BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. girder silang ( end carriage ) yang menjadi tempat pemasangan roda penjalan.

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA PERANCANGAN KERANGKA OVERHEAD CRANE DOUBLE GIRDER KAPASITAS 5 TON

MESIN PEMINDAH BAHAN PERANCANGAN HOISTING CRANE DENGAN KAPASITAS ANGKAT 5 TON PADA PABRIK PENGECORAN LOGAM

PERENCANAAN OVERHEAD TRAVELLING CRANE YANG DIPAKAI PADA PABRIK PELEBURAN BAJA DENGAN KAPASITAS ANGKAT CAIRAN 10 TON

PERANCANGAN OVERHEAD TRAVELLING CRANE YANG DIPAKAI DI WORKSHOP PEMBUATAN PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS ANGKAT 10 TON

Perancangandanpembuatan Crane KapalIkanUntukDaerah BrondongKab. lamongan

BAB III METODE PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BAJA KERETA API. melakukan penelitian berdasarkan pemikiran:

MESIN PEMINDAH BAHAN

BAB III PERANCANGAN SISTEM TRANSMISI RODA GIGI DAN PERHITUNGAN. penelitian lapangan, dimana tujuan dari penelitian ini adalah :

Rancang Bangun Sistem Chassis Kendaraan Pengais Garam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

BAB IV ANALISA STRUKTUR

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BANK MANDIRI JL. NGESREP TIMUR V / 98 SEMARANG

FINAL PROJECT DENGAN JUDUL

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

Ada dua jenis tipe jembatan komposit yang umum digunakan sebagai desain, yaitu tipe multi girder bridge dan ladder deck bridge. Penentuan pemilihan

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB IV PERHITUNGAN KOMPONEN UTAMA ELEVATOR BARANG

Perhitungan Struktur Bab IV

IV. ANALISIS TEKNIK. Pd n. Besarnya tegangan geser yang diijinkan (τ a ) dapat dihitung dengan persamaan :

MESIN PEMINDAH BAHAN PERENCANAAN TOWER CRANE DENGAN KAPASITAS ANGKAT 7 TON, TINGGI ANGKAT 55 METER, RADIUS 60 M, UNTUK PEMBANGUNAN GEDUNG BERTINGKAT.

5- STRUKTUR LENTUR (BALOK)

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH SMP SMU MARINA SEMARANG

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan 2.2 Motor 2.3 Reducer

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik STEVANUS SITUMORANG NIM

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN BANTAR III BANTUL-KULON PROGO (PROV. D. I. YOGYAKARTA) DENGAN BUSUR RANGKA BAJA MENGGUNAKAN BATANG TARIK

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

Torsi sekeliling A dari kedua sayap adalah sama dengan torsi yang ditimbulkan oleh beban Q y yang melalui shear centre, maka:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton berlulang merupakan bahan konstruksi yang paling penting dan merupakan

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN MALO-KALITIDU DENGAN SYSTEM BUSUR BOX BAJA DI KABUPATEN BOJONEGORO M. ZAINUDDIN

BAB IV PERHITUNGAN RANCANGAN

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

1 HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH MENENGAH PERTAMA TRI TUNGGAL SEMARANG

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAGIAN BAGIAN CONVEYOR

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB II DASAR TEORI. 1. Roda Gigi Dengan Poros Sejajar.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Jl. Banyumas Wonosobo

BAB I KOLOM BAJA, BALOK BAJA DAN PLAT LANTAI

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG GRAHA AMERTA RSU Dr. SOETOMO SURABAYA MENGGUNAKAN STRUKTUR KOMPOSIT BAJA BETON

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu

ANALISA KEMAMPUAN ANGKAT DAN UNJUK KERJA PADA OVER HEAD CONVEYOR. Heri Susanto

BAB III PEMBAHASAN PERHITUNGAN DAN ANALISA

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN

BAB II DASAR TEORI Sistem Transmisi

BAB III PROSES PERANCANGAN DAN GAMBAR

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Permasalahan utama yang dihadapi dalam perencanaan gedung bertingkat tinggi

Jembatan Komposit dan Penghubung Geser (Composite Bridge and Shear Connector)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PERANCANGAN

Bab 6 Defleksi Elastik Balok

Bab 5 Puntiran. Gambar 5.1. Contoh batang yang mengalami puntiran

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN PUSAT YSKI SEMARANG

POROS dengan BEBAN PUNTIR

ANALISIS TINGGI LUBANG BAJA KASTILASI DENGAN PENGAKU BADAN PADA PROFIL BAJA IWF 500 X 200

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kopling tetap adalah suatu elemen mesin yang berfungsi sebagai penerus putaran dan daya dari poros penggerak ke poros yang digerakkan secara pasti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB II PERILAKU DAN KARAKTERISTIK JEMBATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB VI POROS DAN PASAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk mencacah akan menghasikan serpihan. Alat pencacah ini

