21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas Serangan Hama Penggerek Batang Padi (HPBP) Hasil penelitian tingkat kerusakan oleh serangan hama penggerek batang pada tanaman padi sawah varietas inpari 13 untuk setiap minggu disajikan pada Gambar 5 berikut. TINGKAT KERUSAKAN (%) 5 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 0 4,73 3,88 3,52 3,61 3,98 3,51 3,07 2,89 0,76 0,66 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Tingkat UMUR TANAMAN (MST) Gambar 5. Hubungan antara Umur Tanaman Padi dengan Intensitas Serangan HPBP pada Sistem Tanam dan Pemupukan yang Berbeda Gambar 5 di atas menunjukkan bahwa tingkat kerusakan oleh serangan hama penggerek batang padi mengalami fluktuasi setiap minggunya dimana intensitas serangan mulai terjadi pada 2 minggu setelah tanam. Hal ini disebabkan karena pada minggu pertama baru terlihat kehadiran kelompok telur. Fase telur penggerek batang padi putih berkisar selama 4-9 hari (Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2009), sehingga serangan penggerek batang baru terjadi pada 2 mst. Menurut Balai besar Penelitian tanaman Padi (2009) bahwa setelah menetas, larva dari lipatan daun langsung menggerek ke dalam batang dan makan pada bagian permukaan dalam jaringan. Gerekan larva penggerek seringkali terjadi pada bagian titik tumbuh tanaman. Jika serangan seperti ini terjadi pada fase vegetatif, daun-daun muda akan menggulung dan tidak terbuka, warna daun berubah kecoklatan dan mengering. Peningkatan serangan PBP terjadi sampai minggu 4 setelah tanam, sedangkan pada 5 mst mengalami penurunan, penurunan intensitas kerusakan ini
22 disebabkan karena larva dari penggerek batang padi sudah mencapai masa kepompong. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2009), masa kepompong untuk menjadi imago berkisar 7-11 hari. Pada 6 mst tingkat kerusakan mengalami kenaikan dan mencapai puncak pada 7 mst (Beluk) dengan rata-rata intensitas serangan 4,73%. Peningkatan intensitas serangan ini disebabkan karena kepompong penggerek batang padi sudah menjadi imago, dalam jangka 2 hari imago PBP meletakkan telurnya dan menjadi larva menjelang minggu 6 setelah tanam. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2009), masa larva merusak tanaman padi berkisar 10-15 hari sedangkan lama hidup imago berkisar 3-5 hari. Selain itu pemupukan yang dilakukan pada umur tanaman 45 hari setelah tanam juga berpengaruh terhadap peningkatan intensitas kerusakan oleh penggerek batang padi. Tingkat kerusakan oleh serangan penggerek batang padi pada 8 mst hingga 11 mst mengalami penurunan mencapai 0,66%. Umur tanaman padi dapat mempengaruhi populasi penggerek batang padi. Larva penggerek batang padi lebih cenderung menyerang pada tanaman padi muda dibandingkan tanaman padi tua. Menurut Wijaya dalam Warti (2006) kandungan nutrisi pada tanaman yang lebih tua lebih rendah dari tanaman muda, sehingga tanaman padi yang lebih tua kurang disukai sebagai makanan larva penggerek tersebut. Perlakuan pemupukan yang diberikan menyebabkan ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan dapat memacu pertumbuhan tanaman seperti bertambahnya jumlah anakan serta panjang daun sehingga kondisi suhu mikro di lingkungan sekitar pertanaman menurun. Tingkat kelembaban tinggi di sekitar pertanaman paling disukai oleh hama penggerek batang padi. Menurut Slansky and Rodriuez dalam Abdullah (2008) bahwa suplai makanan yang cukup merupakan suatu syarat mutlak bagi perkembangan populasi hama dimana unsur-unsur yang menentukan dalam makanan seperti kandungan air dalam makanan berpengaruh dalam perkembangan suatu serangga. Oleh karena itu pemberiaan pupuk N yang berlebihan dapat membuat tanaman padi menjadi rentan terhadap serangan hama penggerek batang. Hal ini tampak nyata pada 3, 7 dan 8 mst seperti terlihat pada Tabel 4 di bawah ini.
