SIMULASI LINK BUDGET PADA KOMUNIKASI SELULAR DI DAERAH URBAN DENGAN METODE WALFISCH IKEGAMI

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM

ANALISA PERBANDINGAN PEMODELAN PROPAGASI PADA SISTEM DCS 1800 DI KOTA SEMARANG

SIMULASI MODEL EMPIRIS OKUMURA-HATA DAN MODEL COST 231 UNTUK RUGI-RUGI SALURAN PADA KOMUNIKASI SELULAR

ANALISIS MODEL PROPAGASI PATH LOSS SEMI- DETERMINISTIK UNTUK APLIKASI TRIPLE BAND DI DAERAH URBAN METROPOLITAN CENTRE

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PROPAGASI GELOMBANG RADIO GSM. Saluran transmisi antara pemancar ( Transmitter / Tx ) dan penerima

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3

Makalah Seminar Tugas Akhir PENINGKATAN KAPASITAS SEL CDMA DENGAN METODE PARTISI SEL

ANALISIS COVERAGE AREA WIRELESS LOCAL AREA NETWORK (WLAN) b DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR RADIO MOBILE

PERANCANGAN JALUR GELOMBANG MIKRO 13 GHz TITIK KE TITIK AREA PRAWOTO UNDAAN KUDUS Al Anwar [1], Imam Santoso. [2] Ajub Ajulian Zahra [2]

Kata Kunci : Radio Link, Pathloss, Received Signal Level (RSL)

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS RATA-RATA LINTASAN REDAMAN MODEL PROPAGASI PADA LAYANAN BASE TRANSEIVER STATION

PERENCANAAN KEBUTUHAN NODE B PADA SISTEM UNIVERSAL MOBILE TELECOMMUNICATION SYSTEM (UMTS) DI WILAYAH UBUD

ANALISIS LINK BUDGETING BERBASIS GUI (GRAPHICAL USER INTERFACE) MATLAB PADA DAERAH PUSAT KOTA (DPK), PERKANTORAN, DAN PERUMAHAN

PERHITUNGAN PATHLOSS TEKNOLOGI 4G

Analisa Perencanaan Power Link Budget untuk Radio Microwave Point to Point Frekuensi 7 GHz (Studi Kasus : Semarang)

STUDI PERENCANAAN JARINGAN SELULER INDOOR

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan oleh adanya penempatan BTS (Base Tranceiver Station) untuk

ANALISIS NILAI LEVEL DAYA TERIMA MENGGUNAKAN PENDEKATAN MODEL PROPAGASI WALFISCH-IKEGAMI

BAB II KOMUNIKASI SELULER INDOOR. dalam gedung untuk mendukung sistem luar gedung (makrosel dan mikrosel

ANALISIS NILAI LEVEL DAYA TERIMA MENGGUNAKAN MODEL WALFISCH-IKEGAMI PADA TEKNOLOGI LONG TERM EVOLUTION (LTE) FREKUENSI 1800 MHz

ANALISIS PENGARUH SLOPE TERRAIN TERHADAP PATHLOSS PADA DAERAH SUBURBAN UNTUK MODE POINT TO POINT PADA SISTEM GSM 900

Makalah Seminar Tugas Akhir. Simulasi Prediksi Cakupan Antena pada BTS

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PERBANDINGAN PEMODELAN PROPAGASI NILAI LEVEL DAYA TERIMA PADA SISTEM DCS 1800 DI KOTA PONTIANAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Radio dan Medan Elektromagnetik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya jaman kebutuhan manusia akan bidang telekomunikasi juga semakin meningkat,