TUGAS AKHIR ANALISA PENGHITUNGAN SPESIFIKASI OVERHEAD HOISTING CRANE PADA BEBAN MAKSIMUM 3 TON

BAB II LANDASAN TEORI

Lampiran 1. Analisis Kebutuhan Daya Diketahui: Massa silinder pencacah (m)

BAB IV PERHITUNGAN GAYA-GAYA PADA STRUKTUR BOX

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR PERPAJAKAN PUSAT KOTA SEMARANG

III. TEGANGAN DALAM BALOK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Berkembangnya kemajuan teknologi bangunan bangunan tinggi disebabkan

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PROSES, HASIL, DAN PEMBAHASAN. panjang 750x lebar 750x tinggi 800 mm. mempermudah proses perbaikan mesin.

STUDIO PERANCANGAN II PERENCANAAN GELAGAR INDUK

BAB 2 DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori. TUGAS AKHIR Perencanaan Struktur Show Room 2 Lantai Dasar Perencanaan

FRAME DAN SAMBUNGAN LAS

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Konsep Perencanaan Sistem Transmisi Motor

BAB III TEORI PERHITUNGAN. Data data ini diambil dari eskalator Line ( lampiran ) Adapun data data eskalator tersebut adalah sebagai berikut :

5ton 5ton 5ton 4m 4m 4m. Contoh Detail Sambungan Batang Pelat Buhul

Perancangan Belt Conveyor Pengangkut Bubuk Detergent Dengan Kapasitas 25 Ton/Jam BAB III PERHITUNGAN BAGIAN-BAGIAN UTAMA CONVEYOR

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

Tujuan Pembelajaran:

Macam-macam Tegangan dan Lambangnya

MEKANISME KERJA JIB CRANE

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian rangka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buah kabin operator yang tempat dan fungsinya adalah masing-masing. 1) Kabin operator Truck Crane

sejauh mungkin dari sumbu netral. Ini berarti bahwa momen inersianya

BAB IV PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN TRANSMISI PADA MESIN PERAJANG TEMBAKAU DENGAN PENGGERAK KONVEYOR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BANK OCBC NISP JALAN PEMUDA SEMARANG

TUGAS MAHASISWA TENTANG

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Girder Crane Kerangka girder crane adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk mendukung semua mekanisme operasi, perlengkapan listrik, motor dan peralatan pengendali carane tersebut. Kerangka harus dapat menahan beban mati dari luar,tekanan angin, gaya inersia dan lain-lain, dan kerangka ini akan mentrasmisi gaya-gaya tersebut pada pondasi atau melalaui roda dan rel jalan ke pondasi atau pendukung lainnya pada bangunan gedung. Kerangka girder crane harus dapat menjamin kekuatan dan stabilitas kontruksi secara keseluruhan. Hal ini berarti tegangan pada elemennya secara terpisah tidak boleh melebihi batas amannya sedangkan rengangan yang terjadi harus dapat ditentukan dengan sendirinya. Disamping itu, rengangan sangat kecil sehingga dapat diabaikan maka beban variabel yang bekerja pada crane tidak menyebabkan getaran pada kerangka girder secara keseluruhan ataupun komponennya. Kekakuan struktur atau kerangka girder crane yang cukup merupakan tuntutan utama untuk mendapatkan operasi seluruh mekanisme kerja yang dapat diandalkan dan bebas dari gangguan. Oleh karena itu, desain dan perhitungan kerangka girder crane harus dilakukan dengan ketelitian tinggi. 5

2.2 Jenis-jenis Girder Crane 2.2.1 Jenis Utama Konstruksi Kerangka Girder Crane Jenis utama kerangka girder crane berdasarkan konstruksi dilihat dari pembuatan dan bentuknya dibedakan menjadi 3 macam, yaitu : a. Kerangka girder crane dengan profil WF-Beam Yaitu konstruksi kerangka girder crane yang digunakan dari bahan profil WF-Beam, yang dilihat dari segi bentuknya berdasarkan kebutuhan kerjanya ada yang dibuat single girder atau double girder b. Kerangka girder crane dengan plate (Box Girder) Yaitu konstruksi kerangka girder crane yang digunakan dari bahan plat, yang dilihat dari segi bentuk berbentuk box atau lebih dikenal dengan nama box girder, disamping itu berdasarkan kebutuhan kerjanya ada yang dibuat dengan single girder atau double girder. 2.2.2 Struktur Kerangka Girder Crane Berdasarkan Kebutuhannya Struktur kerangka girder crane berdasarkan prinsip kebutuhan dibedakan menjadi : A. Konstruksi Kerangka Crane Jalan Tergantung pada kapasitas pengangkut dan panjang bentangan, konstruksi crane jalan dibuat dari girder pelat (T-ganda), Girder rangka batang atau kotak, dan girder profil H- Beam atau WF-Beam serta INP Beam. a. Kerangka Pelat Crane Jalan 6

