Penerapan Lean Manufacturing untuk Mengidentifikasi dan Meminimasi Waste Pada Pt. Mutiara Dewi Jayanti

dokumen-dokumen yang mirip
Penerapan Lean Manufacturing Untuk Mengidentifikasi dan Meminimasi Waste Pada PT. Mutiara Dewi Jayanti

BAB I PENDAHULUAN. Industri makanan dan minuman merupakan sektor strategis yang akan

APLIKASI LEAN THINKING PADA INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT SEMEN GRESIK

KATA PENGANTAR. persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana Teknik Industri pada Fakultas

BAB I PENDAHULUAN. Dasar pemikiran dari lean thinking adalah berusaha menghilangkan waste

Penerapan Lean Manufacturing Untuk Mereduksi waste di PT ARISU

Reduksi Waste pada Proses Produksi Kacang Garing Medium Grade dengan Pendekatan Lean Six Sigma

BAB I PENDAHULUAN. fashion. Mulai dari bakal kain, tas batik, daster, dress, rompi, dan kemeja

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

Permasalahan yang akan dijadikan objek penelitian ini adalah keterlambatan pengerjan proyek pembuatan High Pressure Heater (HPH) di PT.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Analisis Pemborosan pada Unit Pelayanan Kesehatan Poliklinik dengan Pendekatan Lean Service

BAB 1 PENDAHULUAN. nilai tambah (value added), tidak memberi nilai tambah (non value added) yang

IMPLEMENTASI LEAN MANUFACTURING UNTUK MENGURANGI LEAD TIME SHOULDER Studi Kasus PT.Barata Indonesia (Persero)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Usulan Lean Manufacturing Pada Produksi Closet Tipe CW 660J Untuk Meningkatkan Produktivitas

PENGURANGAN WASTE DILANTAI PRODUKSI DENGAN METODE LEAN MANUFACTURING DI PT. KEMASAN CIPTATAMA SEMPURNA PASURUAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENDEKATAN LEAN THINKING UNTUK PENGURANGAN WASTE PADA PROSES PRODUKSI PLASTIK PE

Dosen Pembimbing :H. Hari Supriyanto, Ir.MSIE Diusulkan Oleh : Aqil Azizi Start

BAB I PENDAHULUAN. produktif yang cukup kuat, sekalipun terjadi gejolak atau krisis ekonomi.

PENGELOLAAN BAHAN BAKU DENGAN PENDEKATAN ANALISIS RISIKO DAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN

Seminar Nasional IENACO 2014 ISSN PENERAPAN LEAN SIX SIGMA CONCEPT UNTUK PERBAIKAN LINI PRODUKSI

ANALISA LEAN SERVICE DALAM MEMINIMALKAN WASTE PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM BANYUWANGI

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan konsumen merupakan faktor yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. PT. Lombok Gandaria merupakan perusahaan kecap dan saus dalam

Bab I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

PERBAIKAN SISTEM DISTRIBUSI MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN THINKING

Mulai. Studi Pendahuluan. Perumusan Masalah. Penetapan Tujuan. Pemilihan Variable. Pengumpulan Data. Menggambarkan Process Activity Mapping

IDENTIFIKASI WASTE DILANTAI PRODUKSI DENGAN PENERAPAN LEAN MANUFACTURING DI PT ISTANA TIARA SURABAYA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENERAPAN VALUE STREAM MAPPING UNTUK EVALUASI DAN PERBAIKAN SISTEM PRODUKSI PADA PT. REMAJA PRIMA ENGINEERING (RPE)

PENERAPAN LEAN THINKING UNTUK MENINGKATKAN KINERJA DIVISI TRUCKING PT. JPEK

MINIMASI KETERLAMBATAN LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN BIAYA DENGAN PENDEKATAN RISK ASSESSMENT DAN FISHBONE DIAGRAM

PENDEKATAN LEAN THINKING DALAM MEMINIMASI WASTE PADA SISTEM PEMENUHAN ORDER GUNA MENGURANGI BIAYA DAN WAKTU (Studi Kasus : PT Kasa Husada Wira Jatim)

ANALISIS PENERAPAN LEAN THINKING UNTUK MENGURANGI WASTE PADA LANTAI PRODUKSI DI PT. SIERAD PRODUCE SIDOARJO SKRIPSI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Toyota production system (TPS) sangat populer di dunia perindustrian.

PENINGKATAN EFISIENSI PELAYANAN PASIEN INSTALASI RAWAT JALAN DENGAN PENDEKATAN LEAN THINKING DAN TIME BASED PROCESS (STUDY KASUS DI RSU HAJI SURABAYA)

KAJIAN WASTE PADA PRODUKSI BENANG DENGAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT. XYZ SURABAYA

Seminar Nasional IENACO 2014 ISSN PENGURANGAN WASTE DENGAN PENDEKATAN LEAN PADA SISTEM DISTRIBUSI DI PT.

