ANALISIS TATANIAGA BAWANG MERAH (Kasus di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes)

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang,

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

IV. METODE PENELITIAN

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor)

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

BAB IV METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

ANALISIS TATANIAGA DAN KETERPADUAN PASAR KUBIS (Studi Kasus Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat)

IV. METODE PENELITIAN

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012


I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

MENGKAJI HASIL DAUN BAWANG MERAH PADA JARAK TANAM BERBEDA.

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

BAB 1. PENDAHULUAN. Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR)

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT. Oleh: DAVID ERICK HASIAN A

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Andri Endianto, 2015

ANALISIS TATANIAGA BERAS

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

TEKNOLOGI PASCAPANEN BAWANG MERAH LITBANG PASCAPANEN ACEH Oleh: Nurbaiti

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

I. PENDAHULUAN *

TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH. S u w a n d i

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN PENGUASAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT

I. PENDAHULUAN. petani. Indonesia merupakan negara yang agraris dengan komoditas pertanian yang

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A

III. KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari keseluruhan

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. bumbu penyedap makanan serta obat tradisonal. Komoditas ini juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A

Yoyo Sunaryo Nitiwidjaja Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon. Kata Kunci : Faktor Internal dan Eksternal, Kelompok Tani, dan Produksi Bawang merah

ANALISIS PEMASARAN CABAI MERAH (Capsicum annum) DI DESA GOMBONG KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG ABSTRAK

wirausaha manajer dan wirausaha social engineer. Para pelaku wirausaha bisn

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI

ANALISIS TATANIAGA KENTANG DARI DESA JERNIH JAYA KECAMATAN GUNUNG TUJUH KABUPATEN KERINCI KE KOTA PADANG OLEH MEGI MELIAN

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU BIJI DESA CIMANGGIS KECAMATAN BOJONG GEDE KABUPATEN BOGOR

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG DAUN DI KAWASAN AGROPOLITAN KABUPATEN CIANJUR JAWA BARAT

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. ke konsumen membentuk suatu jalur yang disebut saluran pemasaran. Distribusi

Oleh : Dewi Mutia Handayani A

I PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA

AGROVIGOR VOLUME 7 NO. 2 SEPTEMBER 2014 ISSN

III KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI

III. KERANGKA PEMIKIRAN

JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari

BAB I PENDAHULUAN. allin dan allisin yang bersifat bakterisida (Rukmana, 1994).

Transkripsi:

ANALISIS TATANIAGA BAWANG MERAH (Kasus di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes) SKRIPSI ANITA DWI SATYA WACANA H34070045 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 i

RINGKASAN ANITA DWI SATYA WACANA. Analisis Tataniaga Bawang Merah (Kasus di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan JUNIAR ATMAKUSUMA). Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang tumbuh dengan baik di dataran rendah. Meskipun komoditas ini bukan merupakan kebutuhan pokok, namun hampir selalu dibutuhkan oleh konsumen rumah tangga sebagai pelengkap bumbu masak sehari-hari. Bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang merupakan anggota Allium yang paling banyak diusahakan dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Tingkat permintaan dan kebutuhan bawang merah yang tinggi menjadikan komoditas ini sangat menguntungkan untuk diusahakan. Konsumsi bawang merah penduduk Indonesia per kapita per tahun mencapai 4,56 kilogram atau 0,38 kilogram per kapita per bulan. Oleh karena itu permintaan bawang merah akan terus meningkat dengan perkiraan 5 persen per tahun sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia. Di Indonesia, daerah sentra produksi bawang merah adalah Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Brebes merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang memiliki total lahan terbesar yang diusahakan untuk komoditas bawang merah. Kabupaten Brebes menyuplai sekitar 75 persen kebutuhan bawang merah di Provinsi Jawa Tengah dan 23 persen kebutuhan bawang merah nasional. Tujuan dari penelitian ini antara lain : (1) Menganalisis sistem dan pola saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes, (2) Menganalisis fungsi lembaga pemasaran serta struktur, dan perilaku pasar dalam kegiatan tataniaga komoditas bawang merah, (3) Menganalisis efisiensi saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes dilihat dari margin pemasaran, farmer s share dan rasio keuntungan terhadap biaya. Penelitian dilakukan di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes. Pertimbangan pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Pengumpulan data dilakukan mulai bulan Februari hingga Maret 2011 yang merupakan tahap pengumpulan data primer di lapangan. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung di lapang, baik melalui pengamatan langsung dengan menggunakan kuisioner dan wawancara pada sejumlah petani dan lembaga pemasaran yang terlibat (responden) pada wilayah pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes. Pemilihan petani responden dilakukan dengan teknik random sampling. Jumlah petani yang dijadikan sebagai responden berjumlah 30 orang yang dianggap telah mewakili populasi petani bawang merah di Kelurahan Brebes. Penentuan responden lembaga pemasaran lainnya dilakukan dengan teknik snowball sampling yaitu dengan menelusuri saluran pemasaran bawang merah di lokasi penelitian berdasarkan informasi yang didapat dari lembaga pemasaran sebelumnya dari tingkat petani sampai ke pedagang pengecer. Pedagang yang diambil sebagai ii

sampel terdiri dari sepuluh orang pedagang pengumpul, empat orang pedagang pengirim, lima orang pedagang besar, dan enam orang pedagang pengecer. Pola saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes terdiri dari empat saluran pemasaran, yaitu pola saluran pemasaran I : petani pedagang pengumpul pedagang pengirim pedagang besar non lokal (Sumatra) pedagang pengecer non lokal (Sumatra) konsumen non lokal. Pola saluran pemasaran II : petani pedagang pengumpul pedagang pengirim pedagang besar non lokal (Jawa) pedagang pengecer non lokal (Jawa) konsumen non lokal. Pola saluran pemasaran III petani pedagang besar lokal pedagang pengecer lokal konsumen lokal. Pola saluran pemasaran IV petani pedagang pengecer lokal konsumen lokal. Masing-masing lembaga pemasaran yang berada di Kelurahan Brebes memiliki fungsi sesuai dengan peran dan kebutuhannya. Struktur pasar yang dihadapi oleh petani bersifat pasar persaingan sempurna, struktur pasar yang dihadapi pedagang pengumpul dan pedagang pengirim lebih mengarah kepada pasar oligopoli. Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang besar bersifat oligopoli. Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengecer adalah pasar persaingan monopolistik. Sistem penentuan harga yang terjadi baik di tingkat petani hingga di pedagang pengecer terjadi melalui proses tawar menawar hingga tercapai kesepakatan bersama. Pembayaran yang dilakukan oleh petani dan pedagang besar dilakukan dengan sistem pembayaran angsuran, sedangkan dari pedagang besar hingga ke pedagang pengecer, pembayaran dilakukan dengan sistem pembayaran tunai. Kerjasama yang dilakukan antar lembaga pemasaran baik di tingkat pedagang pengumpul, pedagang pengirim, pedagang besar dan pedagang pengecer berlangsung dengan baik dan telah dilakukan untuk waktu yang lama. Berdasarkan hasil analisis rasio keuntungan terhadap biaya, pola saluran pemasaran III memiliki rasio keuntungan terhadap biaya terbesar, yaitu sebesar 7,25. Berdasarkan analisis efisiensi tataniaga yang dilakukan terhadap empat pola saluran pemasaran bawang merah yang terjadi di Kelurahan Brebes, dapat disimpulkan bahwa pola saluran pemasaran IV merupakan pola saluran pemasaran yang paling efisien karena memiliki margin pemasaran peling kecil, farmer s share paling besar, dan nilai rasio keuntungan terhadap biaya yang cukup besar dibandingkan dengan pola saluran pemasaran lainnya. Namun pada pola saluran pemasaran IV, jumlah petani responden yang terlibat dalam kegiatan pemasaran relatif sedikit dibandingkan dengan jumlah petani responden pada pola saluran pemasaran I. Volume produk yang dipasarkan pada pola saluran pemasaran IV berjumlah kecil, sehingga nilai keuntungan total yang diperoleh petani dan lembaga pemasaran lainnya relatif sedikit. Pola saluran pemasaran yang dianggap lebih menguntungkan bagi petani dan lembaga pemasaran lainnya adalah pola saluran pemasaran I, karena pada pola saluran pemasaran I petani dan lembaga pemasaran lainnya dapat menjual bawang merah dalam volume yang lebih besar sehingga menhasilkan keuntungan total yang lebih besar pula meskipun dengan margin pemasaran terbesar, farmer s share terkecil dan rasio keuntungan terhadap biaya terkecil. iii