BAB III PERENCANAAN MINILINK ERICSSON

PERBANDINGAN NILAI BREAKPOINT DI DAERAH RURAL, URBAN DAN SUB URBAN PADA FREKWENSI CDMA

PERENCANAAN ULANG SITE JARINGAN GSM 900 DAN 1800 DI KOTA SEMARANG

ANALISIS PENGARUH SLOPE TERRAIN TERHADAP PATHLOSS PADA DAERAH SUBURBAN UNTUK MODE POINT TO POINT PADA SISTEM GSM 900

Materi II TEORI DASAR ANTENNA

Radio Propagation. 2

Estimasi Luas Coverage Area dan Jumlah Sel 3G pada Teknologi WCDMA (Wideband Code Division Multiple Access)

Desain Penempatan Antena Wi-Fi 2,4 Ghz di Hall Gedung Baru PENS-ITS dengan Menggunakan Sistem D-MIMO

BAB III SISTEM JARINGAN TRANSMISI RADIO GELOMBANG MIKRO PADA KOMUNIKASI SELULER

BAB I PENDAHULUAN. ke lokasi B data bisa dikirim dan diterima melalui media wireless, atau dari suatu

Proses. Pengolahan. Pembuatan Peta. Analisa. Kesimpulan

ANALISIS UJI KUAT SINYAL TERHADAP JARAK JANGKAU MAKSIMAL SISTEM PENERIMAAN SINYAL INTERNET BERBASIS EDIMAX HP-5101ACK

KARAKTERISASI KANAL PROPAGASI VHF BERGERAK DI ATAS PERMUKAAN LAUT

BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN

ANALISIS UNJUK KERJA RADIO IP DALAM PENANGANAN JARINGAN AKSES MENGGUNAKAN PERANGKAT HARDWARE ALCATEL-LUCENT 9500 MICROWAVE PACKET RADIO (MPR)

BAB II STUDI PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara

Perancangan Jalur Gelombang Mikro 13 Ghz Titik Ke Titik Area Prawoto Undaan Kudus

Desain Penempatan Antena Wi-Fi 2,4 Ghz di Hall Gedung Baru PENS-ITS dengan Menggunakan Sistem C-MIMO

SEMINAR TUGAS AKHIR ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM STUDI KASUS PT TELKOMSEL

Analisis BTS Initial Planning Jaringan Komunikasi Selular PT. Provider GSM di Sumatera

ANALISIS PENINGKATAN KINERJA SOFT HANDOFF TIGA BTS DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PROPAGASI OKUMURA

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3)

BAB I PENDAHULUAN. Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan metode akses kanal

Makalah Seminar Tugas Akhir. Perencanaan Ulang Site Outdoor Coverage System Jaringan Radio GSM 900 dan 1800 di Semarang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

SINGUDA ENSIKOM VOL. 7 NO. 2/Mei 2014

BAB I PENDAHULUAN. global untuk komunikasi bergerak digital. GSM adalah nama dari sebuah group

Analisa Perencanaan Indoor WIFI IEEE n Pada Gedung Tokong Nanas (Telkom University Lecture Center)

Istilah istilah umum Radio Wireless (db, dbm, dbi,...) db (Decibel)

EVALUASI EFISIENSI PERANGKAT BASE STATION MENGGUNAKAN DRIVE TEST PADA ANTENA SINGLE-BAND DAN MULTI-BAND

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Rancang Bangun Model Komputasi Perambatan Gelombang Radio Tiga Dimensi menggunakan Metode UTD Modifikasi

PERHITUNGAN PATHLOSS TEKNOLOGI LONG TERM EVOLUTION (LTE) BERDASARKAN PARAMETER JARAK E Node-B TERHADAP MOBILE STATION DI BALIKPAPAN

ANALISIS RSCP PADA HSDPA DAN HSUPA DI WILAYAH KOTA MALANG

Pengukuran Coverage Outdoor Wireless LAN dengan Metode Visualisasi Di. Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung

ANALISIS PERBANDINGAN MODEL PROPAGASI UNTUK KOMUNIKASI BERGERAK PADA SISTEM GSM 900. pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro.

Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING

BAB III PRINSIP DASAR MODEL PROPAGASI

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN

BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA) CDMA merupakan singkatan dari Code Division Multiple Access yaitu teknik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERBANDINGAN EFEKTIFITAS BTS BERBASIS ANTENA SINGLE- BAND DAN MULTI-BAND UNTUK MENDUKUNG KESTABILAN JARINGAN

ANALISIS KINERJA ALGORITMA SUBOPTIMAL HANDOVER PADA SISTEM KOMUNIKASI WIRELESS

I. PENDAHULUAN TNI AU. LATAR BELAKANG Perkembangan Teknologi Komunikasi. Wireless : bandwidth lebih lebar. Kebutuhan Sarana Komunikasi VHF UHF SBM

BAB II DASAR TEORI 2.1 Posisi Teknologi WiMAX

Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Udayana 1, 2,

BAB II LANDASAN TEORI

Modul 7 EE 4712 Sistem Komunikasi Bergerak Prediksi Redaman Propagasi Oleh : Nachwan Mufti A, ST 7. Prediksi Redaman Propagasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV PERENCANAAN JARINGAN TRANSMISI GELOMBANG MIKRO PADA LINK SITE MRANGGEN 2 DENGAN SITE PUCANG GADING

PERANCANGAN JARINGAN TRANSMISI GELOMBANG MIKRO PADA LINK SITE MRANGGEN 2 DENGAN SITE PUCANG GADING

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODE PERENCANAAN


UNJUK KERJA ALGORITMA HARD HANDOFF TERHADAP VARIASI KECEPATAN MOBILE STATION

LINK BUDGET. Ref : Freeman FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGUKURAN DAN PERHITUNGAN PATHLOSS EKSPONEN UNTUK CLUSTER RESIDENCES, CENTRAL BUSINESS DISTRIC (CBD), DAN PERKANTORAN DI DAERAH URBAN

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Analisa karakteristik lingkungan propagasi pada daerah pepohonan di area PENS ITS

BAB IV ANALISA PERFORMANSI BWA

BAB II JARINGAN GSM. telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European

PENGARUH SPACE DIVERSITY TERHADAP PENINGKATAN AVAILABILITY PADA JARINGAN MICROWAVE LINTAS LAUT DAN LINTAS PEGUNUNGAN

BAB II KOMUNIKASI BERGERAK SELULAR GSM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PENERAPAN MODEL PROPAGASI ECC 33 PADA JARINGAN MOBILE WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX)

Transkripsi:

SIMULASI LINK BUDGET PADA KOMUNIKASI SELULAR DI DAERAH URBAN DENGAN METODE WALFISCH IKEGAMI Zulkha Sarjudin, Imam Santoso, Ajub A. Zahra Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof. H. Soedharto,SH, Tembalang - Semarang, Indonesia ABSTRAK Pada sistem komunikasi selular, propagasi gelombang radio merupakan hal yang sangat penting untuk dimengerti khususnya di daerah urban. Komunikasi selular merupakan sistem komunikasi yang menggunakan udara sebagai media transmisi. Perambatan gelombang radio dari pemancar ke penerima pasti mengalami rugi-rugi propagasi. Secara empiris, terdapat beberapa model propagasi yang dapat digunakan untuk menghitung pathloss, salah satunya adalah metode Walfisch Ikegami. Berdasarkan hal tersebut, pada penelitian ini dibuat simulasi metode Walfisch Ikegami untuk menghitung pathloss pada daerah urban dengan nilai parameter yang dapat divariasi. Parameter-parameter tersebut antara lain tinggi BTS, tinggi gedung, frekuensi, lebar jalan, jarak antar gedung, sudut orientasi jalan dan jarak BTS-MS. Hasil perhitungan pathloss kemudian digunakan untuk menghitung link budget untuk mendapatkan nilai RSL (Receive Signal Level) untuk daerah urban. Tahap pengujian yang dilakukan pada penelitian ini ada 2 (dua) yaitu tahap perhitungan pathloss dan tahap perhitungan link budget. Tahap perhitungan pathloss merupakan perhitungan rugi-rugi propagasi di daerah kota sedang dan kota metropolitan dengan metode Walfisch Ikegami. Pada tahap perhitungan link budget, dilakukan untuk mendapatkan level daya yang diterima MS. Dari hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa pada frekuensi diatas 925 MHz, pathloss di daerah kota metropolitan lebih besar dibandingkan kota sedang. Sedangkan pada frekuensi dibawah 925 MHz, pathloss di daerah kota metropolita lebih kecil dibandingkan pada kota sedang. Keywords: pathloss, link budget, Walfisch Ikegami, I. PENDAHULUAN Definisi dari propagasi gelombang adalah perambatan gelombang pada media perambatan atau media transmisi. Media transmisi yang digunakan bisa berupa kawat, udara atau cahaya. Propagasi melalui udara menggunakan gelombang elektromagnetik atau radio sehingga disebut sistem transmisi radio. Komunikasi seluler merupakan sistem telekomunikasi yang menggunakan media transmisi udara. Sistem ini memiliki kelebihan dapat digunakan untuk berkomunikasi dimanapun selama masih terjangkau oleh BTS (Base Transceiver Station). Area cakupan antena BTS adalah persebaran sinyal dari antena pada permukaan bumi. Area cakupan antara BTS dengan BTS lainnya memiliki luas area yang berbeda-beda. Aspek-aspek yang mempengaruhi area cakupan ialah jenis antena, tipe lingkungan, model propagasi, jari-jari sel dan anggaran daya. Penelitian tentang model propagasi yang telah dilakukan sebelumnya ialah tentang analisis perbandingan pemodelan propagasi pada system DCS 1800. Simulasi tersebut menampilkan hasil analisis perbandingan model propagasi dari operator GSM (Wirasati, 2003).. Penelitian kali ini tentang simulasi anggaran daya (link budget) pada daerah urban dengan menggunakan model propagasi Walfisch Ikegami. Dengan simulasi ini diharapkan dapat menampilkan pengaruh perubahan parameter satu terhadap parameter lainnya. Parameter-parameter disini adalah parameter-parameter dari BTS, MS dan parameter ruang yang dihitung melalui rumus propagasi Walfisch Ikegami. Kemudian hasil akhir dari perhitungan tersebut akan digunakan dalam perhitungan link budget untuk mendapatkan besar level daya yang diterima oleh MS. II. Batasan Masalah Dalam penulisan penelitian ini pembahasan masalah memiliki batasan pada permasalahan berikut: 1. Frekuensi yang digunakan adalah 900-1800 MHz. 2. Model perambatan yang digunakan ialah model perambatan Walfisch Ikegami. 3. Menggunakan arah downlink untuk menghitung pathloss. 4. Tidak membahas mengenai pengaruh interferensi terhadap kuat sinyal.