PENDEKATAN LEAN PRODUCTION UNTUK MENGURANGI WASTE PADA PROSES PRODUKSI KACA

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 24 Januari 2015

BAB I PENDAHULUAN I.1

Pendahuluan. I.1 Latar belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IMPLEMENTASI LEAN THINKING DALAM PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN GANGGUAN SPEEDY DI PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA, Tbk. (TELKOM) DIVISI REGIONAL-V

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Kajian Pendahuluan. Identifikasi & Perumusan masalah. Penetapan Tujuan & batasan penelitian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, (Sept, 2012) ISSN: A-530

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan yang dapat meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang dan

ABSTRAK. iv Universitas Kristen Maranatha

Bab I Pendahuluan. Support. Webbing QC Sewing. Gambar I.1 Skema alur proses produksi tas di PT. Eksonindo Multi Product Industry

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan yang sangat pesat di sektor industri pada saat ini menuntut setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bandeng (Chanos chanos) merupakan ikan air payau yang menjadi

SIMULASI VALUE STREAM UNTUK PERBAIKAN PADA PROSES PRODUKSI PELUMAS (Studi Kasus LOBP PT. PERTAMINA UPMS V)

OPTIMASI LINI PRODUKSI DENGAN VALUE STREAM MAPPING DAN VALUE STREAM ANALYSIS TOOLS

KATA PENGANTAR. berkenan memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat ANALISA PENERAPAN KONSEP LEAN THINKING

Reduksi Waste pada Proses Produksi Kacang Garing Medium Grade dengan Pendekatan Lean Six Sigma

BAB I PENDAHULUAN I - 1

Analisis Risiko Pekerjaan Pemindahan Barang Dengan Forklift Menggunakan Metode HIRARC Dan Penentuan Risk Ranking Menggunakan Fuzzy Logic Control

Alternatif kebijakan membuat SOP baru di bagian gravity dan sortir untuk standar refraksi serta set up mesin gravity secara berkala.

OVER PRODUCTION. Toleransi 15 % Prosentase pernah mencapai 16 %

PROSES ELIMINASI WASTE DENGAN METODE WASTE ASSESSMENT MODEL & PROCESS ACTIVITY MAPPING PADA DISPENSING

PENERAPAN LEAN MANUFACTURING DALAM MENGIDENTIFIKASI DAN MEMINIMASI WASTE DI PT. HILON SURABAYA SKRIPSI. Oleh : SABTA ADI KUSUMA

Usulan Penerapan Lean Manufacturing Untuk Mengurangi Pemborosan Pada PT. Perkebunan Nusantara VIII

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai penghasil nilai (value creator), baik industri manufaktur maupun

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

IDENTIFIKASI PROSES PRODUKSI UNTUK MEREDUKSI NON VALUE ADDING ACTIVITY

5 BAB V ANALISA DAN HASIL

ANALISIS RANTAI NILAI PROSES PEMENUHAN MATERIAL PERBEKALAN DI ARMATIM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu lembaga yang diorganisir dan dijalankan untuk

EVALUASI PENERAPAN LEAN MANUFACTURING DENGAN MENGGUNAKAN VALUE STREAM MAPPING DAN SIMULASI UNTUK MEREDUKSI MANUFACTURING

Penurunan Waste Intra pada Transportation Process Menggunakan Value Stream Mapping: A Case Study

Lean Thinking dan Lean Manufacturing

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 STUDI LITERATUR. Tanggungjawab seorang pemimpin perusahaan adalah mengatur seluruh

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Pebruari 2012

PENERAPAN LEAN MANUFACTURING UNTUK MEMINIMIZE WASTE PADA PROSES PERAKITAN PLASTIC BOX 260 MENGGUNAKAN METODE VSM

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB I PENDAHULUAN. kelima sebagai negara pengekspor teh di dunia (Suwandi, 2016).

BAB I PENDAHULUAN. atau perlengkapan (supplies). Persediaan merupakan asset yang sangat penting

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahan baku merupakan salah satu unsur yang menentukan kelancaran proses

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

IDENTIFIKASI DAN PENGURANGAN WASTE DAN NON VALUE ADDED ACTIVITY DENGAN PENDEKATAN LEAN THINKING DI PT. SRIWIJAYA AIR DISTRICT SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Perbaikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Dengan Metode HIRARC di PT. Sumber Rubberindo Jaya

Transkripsi:

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Penerapan Lean Manufacturing untuk Mengidentifikasi dan Meminimasi Waste Pada Pt. Mutiara Dewi Jayanti Hanum Febrilliani Valentine, Putu Dana Karningsih, Dewanti Anggrahini Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 e-mail: dana@ie.its.ac.id Abstrak PT Mutiara Dewi Jayanti merupakan yang bergerak dalam bidang pengolahan kopi. Melihat kompetitifnya industri pengolahan kopi, PT Mutiara Dewi Jayanti dituntut untuk memiliki daya saing yang kuat. Salah satu usaha untuk menguatkan daya saing adalah dengan melakukan perbaikan secara terus menerus dalam segala aspek di. Perbaikan ini dapat dilakukan dengan mengurangi pemborosan (waste) yang terjadi pada. Oleh karena itu diperlukan suatu pendekatan lean manufacturing dengan harapan mampu untuk mereduksi waste yang terjadi di aliran produksi. Dari identifikasi waste menggunakan 7 waste, waste yang ditemukan adalah unnecessary motion, inappropriate processing, defect, overproduction, dan unnecessary inventory. Kelima waste tersebut dicari akar penyebabnya dengan menggunakan Root Causes Analysis (RCA), yang selanjutnya akan dipetakan dalam matriks penilaian risiko untuk mengetahui akar penyebab yang berisiko extreme. Lalu dilakukan pembuatan alternatif perbaikan untuk akar penyebab yang berisiko extreme dan perhitungan pengeluaran biaya dalam menerapkan alternatif perbaikan tersebut. Sehingga dihasilkan 4 alternatif perbaikan yang akan dihubungkan dengan 5S yaitu: membuat kontrak perjanjian kerja yang jelas dan melakukan perencanaan produksi yang cermat, melatih ketrampilan manajemen produksi bagi pekerja, menggunakan kotak/ kardus untuk mempermudah pengepakan produk jadi. Biaya penerapan rekomendasi perbaikan tersebut sebesar Rp 2.543.500,00. Keuntungan yang akan didapatkan dalam menerapkan rekomendasi perbaikan sebesar Rp 3.536.000,00 per bulan. Kata Kunci Analisa Risiko, Big Picture Mapping, 5S, Lean Manufacturing, Root Causes Analysis. I. PENDAHULUAN ndustri hilir kopi yaitu kopi bubuk/ instan memiliki daya Isaing yang cukup kuat diantara industri makanan dan minuman [1]. Melihat kompetitifnya industri hilir kopi tersebut, memacu di industri pengolahan kopi untuk memiliki daya saing yang kuat dalam menghadapi persaingan pasar. Salah satu cara untuk menguatkan daya saing adalah dengan melakukan perbaikan secara terus menerus, yaitu dengan meminimalkan pemborosan yang terjadi pada. Pemborosan (waste) merupakan aktivitas manusia yang menyerap banyak sumber daya namun tidak menciptakan nilai sehingga aktivitas ini perlu untuk dihilangkan. PT Mutiara Dewi Jayanti adalah produsen kopi biji goreng dan kopi bubuk. Dalam menjalankan usahanya, PT Mutiara Dewi Jayanti masih mengalami beberapa permasalahan pada proses produksinya yang mengindikasikan adanya pemborosan (waste). Dari hasil wawancara dan pengamatan, diketahui bahwa pernah terjadi produk cacat yang cukup berdampak besar karena menimbulkan komplain dari pelanggan, yaitu adanya benda asing di dalam kemasan kopi. Menurut General Manager PT Mutiara Dewi Jayanti, hal ini bisa terjadi karena kurangnya kontrol dari proses inspeksi yang dilakukan sehingga produk yang cacat tersebut sampai ke pelanggan. Selain produk cacat, waste lain yang terindikasi adalah pergerakan yang tidak perlu, yaitu melakukan aktivitas yang tidak menambah nilai pada produk sehingga berdampak pada waktu produksi. Berdasarkan hasil pengamatan, pemborosan pergerakan yang terjadi seperti: aktivitas mencari peralatan, mengobrol, dan menumpuk produk jadi yang sudah terkemas. Lean manufacturing merupakan pendekatan sistemik yang mampu mengidentifikasi, mengukur, menganalisa, dan mencari solusi perbaikan atau peningkatan performasi secara komprehensif. Pendekatan ini berfokus pada efisiensi tanpa mengurangi efektivitas proses, di antaranya seperti peningkatan operasi yang value added, mereduksi waste, dan memenuhi kebutuhan konsumen [2]. Oleh karena itu, Lean Manufacturing dipilih sebagai metode yang akan diterapkan pada PT Mutiara Dewi Jayanti untuk meminimasi waste yang terjadi di sepanjang proses produksi sehingga waste minimal, produktivitas menjadi lebih baik, dan kepuasan pelanggan pun terjaga. II. URAIAN PENELITIAN A. Tahap Pengumpulan dan Pengolahan Data Pada penelitian ini, akan berfokus pada satu produk dari PT Mutiara Dewi Jayanti, yaitu kopi bubuk merk Mahkota Raja. Kopi bubuk ini adalah produk yang paling mudah diserap oleh pasar dan menjadi produk paling banyak dipesan oleh pelanggan. Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data primer yang berasal dari pengamatan langsung dan wawancara dengan stakeholder, serta data