Kerangka crane jalan dengan girder pelat ini ada yang dibuat dengan model singel span girder atau double span girder, dimana span girder utama memanjang yang ujungujungnya dikaitkan pada dua girder silang (end cariage) yang menjadi tempat pemasangan roda jalan. Elemen lainnya dilengkapi dengan girder sisi atau tambahan penopang silang dengan lantai platfrom dan kabin operator (bagian-bagian ini tidak semuanya terdapat pada crane girder pelat). Gambar 2.1 Konstruksi Pelat Girder Crane Jalan b. Konstruksi Girder Rangka Batang Crane Jalan Konstruksi girder rangka batang crane jalan ini biasanya dipakai bentang 12 meter atau lebih. Tinggi rangka batang ini biasanya h = (1/12 sampai 1/10) L. Kerangka ini dapat didesain dengan berbagai bentuk yakni desain bentuk segitiga ataupun diagonal. Konstruksi rangka batang ini didesain dengan berbagai bentuk dan dilihat dari segi pembuatannya, yaitu antara lain. 7

2.3 Syarat-syarat Perencanaan Girder Crane Syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam pembuatan girder crane adalah sebagai berikut : a. Pemilihan bahan atau material harus tepat sesuai dengan kapasitas pengangkatan yang direncanakan b. Perhitungan perencanaan harus dilakukan dengan ketelitian yang tinggi, yang meliputi kekuatan bahan, momen, defleksi, dan lain sebagainya. c. Girder harus dapat menjamin kekuatan dan stabilitas konstruksi secara keseluruhan. d. Perencanaan girder harus disesusaikan dengan bentuk barang, lokasi, jarak, dan ketinggian yang akan dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lainnya. e. Konstruksi girder harus mampu memberikan kenyamanan dalam keselamatan kerja baik pada waktu pengoprasian maupun tidak. 2.4 Variasi Konstruksi Crane Jalan pemasangan konstruksi girder crane jalan terhadap end cariage baik girder yang terbuat dari material pelat, H-Beam atau WF-Beam dan rangka batang. Disini akan digambarkan salah satu pemasangan konstruksi girder terhadap end cariage dan dudukan dasar rel, yang dimana girder terbuat dari H-Beam atau WF-Beam, yaitu : a. Overhead Crane Girder Ganda Overhead crane ini adalah dimana konstruksi pemasangan girder, end cariage dan rel sama dengan konstruksi pemasangan girder tunggal, yaitu diatas flens profil H- 8

Beam yang sebagai dasar jalannya girder kearah kanan maupun ke arah kiri. Sehingga bentangan girder crane macam ini dinamakan overhead crane double girder. Gambar 2.2 Overhead Crane Double Girder ( sumber : www.konecranes.co.id ) 2.5 Prinsip Dasar Kerangka Girder Wide Flange (WF-beam) Kerangka girder untuk overhead crane yang terbuat dari profil WF-Beam merupakan salah satu girder yang paling banyak digunakan untuk alat transportasi jarak pendek salah satu diantara adalah sektor fabrikasi, sebagian besar crane digunakan adalah overhead crane dengan girder balok IPE[atau lebih dikenal dengan nama H-Beam atau WF-Beam]. Keunggulan pembuatan girder overhead crane dengan WF-Beam ini adalah lebih mudah 9

pembuatannya, ekonomis dan efektif. Disamping bobot mati girder itu sendiri lebih berat sehingga dapat membantu untuk beban pengereman pada roda end cariage sebagai penjalan girder dan defleksi yang ditimbulkan sangat kecil serta tidak menimbulkan suara bising pada sata beroperasi dibandingkan girder pelat (Box Girder). Dengan demikian girder overhead crane macam ini pada transmisi roda end cariage penggerak utama yaitu motor penggerak ada yang menggunakan motor dengan break (rem) dan motor tanpa break. Disini penulis akan mengurai secara ringkas sebagian komponen gambaran tentang perencanaan pembuatan girder ganda overhead crane untuk kapasitas 5 Ton, diantaranya : a. Perancangan Pertama Kita merencanakan girder dengan menggunakan profil balok IPE atau lebih dikenal dengan nama (WF atau H-Beam)]. Huruf IPE berturut-turut dimakasudkan sebagai bentuk penampang, sejajar dan cara tradisi Eropa. Profil jenis ini dapat diperoleh dengan ketinggian antara 80 mm sampai 600mm. Gambar 2.3 Profil Balok IPE 200 Dalam perencanaan girder overhead crane untuk kepastian 5 ton, material yang diperlukan dalam perencanaan untuk memenuhi kriteria tersebut kita gunakan profil WF 800 x 200 x 11 x 17, dari keterangan profil tersebut lebih dikenal dengan nama WF 800, 10