ANALISIS TATANIAGA BAWANG MERAH (Kasus di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes) ANITA DWI SATYA WACANA H34070045 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 iv

Judul Skripsi Nama NRP : Analisis Tataniaga Bawang Merah (Kasus di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes) : Anita Dwi Satya Wacana : H34070045 Disetujui, Pembimbing Ir. Juniar Atmakusuma, MS NIP. 19530104 197903 2 001 Diketahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002 Tanggal Lulus : v

PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis Tataniaga Bawang Merah (Kasus di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes) adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi. Bogor, Juni 2011 Anita Dwi Satya Wacana H34070045 vi

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 16 Juni 1990. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara, pasangan Bapak R.S. Basuki dan Ibu Intan Nurcahya. Penulis menempuh pendidikan dasar di SD Negeri 030 Sukajadi Pekanbaru pada tahun 1995-1999, SD Negeri 10 Petang Kebon Jeruk Jakarta Barat pada tahun 1999 dan menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 1 Cempaka Cirebon pada tahun 2001. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama pada tahun 2004 di SMP Negeri 1 Sumber Cirebon. Kemudian penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas pada tahun 2007 di SMA Negeri 1 Sumber Cirebon. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007. Kemudian pada tahun 2008, penulis diterima di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Sebagai Mayor. vii

KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala berkah, rahmah dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Analisis Tataniaga Bawang Merah (Kasus di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes). Shalawat serta salam tidak lupa penulis sampaikan kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan umatnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sistem dan pola saluran pemasaran, fungsi lembaga pemasaran, struktur, dan perilaku pasar serta efisiensi saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes. Penulis menyadari, dalam menyelesaikan skripsi masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Namun diharapkan skripsi ini dapat menjadi masukkan dan bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Bogor, Juni 2011 Anita Dwi Satya Wacana viii

UCAPAN TERIMA KASIH Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT dan Rasulullah Muhammad SAW, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada: 1. Ir. Juniar Atmakusuma, MS selaku dosen pembimbing skripsi atas arahan, waktu, bimbingan, solusi dan kesabaran yang telah diberikan selama penulis menyusun skripsi ini. 2. Dr. Ratna Winandi, MS selaku dosen penguji utama dan Arif Karyadi Uswandi, SP selaku dosen penguji departemen pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktu serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 3. Ir. Joko Purwono yang telah menjadi pembimbing akademik dan seluruh dosen serta staf Departemen Agribisnis yang selalu memberikan saran, masukkan kepada penulis. 4. Pihak Kelurahan Brebes dan Kecamatan Brebes atas waktu, kesempatan, informasi dan dukungan yang diberikan. 5. Ketua dan staf Badan Pusat Statistik Kabupaten Brebes, petani dan pedagang responden, atas waktu, fikiran dan bantuannya dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 6. Ayahanda R.S Basuki dan Ibunda Intan Nurcahya, abangku Rurys Setyawan, adikku Tomy Pasi Oktava yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan, semangat, dan doa kepada penulis selama ini. 7. Akhyar Sulaiman Pattiradja atas panduan dan bantuannya dalam membantu penulis melakukan penelitian dan pencarian data primer di Kelurahan Brebes. 8. Bang Herry, Mbak Melani, Kineta, Tante Lutfiah dan keluarga atas bantuannya sebagai penerjemah selama penulis melakukan kegiatan pengumpulan data primer di Kelurahan Brebes. 9. Agribisnis 44, Mega, Nunu, Asti, dan Nuning serta teman-teman Agribisnis 44 yang telah meluangkan waktu untuk sharing dan membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini. ix

10. Teman-teman Puri Sembilan, Sri, Ivon, Anis, Nella atas kehadirannya mendukung penulis dalam seminar skripsi dan ibu Yanti yang selalu memberikan dukungan, masukkan dan semangat dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 11. M. Syafriyansyah Bermani atas kesediaannya sebagai pembahas dalam seminar penulis. x

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 5 1.3 Tujuan Penelitian... 6 1.4 Manfaat Penelitian... 6 1.5 Ruang Lingkup Penelitian... 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah... 8 2.2 Syarat Tumbuh dalam Budidaya Bawang Merah... 9 2.3 Perlakuan Pasca Panen... 10 2.4 Studi Penelitian Terdahulu Tentang Tataniaga... 12 2.4.1 Sistem dan Pola Saluran Pemasaran... 14 2.4.2 Fungsi Lembaga Pemasaran... 15 2.4.3 Analisis Struktur dan Perilaku Pasar... 17 2.4.4 Efisiensi Saluran Pemasaran... 19 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis... 23 3.1.1 Sistem dan Pola Saluran Pemasaran... 23 3.1.2 Fungsi Lembaga Pemasaran... 25 3.1.3 Struktur Pasar... 27 3.1.4 Perilaku Pasar... 29 3.1.5 Efisiensi Pemasaran... 30 3.1.6 Margin Tataniaga... 30 3.1.7 Farmer s Share... 32 3.1.8 Rasio Keuntungan Terhadap Biaya... 33 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional... 33 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian... 36 4.2 Metode Pengumpulan Data... 36 4.3 4.4 Jenis dan Sumber Data... 37 Metode Pengolahan dan Analisis Data... 38 4.4.1 Analisis Saluran Pemasaran... 38 4.4.2 Analisis Fungsi Pemasaran... 38 4.4.3 Analisis Struktur dan Perilaku Pasar... 39 4.4.4 Analisis Margin Pemasaran... 39 4.4.5 Analisis Farmer s Share... 40 xiii xiv xv xi