23 Tabel 4. Pengaruh Pemupukan yang Berbeda terhadap Persentase Tingkat Tingkat Kerusakan (%) Perlakuan 3 MST (Sundep) 7 MST (Beluk) 8 MST (Beluk) Kerusakan oleh Serangan HPBP pada 3 Mst, 7 Mst dan 8 Mst Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan pada probability 0,05 Dari Tabel 4 di atas terlihat adanya pengaruh dari pemupukan yang berbeda terhadap intensitas serangan HPBP. Berdasarkan analisis sidik ragam pada pemupukan yang mengalami signifikan terjadi pada 3 mst, 7 mst dan 8 mst. Pemberian pupuk pada tanaman yang dilakukan dengan tepat waktu (Tabel 3) akan mempengaruhi proses pertumbuhannya seperti pembentukan anakan produktif, pembentukan malai, pembentukan buah dan pengisian biji. Sehingga dengan dilakukannya pemupukan pada saat tanam, 21 hst, dan 45 hst menyebabkan nutrisi yang dibutuhkan oleh hama penggerek batang pada tanaman tersedia dalam jumlah yang cukup. Dengan demikian tingkat kerusakan oleh serangan hama penggerek batang yang disebabkan oleh faktor pemupukan dijumpai pada 3 mst, 7 mst dan 8 mst. Tingkat kerusakan terendah dari beberapa perlakuan pemupukan pada 3 mst, 7 mst dan 8 mst terjadi di P 1 dengan kandungan N 71,51 g/petak. Rendahnya tingkat kerusakan pada perlakuan pemupukan P 1 disebabkan karena kandungan kadar N pada P 1 lebih rendah dibandingkan kandungan N pada P 2 dan P 3. Semakin tinggi kandungan N yang ditambahkan, maka semakin rentan tanaman tersebut terserang hama. P 1 0,06b 0,21b 0,18b P 2 0,39ab 0,43b 0.32b P 3 0,61a 0,93a 0,83a BNT 0,38 0,34 0,31 Tanaman yang diberikan pupuk berlebihan akan menyebabkan pertumbuhannya makin subur disertai dengan bentuk daun yang memanjang, sehingga memungkinkan kondisi pertanaman akan menjadi lebih rimbun dan disukai oleh hama terutama penggerek batang sebagai tempat persembunyian dari
24 musuh alaminya. Menurut Simarangkir (2000) penambahan N yang berlebihan akan sangat merugikan tanaman, berupa memperlambat pematangan buah karena meningkatkan pertumbuhan vegetatif, tanaman tetap berwarna hijau walaupun masa masak sudah waktunya, melunakkan jerami dan menyebabkan tanaman mudah rontok, menurunkan kualitas serta dapat melemahkan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit. Berbeda halnya dengan sistem tanam, hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pengaruh sistem tanam terhadap serangan hama penggerek batang terjadi pada 7 mst (Beluk). Hal ini disebabkan karena pertumbuhan tanaman padi sudah meningkat pada fase generatif dilihat dari pertambahan jumlah anakan, panjang daun serta terbentuknya malai menyebabkan kondisi pertanaman menjadi rimbun. Dengan adanya pengaturan jarak tanam akan mempengaruhi kelembaban mikro disekitar pertanaman dimana hama penggerek batang padi lebih banyak dijumpai pada kondisi lingkungan yang lembap. Seperti yang terlihat pada Tabel 5 berikut ini. Tabel 5. Pengaruh Sistem Tanam yang Berbeda terhadap Persentase Tingkat Kerusakan oleh Serangan HPBP pada 7 Mst (Beluk) Perlakuan Tingkat Kerusakan (%) L 1 0,72a L 2 0,46ab L 3 0,39b BNT 0.30 Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan pada probability 0,05 Tabel di atas menunjukkan bahwa tingkat kerusakan terendah terjadi pada sistem tanam L 3 (4:1) mencapai 0,39%. Hal ini disebabkan karena pengaturan jarak tanam dimana pada sistem tanam 4:1 hanya barisan antar tanaman bagian luar yang jaraknya rapat sedangkan sistem tanam 2:1, jarak setiap barisan antar tanaman lebih rapat sehingga jumlah anakan bertambah. Kerapatan barisan antar tanaman ini menyebabkan perubahan iklim mikro di sekitar pertanaman sehingga tingkat kerusakan oleh hama penggerek batang lebih banyak