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 2 sekunder yang berasal dari database produksi bulan Nopember 2013-Mei 2014. 1. Big Picture Mapping Proses Produksi Perusahaan Berdasarkan Gambar 1, proses produksi kopi bubuk merk Mahkota Raja meliputi meliputi proses penimbangan bahan baku, pencampuran bahan baku, penggilingan, dan pengemasan. yang digunakan terlebih dahulu ditimbang sesuai dengan komposisi yang telah ditetapkan. Kemudian bahan baku yang terdiri dari dua jenis kopi tersebut dicampur sampai rata. Setelah itu, bahan baku digiling sampai halus yang selanjutnya dikemas dalam plastik. Kemudian produk jadi yang sudah dikemas dalam plastik besar akan dikirim ke gudang produk jadi. Adding Activity (NNVAA). Klasifikasi aktivitas dilakukan pada data aktivitas yang sesungguhnya terjadi. Berdasarkan hasil klasifikasi aktivitas yang dilakukan, diketahui bahwa dari 54 aktivitas yang sesungguhnya terjadi pada proses produksi, terdapat 18 Value Adding Activity (34%), 19 Non Value Adding Activity (36%), 16 Necessary But Non Value Adding Activity (30%). 3. Identifikasi 7 Waste Identifikasi 7 waste ini dilakukan berdasarkan data non value adding activities dan wawancara dari berbagai pihak dari. Dari proses identifikasi ini, ditemukan lima jenis waste yang ada di proses produksi yang ditunjukkan pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1 Hasil Identifikasi 7 Waste Gambar 1 Proses Produksi Kopi Bubuk Secara detail, penggambaran aliran produksi yang meliputi aliran informasi dan aliran fisik yang disajikan dalam Big Picture Mapping dari dapat dilihat pada Gambar 2 berikut. Gambar 2 Big Picture Mapping Proses Produksi 2. Identifikasi Aktivitas Proses Produksi Perusahaan tidak memiliki Standard Operational Procedure dari proses produksi yang dilakukan, sehingga proses produksi secara ideal mengacu pada informasi yang diberikan oleh Kepala Divisi Produksi. Identifikasi aktivitas proses produksi dilakukan dengan membandingkan aktivitas ideal yang berasal dari informasi Kepala Divisi Produksi, dengan aktivitas yang sesungguhnya terjadi sehari-hari. Dari pengamatan yang dilakukan, ditemukan bahwa aktivitas yang sesungguhnya terjadi lebih banyak dari pada aktivitas ideal, dimana aktivitas ideal hanya berjumlah 33 aktivitas, sedangkan aktivitas yang sesungguhnya terjadi berjumlah 54 aktivitas. Dari perbedaan jumlah aktivitas tersebut diindikasikan bahwa adanya aktivitas yang tidak menambah nilai produk, namun dilakukan oleh pekerja. Untuk memastikan adanya aktivitas yang tidak menambah nilai produk tersebut, maka perlu dilakukan klasifikasi aktivitas dari proses produksi tersebut berdasarkan jenisnya. Klasifikasi aktivitas menggunakan konsep Tiga Tipe Aktivitas [2] yang meliputi Value Adding Activity (VAA), Non Value Adding Activity (NVAA), dan Necessary but Non Value 4. Identifikasi Akar Penyebab Waste Identifikasi akar penyebab waste ini dilakukan menggunakan metode Root Causes Analysis (RCA). Tabel 2 menunjukkan hasil identifikasi akar penyebab waste di. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa ada beberapa waste yang memiliki akar penyebab yang sama, seperti: W3 dan W10 yang memiliki akar penyebab yang sama yaitu ketersediaan bahan baku di supplier tidak stabil (R6 & R16), W5 dan W8 memiliki akar penyebab yang sama yaitu pekerja mengobrol dan merokok (R8 & R12), W7 dan W10 memiliki akar penyebab yang sama yaitu kurangnya tenaga ahli di (R11 & R17). Selain itu, ada juga waste yang menjadi akar penyebab dari waste lain seperti: pada akar penyebab R8 & R12 yang ternyata juga teridentifikasi sebagai waste pada W1 & W4, pada akar penyebab R15 yang ternyata juga teridentifikasi sebagai waste pada W6. Hal ini menunjukkan bahwa antar waste pada proses produksi ternyata mempengaruhi satu sama lain.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 3 No Jenis 7 Waste 1 Unnecessary Motion 1 Unnecessary Motion 2 Inappropriate Processing Tabel 2 Hasil Identifikasi Akar Penyebab Waste Kode Waste Waste Kode Akar Penyebab Akar Penyebab W1 Merokok R1 Tidak adanya peraturan tentang sterilisasi dari W2 Mencari Peralatan R2 Kurangnya kesadaran pekerja dalam merapikan peralatan R3 Kurangnya tempat untuk penyimpanan peralatan W3 Membuka baju R4 Kurang teraturnya serta mencari dan pengaturan lantai produksi menyalakan kipas R5 Kurangnya perawatan angin sarana dan prasarana R6 Ketersediaan bahan baku di supplier tidak stabil W4 Mengobrol R7 Pekerja merasa bosan W5 Menyapu