4.4.6 Analisis Rasio Keuntungan Terhadap Biaya... 40 V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1 Karakteristik Wilayah... 42 5.2 Keadaan Penduduk... 43 5.3 Karakteristik Petani Responden Tataniaga Bawang Merah... 45 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Sistem dan Pola Saluran Pemasaran Bawang Merah... 48 6.1.1 Pola Saluran Pemasaran I... 50 6.1.2 Pola Saluran Pemasaran II... 51 6.1.3 Pola Saluran Pemasaran III... 52 6.1.4 Pola Saluran Pemasaran IV... 52 6.2 Fungsi Lembaga Pemasaran... 52 6.3 Struktur Pasar... 67 6.4 Perilaku Pasar... 73 6. 5 Analisis Efisiensi Pemasaran... 75 VII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan... 85 8.2 Saran... 86 DAFTAR PUSTAKA... 88 LAMPIRAN... 90 xii

DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Bawang Merah di Kabupaten Brebes Tahun 2005 2009 3 2. Perbandingan Harga Bawang Merah di Tingkat Petani dan di Tingkat Konsumen Tahun 2009-2010.. 4 3. Tinjauan Penelitian Terdahulu.. 22 4. Karakteristik Struktur Pasar Berdasarkan Sudut Penjual dan Sudut Pembeli... 28 5. Luas Lahan di Kelurahan Brebes Tahun 2009.. 43 6. Jumlah Penduduk Kelurahan Brebes Berdasarkan Usia tahun 2009. 44 7. Jumlah penduduk Kelurahan Brebes berdasarkan mata Pencaharian Tahun 2009... 45 8. Karakteristik Petani Responden Usahatani Bawang Merah di Kelurahan Brebes tahun 2011.. 46 9. Fungsi Pemasaran pada Lembaga Pemasaran bawang Merah di Kelurahan Brebes.. 53 10. 11. Analisis Margin Pemasaran Bawang Merah pada Bulan Februari-Maret 2011 di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes. Farmer s Share pada Saluran Pemasaran Bawang Merah di 76 Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes... 79 12. Rasio Keuntungan dan Biaya pada Saluran Pemasaran Bawang Merah di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes Tahun 2011. 82 xiii

DAFTAR GAMBAR Nomor 1. Konsep Margin Pemasaran... Halaman 31 2. 3. Skema Kerangka Pemikiran Operasional Alur Pengambilan Sampel Petani dan Pedagang Perantara 35 Bawang Merah di Kelurahan Brebes.. 37 4. Pola Saluran Pemasaran Bawang Merah di Kelurahan Brebes, Kabupaten Brebes.. 48 xiv

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Kuisioner Petani. 87 2. Kuisioner Pedagang 89 3. Biaya Pemasaran Bawang Merah yang Dikeluarkan oleh Setiap Lembaga Pemasaran pada Saluran I 92 4. Biaya Pemasaran Bawang Merah yang Dikeluarkan oleh Setiap Lembaga Pemasaran pada Saluran II 93 5. Biaya Pemasaran Bawang Merah yang Dikeluarkan oleh Setiap Lembaga Pemasaran pada Saluran III.. 94 6. Biaya Pemasaran Bawang Merah yang Dikeluarkan oleh Setiap Lembaga Pemasaran pada Saluran IV 95 xv

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki nilai ekonomi tinggi serta mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai usaha di bidang agribisnis. Komoditas hortikultura terdiri dari buah-buahan, sayuran, tanaman hias dan tanaman obat. Salah satu produk dari komoditas sayuran adalah bawang merah. Di Indonesia tanaman bawang merah telah lama diusahakan oleh petani sebagai usahatani komersial. Tingkat permintaan dan kebutuhan bawang merah yang tinggi menjadikan komoditas ini sangat menguntungkan untuk diusahakan. Konsumsi bawang merah penduduk Indonesia per kapita per tahun mencapai 4,56 kilogram atau 0,38 kilogram per kapita per bulan. Oleh karena itu permintaan bawang merah akan terus meningkat dengan perkiraan 5 persen per tahun sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia 1. Permintaan bawang merah pada tahun 2005 mencapai 847.833.000 kilogram dengan rincian 731.833.000 kilogram untuk kebutuhan konsumsi dan 116.000,000 kilogram untuk kebutuhan lain seperti benih, industri dan ekspor. Dengan perkiraan peningkatan permintaan sebesar 5 persen per tahun, maka pada tahun 2009, estimasi permintaan bawang merah adalah sebesar 934.301.000 kilogram dengan rincian 800.101.000 kilogram untuk kebutuhan konsumsi dan 134.200,000 kilogram untuk kebutuhan lain 2. Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang tumbuh dengan baik di dataran rendah. Meskipun komoditas ini bukan merupakan kebutuhan pokok, namun hampir selalu dibutuhkan oleh konsumen rumah tangga sebagai pelengkap bumbu masak sehari-hari. Selain itu, bawang merah juga memiliki manfaat sebagai obat tradisional seperti kompres penurun panas, 1. 2. Anonim. 2009. Konsumsi Bawang Merah Indonesia Per Kapita. http://hortikultura.go.id/index. php?. [diakses 30 Mei 2011]. Anonim. 2008. Permintaan Bawang Merah Nasional. http://www.bi.go.id/nr/rdonlyres. [diakses 30 Mei 2011]. 1

diabetes, penurun kolesterol darah dan kadar gula darah, mencegah pengerasan dan penebalan pembuluh darah, dan maag karena kandungan senyawa allin dan allisin di dalamnya. Selain itu, peningkatan pertumbuhan industri makanan juga turut meningkatkan permintaan bawang merah dalam negeri diluar kebutuhan konsumsi restoran dan hotel serta industri olahan lainnya seperti acar, bumbu, bawang goreng dan bahan baku campuran obat-obatan. Di Indonesia, daerah sentra produksi bawang merah adalah Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Brebes merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang memiliki total lahan terbesar yang diusahakan untuk komoditas bawang merah. Kabupaten Brebes menyuplai sekitar 75 persen kebutuhan bawang merah di Provinsi Jawa Tengah dan 23 persen kebutuhan bawang merah nasional. Dengan produksi sebesar 312.583.200 kilogram pada tahun 2009, pertanian bawang merah menyumbang PDRB Kabupaten Brebes sebesar 58 persen 3. Beberapa varietas bawang merah yang dikembangkan di Kabupaten Brebes adalah varietas Bima Brebes, Kuning, Timor, Sumenep, dan varietas bawang merah impor seperti dari Filipina dan Bangkok (ditanam pada musim kemarau). Namun hanya bawang merah varietas Bima dan varietas Kuning yang dikembangkan di Kelurahan Brebes. Bawang merah di Kelurahan Brebes ditanam dengan sistem monokultur maupun tumpang gilir, dengan waktu panen raya pada bulan Mei-Juni dan Agustus-September. Beberapa faktor iklim yang penting dalam budidaya bawang merah adalah ketinggian tempat, temperatur, cahaya, curah hujan, dan angin. Sebagai komoditas unggulan yang sekaligus menjadi andalan di Kabupaten Brebes, bawang merah dikembangkan di 10 wilayah Kecamatan yang menjadi sentra produksi komoditas utama tersebut, yaitu Kecamatan Wanasari, Kecamatan Bulakamba, Kecamatan Larangan, Kecamatan Tanjung, Kecamatan Losari, Kecamatan Kersana, Kecamatan Ketanggungan, Kecamatan Larangan, Kecamatan Songgom dan Kecamatan Brebes. 3. Nurdin, Mohammad. 2011. Boks Laporan dan Analisis Hasil Liaison Ad Hoc Komoditas Bawang Merah Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. http://mohnurdin.files.wordpress.combawang-merah-brebes-2001 [Diakses 30 Mei 2011] 2