karena di pasaran standar untuk profill 800 tidak ada, maka cara untuk mendapatkan kriteria tersebut kita harus membelah dari WF 600 menjadi WF 800 sesuai perhitungan rumus diatas. Gambar 2.4 Cara merubah profil dari WF 600 menjadi WF 800 Dari perubahan profil (badan profil dibuat lebih tinggi ) diatas, maka kita mendapatkan suatu keuntungan, diantaranya: - Untuk mendapatkan momen inersia yang lebih besar - Modulus section lebih besar - Berat konstruksi profil girder dapat dibuat lebih ringan - Defleksi yang timbul lebih kecil - Getaran pada kerangka girder secara keseluruhan yang ditimbulkan lebih kecil 11

b. Perencanaan Kedua Kita merencanakan End Cariagge dan perlengkapan lainnya seperti motor penggerakan utama, roda penjalan, bantalan dan lain sebagainya. Dalam merencakan end carriage disini material yang digunakan umumnya menggunakan profil U, lebih dikenal dengan nama profil UNP. Profil ini bisa diperoleh dengan ukuran tinggi mulai dari 30mm sampai 400mm. Gambar 2.5 Profil UNP 200 Baik Konstruksi balok-baja seri IPE dan UNP diterapkan diantara salah satu satuya sebagai bantalan rangka dinding, tian g, balok melintang dan balok konstruksi. Untuk pembahasan perncanaan perencanaan perlengkapan lainnya seperti roda penjalan, motor penggerak roda penjalan, shaft roda penjalan, transmisi roda gigi penjalan dan lain sebagainnya akan dibahas dalam perhitungan. c. Perencanaan Ketiga Merencanakan monorel troli yang menggantuk dibawah girder, dimana material yang digunakan adalah balok profil INP (batang I). Disini troli monorel bergerak pada flensa bawah batang I. 12

Gambar 2.6 Profil INP 200 2.6 Perencanaan girder Kerangka perhitungan overhead crane berfungsi sebagai pendukung semua komponen mekanisme operasai dapat bekerja dengan baik. Disini bagian yang paling utama dalam perencanaan kerangka girder diantaranya, adalah : 1. Girder memanjang utama 2. End Carriage. Gambar 2.7 Kerangka girder 13

Faktor Utama dalam penyelesaian perencanaan girder H-Beam adalah tegangan lentur atau tegangan bengkok suatau aman dan defleksi girder yang diinginkan. Dibawah ini direncanakan bagaimana cara menentukan pemilihan bahan yang cocok untuk mendapatkan momen bengkok dan gaya lateral dalam batasan aman, untuk pembuatan girder yang sesuai dengan kapasitas 5 Ton. - Beban angkat maksimum (Q) = 5000 kg = 5 ton - Berat Troli Hoisting Crane ( G ) = 640 kg = 0.64 ton - Panjang Bentangan girder Utama ( L ) = 1800 cm = 18 m - Jarak antara roda troli hoisting crane ( a ) = 32 cm = 0.32 m - Berat balok profil gelegar percentimeter ( q ) = 1,055 kg/cm Menentuka beban yang dipikul oleh girder memanjang utama adalah : P = Q+G 2 Dimana : P = Beban yang dipikul oleh girder (kg) Q = Beban angkat maksimum (kg) G = Berat troli hoisting crane (kg) 2.6.1 Perencanaan momen bengkok dan gaya lateral akibat beban konstan Menentukan momen bengkok akibat beban konstan Mb = q. x 2. (L x), {(2.1)} Dimana : MB = Momen Bengkok akibat beban konstan (kg/cm) x = jarak tumpu dari sebelah kiri (cm) q = berat profil girder percentimeter (kg/cm) 14

L = panjang girder memanjang utama (cm) Menentukan momen bengkok maksimum bila x = L 2 adalah : MBmaks = G 1. L 8 {(2.2)} Dimana : Mbmaks = Momen bengkok maksimal (kg/cm) G 1 = Bobot girder memanjang utama (kg) L = Panjang Girder Memanjang Utama (cm) Dari perhitungan diatas Mb (kg/cm) harus lebih kecil MBmaks (kg/cm), maka momen bengkok terhadap beban konstan memenuhi syarat. Dan kurva momen bengkok akan merupakan suatu parabola yang digambarkan sesuai girder sepanjang L dengan koordinat maksimum MBmaks (Gambar 2.8b) 2.6.2 Perencanaan momen bengkok dan gaya lateral akibat beban gerak ( troli dan muatan) Momen bengkok akibat beban gerak karena beban troli dan muatan Bila roda troli berbeban didistribusikan seragam pada rodanya, karena troli hoisting crane mempunyai empat roda, maka beban pada satu roda adalah : P = Q+G 4 Dimana : P = Beban yang dipikul oleh satu roda ( kg ) Q = Kapasitas beban pengangkat ( kg ) G = Berat troli hoisting crane ( kg ) 15