5. Prinsip sistem seluler tidak dibahas secara matematis dan detail. 6. Jarak BTS-MS yang dihitung antara 20-5000 meter. II. DASAR TEORI Komunikasi tanpa kabel (wireless) merupakan sistem komunikasi yang menggunakan media transmisi gelombang radio. Gelombang radio akan melakukan propagasi untuk mentransmisikan sinyal informasi. Salah satu sistem komunikasi yang berbasis pada wireless communication adalah sistem komunikasi selular. Setiap proses propagasi akan menimbulkan rugi-rugi propagasi. Terdapat beberapa metode untuk mengistimasi rugi-rugi propagasi diantaranya Okumura Hatta, WCY lee, Walfisch ikegami dan lain-lain. Metode Walfisch Ikegami dipilih karena metode ini cocok digunakan untuk mengestimasi rugi-rugi propagasi di daerah perkotaan. Metode Walfisch Ikegami Model Walfisch-Ikegami adalah model propagasi empiris untuk area urban yang dapat digunakan baik untuk makrosel maupun mikrosel. Parameter-parameter yang berhubungan dengan model walfisch-ikegami dapat diilustrasikan pada gambar 1 [6] Model walfisch-ikegami dapat dibagi menjadi 2 kasus, yaitu LOS (Line Of Sight) dan NLOS (Non Line Of Sight). Formula redaman lintasan untuk kondisi LOS dapat dirumuskan pada persamaan 1 [2] L LOS [db] = 42.6 + 26 log10 d + 20 log10 f... (1) Dengan d adalah jarak (km) dan f adalah frekuensi (MHz). Formula redaman lintasan untuk kondisi NLOS dapat dirumuskan pada persamaan 2 [2] L = L fsl + L rts + L msd.........(2) Model Walfisch-Ikegami valid untuk kondisi: f = Frekuensi 800-2000 MHz h bts = Tinggi antenna BTS 4 50 m = Tinggi antenna MS 1 3 m h ms w = lebar jalan (m), h m = tinggi ms (m), ϕ= sudut orientasi jalan (derajat), h b = tinggi BTS (m), h roof = tinggi rata-rata bangunan (m), d= jarak MS-BTS (km), b= jarak antar bangunan (m), f= frekuensi (MHz), Redaman lintasan dalam kondisi NLOS, Free space loss dinyatakan pada persamaan 3 [2] L fsl = 32,45 + 20 log 10 (d) + 20 log 10 (f)...(3) d = Jarak MS-BTS (km), f = Frekuensi (MHz) L rts = 16.9 + 10 log 10 (w)+20 log 10 (w) + 20 log 10 (h roof h m ) + L ori...... (4) L ori = 10 + 0.354ϕ : untuk 0 0 ϕ <35... (5) 2.5 + 0.075(ϕ 35) : untuk 35 0 ϕ<55...(6) 4.0 0.114(ϕ 55) : untuk 55 0 ϕ < 90 0...(7) L msd = L BSH + k a + k d log 10 d+ k f log 10 f c 9log 10 b...(8) fc k f = 4 0,7( 1) : Untuk kota sedang...(9) 925 fc 4 1,5( 1) :Untuk daerah metropolitan(10) 925 L BSH = 18x log10 (1 (hr - hm)) : h b > h r.(11) Ka = 54 : h b > h r (12) K d = 18 : h b > h r...(13) 18 15(Δh b /Δh r ) : h b h r...(14) Link Budget Tujuan dari perhitungan anggaran daya adalah untuk menentukan parameter dan konfigurasi yang ideal untuk mendapatkan kinerja terbaik dalam suatu link transmisi. Paramater-parameter yang dibutuhkan dalam perhitungan anggaran daya diantaranya adalah propagasi gelombang radio yang digunakan untuk memperkirakan rugi-rugi propagasi antara pemancar dan penerima, daya pancar transmisi, penguatan antena, rugi-rugi, sensitifitas penerima serta margin-margin seperti yang ditunjukkan pada gambar 2 [1] : d = Jarak antara MS dan BTS 20 5000 m Gambar 2 Parameter anggaran daya Dengan: Gambar 1 Model Walfisch-Ikegami [6] RSL (Receive Signal Level) adalah level sinyal yang diterima di penerima dan nilainya harus lebih besar dari sensitivitas perangkat penerima (RSL _ Rth). Untuk menghitung RSL (Receive Signal Level) maka digunakan rumus 15 RSL = Pt + Gt - L kabel - L com pathloss+ Gr- Lr. 15