Tabel 1. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Bawang Merah di Kabupaten Brebes Tahun 2005-2009 Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (kilogram) Rata-rata Produksi (kilogram/ha) 2005 24.440 231.960.000 9.491,00 2006 18.869 179.227.800 9498,53 2007 23.361 253.183.500 10.837,87 2008 26.636 336.644.700 12.638,71 2009 24.978 312.583.200 12.514,34 Sumber : BPS Kabupaten Brebes 2009, diolah Pada tahun 2009, produksi bawang merah Kabupaten Brebes mengalami penurunan dibanding produksi pada tahun 2008. Jika pada tahun 2008 produksi bawang merah di Kabupaten Brebes mencapai 336.644.700 kilogram dari luas panen 26.636 hektar, maka pada tahun 2009 produksi hanya mencapai 312.583.200 kilogram dari luas panen 24.978 hektar. Harga bawang merah berfluktuasi setiap bulannya. Fluktuasi harga tersebut cenderung mengikuti jumlah produksi yang dihasilkan pada bulan tersebut. Pada saat jumlah produksi bawang merah tinggi, harga bawang merah cenderung turun, dan sebaliknya pada saat produksi bawang merah rendah harga cenderung naik. Dari Tabel 2 terlihat perbedaan yang cukup besar antara harga di tingkat petani dengan harga yang dibayarkan konsumen. Hal tersebut dapat terjadi akibat tidak efisiennya saluran pemasaran yang dilalui oleh produk, panjangnya saluran pemasaran, banyaknya fungsi yang dilakukan oleh pedagang perantara, tingginya biaya yang dikeluarkan dan tingginya keuntungan yang diambil oleh pedagang perantara. Pola harga musiman bawang merah di tingkat petani dan tingkat konsumen dalam periode tahun 2009-2010 diperlihatkan pada Tabel 2. Pada tingkat petani di tahun 2009 harga bawang merah terendah yaitu terjadi pada harga Rp 4.224,30 sedangkan harga tertinggi mencapai harga Rp 6.323,00. Pada tingkat konsumen, harga bawang merah terendah terjadi pada harga Rp 7.922,10 sedangkan harga bawang merah tertinggi mencapai harga Rp 14.900,80. 3

Tabel 2. Perbandingan Harga Bawang Merah di Tingkat Petani dan di Tingkat Konsumen Tahun 2009-2010 Tahun 2009 2010 Harga Petani (Rp/Kg) Konsumen (Rp/Kg) Margin (Rp/Kg) Petani (Rp/Kg) Konsumen (Rp/Kg) Margin (Rp/Kg) Januari 4.224,30 7.922,10 3.697,80 5.720,90 11.986,90 6.266,00 Februari 6.323,00 8.843,20 2.520,20 5.947,10 10.740,60 4.793,50 Maret 5.771,40 11.588,70 5.817,30 5.605,70 11.193,30 5.587,60 April 5.205,70 10.134,30 4.928,60 6.251,40 11.958,40 5.707,00 Mei 4.941,40 11.101, 60 6.160,20 6.677,10 13.511,50 6.834,40 Juni 4.647,90 11.410,10 6.762,20 7.433,40 13.632,80 6.199,40 Juli 6.001,00 12.764,90 6.763,90 7.588,70 14.020,60 6.431,90 Agustus 5.331,10 14,900,80 9.569,70 6.302,00 17.189,00 10.887,00 September 5.586,10 12.429,40 6.843,30 6.033,50 15.953,80 9.920,30 Oktober 5.112,70 10.878,90 5.766,20 11.064,60 14.183,90 3.119,30 November 6.102,00 12.636,30 6.534,30 11.578,00 20.681,10 9.103,10 Desember 5.440,60 12,283,20 6.842,60 20.099,00 Rata-rata 5.390,60 11.407,79 6.017,19 7.291,13 14.595,91 6.804,50 Sumber: Liaison Dispertan Brebes, Survei Pemantauan Harga, DW DSM (diolah) Pada tingkat petani di tahun 2010 harga bawang merah terendah yaitu terjadi pada harga Rp 5.605,70 sedangkan harga tertinggi mencapai harga Rp 11.578,00. Pada tingkat konsumen, harga bawang merah terendah terjadi pada harga Rp 10.740,60 sedangkan harga bawang merah tertinggi mencapai harga Rp 20.681,10. Rata-rata harga bawang merah di tingkat petani pada tahun 2009 adalah Rp 5.390,60 atau sebesar 47,25 persen dari harga yang dibayarkan oleh konsumen yaitu sebesar Rp 11.407,79. Rata-rata harga bawang merah di tingkat petani pada tahun 2010 adalah Rp 7.291,13 atau sebesar 49,95 persen dari harga yang dibayarkan oleh konsumen yaitu sebesar Rp 14.595,91. Margin pemasaran terbesar pada tahun 2009 diperoleh pedagang perantara pada penjualan bulan Agustus, yaitu sebesar Rp 9.569,70 sedangkan pada tahun 2010, margin 4

pemasaran terbesar diperoleh pedagang perantara juga pada penjualan bulan Agustus, yaitu sebesar Rp 10.887,00. 1.2. Perumusan Masalah Kabupaten Brebes merupakan salah satu daerah penghasil bawang merah terbesar di Indonesia. Daerah ini mampu memproduksi hingga lebih dari 300,000.000 kilogram per tahun yang dipasarkan di Provinsi Jawa Tengah dan pasar nasional. Namun tingginya tingkat produksi bawang merah di Kabupaten Brebes tidak membuat harga bawang merah di daerah tersebut stabil, pada kenyataannya harga bawang merah di Kabupaten Brebes berfluktuasi setiap bulannya (Tabel 2). Musim tanam yang dilakukan secara hampir bersamaan, akan menyebabkan produksi bawang merah melimpah pada musim panen yang mengakibatkan turunnya harga jual bawang merah. Tingginya curah hujan yang berlangsung, menyebabkan turunnya produktivitas bawang merah. Selain itu, angin kumbang yang biasanya terjadi pada bulan Juli hingga bulan Agustus relatif jarang berhembus pada tahun 2009 hingga tahun 2010 akibat curah hujan yang tinggi. Sifat angin kumbang yang sejuk namun tidak lembab merupakan faktor pendukung dalam peningkatan produksi bawang merah. Setelah menghasilkan bawang merah, tindak lanjut petani kemudian adalah memasarkan hasil produksinya. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, sistem pemasaran bawang merah yang ada selama ini dinilai dan belum dapat mensejahterakan petani produsen. Harga yang terjadi di tingkat konsumen akhir selama ini dinilai belum seimbang jika dibandingkan dengan margin pemasaran yang diterima oleh pedagang perantara. Sistem pemasaran yang belum efisien tersebut menyebabkan harga bawang merah di tingkat konsumen relatif lebih mahal jika dibandingkan dengan harga bawang merah di tingkat petani (Tabel 2). Harga rata-rata bawang merah di tingkat petani pada tahun 2009 hanya mencapai Rp 5.390,60, sedangkan harga rata-rata di tingkat konsumen mencapai Rp 11.407,79. Jika dibandingkan, maka ada selisih margin yang cukup besar antara harga di tingkat petani dengan harga di tingkat konsumen akhir. 5