lantai R8 Pekerja mengobrol dan produksi merokok W6 Menumpuk produk jadi 3 Overproduction W7 Banyaknya stok produk jadi di gudang 4 Defect W8 Masuknya benda asing ke dalam kemasan kopi 3 Unnecessary Inventory W9 W10 Kemasan produk jadi rusak Penyimpanan bahan baku dalam kapasitas besar dan dalam waktu yang cukup lama R9 Pekerja sedang melakukan aktivitas produksi lainnya R10 Pekerja diminta untuk membantu aktivitas lainnya R11 Kurangnya tenaga ahli di R12 Pekerja mengobrol dan merokok R13 Banyaknya permintaan pelanggan R14 Pekerja membawa produk jadi yang sudah dikemas secara manual R15 Pekerja menumpuk produk jadi R16 Ketersediaan bahan baku di supplier tidak stabil R17 Kurangnya tenaga ahli di 5. Analisa Risiko Akar Penyebab Waste Analisa risiko digunakan untuk mengidentifikasi akar penyebab waste yang paling berisiko. Analisa risiko akar penyebab waste meliputi: identifikasi dampak dan frekuensi terjadinya akar penyebab waste, penilaian risiko, dan membuat matriks penilaian risiko akar penyebab waste. Tabel 3 menunjukkan penilaian risiko yang berasal dari identifikasi dampak dan frekuensi terjadinya akar penyebab waste. Kode Risiko R1 Akar Penyebab Waste Tidak adanya peraturan tentang sterilisasi dari Tabel 3 Penilaian Risiko Likelihood Consequence Risk Rating (L) (C) (R= L x C) 4 3 12 R2 Kurangnya kesadaran 3 2 6 pekerja dalam merapikan peralatan R3 Kurangnya tempat untuk penyimpanan peralatan 2 2 4 R4 Kurang teraturnya 3 4 12 pengaturan lantai produksi R5 Kurangnya perawatan 3 2 6 sarana dan prasarana R6, R16 Ketersediaan bahan baku 5 4 20 di supplier tidak stabil R7 Pekerja merasa bosan 2 2 4 R8, R12 Pekerja mengobrol dan 4 3 12 merokok R9 Pekerja sedang melakukan aktivitas produksi lainnya 2 2 4 R10 Pekerja diminta untuk 2 2 4 membantu aktivitas lainnya R11, R17 Kurangnya tenaga ahli di 5 4 20 R13 Banyaknya permintaan 2 1 2 pelanggan R14 Pekerja membawa produk 2 4 8 jadi yang sudah dikemas secara manual R15 Pekerja menumpuk produk jadi 5 4 20 Dari penilaian risiko tersebut, maka akan dibuat matriks penilaian risiko yang ditunjukkan pada Gambar 3. Likelihood Almost certain 5 R6, R11, R15, R16, R17 Likely 4 R1, R8, R12 moderate 3 Unlikely 2 Rare 1 R13 Gambar 3 Matriks Penilaian Risiko R2, R5 R4 R3, R7, R9, R10 R14 1 2 3 4 5 Insignificant Minor Moderate Major Catastropic Consequence Dari hasil analisa risiko, maka alternatif perbaikan yang akan diberikan adalah untuk akar penyebab waste yang bersifat extreme atau berada pada zona merah. Dengan melihat Tabel 4.18, maka akar penyebab waste yang akan diberikan alternatif perbaikan adalah kurang teraturnya pengaturan lantai produksi (R4), ketersediaan bahan baku di supplier tidak stabil (R6, R16), kurangnya tenaga ahli di (R11, R17), dan pekerja menumpuk produk jadi (R15). B. Tahap Analisa dan Rekomendasi Perbaikan Dari analisa proses pengolahan data akan digunakan sebagai dasar rekomendasi perbaikan yang diberikan. 1. Analisa Big Picture Mapping Dari penggambaran Big Picture Mapping pada Gambar 1, dapat diketahui value adding time dari proses produksi kopi bubuk merk Mahkota Raja adalah 335 menit/hari. Sedangkan total waktu produksinya sekitar 369 menit/ hari untuk menghasilkan rata-rata sekitar 100 kg (20 bal). Sehingga selisih dari waktu produksi dan value adding time dapat dikatakan sebagai waktu yang tidak menambah nilai pada produk yaitu sebesar 39 menit (7,97%). Dapat diketahui juga bahwa jumlah produk kopi bubuk merk Mahkota Raja dengan ukuran 250gr yang dihasilkan adalah sebanyak 400 produk jadi dalam kemasan 250gr, sehingga untuk menghasilkan 1 produk jadi ukuran 250gr membutuhkan waktu sebesar 0,9225 menit. Melihat adanya waktu yang digunakan untuk melakukan aktivitas yang tidak menambah nilai tambah pada produk, maka hal tersebut menjadi indikator adanya pemborosan (waste) yang berdampak pada waktu produksi. Namun dengan hanya melihat Big Picture Mapping masih belum menunjukkan waste apa saja yang terjadi sehingga perlu dilakukan proses pengolahan data lainnya untuk menguraikan jenis-jenis waste yang terjadi pada proses produksi. 2. Analisa Identifikasi Aktivitas Proses Produksi Dari hasil identifikasi aktivitas proses produksi, aktivitas yang sesungguhnya terjadi didominasi oleh non value adding activity yaitu sebesar 36%, walaupun jumlahnya tidak terpaut jauh dengan value adding activity yang sebesar 34%. Necessary but non value adding activity juga memiliki prosentase yang cukup besar yaitu 30%. Melihat besarnya

