (X,R) 1 1 Bobot, Warna (X,WG) 1 0 Retak, Warna (R,WG) 0 0 Bobot, Retak, Warna (X,R,WG) 0 0 TOTAL 48 42 Keterangan : X R WG : Bobot telur kurang dari 10 gram atau lebih dari 13,5 gram. : Terdapat keretakan pada kerabang telur. : Warna kerabang gelap atau putih tidak ada bintik Pada penelitian ini peneliti menerapkan kriteria hatching egg antara lain bobot telur tetas berkisar antara 10-13,5 gram, hal ini sejalan dengan pernyataan Butcher, dkk., (2004) bobot telur tetas yang baik untuk burung puyuh berkisar 11 gram, kemudian kodisi telur yang utuh atau tidak ada keretakan pada kerabang dan berwarna normal tidak terlalu gelap ataupun putih tidak ada bintik. Kondisi telur retak maka dipastikan telur tersebut tidak dapat ditetaskan karena telah terkontaminasi oleh bakteri yang masuk melalui retakan tersebut, 8

begitupun dengan kondisi telur putih tidak ada bintik dan terlalu gelap biasanya daya tetasnya tidak bagus. Fertilitas Tabel 6. Rataan Fertilitas Puyuh Silangan Bulu Coklat dan Hitam Periode Penetasan Telur Ditetaskan ( Butir ) Telur Fertil ( Butir ) Fertilitas (%) 1 283 237 83,75 2 217 181 83,41 Rataan 250 418 83,58 Berdasarkan Tabel 6, diketahui nilai fertilitas dari telur tetas puyuh petelur silangan warna bulu coklat dan hitam adalah 83,75 % pada periode penetasan 1 dan 83,41 % pada periode penetasan 2. Fertilitas dipengaruhi berbagai faktor diantaranya sex rasio, kandungan mineral dalam pakan, dan lama penggabungan antara puyuh jantan dan betina juga berpengaruh terhadap fertilitas telur yang ditetaskan. Berdasarkan hasil penelitian puyuh sebelumnya terhadap tetuanya yaitu puyuh warna bulu coklat dan puyuh berwarna bulu hitam oleh Sujana, dkk (2015), menyatakan bahwa fertilitas puyuh warna bulu coklat dan puyuh warna bulu coklat memiliki fertilitas yang tinggi yaitu 96 % untuk galur puyuh warna coklat dan 98 % untuk galur puyuh warna bulu hitam. Hasil penelitian terhadap puyuh silangan warna bulu coklat dan hitam memiliki fertilitas jauh lebih rendah dibandingkan dengan tetuanya. Listiyowati dan Roospitasari (2005) menyatakan bahwa pada kondisi normal dengan sex rasio dan pemberian ransum yang baik akan menghasilkan fertilitas sebesar 85-95 %. Sex rasio puyuh petelur (Coturnix coturnix japonica) yang dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Universitas Padjadjaran menggunakan perbandingan 1 jantan : 3 betina. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fertilitas puyuh petelur pada penelitian ini memiliki nilai 9

fertilitas yang sedikit lebih rendah di bandingkan dengan literatur dari pernyataan Listiyowati dan Roospitasari (2005) yang menyatakan fertilitas sebesar 85-95 %. Banyak yang mempengaruhi nilai fertilitas tersebut, dalam penelitian ini rendahnya nilai fertilitas karena waktu penggabungan antara puyuh jantan dan puyuh betina belum berlangsung terlalu lama yaitu 3 hari sebelum koleksi telur, sehingga puyuh jantan belum mengawini seluruh puyuh betina yang ada karena waktu ideal koleksi telur tetas yaitu minimal setelah 7 hari atau 1 minggu penggabungan agar puyuh betina telah dikawini seluruhnya oleh puyuh jantan dan tingkah laku puyuh jantan dalam memilih betina untuk dikawini juga menjadi salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap rendahnya fertilitas yang terjadi pada penelitian ini. KESIMPULAN Dapat ditarik simpulan bahwa bobot telur tetas puyuh silangan warna bulu coklat dan hitam memiliki nilai rataan bobot yang baik sebesar 11,4 ± 1,14 gram, nilai shape index sebesar 79,94 ± 3,58 atau berbentuk bulat, hatching egg sebesar 84,64. %, dan fertilitas sebesar 83,58 %. Karakteristik telur tetas puyuh silangan memiliki bobot, bentuk, dan hatching egg yang baik namun memiliki fertilitas yang lebih rendah dari tetuanya. SARAN Berdasarkan hasil penelitian disarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap puyuh silangan mengenai hasil tetas dan performa produksinya untuk kemajuan peternakan puyuh petelur di Indonesia UCAPAN TERIMAKASIH Terima kasih penulis sampaikan untuk penelitian Hibah Pengembangan Kapasitas Riset Dosen yang telah mendanai penelitian ini, Dekan Fakultas Peternakan dan Kepala Laboratorium Produksi Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran yang telah memfasilitasi penelitian ini. 10

DAFTAR PUSTAKA Butcher, Gary D. and R.D. Miles. 2004. Egg Specific Gravity Designing a Monitoring Program. University of Florida. http://edis.ifas.ufl.edu/pdffiles /VM/VM04400.pdf. Diakses Minggu, 1 Novemver 2015, pukul 21.00 WIB. Jull, M.A. 1977. Poultry Husbandry. 3rd edition. Tata Mc Graww-Hill Publising Company Ltd, New Delhi. Listiyowati, E and Roospitasari, K. 2005. Tata Laksana Budi Daya Puyuh Secara Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta. Sharma, P.K. and Pran Vohra. 1980. Relatonship Between Egg Weight, Shape Index, and Fertility ang Hatchtability of Japanese Quail (Coturnix coturnix japonica) Eggs. Indian Journal poultry Sci15:5-10. Sujana, E., T. Widjastuti dan A. Anang. 2014. Karaskteristik Kualitas Eksterior Telur Puyuh Populasi Dasar Pada galur Warna Bulu Coklat dan Hitam di Sentra Pembibitan Puyuh Kampus Universitas Padjadjaran Jatinangor. Seminar Nasional Peternakan Berkelanjutan 6. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jatinangor.. 2015. Karaskteristik Hasil Tetas Puyuh Unggul Populasi Dasar Pada galur Warna Bulu Coklat dan Hitam di Sentra Pembibitan Puyuh Kampus Universitas Padjadjaran Jatinangor. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jatinangor. Syamsir, E. 1993. Studi Komparatif Sifat Mutu dan Fungsional Telur Puyuh dan Telur Ayam Ras. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. Warwick, E. J., Astuti J., M. dan W. Hardjosubroto. 1990. Pemuliaan Ternak. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. 11