Jadi momen bengkok terhadap beban gerak adalah : Mb = 2P L [ ( L - a 2 ) x ] x {(2.3)} Dimana : Mb = Momen Bengkok akibat beban gerak ( kg/cm ) x = Jarak tumpu dari sebelah kiri ( cm ) P = Beban yang dipikul satu girder ( kg ) L = Panjang girder memanjang utama ( cm ) a = Jarak antara roda troli hoisting crane ( cm ) Momen bengkok maksimum akan terjadi pada penampang yang berjarak a dari bagian 2 tengah bentangan girder WF-Beam tersebut, adalah : Mb maks = 2P L (L a 2 )2 {(2.4)} Dimana : Mb maks = Momen bengkok akibat beban gerak ( kg-cm ) P = Beban yang dipikul satu girder ( kg ) L = Panjang girder memanjang utama ( cm ) a = Jarak antara roda troli hoisting crane ( cm ) Dari perhitungan diatas Mb ( kg / cm ) harus lebih kecil Mb maks ( kg / cm ), maka momen bengkok terhadap beban gerak memenuhi syarat. Dan kurva momen bengkok didistribusikan dengan bentuk parabola dengan kordinat terbesar pada panjang (L a 2 ). 16

Gaya lateral akibat beban gerak T X = 2P 2 (L a 2 ) x {(2.5)} Dimana : T X = Gaya lateral akibat beban gerak ( kg ) P = Beban yang dipikul satu girder ( kg ) L = Panjang girder memanjang utama ( cm ) x = Jarak Tumpuan ( cm ) a = Jarak antara roda troli hoisting crane ( cm ) Gaya lateral maksimum akibat beban gerak, bila x = 0 cm pada penumpuan sebelah kiri adalah : T maks = 2P P a L {(2.6)} Dimana : T maks = Gaya lateral akibat beban gerak ( kg ) P = Beban yang dipikul satu girder ( kg ) L = Panjang girder memanjang utama ( cm ) a = Jarak antara roda troli hoisting crane ( cm ) 17

Dari perhitungan diatas T X harus lebih kecil T maks, maka gaya lateral akibat beban gerak memenuhi syarat. Kurva gaya lateral ( gambar 2.8 f ) Gambar 2.8 Kurva momen bengkok dan gaya lateral (sumber : N. Rudenco, 1994, mesin pengangkatan, Fisrt Published, Edisi Kedua, Moskow ) 2.6.3 Perencanaan bahan profil wide flange untuk girder Dimana ini diperhitungkan bagaimana memilih material untuk mendapatkan harga momen inersia dalam batas aman yang sesuai dengan besarnya beban yang diterima oleh girder guna mendapatkan defleksi yang diinginkan. Untuk mendapatkan defleksi maksimum dalam rumus sebagai berikut : ẟmaks = 1 700. L {(2.7)} Dimana : ẟmaks = Definisi atau lendutan maksimum ( cm ) 18

L = Panjang girder memanjang utama ( cm ) Luas bidang momen ditinjau terhadap titik beban pada A1 = A2, adalah sebagai berikut: Am = Mbmaks 1 4. L Diaman : Am = Luas bidang momen ( kg/cm 2 ) Mbmaks = Momen bending maksimum ( kg/cm ) L = Panjang girder memanjang utama ( cm ) Dan jika ditinjau berdasarkan reaksi tumpuan dititik B, terhadap jarak X2 adalah : X2 = X1 1 2. L Menentukan lenturan titik-titik B : ẟb = ( A1. X1 )+( A2. X2 ) E. 1x Dimana : ẟb = Definisi titik B ( cm ) E = Modulus elastisitas ( kg/cm 2 ) x = Jarak reaksi tumpuan ( cm ) A = Luas bidang momen ( kg/cm 2 ) Ix = Momen inersia ( cm 3 ) Besarnya reaksi tumpuan yang dipikul satu girder akibat beban terhadap momen pada bidang A = B, adalah : Sehingga : RA = RB = P 2 Dimana : RA = Reaksi tumpuan dititik A ( kg ) RB = Reaksi tumpuan dititik B ( kg ) 19