Ketidakseimbangan harga yang diterima petani dengan margin di tingkat pedagang perantara dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti banyaknya fungsi yang dilakukan lembaga pemasaran selain petani, kurangnya informasi pasar yang dibutuhkan oleh pelaku pasar yang terlibat dalam aktivitas pemasaran dan tingginya biaya pemasaran yang digunakan dalam kegiatan pemasaran bawang merah hingga ke tingkat konsumen akhir. Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana pola saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes 2. Bagaimana fungsi lembaga pemasaran serta struktur, dan perilaku pasar dalam kegiatan tataniaga komoditas bawang merah 3. Apakah saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes sudah efisien dilihat dari margin pemasaran, farmer s share dan rasio keuntungan terhadap biaya. 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan pemaparan dari latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis sistem dan pola saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes 2. Menganalisis fungsi lembaga pemasaran serta struktur, dan perilaku pasar dalam kegiatan tataniaga komoditas bawang merah 3. Menganalisis efisiensi saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes dilihat dari margin pemasaran, farmer s share dan rasio keuntungan terhadap biaya. 1.4. Manfaat Penulisan Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak terutama bagi petani dan lembaga pemasaran yang terlibat dalam kegiatan pemasaran komoditas bawang merah terutama di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes. Penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan 6

masukan dan pembelajaran bagi perkembangan kelembagaan pemasaran bawang merah di Kabupaten Brebes. Penelitian ini juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan rujukan dan penelitian selanjutnya terutama yang terkait dengan analisis tataniaga bawang merah. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dibatasi dalam lingkup analisis pemasaran komoditas bawang merah dilihat dari pola saluran pemasaran, fungsi yang dilakukan oleh lembaga pemasaran, struktur pasar dan perilaku pasar. Dalam hasil analisis tersebut dapat diidentifikasi bagaimana efisiensi pemasaran komoditas bawang merah yang terjadi yang kemudian dapat memberikan gambaran secara umum mengenai kegiatan pemasaran untuk komoditi bawang merah di Kabupaten Brebes. Penelitian ini juga dibatasi pada lembaga pemasaran yang terlibat dalam kegiatan pemasaran komoditas bawang merah yang berlokasi di Kelurahan Brebes hingga pedagang besar yang berlokasi di luar Kelurahan Brebes seperti di daerah Palembang, Jambi, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Pola saluran pemasaran yang diteliti dibatasi pada pola saluran pemasaran yang memasarkan komoditas bawang merah dalam bentuk bawang merah mentah (tidak diolah) hingga ke konsumen akhir yaitu konsumen rumah tangga. 7

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah Bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang merupakan anggota Allium yang paling banyak diusahakan dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi selain bawang putih dan bawang Bombay. Tanaman bawang merah banyak dibudidayakan di daerah dataran rendah yang memiliki iklim kering dan suhu yang cukup tinggi. Jika dilihat secara ilmiah, kedudukan bawang merah dalam tata nama atau sistematika tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut : Divisio : Spermatophyta Sub division : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Lilialaes (Liliflorae) Famili : Liliales Genus : Allium Spesies : Allium ascalonicum L. Menurut Rahayu (1998), bawang merah tergolong tanaman semusim atau setahun yang berbentuk rumpun dengan akar serabut. Tanaman bawang merah memiliki batang yang sangat pendek, sehingga hampir tidak tampak dengan daun yang memanjang dan berbentuk silindris. Pangkal daunnya akan berubah bentuk dan fungsinya hingga membentuk umbi lapis. Umbi tersebut kemudian membentuk tunas baru yang kemudian tumbuh membesar dan setelah dewasa akan membentuk umbi kembali. Karena sifat pertumbuhan tersebut maka dari satu umbi dapat membentuk satu rumpun tanaman yang berasal dari hasil peranakan umbi. Cukup banyak varietas bawang merah yang ditanam di Indonesia seperti varietas Bima Brebes, Kuning, Timor, Sumenep, dan varietas bawang merah impor seperti dari Filipina dan Bangkok (ditanam pada musim kemarau), tetapi umumnya tingkat produktivitasnya masih terhitung rendah. Saat ini, varietas bawang merah yang sebagian besar diusahakan di Kelurahan Brebes adalah jenis 8

Bima dan jenis Kuning. Menurut Wibowo (1999), varietas Bima merupakan salah satu varietas yang memiliki tingkat produktivitas tertinggi dibanding dengan varietas lainnya. Varietas Bima sangat terkenal dengan produksinya yang sangat tinggi hingga mencapai 10.000 kilogram per hektar. Varietas ini sangat unik, karena memiliki ketahanan yang tinggi terhadap tingkat curah hujan yang tinggi. Umbi yang dihasilkan berukuran besar, bercincin kecil dengan warna merah muda. Umur panen dari varietas Bima termasuk pendek, yaitu sekitar 60-65 hari. Sedangkan varietas Kuning memiliki tingkat produktivitas yang sedikit lebih rendah dari varietas Bima, yaitu sekitar 7.000 kilogram per hektar. Varietas ini sangat cocok untuk ditanam pada musim kemarau. Umbi yang dihasilkan berbentuk bulat dengan cincin-cincin umbi lapis yang jelas. Umur panen dari varietas ini tergolong panjang, yaitu sekitar 80 hari. 2.2. Syarat Tumbuh dalam Budidaya Bawang Merah Menurut Rukmana (1994), dalam budidaya bawang merah terdapat beberapa syarat dan perlakuan agar tanaman bawang merah dapat berproduksi dengan baik, yaitu : 1. Iklim Bawang merah akan berproduksi dengan sangat baik jika ditanam di daerah yang berikilim kering dengan suhu yang cenderung panas dan cuaca cerah. Tanaman bawang merah memiliki akar yang pendek, sehingga walaupun ditanam di daerah yang beriklim kering, tanaman ini harus diberikan pengairan yang baik. Musim yang sangat tepat untuk menanam bawang merah adalah pada akhir musim hujan atau pada awal musim kemarau. 2. Suhu dan Ketinggian Tempat Tanaman bawang merah sangat baik diusahakan di tempat yang memiliki ketinggian kurang dari 30 meter di atas permukaan laut atau di dataran rendah dengan suhu rata-rata berkisar antara 25-32 o C. Pada suhu di bawah 22 o C, tanaman bawang merah akan mengalami kesulitan untuk berumbi, sehingga tingkat produktivitasnya akan sangat rendah. 9