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 4 prosentase ini, ada kemungkinan necessary but non value adding activity berkaitan dengan non value adding activity sehingga memunculkan waste. Untuk itu, hasil identifikasi aktivitas proses produksi ini dapat menjadi dasar untuk mengidentifikasi waste yang ada di. 3. Analisa Akar Penyebab Waste Dari kelima jenis waste yang ditemukan, kemudian dilakukan identifikasi akar penyebabnya dengan menggunakan metode Root Causes Analysis, yaitu metode untuk mencari alasan penyebab paling mendasar dari suatu waste. Berdasarkan hasil identifikasi akar penyebab masing-masing waste pada Tabel 2, diketahui bahwa dari 10 waste yang ada terdapat 17 akar penyebab waste, di mana dari ada beberapa waste yang memiliki akar penyebab yang sama yaitu sebagai berikut. 1. W3 dan W10 memiliki akar penyebab yang sama, yaitu ketersediaan bahan baku di supplier yang tidak stabil (R6 & R16). 2. W5 dan W8 memiliki akar penyebab yang sama, yaitu pekerja mengobrol dan merokok (R8 & R12) 3. W7 dan W10 memiliki akar penyebab yang sama, yaitu kurangnya tenaga ahli di (R11 & R17) Ketiga poin di atas menunjukkan bahwa satu akar penyebab dapat menjadi akar penyebab dari beberapa waste yang berbeda dan membawa dampak sendiri-sendiri yang jika diakumulasi akan menyebabkan mengalami kerugian yang cukup besar. Selain adanya akar penyebab yang menjadi akar penyebab dari beberapa waste yang berbeda, berdasarkan Tabel 2 ditemukan juga adanya waste yang menjadi akar penyebab dari waste lainnya. Hal ini dapat dilihat pada W5 yang setelah diidentifikasi akar penyebabnya, diketahui bahwa akar penyebabnya adalah R8. Dan ternyata R8 ini sama dengan W1 dan W4. Sama halnya dengan W8 dengan akar penyebab R12, di mana R12 juga sama dengan W1 dan W4. Selain itu, juga terdapat pada W9 dengan akar penyebab R15, di mana R15 sama dengan W6. Adanya akar penyebab yang sama dengan waste yang terindikasi ini dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan saling mempengaruhi antara satu waste dengan waste lainnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa W1 & W4 merupakan penyebab terjadinya W5 & W8, dan W6 merupakan penyebab terjadinya W9. 4. Analisa Risiko Akar Penyebab Waste Dari hasil penggambaran matriks penilaian risiko pada Gambar 3, dapat diketahui risk rating dari masing-masing akar penyebab waste yang menjadi poin penting untuk melihat tingkat risiko yang diakibatkan dari tiap akar penyebab waste. Risk rating tertinggi memberikan peluang besar bagi akar penyebab waste untuk masuk ke dalam zona merah/ tingkat risiko extreme. Akar penyebab waste yang masuk dalam zona merah ini adalah R4, R6, R11, R15, R16 dan R17. Karena zona merah adalah zona extreme, maka dalam menyikapi akar penyebab waste, berdasarkan AS/NZS (2004), penanganan yang tepat adalah dengan melakukan penghentian aktivitas dan manajemen puncak harus turun langsung dalam mengatasinya. Pada zona kuning terdapat R1, R8, R12, dan R14. Menurut AS/NZS (2004), pada zona kuning yang juga disebut zona high ini, penanganannya adalah dengan penjadwalan secepatnya. Penjadwalan bisa berupa perencanaan produksi, pembuatan aturan baru, dan lain sebagainya. Pada zona oranye terdapat R2 dan R5. Menurut AS/NZS (2004), penanganan zona moderate ini bisa dilakukan dengan penetapan aturan-aturan tertulis yang menyangkut keteraturan dalam bekerja. Pada zona hijau terdapat R3, R7, R9, R10, dan R13. Menurut AS/NZS (2004), pada zona hijau yang juga disebut zona low ini bisa dilakukan pengendalian prosedur rutin untuk mengatasi waste yang terjadi [3]. 5. Rekomendasi Perbaikan Rekomendasi perbaikan dilakukan hanya pada zona merah, yaitu zona extreme yang perlu ditangani dengan segera dengan membuat beberapa alternatif perbaikan sesuai dengan akar penyebab waste yang terjadi. 1) Memperbaiki penataan tata letak lantai produksi Alternatif perbaikan penataan tata letak lantai produksi akan difokuskan pada ruang penyimpanan bahan baku dan pengayakan karena pada kedua ruang inilah terjadi ketidakteraturan yang menyebabkan ruangan tampak berantakan dan kotor, serta membuat pekerja melakukan pergerakan yang tidak perlu sehingga menambah waktu produksi. Gambar 4 menunjukkan layout lantai produksi dan aliran produksi yang ditunjukkan oleh anak panah berikut. penggoreng II Pengayak Pencampur I 1 sq. m. Gambar 4 layout lantai produksi Bahan bakar Timbangan III IV 2 sq. m. Penggiling Kamar Mandi Tangga Area an