M Dimana Pt=daya pancar Tx, Gt=penguatan antena Tx, L kabel =rugi-rugi kabel+ konektor, L com =rugi-rugi kombiner, Gr=penguatan antena Rx, Lr=rugi-rugi kabel penerima. IV. PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI PROGRAM Diagram Alir Pada perancangan simulasi ini terdapat beberapa diagram alir. Berikut ini adalah 2 diagram alir yang penting untuk diketahui. Diagram alir utama pada perancangan sistem ini ditunjukkan dalam gambar 3. Dalam diagram alir tersebut terdapat 2 kondisi propagasi yaitu LOS (Line of Sight) dan NLOS (Non Line of Sight). Pada kondisi LOS, pathloss dihitung dengan menggunakan persamaan 1 sedangkan Pathlos kondisi NLOS dihitung dengan menggunakan persamaan 2. Pada diagram alir tersebut terdapat 2 pilihan kondisi area yaitu area kota metropolitan dan kota sedang. Pathloss pada area kota metropolitan dihitung dengan menggunakan persamaan 10 sedangkan pathloss area kota sedang dihitung dengan menggunakan persamaan 9. V. Tampilan Program Tampilan program simulasi diperlihatkan pada gambar 5. Mulai Tidak Kondisi LOS? Ya Gambar 5 Tampilan halaman simulasi Hitung Pathloss menggunakan persamaan.2 Hitung link budget menggunakan rumus 15 Hitung Pathloss menggunakan persamaan.1 Pada halaman ini berfungsi untuk menghitung rugi propagasi dan link budget dengan metode Walfisch Ikegami pada kondisi NLOS. Di sini terdapat parameter-parameter yang dapat diubah nilainya diantaranya frekuensi, jarak MS-BTS, lebar jalan, tinggi gedung, sudut orientasi jalan, jarak antar gedung dan tinggi BTS. t i d a k H i t u n g r u g i p r o p a g a s i D e g a n m e n g g u n k a n p e r s a m a a n 9 u l a i M a s u k k a n P a r a m e t e r w a l f i s h i k e g a m i K o t a M e t r o p o l i t a n? H i t u n g l i n k b u d g e t m e n g g u n a k a n r u m u s 1 5 S e l e s a i Selesai Gambar 3 Diagram alir system Diagram alir menu Walfisch Ikegami kondisi NLOS (Non Line of Sight) ditunjukkan pada gambar 4. Pada diagram alir ini terdapat 2 pilihan kondisi area yaitu area kota metropolitan dan area kota sedang. y a H i t u n g r u g i p r o p a g a s i D e g a n m e n g g u n k a n p e r s a m a a n 1 0 Gambar 4 Diagram alir Walfisch Ikegami kondisi NLOS VI. PENGUJIAN DAN ANALISIS Pada pengujian ini diperbandingkan antara variasi jarak dan pathloss. Hasil pengujian pada daerah kota sedang dan kota metropolitan ditampilkan pada tabel 1 Tabel 1 Hasil pengujian variasi jarak terhadap pathloss Jarak (m) Pathloss K. sedang Pathloss K. metropolitan 20 56.8874928 59.350942 50 68.3266326 70.790082 100 83.448353 85.911802 200 94.8874928 97.350942 400 106.326633 108.79008 600 113.0181 115.48155 800 117.765772 120.22922 1000 121.448353 123.9118 1500 128.139821 130.60327 2000 132.887493 135.35094 2500 136.570073 139.03352 3000 139.578961 142.04241