3. Tanah Bawang merah dapat ditanam di sawah setelah panen padi atau dapat juga ditanam di tanah darat seperti tegalan, kebun dan pekarangan. Tanah yang sangat baik untuk pertumbuhan bawang merah adalah tanah yang gembur, subur, dan banyak mengandung bahan organis atau humus. Selain itu, dibutuhkan tanah yang memiliki aerasi yang baik dan tidak becek. Tanah yang gembur dan subur akan mendorong perkembangan umbi, sehingga umbi yang dihasilkan akan berukuran lebih besar. 2.3. Perlakuan Pasca Panen Penanganan panen dan pasca panen merupakan satu rangkaian dengan kegiatan budidaya tanaman. Kegiatan ini juga perlu mendapat perhatian khusus dan hati-hati agar hasil yang akan dipasarkan mempunyai kualitas baik dan bernilai ekonomis tinggi. Penanganan pasca panen yang dapat dilakukan untuk menghindari kerusakan bawang merah setelah panen meliputi pembersihan, pengeringan, sotrasi dan grading, penyimpanan, pengemasan dan pengangkutan. 1. Pembersihan Umbi bawang merah yang baru dipanen keadaannya masih sangat kotor, karena banyak tanah yang melekat pada umbi. Pembersihan umbi dapat dilakukan bersamaan dengan proses pengikatan daun dari beberapa rumpun tanaman. Setelah pengikatan selesai, pembersihan umbi dapat dilakukan dengan menggerak-gerakkan ikatan bawang merah tersebut dibantu juga dengan tangan sehingga tanah yang menempel berjatuhan. Setelah bawang merah bersih, ikatan dapat diletakkan di tempat penjemuran. 2. Pengeringan Proses pengeringan bawang merah dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu penjemuran, pengasapan dan pengeringan mekanis. Penjemuran bawang merah umumnya dilakukan di lahan-lahan bekas penanaman. Areal yang dibutuhkan untuk penanaman sekitar 50 hingga 60 persen dari luas area penanaman. Saat penjemuran berlangsung, bagian umbi bawang merah 10

tidak boleh terkena sinar matahari secara langsung untuk menghindari terjadinya sengatan luka bakar pada umbi. Pada saat penjemuran, umbi diletakkan di bagian bawah dengan daun di bagian atas. Cara pengasapan dilakukan apabila kondisi cuaca sedang buruk dan tidak mungkin dilakukan penjemuran. Pengasapan dilakukan di tempat khusus dengan membuat tungku-tungku berbahan bakar kayu atau sekam. Untuk mengatur suhu, tempat pengasapan dilengkapi dengan jendela yang dapat dibuka dan thermometer sebagai pengatur suhu. Agar bawang merah kering secara merata, perlu dilakukan pembalikan atau pertukaran tempat. Bila panas ruangan dipertahankan secara normal, dalam 12 jam umbi sudah cukup kering. Umbi bawang merah dapat juga dikeringkan dengan menggunakan pengering mekanis. Prinsip kerja alat tersebut yaitu dengan menggunakan sumber pemanas kompor. Pipa-pipa pemanas dipanaskan dengan kompor hingga udara di dalam pipa ikut memanas. Kemudian udara tersebut dialirkan ke dalam ruangan pengering yang berisi rak-rak penyimpanan bawang dengan menggunakan blower atau kipas angin. Selama berada di dalam bilik pengeringan, air yang terkandung di dalam umbi akan menguap, hingga umbi akan mengering. 3. Sortasi dan Grading Kegiatan sortasi dan grading dilakukan untuk memisahkan umbi bawang merah yang baik dengan yang cacat, busuk, terkena hama penyakit atau kerusakan lainnya. Ukuran yang dijadikan acuan biasanya adalah keseragaman, umur umbi, tingkat kekeringan, penyakit, bentuk umbi dan ukuran besar kecilnya umbi. 4. Penyimpanan Dalam kegiatan penyimpanan bawang, diperlukan ruangan khusus berupa gudang penyimpanan yang bersuhu sekitar 25 hingga 30 o C dengan tingkat kelembapan 60 hingga 70 persen dan memiliki ventilasi yang baik. Bila bawang merah disimpan di ruangan dengan tingkat kelembapan tinggi, bawang merah akan mudah terserang penyakit, terutama oleh jamur. Untuk mempermudah dalam kegiatan pengangkutan, bawang merah sebaiknya 11

dimasukkan dalam kemasan karung yang anyamannya jarang, sehingga udara dapat masuk. 5. Pengangkutan Pengangkutan bawang merah dilakukan ke beberapa tempat seperti gudang, pasar, supermarket atau ekspor. Agar bawang merah tidak rusak selama proses pengangkutan berlangsung, diperlukan kendaraan yang dapat memberikan tempat yang luas dan aman selama perjalanan. Agar kualitas bawang merah terjamin, hindari berbagai hal yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan terhadap umbi, seperti benturan fisik, kontaminasi kotoran, ataupun terkena air hujan. 2.4. Studi Penelitian Terdahulu Tentang Tataniaga Beberapa penelitian terdahulu yang menganalisis mengenai tataniaga komoditas hortikultura adalah penelitian Rosantiningrum (2004), tentang Analisis Produksi dan Pemasaran Usahatani Bawang Merah (Studi Kasus Desa Banjaranyar, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes, Propinsi Jawa Tengah), penelitian Anggraini (2000) tentang Analisis Usahatani dan Pemasaran bawang Merah (Kasus di Kecamatan Wanasari, Kabupaten Brebes, Propinsi Jawa Tengah), penelitian Maulina (2001) mengenai Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Bawang Merah (Kasus : Desa Kemukten, Kecamatan Kersana, Kabupaten Dati II Brebes, Jawa tengah), penelitian Ariyanto (2008) mengenai Analisis Tataniaga Sayuran Bayam (Kasus Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor), dan penelitian Agustina (2008) mengenai Analisis Tataniaga dan Keterpaduan Pasar Kubis (Studi Kasus Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat). Penelitian Rosantiningrum (2004) didasari adanya fakta bahwa sistem pemasaran bawang merah yang terjadi pada tahun 2004 belum memberikan insentif yang besar bagi peningkatan kesejahteraan petani. Permasalahan tersebut disebabkan oleh harga bawang merah yang fluktuatif yang perubahannya terjadi dalam waktu kurang dari satu bulan. Akibat dari fluktuasi harga bawang merah tersebut dinilai oleh peneliti dapat merugikan petani. Nilai koefisien variasi perubahan harga bawang merah yang terjadi pada tahun 2001 dan 2002 lebih dari 12