P = Beban ( kg ) Momen bending maksimum yang terjadi : Mbmaks = RA. L 2 Dimana : Mbmaks = Momen bending maksimum ( kg/cm ) RA = Reaksi tumpuan titik A ( kg ) L = Panjang girder memanjang utama ( cm ) Momen Inersia yang terjadi pada profil WF-beam ( Ix ) I x = ( A2. X2 ) E. δmaks Dimana : I x = Momen inersia ( cm 3 ) A2 = Luas bidang momen ( kg/cm 2 ) X2 = Jarak reaksi tumpuan ( cm ) E = Modulus elastisitas (kg/cm 2 ) ẟmaks = Definisi maksimal bentang girder ( cm ) Momen inersia yang diizinkan / maksimal pada profil WF-Beam ( I x. maks ) I x. maks = B. H3 12 b. h3 12 Dimana : I x.maks = Momen inersia ( cm 3 ) H = Tinggi profil ( cm ) B = Lebar Profil ( cm ) b = lebar flens dalam ( cm ) 20

h = tinggi badan profil dalam ( cm ) Modulus section profil WF-Beam ( Zx ) Zx = ( B. H3 )+( b. h 3 ) 6. H {(2.8)} Dimana : Zx = Modulus section ( cm 3 ) H = Tinggi Profil ( cm ) B = Lebar Profil ( cm ) b = Lebar flens dalam ( cm ) h = Tinggi badan profil dalam ( cm ) 2.6.4 Perencanaan deformasi defleksi girder A. Perencanaan defleksi girder ini dimaksudkan supaya dalam perhitungan nanti sesuai dengan kapasitas yang dikhendaki dan dalam batas aman. Disini ada dua pengaruh utama dalam perencanaan defleksi, yaitu : a. Defleksi yang ditimbulkan akibat bobot mati girder itu sendiri. b. Defleksi yang ditimbulkan akibat bobot troli dan beban pengangkatan atau lebih dikenal dengan beban gerak / hidup. ( a ) ( b ) Gambar 2.9 Diagram defleksi girder 21

B. Perencanaan difleksi akibat beban konstan ẟ = G1 E. Ix x 5. L 384 {(2.9)} Dimana : ẟ = Defleksi girder akibat beban konstan ( cm ) G1 = Bobot mati girder ( kg ) L = Panjang bentangan girder ( cm ) E = Modulus elastisitas ( kg/cm 2 ) Ix = Momen inersia ( cm 4 ) Perencanaan Defleksi girder akibat beban gerak (δ ) δ = P 48. E. Ix. ( L a). [L2 + (L + a 2 )] {(2.10)} Dimana : ẟ = Defleksi girder akibat beban gerak ( cm ) P = Beban Berat troli hoisting crane dan beban pengangkut ( kg ) a = Jarak antara roda troli hoisting crane ( cm ) Defleksi total yang terjadi pada girder memanjang utama ( ẟtot ) δ tot = δ + δ Dimana : δ tot = Defleksi total ( cm ) δ = Defleksi akibat beban konstan ( cm ) δ = Defleksi akibat beban gerak ( cm ) 22

Perencanaan tegangan bengkok horizontal pada profil WF-Beam Dalam perencanaan tegangan bengkok horizontal ini supaya beban yang dibutuhkan untuk membuat girder mampu menahan beban akibat tekanan angina saat troli hoisting crane membawa beban muatan dan saat girder mengalami pengereman. Perencaan gaya horizontal akibat beban gerak ( H2 ) H 2 = 1 10. (Q+G 2 ) Dimana : H2 = Gaya Horizontal akibat beban gerak ( kg ) Q = Beban pengangkat ( kg ) G = Berat troli hoisting crane ( kg ) Perencanaan gaya horizontal akibat berat girder memanjang utama ( H3 ) H3 = 1/7 Gtot Dimana : H3 = Gaya horizontal akibat berat girder ( kg ) Gtot = Berat girder ditambah gordes ( kg ) Perencanaan momen bengkok horizontal ( M BH ) MBH = 1 2. H 2 8. L. ( 2. L a)2 + 1 8. H 3 L Dimana : MBH = Momen bengkok arah horizontal ( kg-cm ) H2 = Gaya Horizontal akibat berat troli dan muatan ( kg ) H3 = Gaya horizontal akibat berat girder ( kg ) L = Panjang bentang girder ( cm ) a = Jarak antara roda troli ( cm ) 23

Perencanaan tegangan bengkok horizontal terjadi σ BH = M BH Z γ {(2.11)} Dimana : σ BH = Tegangan bengkok horizontal yang diizinkan ( kg-cm 3 ) M BH = Momen bengkok horizontal ( kg/cm ) Z γ = Modulus section ( cm 3 ) Perencanaan Modulus section yang terjadi terhadap sumbu y y ( Z γ ) Z γ Z γ = z. P. x σ BH {(2.12)} Dimana : Z γ = Modulus section sumbu y-y yang diizinkan (cm 3 ) Z γ = Modulus section sumbu y-y yang terjadi (cm 3 ) P = Gaya Horizontal ( kg ) x = jarak tumpuan ( cm ) 24