3500 142.122939 144.58639 4000 144.326633 146.79008 4500 146.270428 148.73388 5000 148.009213 150.47266 Pada jarak 20 meter, pathloss yang dihasilkan sebesar 56.8874928dB (kota Sedang). Sedangkan pada jarak 5000 meter, pathloss yang dihasilkan sebesar 148.009213dB (kota sedang). Dari data diatas dapat dianalisis bahwa semakin jauh jarak MS terhadap BTS maka pathloss yang dihasilkan semakin besar. Pengujian variasi tinggi BTS terhadap pathloss ditampilkan pada tabel 2 Tabel 2 Hasil pengujian variasi tinggi BTS terhadap pathloss Tinggi BTS (m) Sedang Metropolitan 205 130.0344 130.7668 210 129.7878 130.5201 215 129.5487 130.281 220 129.3167 130.0491 225 129.0914 129.8238 230 128.8724 129.6048 235 128.6594 129.3918 240 128.452 129.1844 245 128.25 128.9824 250 128.0531 128.7855 Pada ketinggian 205 meter, pathloss yang dihasilkan sebesar 130.0344dB (kota Sedang). Sedangkan pada ketinggian 250 meter, pathloss yang dihasilkan sebesar 128.0531dB (kota sedang). Dari data tersebut dapat dianalisis bahwa semakin tinggi BTS maka pathloss yang dihasilkan semakin kecil. Pengujian variasi frekuensi terhadap pathloss ditampilkan pada tabel 3 Tabel 3 Hasil pengujian variasi frekuensi terhadap pathloss frekuensi (MHz) Sedang Metropolitan 900 122.8 122.79 925 123.2 123.21 950 123.6 123.64 1000 124.3 124.46 1050 124.9 125.26 1100 125.6 126.03 1150 126.2 126.79 1200 126.8 127.53 1250 127.4 128.25 1300 127.9 128.95 1350 128.5 129.64 1400 129 130.32 1450 129.5 130.98 1500 130.1 131.63 1550 130.6 132.28 1600 131 132.91 1650 131.5 133.53 1700 132 134.15 1750 132.4 134.75 1800 132.9 135.35 Pada frekuensi diatas 925 MHz, pathloss pada kota sedang lebih kecil dibandingkan pada kota metropolitan. Pengujian variasi tinggi gedung terhadap pathloss ditampilkan pada tabel 4 Tabel 4 Hasil pengujian variasi tinggi gedung terhadap pathloss Tinggi gedung (m) Sedang Metropolitan 50 128.0531 128.785 55 129.1023 129.835 60 130.0803 130.813 65 131.0001 131.732 70 131.8714 132.604 75 132.7023 133.435 80 133.4993 134.232 85 134.2676 135 90 135.0118 135.744 95 135.7358 136.468 100 136.443 137.175 105 137.1363 137.869 110 137.8185 138.551 115 138.492 139.224 120 139.1593 139.892 125 139.8225 140.555 130 140.4837 141.216 135 141.1452 141.878 140 141.809 142.541 145 142.4773 143.21 150 143.1526 143.885 155 143.8371 144.569 160 144.5337 145.266 165 145.2452 145.978 170 145.9751 146.707 175 146.7272 147.46 180 147.5059 148.238