25 dijumpai pada sistem tanam 2:1. Berbeda halnya dengan sistem tanam 4:1 dimana barisan antar tanamannya tidak terlalu rapat menyebabkan cahaya matahari dapat menyinari lantai dasar tanaman sehingga tercipta kondisi suhu lingkungan yang tidak disukai oleh hama penggerek batang. Menurut Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (2012) imago penggerek batang lebih menyukai kondisi gelap dan lembap, sehingga pada tanaman yang rimbun merupakan kondisi yang baik bagi perkembangan populasi dan tempat persembunyian penggerek batang padi dari musuh alaminya. B. Produksi Tanaman Padi Hubungan antara pemupukan dengan tingkat kerusakan oleh serangan hama penggerek batang (Sundep dan Beluk) serta hubungan antara tingkat kerusakan dengan produksi pada berbagai sistem tanam disajikan pada grafik di bawah ini. Tingkat Kerusakan (%) 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 y = 0.013x - 0.201 R² = 0.676 y = 0.014x - 0.227 R² = 0.684 Gambar 6. Hubungan Pemupukan dengan Tingkat Kerusakan oleh Serangan HPBP (Sundep) pada Sistem Tanam yang Berbeda Gambar di atas menunjukkan bahwa pengaruh pemupukan terhadap tingkat kerusakan oleh serangan HPBP disetiap sistem tanam pada fase vegetatif (Sundep), apabila dilihat dari nilai R yang rendah yang berarti keeratan hubungan antara pemupukan dengan tingkat kerusakan tersebut rendah. Diduga sebagian besar tingkat kerusakan tanaman padi pada fase vegetatif ini disebabkan oleh faktor lain seperti iklim dan pengairan. y = 0.004x + 0.113 R² = 0.111 30 35 40 45 50 55 60 Pemupukan (g/petak) L1 L2 L3
26 Rata-rata suhu mikro disekitar pertanaman selama fase vegetatif lebih rendah dibandingkan pada fase generatif yaitu berkisar 25 c - 28 c (Lampiran 4). Sehingga memungkinkan adanya serangan hama yang disebabkan oleh keadaan lingkungan yang lembap. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2008) kelembaban/hujan yang dimaksud di sini adalah kelembaban tanah dan tempat hidup serangga dimana merupakan faktor penting yang mempengaruhi kegiatan dan perkembangan serangga. Selain suhu, pengairan juga berpengaruh terhadap intensitas serangan penggerek batang. Pada fase vegetatif, kondisi lahan sawah lebih banyak tergenangi dibanding fase generatif karena sering terjadi hujan. Hal ini menyebabkan larva/ulat penggerek batang lebih mudah pindah dari tanaman satu ketanaman yang lain. Menurut Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (2012) larva penggerek batang dapat membuat tabung dari potongan daun, lalu menjatuhkan diri ke air dan berenang ke tanaman lain. Berbeda halnya dengan fase generatif (Beluk), dilihat dari nilai R yang besar yang berarti semakin erat hubungan antara pemupukan tersebut dengan tingkat kerusakan yang terjadi. Besarnya hubungan pemupukan dengan tingkat kerusakan oleh serangan HPBP ini terlihat pada gambar 7 di bawah ini. 0,7 Tingkat Kerusakan (%) 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 y = 0.030x - 1.077 R² = 0.999 y = 0.018x - 0.582 R² = 0.964 y = 0.016x - 0.525 R² = 0.918 30 35 40 45 50 55 60 L1 L2 L3 Pemupukan (g/petak) Gambar 7. Hubungan Pemupukan dengan Tingkat Kerusakan oleh Serangan HPBP (Beluk) pada Sistem Tanam yang Berbeda Besarnya nilai R dari masing-masing sistem tanam pada gambar di atas menunjukkan bahwa pemupukan sangat berpengaruh terhadap tingkat kerusakan. Semakin tinggi dosis pupuk yang diberikan pada tanaman maka semakin tinggi