2.6.5 Perencanaan Pelat Penggantung Monorel Troli Hoisting Crane Pelat Penggantung Monorel Troli bertujuan untuk meletakan rel yang digunakan sebagai arah jalannya hoisting crane. Gambar 2.10 Pelat penggantung monorel troli Perencanaan momen inersia pelat ( Ix ) Ix = b. h3 12 {(2.13)} Dimana : Ix = Momen inersia pelat ( cm 4 ) h = Tinggi pelat ( cm ) b = Lebar pelat ( cm ) Perencanaan defleksi pelat penggantung troli Perencanaan defleksi pada pelat akibat beban konstan (δ ) δ = 5. q. L 4 384. E. I x {(2.14)} 25

Dimana : δ = Defleksi girder akibat beban konstan ( cm ) q = Bobot pelat ( kg/cm ) L = Panjang pelat ( cm ) E = Modulus elastisitas ( kg/cm 2 ) Ix = Momen inersia pelat ( cm 4 ) Perencanaan defleksi akibat beban gerak ( δ ) δ = P. L 3 48. E. Ix {(2.15)} Dimana : δ = Defleksi pelat akibat beban gerak ( cm ) P = Berat beban troli hoisting crane dan beban pengangkatan ( kg ) L = Panjang pelat ( cm ) E = Modulus elastisitas ( kg/cm 2 ) Ix = Momen inersia pelat ( cm 4 ) Defleksi total yang terjadi pada girder memanjang utama (δ tot ) δ tot = δ + δ 26

2.6.6 Perencanaan Flens Bawah INP Monorel Troli Hoisting Crane Direncanakan digunakan profil INP 300. Gambar 2.11 Profil INP 300 Perencanaan tegangan Tarik yang diizinkan ( σ t ) σ t = σ t fk Dimana : σ t = Tegangan Tarik yang diizinkan ( kg/cm 2 ) σ t = Tegangan Tarik bahan (kg/cm 2 ) fk = Faktor keamanan Perencanaan tegangan kekuatan flens bawah akibat beban ( σ ) σ = 3,05. P t 2 {(2.16)} Dimana : σ = Tegangan kekuatan flens bawah profil monorel troli ( kg/cm 2 ) P = Berat beban yang ditahan flens bawah monorel ( kg ) t = Tebal Flens ( cm ) 27

2.7 Perencanaan End Carriage Dalam data teori perencanaan end carriage, meliputi prencanaan profil end Carriage, defleksi yang terjadi pada end carriage, perencaan daya motor, perencanaan kekuatan roda jalan, perencanaan roda gigi end carriage, perencaan bahan poros roda jalan dan perencanaan bantalan roda jalan. 2.7.1 Perencanaan Profil End Carriage a. Beban akibat berat girder memanjang utama Gambar 2.12 Beban akibat batang girder memanjang utama besarnya : RA1 = RB1 maka : RA = ½. L. q dimana : RA = reaksi tumpuan di titik A ( Kg ) : L = panjang bentangan girder memanjang utama ( cm ) : q = berat profil girder memanjang utama ( kg/cm ) Karena dalam perencanaan menggunakan daouble girder memanjang utama, maka berat yang ditahan oleh end carriage adalah : 28

RA1 = 2. RA b. beban akibat berat troli dan berat pengangkatan Gambar 2.13 End Carriage akibat beban troli dan beban pengangkatan Besarnya reaksi tumpuan ( RA2 ) adalah : RA2 = P. ( L x ) 2 dimana : RA2 = reaksi tumpuan akibat beban gerak di titik A ( Kg ) L = panjang bentangan girder ( cm ) x = Jarak tumpuan ( cm ) P = Berat Beban Gerak ( kg ) Sehingga dari perhitungan di atas gaya total yang diterima oleh end carriage adalah : F = RA1 + RA2 2.7.2 Perencanaan Defleksi Pada End Carriage a. Defleksi end carriage ditinjau terhadap beban merata ( Berat Profil UNP 200 ) δ = 5. q. L 4 384. E. Ix {(2.17)} Dimana : δ = Defleksi end carriage karena beban konstan ( cm ) q = Berat troli ( kg/cm ) L = Panjang bentang girder melintang / end carriage ( cm ) 29