10 persen yaitu 19,68 persen dan 22,35 persen yang berarti terjadi ketidaksempurnaan sistem pemasaran dengan perbedaan harga yang sangat signifikan setiap bulannya. Penelitian Anggraini (2000) juga didasari adanya fakta bahwa belum sempurnanya sistem pemasaran bawang merah yang terjadi pada tahun 2000. Sistem pemasaran yang ada selama ini belum memberikan kesejahteraan bagi petani, karena keuntungan terbesar berada di tangan pedagang perantara. Permasalahan tersebut disebabkan oleh harga bawang merah yang fluktuatif yang perubahannya terjadi dalam waktu yang relatif singkat. Akibat dari fluktuasi harga bawang merah tersebut dinilai oleh peneliti dapat merugikan petani. Penelitian Maulina (2001) didasari adanya fakta bahwa adanya peningkatan permintaan bawang merah yang signifikan setiap tahunnya antara tahun 1986 hingga tahun 1995 yaitu dengan rata-rata sebesar 6,39 persen per tahun, sehingga bawang merah dianggap memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan ke di masa depan dan dapat memberikan keuntungan bagi petani. Penelitian Ariyanto (2008) didasari atas informasi yang diterima di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, yaitu saluran tataniaga bayam memiliki jalur tataniaga yang panjang dan farmers s share rendah dengan kisaran antara 28 persen - 42,8 persen. Perbedaan harga bayam di tingkat petani dengan di tingkat konsumen terjadi begitu besar. Petani di Desa Ciaruten Ilir sebagai produsen sekaligus sebagai pihak yang menerima harga. Dalam posisi tawar-menawar sering tidak seimbang, petani dikalahkan dengan kepentingan pedagang yang lebih dulu mengetahui harga. Keluhan ini semakin diperkuat karena fluktuasi harga selalu berubah-ubah. Penelitian Agustina (2008) didasari oleh fakta bahwa harga yang terjadi pada komoditas kubis setiap saat dapat berubah. Fluktuasi harga tersebut pada dasarnya terjadi akibat ketidakseimbangan antara volume permintaan dan penawaran dimana tingkat harga meningkat jika volume permintaan melebihi penawaran dan sebaliknya. Hal tersebut kemungkinan terjadi karena selain banyaknya lembaga pemasaran yang terlibat, informasi yang tersedia untuk semua pihak masih relatif kurang, kemudian kelemahan dalam mencari dan menentukan peluang pasar serta belum kuatnya segmentasi pasar. Hal ini menyebabkan adanya 13

margin atau perbedaan harga di tingkat produsen dan di tingkat konsumen yang cukup besar, serta tidak adanya keterpaduan harga di tingkat produsen dengan harga di tingkat konsumen. 2.4.1. Sistem dan Pola Saluran Pemasaran Hasil dari penelitian Rosantiningrum (2004) mengenai pola saluran pemasaran menyatakan bahwa terdapat tiga pola saluran pemasaran bawang merah yang terjadi di Desa Banjaranyar, yaitu pola I dari petani pedagang besar pedagang pengecer konsumen non lokal, pola II dari petani pedagang pengumpul pedagang besar atau grosir pedagang pengecer konsumen non lokal, dan pola III yaitu dari petani pedagang pengumpul konsumen lokal. Dari ketiga pola tersebut, Rosantiningrum menyatakan bahwa pola II merupakan pola yang paling banyak digunakan oleh pelaku tataniaga di Desa Banjaranyar yaitu sebesar 86,87 persen. Di Desa Wanasari, Kecamatan Brebes, terdapat lebih banyak pola saluran pemasaran. Pola saluran tersebut yaitu pola I dari petani pedagang pengumpul desa pedagang besar pedagang grosir Pasar Induk pedagang pegecer Pasar Induk konsumen Pasar Induk, pola II dari petani pedagang besar pedagang grosir Pasar Induk pedagang pengecer Pasar Induk konsumen Pasar Induk. Pola saluran III merupakan saluran terpanjang yang dilalui komoditas bawang merah di Desa Wanasari, yaitu dari petani pedagang pengumpul desa pasar bawang pedagang besar pedagang grosir Pasar Induk pedagang pengecer Pasar Induk konsumen Pasar Induk. Pola saluran IV merupakan pola yang terjadi dalam lingkup pemasaran lokal yaitu dari petani pedagang pengumpul desa pasar bawang pedagang pengecer lokal konsumen lokal. Berdasarkan hasil penelitian Anggraini (2000), pola saluran pemasaran I dan II yang paling banyak digunakan yaitu sebesar 46,67 persen dan 33,33 persen. Penelitian Maulina (2001) memiliki pola saluran pemasaran yang hampir menyerupai pola saluran pemasaran dari penelitian Rosantiningrum (2004). Pada penelitian ini, pola saluran pemasaran yang terjadi terbagi dalam tiga pola, yaitu pola I dari petani pedagang besar - konsumen, pola II dari petani pedagang pengumpul pedagang besar pedagang pengecer konsumen non lokal, dan 14

pola III dari petani pedagang pengumpul pedagang pengecer kosumen lokal. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa pola saluran yang paling banyak digunakan di Desa Kemukten adalah pola III, yaitu sebesar 77,78 persen. Penelitian Ariyanto (2008) menyatakan bahwa pola saluran pemasaran sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir terbagi dalam tiga saluran pemasaran yaitu Saluran pemasaran 1 : petani pedagang pengumpul pedagang pengecer konsumen. Saluran pemasaran 2 : petani pedagang pengecer konsumen. Saluran pemasaran 3 : petani konsumen. Berdasarkan analisis marjin tataniaga diketahui bahwa saluran tataniaga tiga petani yang paling efisien. Petani memperoleh keuntungan terbesar yaitu sebesar Rp 368 per ikat, rasio keuntungan dan biaya yaitu sebesar 9,43 dan bagian harga yang terbesar (farmer s Share) diterima oleh petani sebesar 100 persen. Pada saluran tataniaga tiga petani berprofesi sebagai pedagang pengecer dan produk yang dijual sedikit sehingga keuntungan secara total yang diperoleh tidak begitu besar dan hanya sebagian kecil dari jumlah petani yang di wawancarai yang melakukan kegiatan tataniaga ini. Di Desa Cimenyan, terdapat tiga saluran tataniaga kubis yaitu: (1) Petani - Pedagang Pengumpul I - Grosir Pengecer - Konsumen (2)Petani - pedagang pengumpul II - Grosir - Pengecer - Konsumen (3) Petani Grosir - Pengecer - Konsumen. Saluran dua dibagi menjadi dua bagian, pertama pemasaran di daerah produksi (lokal) dan kedua pemasaran di luar daerah produksi. Alternatif saluran tataniaga yang memberikan keuntungan paling besar bagi petani dibandingkan dengan saluran lainnya berdasarkan nilai total margin, farmer s share, rasio keuntungan terhadap biaya adalah saluran tiga dengan nilai total margin sebesar Rp 1.681,87, farmer s share terbesar yaitu 55,81 persen, rasio keuntungan terhadap biaya terbesar yaitu 2,28. 2.4.2. Fungsi Lembaga Pemasaran Mengenai fungsi yang dilakukan oleh masing-masing lembaga pemasaran, hasil dari penelitian Rosantiningrum (2004) memiliki kesamaan dengan penelitian Maulina (2001). Fungsi yang dilakukan oleh petani meliputi fungsi pertukaran berupa penjualan dan fungsi fasilitas berupa fungsi informasi pasar, sedangkan 15