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 5 Sebelum melakukan perencanaan tata letak lantai produksi yang baru, maka akan dilakukan analisa aliran produk pada proses produksi dengan menggunakan metode From to Chart sebagai berikut. Tabel 4 Stasiun Produksi Kode Stasiun A Pengayakan B Penimbangan C Pencampuran D Penggilingan E an Tabel 5 Alur Proses Produk Produk Alur Proses Dari Tabel 8 dapat diketahui bahwa momen perpindahan terbesar adalah dari stasiun A ke stasiun E dan dari stasiun D ke stasiun E sehingga perlu dilakukan usaha mendekatkan stasiun-stasiun tersebut agar selama proses produksi tidak mengalami pemborosan waktu. Gambar 5 menunjukkan alternatif perbaikan tata letak lantai produksi yang diberikan. Pada alternatif perbaikan tata letak lantai produksi ini yang didekatkan adalah stasiun pengayakan dan stasiun pengemasan, di mana stasiun pengemasan yang diletakkan dekat ruang II dipindah ke ruang I dekat pintu masuk. Untuk perpindahan produk dari stasiun penggilingan ke stasiun pengemasan tidak dilakukan perubahan tata letak stasiun karena stasiun penggilingan membutuhkan ruang tersendiri yang memiliki ventilasi yang cukup agar proses produksi yang dilakukan dapat berjalan maksimal. Oleh karena itu, stasiun penggilingan tetap diletakkan pada ruang III. Kopi biji goreng Kopi bubuk A-E B-C-D-E Tabel 6 Frekuensi Aliran Produk dan Jarak antar Stasiun Produksi Dari Ke Frekuensi Jarak penggoreng II Bahan bakar Penggiling (D) A E 7 3,9 m B C 1 0,9 m C D 1 6,3 m D E 4 6,3 m III Kamar Mandi Tangga Dari Tabel 4 6, maka dibuat From to Chart seperti yang ditunjukkan pada Tabel 7 berikut. From To A B C 1 Tabel 7 From to Chart Proses Produksi A B C D E D 1 Pengayak (A) PenCampur (C) 1 sq. m. I Timbangan (B) IV 2 sq. m. Area an (E) E 7 4 Dari Tabel 7 diketahui bahwa tidak terjadi back tracking pada proses produksi. Untuk mengetahui apakah kedekatan antar stasiun produksi sudah optimal, maka perlu dihitung momen perpindahan dari satu stasiun ke stasiun lainnya. Tabel 5.7 menunjukkan hasil perhitungan momen perpindahan dari satu stasiun ke stasiun lainnya Tabel 8 Hasil Perhitungan Momen Perpindahan Dari Ke Frekuensi Jarak Momen Perpindahan A E 7 3,9 m 27,3 B C 1 0,9 m 0,9 C D 1 6,3 m 6,3 D E 4 6,3 m 25,2 Total Momen Perpindahan 59,7 Gambar 5. Alternatif Perbaikan Tata Letak Lantai Produksi Alternatif perbaikan tata letak lantai produksi akan mengubah momen perpindahan dari stasiun A ke stasiun E yang ditunjukkan pada Tabel 9 dan dihasilkan total momen perpindahan yang berkurang yaitu dari 59,7 menjadi 47,1. Selain memperbaiki tata letak produksi, juga disarankan untuk mengoptimalkan ventilasi yang ada dan memanfaatkan kaca tempat masuknya sinar matahari sebagai ventilasi juga agar pekerja dapat bekerja secara nyaman. 2) Membuat kontrak perjanjian kerja yang jelas dan melakukan perencanaan produksi yang cermat Perusahaan perlu membuat kontrak perjanjian kerja yang jelas dalam melakukan transaksi pembelian bahan baku pada supplier sehingga dari awal sudah ada kesepakatan pasti dalam proses pemasokan bahan baku dari supplier ke.