27 pula intensitas serangan penggerek batang. Sehingga dengan penambahan 1 g pupuk pada sistem tanam L 1, L 2 dan L 3 dapat meningkatkan intensitas serangan sebesar 0,030%, 0,018% dan 0,016%. Besarnya pengaruh pemupukan ini disebabkan oleh pemberian dosis pemupukan yang tinggi pada 6 mst (Tabel 3), sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman, jumlah anakan serta penambahan kandungan N yang tinggi justru dapat meningkatkan kandungan air pada tanaman. Keadaan seperti ini dapat menyebabkan berkurangnya daya tahan tanaman terhadap serangan hama pada minggu-minggu berikutnya setelah perlakuan. Menurut Simarangkir (2000) larva penggerek padi lebih berhasil menggerek pada tanaman yang dipupuk N dari pada tanaman yang tidak dipupuk sehingga terdapat korelasi positif antara pemupukan dengan intensitas serangan penggerek batang. Selanjutnya hubungan antara tingkat kerusakan oleh serangan hama penggerek batang dengan produksi dapat dilihat pada gambar di bawah ini. 7 Produksi (kg/petak) 6 5 4 y = -2.831x + 6.805 R² = 0.512 y = -1.242x + 6.745 R² = 0.878 y = -1.802x + 6.612 R² = 0.439 L1 L2 L3 3 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 Tingkat Kerusakan (%) Gambar 8. Hubungan Tingkat Kerusakan oleh Serangan HPBP dengan Produksi Tanaman Padi pada Pemupukan dan Sistem Tanam yang Berbeda Gambar di atas menunjukkan adanya pengaruh tingkat kerusakan yang diakibatkan oleh serangan hama penggerek batang terhadap produksi padi pada sistem tanam L 1, dimana semakin tinggi tingkat kerusakan maka produksi yang dihasilkan akan menurun. Sementara tingkat kerusakan pada sistem tanam L 2 dan L 3 tidak memperlihatkan pengaruh secara linear terhadap produksi. Hal ini
28 disebabkan karena pengaturan jarak tanam sangat berpengaruh terhadap intensitas serangan hama penggerek batang yang nantinya akan menurunkan hasil produksi. Pengaturan jarak tanam akan menciptakan faktor-faktor yang dibutuhkan oleh tanaman seperti penyerapan unsur hara, distribusi cahaya, pengairan, yang dapat membantu pertumbuhan dari tanaman itu sendiri untuk menghasilkan produksi yang lebih banyak. Menurut Harjadi (2002) penentuan jarak tanam dapat mempermudah tanaman untuk melakukan proses fotosintesis yang lebih baik bagi setiap individu tanaman. Selain itu, dengan terciptanya kondisi lingkungan dengan suhu yang tinggi dan kelembaban tanah yang rendah menyebabkan hama tidak menyukai lingkungan tersebut sehingga produksi yang dihasilkan akan lebih tinggi. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa sistem tanam legowo 2:1 berbeda nyata dengan legowo 3:1, hal ini disebabkan karena pertambahan populasi tanaman padi pada legowo 2:1 lebih banyak sehingga produksi yang dihasilkan lebih tinggi daripada legowo 3:1. Besarnya hubungan antara tingkat kerusakan dengan produksi juga disebabkan oleh pemberian pupuk dengan dosis yang tinggi pada tanaman. Pada P 1 (kandungan N 71,51 g/petak) dengan tingkat kerusakan 0,16% mempengaruhi produksi 6,52 kg/petak. P 2 (kandungan N 92,84 g/petak) dengan tingkat kerusakan 0,44 % mempengaruhi produksi 6,3 kg/petak, sedangkan P 3 (kandungan N 109,54 g/petak) dengan tingkat kerusakan 0,54 % mempengaruhi produksi 6 kg/petak. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, pemupukan P 1 (kadar N 71,5 g/petak) berbeda nyata dengan pemupukan P 3 (kadar N 109,54 g/petak). Hal ini disebabkan karena semakin banyak dosis pupuk yang ditambahkan maka ketahanan tanaman padi terhadap serangan hama akan berkurang yang selanjutnya akan menurunkan produkstivitas padi itu sendiri. Seperti yang diketahui selama ini bahwa penggunaan pupuk yang tidak benar akan menyebabkan berbagai masalah terhadap tanaman, sebaliknya penggunaan pupuk yang berimbang dan benar dosis serta waktu pemakaian dapat mengurangi perkembangan beberapa organisme pengganggu tanaman ( OPT ) (Musca, 2008). Dengan demikian jika kita ingin memperoleh hasil gabah tinggi, sudah barang tentu diperlukan pupuk yang lebih banyak. Namun demikian tingkat hasil yang ditetapkan juga memperhatikan daya
29 dukung lingkungan setempat dengan melihat produktifitas padi pada tahun-tahun sebelumnya.