pedagang pengumpul melakukan fungsi pertukaran berupa penjualan dan pembelian, fungsi fisik berupa penyimpanan dan pengangkutan dan fungsi fasilitas berupa informasi pasar. Pedagang grosir atau pedagang besar dan pedagang pengecer melakukan fungsi yang sama dengan pedagang pengumpul. Hasil penelitian Anggraini (2000) menunjukkan perbedaan dalam fungsi yang dilakukan oleh lembaga pemasaran dibandingkan dengan kedua penelitian lainnya. Pada penelitian tersebut, petani melakukan fungsi yang lebih banyak yaitu fungsi pertukaran berupa penjualan, fungsi fisik berupa penyimpanan dan fungsi fasilitas berupa informasi pasar. Pedagang pengumpul melakukan fungsi pertukaran berupa penjualan dan pembelian, fungsi fisik berupa pengangkutan dan fungsi fasilitas berupa informasi pasar. Pedagang besar dan pedagang pengecer melakukan fungsi yang hampir sama, yaitu meliputi fungsi pertukaran berupa penjualan, pembelian, fungsi fisik berupa pengemasan, dan fungsi informasi pasar berupa informasi pasar, dan ditambah fungsi pengangkutan pada fungsi yang dilakukan oleh pedagang besar. Sedangkan pedagang grosir melakukan fungsi pertukaran berupa penjualan, pembelian, fungsi fisik berupa pengemasan dan fungsi fasilitas berupa fungsi informasi pasar. Hasil penelitian Ariyanto (2008) menunjukkan fungsi tataniaga yang dilakukan oleh petani sayuran bayam adalah fungsi pertukaran berupa fungsi penjualan, fungsi fisik berupa kegiatan pengemasan, pengangkutan dan fungsi fasilitas berupa informasi pasar, penanggungan risiko dan pembiayaan. Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pedagang pengumpul adalah fungsi pertukaran berupa fungsi pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa fungsi pengangkutan, fungsi fasilitas berupa informasi pasar, penanggungan resiko dan pembiayaan. Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pedagang pengecer adalah fungsi pertukaran berupa fungsi pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa fungsi pengangkutan, fungsi fasilitas berupa informasi pasar, penanggungan resiko dan pembiayaan. Hasil penelitian Agustina (2008) menyatakan bahwa petani melakukan fungsi pertukaran berupa penjualan, fungsi fisik berupa pengemasan dan fungsi pengangkutan. Pedagang pengumpul melakukan fungsi pertukaran berupa penjualan dan pembelian, fungsi fisik berupa pengemasan, dan pengangkutan serta fungsi fasilitas berupa fungsi penanggungan risiko dan fungsi informasi 16

pasar. Pedagang pengumpul II melakukan fungsi pertukaran berupa penjualan dan pembelian, fungsi fisik berupa pengangkutan dan fungsi fasilitas berupa fungsi standarisasi dan grading, informasi harga, pembiayaan dan penanggungan risiko. Pedagang grosir melakukan fungsi pertukaran berupa penjualan dan pembelian, fungsi fisik berupa pengemasan, serta fungsi fasilitas berupa sortasi dan grading. Pedagang pengecer melakukan fungsi pertukaran berupa penjualan dan pembelian, fungsi fisik berupa pengemasan dan penyimpanan serta fungsi fasilitas berupa fungsi penanggungan risiko dan informasi pasar. 2.4.3. Analisis Struktur dan Perilaku Pasar Analisis struktur dan perilaku pasar dilakukan dalam penelitian Rosantiningrum (2004), Ariyanto (2008) dan Agustina (2008) sedangkan kedua penelitian lainnya tidak melakukan analisis tersebut. Pada penelitian Rosantiningrum, struktur pasar dianalisis dengan melihat jumlah lembaga yang terlibat, jenis produk, hambatan keluar masuk pasar, dan informasi pasar. Di tingkat petani hingga pedagang pengumpul, jenis produk yang dipasarkan seragam atau homogen, sedangkan di tingkat pedagang grosir hingga pedagang pengecer produk yang dijual lebih beragam atau heterogen dari ukuran dan harganya. Hambatan keluar masuk pasar pada tingkat petani dan pedagang pengecer rendah dilihat dari kebutuhan modal yang rendah untuk dapat masuk pasar. Sedangkan bagi pedagang pengumpul dan pedagang grosir, dibutuhkan modal yang besar untuk dapat masuk ke dalam kegiatan pemasaran bawang merah, sehingga hambatan masuk dan keluar pasar relatif tinggi. Informasi pasar diperoleh pelaku kegiatan pemasaran melalui pedagangpedagang yang terlibat dalam kegiatan pemasaran. Berdasarkan analisis tersebut, Rosantiningrum menyimpulkan bahwa struktur pasar yang terjadi di tingkat petani dan pedagang pengumpul adalah struktur pasar oligopoli, pada tingkat pedagang grosir adalah struktur pasar monopolistik, sedangkan pada tingkat pedagang pengecer adalah pasar persaingan sempurna. Analisis perilaku pasar diamati dengan melihat sistem penentuan harga bawang merah serta kerjasama diantara berbagai lembaga pemasaran yang 17

terlibat. Sistem penentuan harga yang dilakukan oleh petani hingga pedagang pengecer di Desa Banjaranyar dilakukan dengan sistem tawar menawar. Hal ini menunjukkan bahwa masing-masing lembaga pemasaran menghadapi harga yang telah ditentukan oleh lembaga pemasaran diatasnya sehingga semua lembaga pemasaran yang terlibat hanya sebagai price taker. Dalam penentuan harga pasar, tidak ada kerjasama antara pedagang, sehingga harga yang terbentuk berdasarkan mekanisme kerja hukum permintaan dan penawaran. Pada penelitian Ariyanto (2008), struktur pasar yang dihadapi petani sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir bersifar pasar bersaing sempurna karena jumlah petani yang banyak, tidak dapat mempengaruhi harga dan petani bebas untuk keluar masuk pasar. Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengumpul di Desa Ciaruten Ilir adalah Oligopsoni. Terdapat hambatan bagi pedagang lain untuk memasuki pasar pedagang pengumpul. Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengecer adalah pasar persaingan sempurna, karena jumlah pedagang pengecer cukup banyak, produk yang diperjualbelikan bersifat homogen dan pedagang pengecer tidak dapat mempengaruhi pasar sehingga bertindak sebagai price taker. Perilaku pasar yang dilakukan oleh pedagang pengumpul berupa praktek pembelian sayuran bayam dan menjual kepada pedagang pengecer. Secara umum sistem pembayaran antar lembaga tataniaga dan petani dilakukan secara tunai dan harga produk berdasarkan mekanisme pasar. Kerjasama anatara petani dan pedagang pengumpul terjalin dengan baik melalui kegiatan jual-beli produk sayuran bayam. Hal yang sama juga terjadi diantara pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. Pada penelitian Agustina (2008), struktur pasar yang dihadapi petani kubis yaitu oligopsoni. Hal ini dikarenakan jumlah lembaga tataniaga kubis tidak sebanding dengan jumlah petani. Jumlah petani lebih banyak dibandingkan jumlah pedagang pengumpul I maupun pedagang pengumpul II. Sedikitnya jumlah pedagang pengumpul desa (I dan II) menyebabkan harga lebih banyak ditentukan oleh pedagang pengumpul, sehingga petani hanya bertindak sebagai price taker akibat posisi tawar yang lemah walaupun dalam proses transaksi dilakukan secara tawar-menawar. Pedagang pengumpul I menghadapi struktur 18