E = Modulus elastisitas ( kg/cm 2 ) Ix = Momen inersia pelat ( cm 4 ) b. Defleksi end carriage ditinjau terhadap gaya total sesuai dengan jumlah girder memanjang utama yang mempunyai jarak antara girder a = 80 cm δ = F 48. E. Ix. ( L a). [L2 + (L + a 2 )] {(2.18)} Dimana : δ = Defleksi girder akibat beban gerak ( cm ) F = Gaya Total ( kg ) L = Panjang bentang girder melintang /end carriage ( cm ) E = Modulus elastisitas ( kg/cm 2 ) Ix = Momen inersia pelat ( cm 4 ) Defleksi total yang terjadi pada girder memanjang utama ( ẟtot ) δ tot = δ + δ {(2.19)} Dimana : δ tot = Defleksi total ( cm ) δ = Defleksi akibat beban konstan ( cm ) δ = Defleksi akibat beban gerak ( cm ) 2.7.3 Perencanaan Daya Motor End Carriage A. Perncanaan motor penggerak Kecepatan keliling roda gigi pinion ( V1 ) v1 = π. d b1. n 1 60 x 1000 {(2.20)} 30

Dimana : v1 = Kecepatan keliling roda gigi pinion ( m/s ) d b1 = Diameter jarak bagi roda gigi pinion ( mm ) n 1 = Out put putaran gear motor ( rpm ) B. Perencanaan roda jalan Putaran roda gigi jalan ( n 2 ) n 2 = v1. 60 x 1000 π. d b2 Dimana : n 2 = Putaran roda jalan ( rpm ) v1 = Kecepatan keliling roda gigi pinion ( m/detik ) d b1 = Diameter jarak bagi roda gigi pinion ( mm ) C. Perencanan berat kerangka overhead crane, meliputi : poros, motor listrik, girder, bantalan, end carriage, roda jalan dan roda gigi. - Berat roda jalan ( Gr ) G1 = v. ρ Dimana : G1 = Berat roda jalan ( kg ) v = Volume roda jalan ( cm 3 ) ρ = Berat jenis besi tuang ( 0.00722 kg/cm 3 ) - Berat profil ( Gpr ) Gpr = q. L Dimana : Gpr = Berat profil ( Kg ) q = Berat profil ( Kg/cm ) L = Panjang profil ( cm ) 31

- Berat Pelat ( Gpl ) Gpl = ( h. b. L. ρ ) Dimana : Gpl = Berat pelat ( kg ) h = Tinggi Pelat ( cm ) L = Panjang Pelat ( cm ) ρ = Berat jenis baja ( 0.00785 kg/cm 3 ) D. Perencanaan tahanan gerak antara roda jalan dengan rel W = β ( Q + G + Go ) ω {(2.21)} Dimana : W = Tahan gerak ( kg ) β = Tahan gerak antara roda dengan rel ( 1,25 1,4 ) Q = Berat muatan ( ton ) G = Berat troli hoisting crane ( ton ) Go = Berat komponen overhead crane ( ton ) ω = Faktor traksi ( kg/cm ) E. Perencanaan daya statik motor ( N ) N = W. v 75. η {(2.22)} Dimana : N = Daya Motor ( kw ) W = Tahanan Gerak ( Kg ) v = Kecepatan keliling roda jalan ( m/menit ) η = Efesiensi roda penggerak 32

Sehingga daya motor listrik yang diperhitungkan berdasarkan factor ( Pd ) adalah : Dimana : N = p Pd = p x fc Dimana : fc = Faktor koreksi ( 0,8 1,2 ) Pd = Daya motor berdasarkan factor keamanan ( HP ) p = Daya motor berdasarkan perhitungan ( HP ) 2.7.5 Perencaaan Bahan Roda Gigi End Carriage Menentukan harga factor levis berdasarkan bentuk gigi ( Y ). Harga untuk factor levis berdasarkan bentuk gigi sesuai masing-masing jumlah gigi yaitu diambil berdasarkan sudut tekan ( α ) = 20 full depth involute system adalah sebagai berikut : - Roda gigi pinion ( Yp ) Yp = 0,154-0,912 Zp {(2.23)} Dimana : Yp = Faktor levis berdasarkan bentuk gigi pinion - Roda gigi jalan ( Zg ) Zp = Jumlah gigi pinion Yp = 0,154-0,912 Zg {(2.24)} Dimana : Yp = Faktor levis berdasarkan bentuk gigi pinion Zg = Jumlah gigi roda jalan 33

2.7.6 Perencanaan Bahan Poros Pada Roda Jalan Perencanaan tegangan bengkok yang diijinkan σb = σ 1 Sf 1 +Sf 2 {(2.25)} Dimana : σb = Tegangan Bengkok yang diijinkan ( kg/mm 2 ) Sf 1 = Faktor keamanan Sf 2 = Faktor pengaruh lainnya Menentukan tegangan bengkok yang terjadi sesuai dengan rencana poros (σb) σb = 10,2. Mb d 3 {(2.26)} Dimana : σb = Tegangan bengkok yang diijinkan ( kg/mm 2 ) Mb = Momen bengkok d = Diameter poros ( cm ) 34