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 6 Oleh karena itu, juga harus membuat perencanaan produksi yang cermat agar tidak salah ketika membuat kontrak perjanjian kerja tersebut, terkait jumlah bahan baku yang dibutuhkan untuk proses produksi. Sebagai contoh, Tabel 9 dan Tabel 10 ini adalah hasil perhitungan perencanaan produksi untuk 6 bulan mendatang. Bulan Rencana Penjualan Tabel 9 Rencana Produksi per bulan (bal) Rencana Jumlah Akhir Awal Rencana Produksi Mei 265 90 383 31 273 Juni 269 89 385 90 268 Juli 273 88 387 89 272 Agustus 276 87 388 88 275 September 280 87 390 87 280 Oktober 283 87 393 87 283 Tabel 10 Rencana Pembelian Bahan Baku (kg) Awal Bulan EOQ SS Rencana Pembelian bahan baku (EOQ + SS) Rencana Penjualan Akhir Mei 2780 90 2870 0 1325 1545 Juni 0 0 0 1545 1345 200 Juli 2780 90 2870 200 1365 1705 Agustus 0 0 0 1705 1380 325 September 2780 90 2870 325 1400 1795 Oktober 0 0 0 1795 1415 380 3) Melatih ketrampilan manajemen produksi bagi pekerja Pelatihan ini dilakukan untuk menambah dan meningkatkan kemampuan pekerja dalam menjalankan tugasnya sehari-hari. 4) Menggunakan kotak/ kardus untuk mempermudah pengepakan produk jadi Alternatif ini memudahkan dalam menjalankan proses produksi tanpa perlu menambah pekerja. 6. Hubungan Alternatif Perbaikan dengan 5S Tabel 11 menunjukkan hubungan alternatif perbaikan dengan 5S Tabel 11 Hubungan Alternatif Perbaikan dengan 5S III. KESIMPULAN/RINGKASAN 1. Kesimpulan Berikut ini merupakan kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini. 1) Ditemukan 5 jenis waste pada, yaitu 5 jenis waste, yaitu: unnecessary motion, inappropriate processing, defect, overproduction, dan unnecessary inventory. Dari matriks penilaian risiko akar penyebab waste, diketahui akar penyebab waste yang memiliki tingkat risiko tinggi adalah kurang teraturnya pengaturan lantai produksi, ketersediaan bahan baku di supplier yang tidak stabil, kurangnya tenaga ahli di, dan pekerja menumpuk produk jadi. 2) Usulan perbaikan untuk meminimasi waste adalah memperbaiki penataan tata letak lantai produksi, membuat kontrak perjanjian kerja yang jelas dan melakukan perencanaan produksi yang cermat, melatih ketrampilan manajemen produksi bagi pekerja, dan menggunakan kotak/ kardus untuk mempermudah pengepakan produk jadi. Dari usulan perbaikan tersebut membutuhkan biaya sebesar Rp 2.543.500,00 dan akan mendapatkan keuntungan jika melakukan rekomendasi perbaikan sebesar Rp 3.536.000,00 per bulan. 2. Saran Berikut ini merupakan saran yang diberikan dari hasil penelitian ini. 1) Perusahaan perlu membuat peraturan untuk pekerja di Divisi Produksi terkait keteraturan dalam bekerja. 2) Untuk penelitian berikutnya dapat dilakukan pada akar penyebab yang berisiko high untuk perbaikan yang secara terus menerus dan runtut. UCAPAN TERIMA KASIH Rasa syukur penulis kepada Allah SWT., yang senantiasa memberikan rahmat dan pertolongan-nya di setiap langkah. Terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh pihak terkait yang mendukung dan membantu dalam penyelesaian Tugas Akhir ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua, keluarga, dan teman-teman yang telah memberi segala dukungan dan doa. DAFTAR PUSTAKA [1] Yuyanti, I. W. (2012), Pengaruh Line Extension Terhadap Ekuitas Merek Kopi Nescafe, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. [2] Hines, P. dan Taylor, D. (2000). Going Lean. Lean Enterprise Research Centre. UK: Cardiff Business School. [3] AS/NZS. (2004). The Australian and New Zealand Standard on Risk Management. NSW Australia: Broadleaf Capital International Pty Ltd.