185 148.3167 149.049 190 149.1661 149.898 195 150.062 150.794 200 151.0148 151.747 Gedung-gedung yang tinggi menhasilkan pathloss yang lebih besar. Pengujian variasi lebar jalan terhadap pathloss ditampilkan pada tabel 5 Tabel 5 Hasil pengujian variasi lebar jalan terhadap pathloss Lebar jalan (m) Sedang Metropolitan 6 142.147 143.7 9 140.386 142 12 139.137 140.7 15 138.168 139.7 18 137.376 139 21 136.707 138.3 24 136.127 137.7 Dari data diatas terlihat bahwa lebar jalan yang sempit menghasilkan pathloss lebih besar dibandingkan jalan yang lebih lebar. Pengujian variasi sudut orientasi jalan terhadap pathloss ditampilkan pada tabel 6 Tabel 6 Hasil pengujian variasi sudut orientasi jalan terhadap pathloss Sudut orientasi jalan (deg) Sedang Metropolitan 0 116.784 117.5 5 118.554 119.3 12 120.324 121.1 15 122.094 122.8 20 123.864 124.6 25 125.634 126.4 30 127.404 128.1 35 129.284 130 36 129.359 130.1 40 129.659 130.4 45 130.034 130.8 50 130.409 131.1 55 130.784 131.5 56 130.67 131.4 60 130.214 130.9 65 129.644 130.4 70 129.074 129.8 75 128.504 129.2 80 127.934 128.7 85 127.364 128.1 90 126.794 127.5 Dari data tersebut dapat dilihat bahwa dari sudut 0 0 55 0 menunjukkan peningkatan pathloss, sedangkan dari sudut 55 0 90 0 besar pathloss semakin menurun. Pengujian variasi jarak antar gedung terhadap pathloss ditampilkan pada tabel 7 Tabel 7 Hasil pengujian variasi jarak antar gedung terhadap pathloss Jark antar gedung (m) Sedang Metropolitan 20 135.52 135.7138 25 134.65 134.8416 30 133.93 134.129 35 133.33 133.5265 40 132.81 133.0045 45 132.35 132.5442 50 131.94 132.1323 Jarak antar gedung yang lebar menghasilkan pathloss yang lebih sedikit dibandingkan jarak antar gedung yang rapat. V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil pengujian dan analisis yang dilakukan tentang simulasi pathloss menggunakan metode Walfisch Ikegami di daerah urban, maka diambil kesimpulan bahwa pada frekuensi diatas 925 MHz, daerah kota metropolitan menghasilkan rugirugi propagasi yang lebih besar dibandingkan kota sedang. Pada frekuensi 925 MHz, pathloss yang dihasilkan bernilai sama. Sedangkan pada frekuensi dibawah 925 MHz, pathloss yang dihasilkan pada kota sedang lebih tinggi dibandingkan pathloss pada kota metropolitan. Semakin tinggi BTS akan menghasilkan pathloss yang lebih kecil. Semakin jauh jarak MS terhadap BTS maka pathloss yang dihasilkan juga semakin besar. Semakin tinggi ketinggian gedung menghasilkan pathloss yang semakin besar. Semakin besar lebar jalan, maka pathloss yang dihasilkan juga semakin kecil. Jarak antar gedung yang lebar akan menghasilkan pathloss yang semakin kecil. Saran Saran untuk pengembangan program dan penelitian lebih lanjut adalah membuat peta wilayah rugi-rugi jalur berdasarkan metode estimasi Walfisch Ikegami.

DAFTAR PUSTAKA [1] Wibisono, G., U. Kurniawan., G. D. Hantoro, Konsep Teknologi Selular, Informatika, Bandung, 2008. [2]. Walfisch Ikegami Propagation Model, http://www.cse.hcmut.edu [3]. Ryszard, Struzak, Radio-wave Propagation Basics. wireless.ictp.trieste.it/.../r_propg_basics.pdf. [4]. Propagasi Gelombang Radio, http://ab3duh.wordpress.com [5] Widodo, Slamet, Sistem Transmisi Radio 2,. Bpkm polines, Semarang, 2003. [6] Nachwan Mufti, Modul 7 Sistem Komunikasi Bergerak, Prediksi Redaman Propagasi, [7] Dirjen Postel, Persyaratan Teknis Alat Dan Perangkat Jaringan Global System for Mobile (GSM) 900 MHz / Digital Communication System (DCS) 1800 MHz, Jakarta, 2004. [8] ETSI, Digital Cellular Telecommunications System (Phase 2+);Radio Network Planning Aspects (GSM 03.30 version 8.3.0 Release 1999), http://pda.etsi.org/exchangefolder/tr_101362v0 80400p.pdf, Desember 2009. [9] Lempiäinen, J., M. Manninen, Radio Interface System Planning for GSM/GPRS/UMTS, Kluwer Academic Publishers, New York, Boston, Dordrecht, London, Moscow, 2002. Zulkha Sarjudin Dosen Pembimbing I (L2F307055) Mahasiswa Jurusan Teknik Elektro Reguler II 2007 Bidang Konsentrasi Teknik Elektronika Telekomunikasi Universitas Diponegoro Email : zulkhasarjudin@gmail.com Mengetahui, Imam Santoso,S.T.,M.T. NIP. 197012031997021001 Tanggal: Dosen Pembimbing II Ajub A. Zahra. S.T.,M.T. NIP. 197107191998022001 Tanggal: